Jejak Utsmaniyah Sangat Terasa di Negeri Kanguru

Melbourne – 1miliarsantri.net : Syiar perkembangan Islam terus tumbuh di Australia. Secara demografis, Negeri Kanguru menyaksikan tren peningkatan. Berdasarkan data dari biro pusat statistik setempat, pada 2016 terdapat 604.200 warga yang memeluk Islam di sana. Artinya, ada peningkatan sekitar 15 persen bila dibanding hasil sensus pada 2011 silam. Untuk mengakomodasi kepentingan warganya yang Muslim, pemerintah Australia mengupayakan lanskap tata ruang yang lebih mendukung. Sebagai contoh, di Melbourne, ibu kota negara bagian Victoria, terdapat sebuah masjid raya yang menjadi pusat kegiatan keislaman. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1992 itu dikenal sebagai Masjid Sunshine. Namanya secara harfiah berarti ‘masjid cahaya mentari,’ tetapi sunshine itu pun merupakan sebutan untuk distrik setempat. Hingga kini, tempat ibadah itu merupakan masjid terbesar di seluruh Victoria. Informasi yang tersedia pada laman resmi Masjid Sunshine menyebutkan, pembangunannya bermula dari komunitas imigran Muslim asal Siprus. Mereka merantau ke Australia dari negeri pulau Mediterania itu. Bagaimanapun, silsilahnya mengakar hingga ke Turki. Karena itulah, perkumpulannya disebut sebagai The Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria (Masyarakat Muslim Turki-Siprus di Victoria). Pada mulanya, mereka membangun sebuah mushala sederhana di kawasan Richmond, Clifton Hill. Lambat laun, tempat ibadah itu tidak lagi sanggup menampung jamaah yang jumlahnya kian bertambah. Setelah bermusyawarah, para tokoh Muslim setempat sepakat untuk merelokasi bangunan itu ke Jalan Ballarat, Sunshine, pada 1985. Tidak mungkin lagi untuk membangun tempat seluas mushola sebelumnya. Komunitas Muslim tersebut pun berupaya untuk menggalang biaya agar bisa memodali berdirinya sebuah masjid besar. Seorang anggota dengan ikhlas memberikan rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam uang dari bank. Maka terkumpul dana sebesar 191 ribu dolar Amerika Serikat (AS) saat itu. Uang tersebut menjadi modal awal bagi komunitas Muslim Turki-Siprus ini. Mereka lalu membeli sebuah lahan di tepi Jalan Ballarat No 618. Sesudah itu, di atasnya dibangunlah sebuah masjid baru. Pembangunannya mengalami pasang-surut. Sempat terjadi mangkrak, tetapi umat Islam Victoria pantang menyerah. Mereka lantas berhasil menghimpun dana hingga 2,5 juta dolar AS Proyek pendirian masjid ini pun diteruskan. Beberapa tahun kemudian, fasilitas yang diidam-idamkan itu tuntas berdiri. Peresmiannya disaksikan tokoh-tokoh Islam serta pemerintah daerah lokal. Tampilan Masjid Sunshine menyuguhkan corak arsitektur Islam khas Turki Utsmaniyah. Pemilihan tema itu memang wajar karena para pendirinya merupakan orang-orang Australia yang keturunan Turki. Menurut Serkan Hussein dalam Yesterday and Today: Turkish Cypriots of Australia (2007), bentuk Masjid Sunshine menyerupai Masjid Sultan Ahmad alias Masjid Biru, salah satu bangunan ikonis yang ada di Istanbul. Apabila Masjid Biru memiliki 13 kubah, Masjid Sunshine dilengkapi 17 kubah. Semuanya tersusun dengan padu, mengikuti gaya arsitektur klasik Mimar Sinan. Masjid Biru dihiasi enam menara yang menjulang tinggi. Sementara, Masjid Sunshine “hanya” mempunyai sebuah menara. Bentuknya seperti pensil raksasa, ramping dan runcing pada bagian ujungnya. Kini, Masjid Sunshine merupakan representasi pencapaian dan persembahan dari generasi Muslim sebelumnya kepada umat Islam. Khususnya bagi komunitas Turki-Siprus, kompleks ini tidak hanya sekadar tempat ibadah. Masjid tersebut juga menjadi semacam banguna Adapun bagi masyarakat luas Australia, termasuk warga yang non-Muslim, keberadaan fasilitas keislaman ini boleh jadi penyegar mata. Ini adalah hadiah arsitektur Utsmaniyah yang dapat dikagumi saat mereka melewati jalan utama dari dan menuju Kota Melbourne. Berpadu harmonis Kemiripan Masjid Sunshine dengan Masjid Biru tidak hanya pada sisi eksterior, tetapi juga interiornya. Anda akan merasakan suasana yang menenteramkan hati saat memasukinya. Di dalam bangunan utama masjid daerah suburban Melbourne itu, “hanya” ada beberapa tiang. Sedikitnya jumlah tiang itu karena bentuk atapnya yang setengah bola. Mungkin bagian langit-langit Masjid Sunshine tidak semegah Masjid Biru. Namun, kesamaan antara keduanya tampak pada hadirnya gambar-gambar kaligrafi dan hiasan geometris. Khususnya pada sisi dalam kubah utama, ornamen-ornamen yang ada menyajikan keserasian antara lukisan dan latar. Pada pusatnya, terdapat kaligrafi ayat Alquran. Sementara itu, 99 Asmaul Husna tergurat pada bagian pinggiran langit-langit yang melingkar itu. Sedikit perbedaannya dengan Masjid Biru, pada masjid yang dibangun komunitas Muslim Australia itu tidak terpasang banyak lampu gantung. Hanya ada sebuah lampu kristal yang tergantung di tengah langit-langit. Bagaimanapun, penerangan bukanlah masalah besar di sini. Sebab, ada banyak jendela sebagai tempat masuknya sinar matahari dari luar. Warna yang mendominasi bangunan utama masjid di Australia ini ialah putih, sedangkan interior Masjid Biru diselimuti warna krem-kecokelatan. Pada bagian lengkung langit-langitnya juga terdapat selang-seling warna merah-bata dan putih. Tampilan itu mengingatkan pengunjung pada gaya masjid-masjid klasik di Andalusia (Spanyol). Alhasil, pencampuran macam-macam corak arsitektur itu menandakan perpaduan yang harmonis pada Masjid Sunshine. (man)

Read More

Kisah Joko Tingkir dan Bajulgiling Pusaka Andalan nya

Sragen – 1miliarsantri.net : Joko Tingkir merupakan tokoh yang sangat dikenal di masyarakat. Bahkan, peninggalannya di Desa Sangiran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yang dikenal dengan Punden Tingkir, selalu ramai dikunjungi masyarakat. Joko Tingkir merupakan sosok yang memiliki kesaktian dan kedigdayaan hingga melegenda di tanah Jawa. Kisah-kisah tentang Joko Tingkir, yang berkembang di tengah masyarakat, tidak pernah lepas dari pusaka berupa ikat pinggang atau timang yang memiliki nama Kiai Bajulgiling. Pusaka sakti Kiai Bajulgiling tersebut, didapatkan Joko Tingkir dari gurunya, Ki Buyut Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro. Banyak dikisahkan, pusaka sakti timang Kiai Bajulgiling itu, dibuat oleh Ki Buyut Banyubiru dari biji baja murni yang diambil dari dalam gumpalan magma lahar Gunung Merapi dan kulit buaya. Dengan kekuatan gaibnya, bijih baja murni itu oleh Ki Banyubiru dibuat menjadi pusaka. Berdasarkan Babad Jawi dan Babad Pengging, kekuatan gaib yang dimiliki timang Kiai Bajulgiling ialah, barang siapa yang memakai ikat pinggang Kiai Bajulgiling ini, maka dia akan kebal dari segala macam senjata tajam dan ditakuti semua binatang buas. Hal ini selain kekuatan alami yang dimiliki oleh inti biji baja murni itu sendiri, juga karena adanya kekuatan rajah berkekuatan gaib yang diguratkan Ki Banyubiru di seputar timang berkulit buaya tersebut. Kekuatan dan keampuhan ikat pinggang Kiai Bajulgiling beberapa kali dialami dan dibuktikan sendiri oleh Joko Tingkir. Sebelum berguru ke Ki Banyubiru, Joko Tingkir atau Mas Karebet ini, pernah juga berguru ke Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Sela. Setelah berguru kepada Ageng Sela, dan Sunan Kalijaga, Joko Tingkir lalu disuruh untuk mengabdi ke Keraton Demak Bintoro. Di Kesultanan Demak ini Joko Tingkir melamar sebagai pengawal pribadi. Keberhasilannya meloncati kolam masjid dengan lompatan ke belakang tanpa sengaja, karena sekonyong-konyong Joko Tingkir harus menghindari Sultan dan para pengiringnya memperlihatkan bahwa dialah orang yang tepat sebagai pengawal. Joko Tingkir juga dikenal pandai menarik simpati Raja Demak Trenggono, sehingga dia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat Lurah Wiratamtama. Beberapa waktu kemudian, Joko Tingkir ditugaskan menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Ketika dihadapan Joko Tingkir, Dadungawuk tidak ingin diseleksi seperti yang lain, namun malah ingin menjajal kesaktian dari Joko Tingkir. Karena merasa diremehkan, Joko Tingkir sakit hati dan tidak bisa menahan emosinya sehingga Dadungawuk ditusuk dengan Sadak Kinang (tusuk konde) yang menembus jantungnya. Akibatnya, Joko Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak karena konon Dadungdawuk juga merupakan kerabat Kesultanan Demak. Kepergian Joko Tingkir menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan-kawannya. Dengan rasa putus asa Joko Tingkir pulang kembali dan ingin mati saja. Dua orang pertapa, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang (suami dari putri Bondan Kejawen atau adik Ki Ageng Getas Pendawa, kakek buyut Panempahan Senopati) memberinya semangat. Ketika Joko Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging. Di sana Joko Tingkir mendengar suara atau wangsit yang menyuruhnya pergi ke tokoh keramat lain, yaitu Ki Buyut dari Banyubiru. Lalu Mas Karebet atau Joko Tingkir pergi menemui Ki Buyut Banyubiru. Ki Banyubiru yang telah mengetahui maksud kedatangan Joko Tingkir, langsung menerimanya sebagai murid. Oleh guru yang sakti ini, Joko Tingkir diberikan pelajaran-pelajaran ilmu kedigjayaan di Gunung Lawu. Salah satunya adalah dengan merendam diri dalam sungai yang dingin, dengan tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu dalam diri Joko Tingkir. Setelah beberapa bulan lamanya Joko Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru sudah memperbolehkan Joko Tingkir untuk menemui Sultan Demak guna memohon pengampunan atas kesalahan yang pernah dilakukannya yaitu membunuh Dadungawuk. Sebelum berangkat ke Demak Ki Buyut Banyubiru memberikannya azimat Timang Kiai Bajulgiling. Perjalanan kembali Joko Tingkir ke Demak dilakukan dengan getek, yakni rakit yang hanya terdiri dari susunan beberapa batang bambu. Saat akan melewati Kedung Srengenge, Joko Tingkir menghadapi hambatan karena adanya sekawanan buaya, kurang lebih berjumlah 40 ekor, yang menjadi penghuni dan penjaga kedung tersebut. Percaya dengan kekuatan gaib dari timang ikat pinggang pemberian Ki Buyut Banyubiru, Joko Tingkir nekad mengayuhkan geteknya memasuki kawasan Kedung Srengenge. Bahaya mengancam, ketika sekawanan buaya menghadang dan mengitari rakitnya. Namun, berkat kekuatan gaib dari Timang Kiai Bajulgiling, buaya-buaya yang semula buas beringas seketika menjadi lemah dan akhirnya tunduk pada Joko Tingkir. Bahkan, keempat puluh buaya ekor buaya itu menjadi pengawal perjalanan Joko Tingkir selama menyebrangi Kedung Srengenge dengan berenang di kiri-kanan, depan dan belakang rakitnya Di wilayah Demak, keampuhan jimat pemberian Kiai Buyut Banyubiru berupa ikat pinggang Kiai Bajulgiling diterapkannya kembali. Seekor kerbau liar atau banteng, dibuat Joko Tingkir menjadi gila, sehingga tiga hari tiga malam para prajurit di Demak tidak dapat menghalau kerbau tersebut, bahkan dengan malu terpaksa mengaku kalah. Hanya Joko Tingkir yang akhirnya berhasil membunuh kerbau itu, yakni dengan mengeluarkan jimat yang telah dimasukkan ke dalam mulut hewan itu sebelumnya. Para prajurit Demak terkagum dengan aksi Joko Tingkir yang mampu menaklukan banteng buas. Raja Demak Sultan Trenggono akhirnya mengampuni perbuatan Joko Tingkir tempo hari, dan memaafkannya. Kemudian Joko Tingkir diangkat kembali sebagai prajurit, dengan jabatan sebagai pemimpin laskar tamtama. Joko Tingkir menikah dengan putri ke-5 raja, yaitu Ratu Mas Cempaka dan menjadi Bupati Pajang dengan gelar Adipati Adiwijaya. Sepeninggal Trenggono tahun 1546, puteranya yang bergelar Sunan Prawoto seharusnya naik takhta, tapi kemudian tewas dibunuh Aryo Penangsang pada tahun 1549. Aryo Penangsang membunuh Sunan Prawoto, sebagai bentuk balas dendam atas kematian ayahnya. Ayah Aryo Penangsang yang bernama Pangeran Sekar Seda Lepen, tewas dibunuh Sunan Prawoto sewaktu dia menyelesaikan salat ashar di tepi Bengawan Solo. Kemudian Aryo Penangsang mengirim utusan untuk membunuh Adiwijaya di Pajang, tapi utusan itu gagal karena dia memiliki kekebalan dari jimat Ki Bajulgiling. Namun setelah mengalahkan utusan Aryo Penangsang, justru Adiwijaya menjamu para pembunuh itu dengan baik, serta memberi mereka hadiah untuk mempermalukan Aryo Penangsang. Adiwijaya segan memerangi Aryo Penangsang secara langsung, karena sama-sama anggota keluarga Demak, dan merupakan saudara seperguruan yakni sama sama sebagai murid Sunan Kudus. Menyiasati hal itu, Adiwijaya mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Aryo Penangsang, akan mendapatkan tanah Pati dan Mentaok atau Mataram sebagai hadiah. Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani yang merupakan kakak ipar Ki Ageng Pemanahan, berhasil menyusun siasat cerdik. Sehingga Sutawijaya yang merupakan anak Ki Ageng Pemanahan,…

Read More

Buya Yahya : Berdoa Sambil Bersujud diluar Sholat Hukum nya Haram

Jakarta – 1miliarsantri.net : Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Prof. KH. Yahya Zainul Ma’arif atau yang akrab dianggil Buya Yahya menegaskan hukum berdoa sambil sujud di luar shalat. Dikatakan Buya Yahya, bila berdoa sambil sujud di luar salat itu hukumnya haram. Buya Yahya mengungkapkan bahwa sujud adalah ibadah tertinggi dan bentuk penghambaan yang sejati. “Sujud adalah saat terindah seorang hamba, karena dengan sujud itulah tampak penghambaan sejati. Sujud adalah salah satu cara perilaku ibadah yang paling agung, makanya sujud tidak boleh dilakukan sembarangan, kecuali dalam ibadah,” ungkapnya. Lebih lanjut dijelaskan Buya Yahya, jika sujud itu ada tiga yakni sujud saat salat, sujud tilawah, dan sujud syukur. Jadi, jika melakukan sujud selain ketiga itu maka hukumnya haram, karena sujud merupakan ibadah yang special. “Hati-hati, jangan gampang sujud kecuali untuk ibadah. Dikit-dikit sujud, sujud apa itu, pertama adalah sujud dalam salat, kedua adalah sujud tilawah karena kita membaca ayat disitu ada ayat sajadah, yang ketiga adalah sujud syukur tentunya dengan niat dan cara, tapi asal sujud-sujud saja tidak diperkenankan, tidak boleh itu haram, karena sujud ibadah special,” pungkasnya. (rid)

Read More

KH Cholil Nafis Merasa Kecolongan Dengan Beredarnya NII

Jakarta – 1miliarsantri.net : Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis tercengang benar-benar kaget karena ternyata masih banyak pengikut NII (Negara Islam Indonesia). Hal itu diketahui saat dirinya mendengar pengakuan Kepala Bakesbangpol Kabupaten Garut, sekaligus selesai menyampaikan keynote speaker dengan tema “Pancasila dan Islam Memupuk Nasionalisme” di Pendopo Kabupaten Garut, Jawa Barat, Ahad (09/07/2023) Menurut sambutan Kepala Kesbangpol Kabupaten Garut, realitanya masih ada aparatur yang menjadi pengikut NII. Ketua Umum MUI Kab. Garut juga menyampaikan kecolongan karena ada pengurus MUI dari NII yang sekarang sudah dikeluarkan. Demikian juga cerita Kepala Kantor Kemenag Kab. Garut yang masih ada penyuluh agama terpapar NII. “Jadi kesimpulannya, paham NII masih eksis dan nyata. Sejarahnya, Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia DI/TII itu meluas di seluruh Indonesia yang melawan negara yang sah. Dan melakukan perlawanan secara meliter. Mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi dan Aceh selama tahun 1948 sampai tahun 1962. Ternyata setelah organisasinya dibubarkan, pahamnya masih terus ada,” ujarnya. Lalu apa yang harus kita lakukan? Tentu ini kewajiban seluruh elemen bangsa. Jika berkenaan dengan paham keagamaan yang menjadi tameng untuk membangkang NKRI tentunya kewajiban tokoh agama dan masyarakat untuk membangun narasi dan hujjah meluruskan mereka. Mereka harus diajak dan dikembalikan ke jalan yang benar ke pangkuan NKRI. “Namun jika mereka sudah melawan terhadap negara dengan menggunakan kekuatan massa dan militer maka kewajiban negara dan aparat untuk menumpasnya. Ini bisa menjadi ancaman keutuhan NKRI dan keselamatan persatuan bangsa,” sambungnya. Dia berharap, Pemerintah dan masyarakat seharusnya lebih gencar dan efektif, dalam hal ini lembaga yang mengawal ideologi Pancasila untuk sosialisasi nilai-nilai Pancasila dan membangun ketahanan ideologi negara dari serbuan ideologi internal bangsa dan dari luar yang merusak ideologi negara NKRI. “Pemantapan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 perlu lebih masih dan menyentuh ke akar rumah dan di area yang masih rawan melawan negara dan pemerintahan yang sah,” pungkasnya. (rid)

Read More

Mantan Aktivis NII Beberkan Semua Bentuk Penyimpangan Al Zaytun

Jakarta – 1miliarsantri.net : Peneliti Ma’had Al Zaytun Indramayu Jawa Barat yang juga mantan aktivis Negara Islam Indonesia (NII), Sukanto membeberkan pemahaman dan praktik rukun Islam yang berbeda di kalangan NII. Menurut Sukanto, di NII itu ada dua sholat, yaitu sholat lima waktu dan sholat aqimuddin. Ketika jamaah NII sedangkan melaksanakan sholat aqimuddin, kata dia, maka diperbolehkan untuk meninggalkan sholat lima waktu. “Jadi sholatnya dibagi dua, ada sholat ritual yang lima waktu, ada sholat aqimuddin dalam rangka menegakkan negara. Sholat lima waktu itu bisa ditinggalkan ketika sholat aqimuddin dilakukan,” kata Sukanto. Dia menuturkan, salah satu contoh sholat aqimuddin adalah menjalankan program negara, seperti perekrutan jamaah dan pendanaan. “Jadi setiap jamaah dalam proses mencari dana atau dalam proses mencari jamaah baru, sholat lima itu itu boleh ditinggalkan. Karena seyogianya yang dia lakukan dalam konteks berprogram di NII tadi, yakni membaiat orang, itulah sholat aqimuddin. Itulah mengapa di NII jadi tidak sholat. Karena yang mereka lakukan dalam rangka bernegara, itu lah sholat sebenarnya,” terang Sukamto. Dia mengatakan, Pimpinan Ma’had Al Zaytun, Panji Gumilang sendiri juga pernah memecat seorang guru lantaran melakukan sholat pada saat sedang rapat. Karena itu, tak heran jika Al Zaytun selalu dikaitkan dengan NII. “Di Al Zaytun, Panji Gumilang pernah memecat guru karena sholat, karena dia sedang rapat sama Panji Gumilang. Jadi setelah istirahat dia sholat. Setelah balik lagi masuk forum rapat, dipecat langsung. Orang kita lagi sholat kok kamu sholat lagi (kata Panji). Itu pengakuan dari guru yang saya dengar,” ujar Sukanto. Sedangkan saat bergabung dengan NII, Sukanto menyaksikan sendiri bahwa warga NII memang tidak melaksanakan sholat. Hal ini karena, mereka menganggap dirinya sedang menjalankan tugas negara. Kedua, mereka juga berkeyakinan bahwa kondisi Makkah belum mewajibkan umat untuk sholat. “Republik Indonesia adalah Makkahnya, maka kondisi di Makkah itu belum wajib sholat. Jadi gerakan NIII itu karena doktrinnya sedang perang, dan kondisinya kondisi Makkiyah, jadi belum wajib sholat. Kalau ada shoalt ritual ya itu pura-pura saja,” kata Sukanto. Lalu, dalam memahami rukun Islam yang ketiga, yakni puasa, warga NII tetap menahan diri selama bulan Ramadhan. Namun, menurut Sukanto, waktu awal puasa Ramadhannya harus berbeda dengan Republik Indonesia. Begitu juga waktu berbuka dan sahurnya. “Misalnya, jika pemerintah tanggal 29 Ramadhannya, dia duluan. Kedua, dalam waktu sahurnya juga tergantung perintah komandannya. Kalau misalnya cape, rapat sampai sampai pukul 6 pagi, ya sahur pukul 6 pagi. Lalu rapat pukul 5 sore. Meskipun belum masuk Maghrib tapi pimpinan menyuruh buka, ya buka,” jelas Sukanto. Kemudian, terkait dengan zakat yang merupakan rukun Islam yang keempat, di NII tidak terdapat zakat fitrah. Sukanto mengatakan, zakat fitrah itu ditejemahkan dalam bentuk Harakah Ramadhan. Pada 1991, besarnya sekitar Rp 50 ribu per kepala. “Jadi mereka menafsirkan harakah Ramadhan atau fitrah itu adalah bukan dengan beras, tapi sunnahnya itu dengan kurma. Diukurnya itu dengan satu gantang kurma (sama dengan satu sha’). Ketika undang-undang NII-nya itu dikeluarkan Panji gumilang pada 1991, itu nilainya sebesar Rp 50 ribu,” ujar Sukanto. Dia mengatakan, dalam program NII zakat itu juga diartikan sebagai bentuk pengorbanan maliyah (keuangan). “Dalam pengorbanan maliyah dalam NII itu ada delapan yang harus dipenuhi, ada infak, harakah ramadhan, harakahn kurban, dan lain-lain,” ucap dia. Sementara, dalam memahami rukun Islam yang kelima, NII memusatkan pelaksanaan hajinya di Ma’had Al Zaytun Indramayu. Berdasarkan pemahaman NII, ibadah haji tidak perlu ke Makkah, cukup datang ke Al Zaytun setiap 1 Muharram. Pada 1 Muharram tersebut itu para pejabat dan koordinator wilayah atau korwil akan berkumpul dan melakukan ritual haji. “Haji itu kan ada pertemuan seperti wukuf, nah itu diartikan sebagai pertemuan para pimpinan-pimpinan NII pada 1 Muharram. Itulah yang dianggap haji,” kata Sukanto. Dia menambahkan, dari dulu orang NII itu memang tidak pernah ada yang ke Makkah. Di dalam pertemuan para pemimpin NII itu, mereka membicarakan masalah-masalah keumatan. Dalam itu pula mereka mengundang para pejabat. “Jadi dipahami bahwa haji itu pertemuan pimpinan-pimnan, membicarakan masalah-masalah umat. Cuma itu dijadikan ritualitas juga dengan memanggil para pejabat, pembicara dari luar, sehinga seakan-akan ini umum, lalu diakhiri dengan infak sedekah. Tapi ketika infak sedekah ini diblow up media, pada 2008-2009 sekarang sudah tidak ada. Jadi semuanya kamuflase lah, kalau sudah ketahuan kemudian ditutup, begitu kira-kira,” ujarnya. (lin)

Read More

Tragedi Kelam di Makkah, Haji Pernah Berhenti Selama 10 Tahun

Jakarta – 1miliarsantri.net : Dahulu Kabah pernah ada dalam suasana yang mencekam. Penuh lumuran darah, banyak nyawa melayang, banyak mayat di sekeliling Kabah dan Ibadah haji harus terhenti selama 10 tahun. Ini adalah waktu kosongnya Kabah yang paling lama dalam sejarah. Peristiwa itu bermula dari Irak yang saat itu muncul seorang pengkhutbah sekaligus pendiri aliran Syiah Ismailiyah bernama Hamdan bin Al Ash’ath di Irak. Dia dikenal dengan Hamdan Qarmat. Dia bertubuh pendek dan kalau jalan gerakannya khas. Dia bercerita soal Ahl al-Bayt, kezaliman dan maksiat, hingga memiliki banyak pengikut. Suatu kali, dia mengutus salah satu pembantunya ke Bahrain dan Qatar untuk memulai gerakan baru. Nama pembantu tersebut adalah Abu Said Hasan bin Bahram Al Jannabi atau Abu Said Al Jannabi. Sebagian besar masyarakat Bahrain berhasil dijadikan pengikut. Kemudian ekspansi lagi ke Yaman, Maroko, dan Iran. Pengikut mereka pun bertambah banyak. Basis sentral kelompok Abu Said Al Jannabi ini ada di kota Salamiyah, Suriah. Abu Said Al Jannabi sebetulnya adalah salah satu pengikut aliran Syiah Ismailiyah yang didirikan oleh Hamdan Qarmat. Namun pada 899 Masehi, dia muncul di Maroko dengan mengganti namanya menjadi Ubaidillah Al Mahdi. Dia mengeklaim sebagai imam kesebelas umat Islam. Dia juga mengeklaim sebagai cucu dari Muhammad bin Ismail, dan menyatakan bahwa Muhammad bin Ismail bukanlah Mahdi. Dia menyerukan aliran ini bukan lagi bernama Ismailiyah tetapi Mahdiyah, sebagaimana namanya. Di situlah Hamdan Qarmat berselisih dengan Abu Said Al Jannabi (Ubaidillah Al Mahdi). Mereka berdua pun berpisah dan mengambil jalan sendiri-sendiri. Namun Abu Said Al Jannabi membentuk negara bersama basisnya di Bahrain, Irak dan Khurasan, dengan menggunakan nama Daulah Qarmatian. Dia tetap mempertahankan nama Qarmatian untuk melanjutkan gerakan yang telah dimulainya bersama Hamdan Qarmat. Meski, basis Ubaidillah Al Mahdi (atau Abu Said Al Jannabi) sebetulnya lebih besar dari Hamdan Qarmat. Lalu aliran Mahdiyah yang dibawa Abu Said Al Jannabi ini menyebar ke seluruh Afrika utara, lalu ke Mesir dan menjadi negara Fatimiyah. Jenderal yang membantunya adalah Jawhar Al Saqili bersama Al Muizz li-Din Allah Al Fatimi. Daulah Qarmatian semakin berkembang dan menjadi negara sosialis besar di Bahrain, Irak, dan Jazirah Arab. Situasi pun menjadi stabil antara Fatimiyah dan Qarmatian. Banyak dari pengikut Qarmatian yang kemudian bermigrasi dan tinggal di Mesir. Orang-orang Qarmatian memasuki Mesir sebagai suku pendatang. Kelompok Qarmatian dianggap berhasil mendirikan negara sosialis yang revolusioner dengan melawan Dinasti Abbasiyah dan Fatimiyah. Mereka makan dari apa yang mereka tanam dan uangnya dibagikan secara merata kepada sesama mereka, untuk menciptakan semacam keadilan sosial antara satu sama lain. Abu Said Al Janabi meyakini prinsip penghancuran segala sesuatu untuk bisa membangun kembali dengan baik. Untuk itu, dia bermaksud melakukan perlawanan terhadap Dinasti Abbasiyah dan Fatimiyah. Dia bersama pengikutnya menyerukan perlunya menghancurkan Kabah sampai munculnya Mahdi “Muhammad bin Ismail” yang diharapkan. Kemudian negara mereka akan lebih kuat dan Islam akan menang. Karena itu, Abu Said menyusun rencana menyerang Makkah selama musim haji. Pada 908 Masehi, Abu Thahir Al Janabi (putra Abu Said Al Janabi) mengumpulkan pasukannya dari Bahrain dan Qatar dari suku-suku yang setia kepadanya. Mereka bergerak menuju Makkah dari Al-Ahsa agar dianggap sebagai jamaah haji. Mereka pun diizinkan masuk untuk melaksanakan ibadah haji. Namun dalam perjalanan ke Makkah, mereka menyerbu desa-desa, membunuh laki-laki, memperkosa perempuan, menjarah, kemudian membakar anak-anak, perempuan dan orang tua sebelum mereka meninggalkan desa. Ketika mereka sampai di Kabah, mereka mulai mengutuk para nabi secara terang-terangan dengan kata-kata buruk, kemudian mereka mengeluarkan pedang mereka sambil berteriak dan menyerang para peziarah dan mulai membunuh semua peziarah, siapa saja yang shalat, siapa saja yang berdiri, siapa yang tidur, dan siapa saja yang terjaga, hingga darah menggenangi pelataran Kabah. Sejarawan menyebutkan bahwa jumlah korban meninggal mencapai 30 ribu jamaah haji. Ini adalah genosida dalam arti literal, dan pembunuhan berdarah di tempat tersuci di depan Kabah. Jamaah haji yang melarikan diri ke pegunungan, lembah, dan semak-semak, dikejar dan dibunuh. Banyak mayat tergeletak dan menumpuk di depan Kabah. Abu Said Al Jannabi memerintahkan mereka untuk membuang mayat tersebut ke dalam sumur Zamzam. Dilakukannya tindakan itu, sampai sumur zamzam penuh dengan mayat dan bagian tubuh. Suara jeritan di pelataran Kabah menusuk telinga. Ribuan jamaah haji gugur dan darah mereka tertumpah dalam sehari semalam. Abu Thahir Al Jannabi menatap Kabah dengan wajahnya dan mengotorinya, yakni mengencinginya sambil dia berkata kepada prajuritnya, “Di mana burung Ababil, di mana Abrahah, di mana gajah?” Kemudian dia tertawa dan para prajurit pun ikut tertawa. Setelah peristiwa kelam itu, negara-negara seperti Irak dan Syam mencegah pengiriman jamaah ke Makkah. Ibadah haji terhenti selama 10 tahun penuh. Hajar Aswad pun sampai diambil oleh kelompok Qarmatian. Hingga akhirnya Hajar Aswad itu berhasil diperoleh kembali setelah 20 tahun lebih pada masa al-Muqtadir Billah dengan uang penggati ke Qaramithah sebesar 30 ribu dinar. Lantas bagaimana nasib Abu Thahir? Dia tewas mengenaskan seiring dengan usianya yang senja. Sebuah virus cacar mematikan mencabik-cabik tubuhnya dalam waktu yang lama hingga ajal menjemput. (zal)

Read More

Buya Yahya : Jutaan Orang Ikut Mendoakan Mbah Nun

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun saat ini masih menjalani pemulihan (recovery) usai mengalami pendarahan otak dan dirawat di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Kondisi budayawan penembang lagu Jaman Wis Akhir, kelahiran Jombang, Jawa Timur ini dikabarkan sudah stabil. Hal tersebut disampaikan Prof. KH. Yahya Zainul Ma’arif Al-Bahjah yang lebih akrab disapa Buya Yahya, usai menjenguk Emha Ainun Nadjib atau Mbah Nun, Jumat (07/07/2023) di Yogyakarta. Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah ini melihat kondisi Cak Nun semakin membaik. Buya menandaskan, Cak Nun pejuang umat sejati. Hidupnya untuk umat, sampai tidak pernah memikirkan dirinya sendiri, hingga kelelahan dan sakit. “Alhamdulillah jutaan umat mendokan. Insya Allah kabulkan doanya umat agar Mbah Nun bisa melanjutkan, membimbing kami. Saya murid beliau sejak muda,” imbuh Buya Yahya. Buya Yahya juga merasa bahagia bisa bertemu langsung dengan Cak Nun, meski tidak terlalu lama dikarenakan Cak Nun memang harus banyak istirajat untuk pemulihan kondisi tubuh nya. “Saya bahagia bisa bertemu Mbah Nun dalam proses pemulihan dan berdialog dengan Bu Novia Kolopaking, istri beliau dan mendapat penjelasan lengkap kondisi mbah Nun,” tegas Buya. Diberitakan sebelumnya, Cak Nun dilarikan ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada Kamis (06/07/2023) dalam keadaan tidak sadar karena mengalami pendarahan di otak. Cak Nun ternyata pernah memiliki riwayat stroke ringan. Namun suami Novia Kolopaking ini berhasil sembuh. “Cak Nun memang pernah menderita stroke ringan namun kemudian sembuh. Beliau bisa mengatasi atau recovery sendiri,” kata mantan sekretaris pribadi Cak Nun, Nur Janis Langgabuwana. Sementara itu, Yusron Aminulloh, adik Cak Nun yang mendampingi Buya Yahya, juga menjelaskan kondisi Mbah Nun terkini sedang melakukan recovery, semakin membaik, kesadaran pulih. Kunjungan Buya ini bersamaan doa para tokoh Indonesia yang dikirim ke manajemen Maiyah dan keluarga, diantaranya K.H. Hasan Abdullah Sahal pimpinan Ponpes Tebuireng dan KH Mustofa Bisri, Rembang. “Semoga Cak Nun segera diberikan kesembuhan dan dapat beraktifitas seperti biasanya,” pesan Kiai Hasan. Muzakki, adik yang juga manajemen Mbah Nun dan atas nama keluarga, menyampaikan Beribu-ribu terima kasih kepada teman-teman semua di mana pun berada yang sejak hari Kamis lalu telah meluangkan waktu menghaturkan doa untuk Mbah Nun. “ Wa bil khusus, rasa terima kasih yang mendalam kami haturkan kepada para sesepuh dan sahabat-sahabat beliau yang juga terus mengalirkan doa untuk beliau, “ tegas Muzaki. Pesan berantai yang berisi ucapan terima kasih, perkembangan kondisi Cak Nun dan juga ajakan untuk tetap mendoakan Cak Nun agar bisa sembuh dan beraktifitas kembali. “Teman-teman yang kami hormati, Alhamdulillah proses recovery Mbah Nun berjalan terus dengan baik. Kondisi beliau stabil, demikian pula kesadaran beliau baik dan stabil. Mohon terus kita alirkan doa untuk beliau. Semoga perkembangan beliau semakin terus membaik,” tulis keterangan pesan yang beredar dibeberapa grup sosial media tersebut. (riz)

Read More

Wakil Ketua MUI Digugat Panji Gumilang

Jakarta – 1miliarsantri.net : Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas mendapat gugatan perdata dari Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Secara langsung hal tersebut dilakukan melalui kuasa hukumnya dan sudah melayangkan gugatan perdata terhadap Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (6/7/2023). Anwar Abbas dinilai melontarkan tuduhan komunis kepada Panji Gumilang, dengan hanya berdasarkan potongan video di media sosial. Menanggapi gugatan tersebut, Ketua Umum DPP Forum Advokat Pembela Pancasila (FAPP), Ihsan Tanjung, menjelaskan fakta yang sebenarnya terjadi. Dia pun mengaku sudah bertemu langsung dengan Anwar Abbas untuk membahas hal yang dipersoalkan Panji Gumilang. “Jadi kami sudah lihat di SIPP di pengadilan, itu memang ada gugatan dari Panji Gumilang terhadap Buya Anwar abbas. Saya sudah ketemu dengan Buya Anwar Abbas, kita sudah bicara dan saya sudah menjelaskan ke Buya Anwar Abbas maksud dari gugatan saudara Panji Gumilang,” kata Ihsan kepada media, Sabtu (08/07/2023). Secara umum, menurut dia, Buya Anwar Abbas sudah paham apa yang digugat oleh mereka. Jadi, menurut dia, pernyataan Anwar Abbas soal Panji Gumilang Komunis itu memang berawal dari kutipan yang beredar di media. “Jadi ini memang berawal dari kutipan-kutipan yang berrdar dari media, tapi kutipan itu tidak pernah terkonfirmasi oleh Panji Gumilang sendiri. Itu beredar di media, sehingga ketika sampai ke Buya Anwar Abbas, nah dia berpikir bahwa kutipan itu benar,” jelas Ihsan. Lenih lanjut Ikhsan menyampaikan, setelah itu, Buya Anwar kemudian diundang ke acara televisi dan menyampaikan isi dari potongan video, yang di dalamnya Panji Gumilang seakan-akan mengakui bahwa diirnya komunis. “Buya menyampaikan apa yang dia tonton itu. Nah, setelah acara itu, baru dia mendapat kiriman video utuhnya,” ujar Ihsan. Setelah mendapatkan video utuhnya, menurut dia, barulah Buya Anwar memahami bahwa di video itu ternyata Panji Gumilang sedang bercerita saat kedatangan tamu dari China, yang si tamu itu mengatakan, “Saya komunis”. “Jadi, kalimat itu tidak utuh diperoleh oleh Buya Anwar Abbas. Setelah siaran di TV itu baru dia dapat video utuh. Nah, kemudian setelah kejadian itu tidak ada lagi pernah itu pembicaraan di TV atau di mana pun,” ucap Ihsan. Karena, menurut dia, Buya Anwar Abbas sudah mengetahui bahwa video yang awal itu ternyata bukan kutipan yang utuh. “Jadi kalau kemudian pihak saudara Panji keberatan wajar. Kenapa? karena memang buya mendapatkan kutipan video yang tidak utuh. Tapi setelah buya mendapatkan video yang utuh, ya buya mengerti maksud Panji itu bahwa dia sedang menceritakan tentang tamunya yang menjelaskan tentang identitas diri dia,” jelas Ihsan. Terkait gugatan yang sudah dilayangkan tim kuasa hukum Panji Gumilang, Ihsan tidak mempermasalahkannya. Karena, menurut dia, pihaknya nanti akan menyampaikan faktanya di pengadilan. Pada saat sidang, menurut Ihsan, pihaknya akan menyampaikan apa yang dipahami oleh Buya Anwar Abbas tentang potongan-potongan video yang beredar tadi. Karena, menurut dia, itu sumbernya bukan dari Buya Anwar Abbas, tapi dari media dan sampai sekarang masih banyak beredar. Sebagai kuasa hukum Panji Gumilang, Hendra Efendi melaporkan Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas dan MUI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (6/7/2023) kemarin. Tak hanya mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuntutan ganti rugi immaterial sebesar Rp 1 triliun, Hendra juga akan melaporkan Anwar Abbas ke pihak Kepolisian. “Dan saya pikir siapapun yang mendengar video itu persepsinya akan sama dengan Buya Anwar Abbas sebelum dia mendapatkan video utuh kan. Jadi harusnya yang mereka persoalkan orang-orang yang motong-motong video itu. Karena semua orang menangkap dari video yang beredar dan itu sekarang masih banyak yang beredar,” pungkasnya. (rik)

Read More

Cara Dakwah Raden Fatah Dalam Menyebarkan Islam di Tanah Jawa

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Raden Fatah pendiri Kerajaan Demak mempunyai andil besar dalam penyebaran Islam melalui media dakwah wayang. Bahkan, karena perintahnya dan atas saran para Wali Songo, wayang yang awalnya menampilkan gambaran utuh seperti manusia, diubah serta dimodifikasi hingga menjadi satu dimensi. Karena perintah agama itulah, wayang kulit kini hanya bermata satu. Identitas politik Kesultanan Demak secara prinsip adalah kerajaan Islam di tanah Jawa. Kerajaan Demak berdiri tanpa banyak keributan dan perebutan kekuasaan. Legitimasi Kerajaan Demak sebagai penerus kejayaan Kerajaan Majapahit didapat karena sistem politik dan hukum yang dipakai sama dengan Majapahit. Rakyat pun akhirnya memilih tunduk dan beradaptasi dengan kerajaan baru tersebut. Raden Fatah dan Wali Songo lalu memanfaatkan jalan kesenian untuk menyebarkan syiar Islam. Raden Fatah yang sangat gemar dengan kesenian wayang, meminta saran dan pertimbangan kepada para ulama agar kesenian wayang tetap lestari dan berkembang sesuai ajaran Islam. Dari diskusi, musyawarah, dan pertimbangan, Wali Songo mengeluarkan beberapa pendapat agar wayang bisa tetap lestari dengan tetap berada dalam koridor agama Islam. Wayang bisa diteruskan asal diubah sesuai zaman yang berlaku dan bisa dijadikan alat dakwah Islam. Para ulama juga merekomendasikan bentuk wayang diubah agar tidak lagi berwujud seperti arca-arca yang mirip manusia. Untuk membuang kemusyrikan, cerita-cerita dewa dalam lakon wayang pun harus diubah dan diganti dengan cerita yang bernafaskan keislaman. Dakwah Islam yang mengandung keimanan, ibadah, akhlak, sopan santun, kesusilaan, dan tauhid perlu masuk dalam lakon pewayangan. Tokoh-tokoh dalam cerita wayang dan kejadian-kejadiannya hanya dijadikan sebagai lambang dan perlu digantikan tafsirannya sesuai ajaran Islam. Tak hanya itu, para ulama juga meminta pertunjukan wayang mengikuti aturan susila dan jauh dari maksiat. Karenanya, pagelaran wayang digelar di masjid dan rakyat yang mau menonton wajib berwudhu dan membaca syahadat sebagai tiket masuknya. Unsur kesenian yang menjadi pelengkap wayang, seperti gamelan, tembang-tembang, tokoh-tokoh, dan lakon-lakon lainnya pun diperbolehkan, asalkan tetap bernafaskan Islam. Atas rekomendasi itu, Raden Fatah memerintahkan agar ada penyempurnaan dan perubahan bentuk, wujud, cara pertunjukan, dan alat perlengkapan wayang kulit purwa yang merupakan warisan Kerajaan Majapahit. Tujuannya agar wayang tetap berkembang dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Berdasarkan perintah Raden Fatah, wayang lalu diubah pipih menjadi dua dimensi. Wayang digambar miring sehingga tidak lagi menyerupai arca-arca di candi. Kulit sapi atau kerbau menjadi bahan pembuatan wayang. Yang diperindah dengan memberikan perhiasan warna lalu diberi pegangan. Raden Fatah juga menciptakan kayon (gulungan) yang ditancapkan di tengah panggung kelir dan menciptakan simpingan. Sultan Demak itu juga membuat seperangkat gamelan laras pelog yang dimainkan di hari-hari tertentu di halaman Masjid Agung Demak. Gamelan itu dikenal dengan nama Gamelan Sekati. Tradisi memainkan gamelan ini masih dilestarikan Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta setiap bulan Maulud dalam perayaan Maulid Kanjeng Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam. Perayaan itu kini dikenal sebagai Sekaten (dari kata Syahadatain). (yus)

Read More

Serangan Israel Ke Penduduk Palestina di Tepi Barat

Tepi Barat – 1miliarsantri.net : Pemukim Israel pada Kamis (6/7/2023) sore melakukan berbagai serangan terhadap warga Palestina beserta properti mereka di seluruh wilayah pendudukan Tepi Barat. Menurut kantor berita Palestina WAFA, sekelompok pemukim yang dikawal pasukan Israel melempari mobil warga Palestina dengan batu dekat desa Ein al-Beida di Tepi Barat timur. Insiden serupa juga dilaporkan di Kota Tulkarem barat di Tepi Barat utara, dan menyebabkan banyak mobil warga Palestina rusak. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan seorang bayi yang terluka selamat dari serangan tersebut ketika ambulans yang membawanya ke rumah sakit diserang para pemukim. Serangan lainnya juga dilaporkan di sejumlah daerah dekat Kota Nablus dan Salfit di Tepi Barat utara. Di sana para pemukim menembaki warga Palestina dan properti mereka tanpa laporan adanya korban luka. Ketegangan di seluruh wilayah pendudukan Tepi Barat memuncak dalam beberapa bulan terakhir di tengah kegencaran penyerbuan Israel terhadap kota-kota Palestina. Pada Senin (3/7/2023) pasukan Israel meluncurkan serangan terbesar mereka di Kota Jenin dalam lebih dari 20 tahun, termasuk terhadap kamp pengungsi. Sebanyak 12 warga Palestina termasuk lima anak, tewas dalam serangan tersebut, menurut pernyataan Kemenkes. Menurut pernyataan tersebut, lebih dari 192 warga Palestina tewas di tangan pasukan Israel sejak awal tahun ini. Sementara, sedikitnya 26 warga Israel juga tewas di berbagai serangan selama periode yang sama. (red)

Read More