Hadist Ini Menerangkan Dimana Kemunculan Dajjal

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq RA, disebutkan ihwal kemunculan dajjal. Dalam hadits ini, Rasulullah SAW bersabda: (إنَّ الدَّجَّالَ يَخرُجُ من أرضٍ بالمَشرِقِ يُقالُ لَها: خُراسانُ، يَتبَعُه أقوامٌ كأنَّ وُجوهَهم الْمَجَانُّ الْمُطْرَقةُ ). “Sungguh dajjal itu akan keluar dari sebuah negeri di Timur bernama Khurasan, yang diikuti oleh orang-orang yang wajahnya seperti topeng kepala dari besi yang dipukuli dengan palu.” (HR Tirmidzi). Ali Al Qari menjelaskan, orang-orang yang mengikuti dan menaati dajjal mengacu pada kelompok atau orang-orang aneh dari kalangan umat manusia. Orang-orang ini wajahnya menyerupai topeng kepala dari besi yang dipukuli dengan palu. Imam As Suyuti menjelaskan, kemungkinan orang-orang itu akan mendatangi dajjal di Khurasan, sebagaimana disampaikan Nabi SAW. Mereka akan mengikuti dajjal atau mereka akan mendatangi Khurasan. Diriwayatkan pula dari Anas bin Malik RA, Nabi Muhammad SAW bersabda: ليسَ مِن بَلَدٍ إلَّا سَيَطَؤُهُ الدَّجَّالُ، إلَّا مَكَّةَ والمَدِينَةَ؛ ليسَ له مِن نِقَابِهَا نَقْبٌ إلَّا عليه المَلَائِكَةُ صَافِّينَ يَحْرُسُونَهَا، ثُمَّ تَرْجُفُ المَدِينَةُ بأَهْلِهَا ثَلَاثَ رَجَفَاتٍ، فيُخْرِجُ اللَّهُ كُلَّ كَافِرٍ ومُنَافِقٍ. “Tidak ada suatu negeri pun yang tidak akan dimasuki dajjal kecuali Makkah dan Madinah, karena tidak ada satu pintu masuk pun dari pintu-pintu gerbangnya (Makkah dan Madinah), kecuali ada para malaikat yang berbaris menjaganya. Kemudian Madinah akan berguncang sebanyak tiga kali sehingga Allah mengeluarkan orang-orang kafir dan munafik dari sana.” (HR Bukhari). Adapun ihwal hari kiamat kelak, Rasulullah SAW bersabda, “Kiamat tidak terjadi sampai kalian melihat sepuluh tanda: Asap; Dajjal; binatang melata; terbitnya matahari dari barat; turunnya Isa bin Maryam; Ya’juuj dan Ma’juuj; tiga gempa (di timur, barat dan Jazirah arab), dan yang terakhir adalah api yang keluar dari ‘And yang menggiring manusia ke Makhsyar” (HR Muslim). (yat) Baca juga :

Read More

Gus Baha : Kematian adalah Pensiun ala Rasulullah SAW

Surabaya — 1miliarsantri.net : Kebanyakan dari kita sudah terpola untuk berpikir ingin hidup tenang di hari tua, duduk-duduk tanpa beban, hanya bermain dengan cucu, reunian jalan-jalan ke sana ke mari. (Masa pensiun adalah masa yang secara alamiah akan menghampiri setiap orang, datangnya sudah pasti berdasarkan pencapaian usia tertentu. Kadang orang beranggapan, masa pensiun adalah memasuki masa usia tua, fisik yang makin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, penampilan tidak menarik. Atau juga anggapan bahwa masa pensiun merupakan tanda seseorang sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia yang menua dan produktivitas makin menurun. Tanpa disadari, pemahaman seperti inilah yang mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap dan kondisi mengakibatkan orang jadi sakit-sakitan saat masa pensiun tiba.) Kita ingin hidup di zona nyaman…Atau kita hanya berpikir menghabiskan masa tuahanya dengan shalat dan membaca Quran dari waktu ke waktu, tanpa kegiatan lain lainnya… Itulah mindset kita.Setidaknya itulah fenomena yang terjadi di sekitar kita. Ketika kita belum memasuki usia pensiun pun, kita kerap sudah merasa bukan saatnya untuk aktif. Kita kehilangan gairah.Bahkan mungkin kehilangan arah,mau apa..?mau ke mana..?untuk apa…? Hanya ingin hidup tenang di zona nyaman.Hanya ingin bersenang-senang, tak ingin bergerak. Kita bahkan cenderung hanya ingin memikirkan diri sendiri. Makin tak peduli dengan sesama.Kita merasa sudah saatnya istirahat… Bukankah begitu??Seperti itu pula dulu saya berpikir tadinya… Sebenarnya, adakah Islam mengajarkan pola pikir semacam itu tentang hari tua..? Alhamdulillah…Allah memberi jawaban dg mempertemukan aku pada seseorang, sambil membaca Al Qur’an Surah Al-Insyirah: 5-6& 7-8Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: فَاِ نَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا  fa inna ma’al-‘usri yusroo “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,” (QS. Al-Insyirah 94: Ayat 5)Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا  inna ma’al-‘usri yusroo “sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah 94: Ayat 6) Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: فَاِ ذَا فَرَغْتَ فَا نْصَبْ  fa izaa faroghta fangshob Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),” (QS. Al-Insyirah 94: Ayat 7) وَاِ لٰى رَبِّكَ فَا رْغَبْ wa ilaa robbika farghob “dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah 94: Ayat 8) Jadi, kalau digabung 2 ayat itu, artinya :Maka apabila engkau sudah selesai mengerjakan satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh sungguh urusan yang lain…Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.Rasulullah saw kepada umatnya. Sabda beliau: خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah) Lalu saya teringat… kitab Sirah Nabawiyah Rasulullah memulai hidup baru di usia 40 tahun.Demikian pula sahabat-sahabat beliau, seperti :Abu Bakar Siddiq yang lebih muda 2 tahun enam bulan dibanding Rasulullah Di usia itu, Rasulullah dan para sahabat memasuki perjuangan baru, meninggalkan kenyamanan yang selama ini mereka rasakan… Harta, mereka infaqkan…Martabat manusia mereka perjuangkan… Bukannya bersantai dan stagnan, tapi mereka makin aktif dan dinamis. Di usia tua Rasulullah tidak sibuk dengan shalat dan membaca al Quran saja. Mulai usia 53 tahun justru beliau makin aktif membina hubungan dengan sesama manusia.Membangun masyarakat MADANI (civil society) di Madinah. Tidak hanya hubungan dengan Allah, tapi juga hubungan dengan manusia. Beliau makin bermasyarakat, makin terlibat dalam kehidupan sosial. Artinya,memasuki usia pensiun bukan alasan kita untuk melepaskan diri dari kehidupan sosial dan hanya sibuk dengan diri sendiri.Untuk Beribadah Kepada Allah Semata Allah Ta’ala berfirman وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56).Hingga akhir hayat, Rasulullah tidak pernah diam dan tidak juga ingin beristirahat. Beliau juga tidak meninggal dalam keadaan kaya,tidak juga dalam keadaan pensiun karena beliau tetap memimpin umatnya. Pensiun Rasulullah SAW adalah kematian… Begitu juga sahabat-sahabat Rasulullah yang lain.Mereka pensiunnya setelah wafat. Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, contohnya. Bahkan Abu Ayyub al-Anshari berangkat berperang menghadapi Byzantium pada usia 93 tahun. Konsep pensiun yang umum dipahami masyarakat membuat kita lupa bahwa bertambah usia itu berarti kesempatan hidup kita makin berkurang. Manusia sukses versi Islam itu menurut hadist adalah: Sabda beliau: خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ “Manusia terbaik di antaramu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” Rasulullah saw kepada umatnya. Sabda beliau: خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah) Bertambah usia, justru kita harus makin merambah dunia.Berbagi dan menjadi sosok bermanfaat.Bukan berpikir untuk hidup santai dan sekadar menghabiskan waktu dengan hal-hal tak jelas. Lagipula, makin pasif seseorang, makin cepat pikunlah ia. Alhasil, jika memang kita ingin mempersiapkan hari tua, selain menyiapkan uang agar tidak berkekurangan, yang lebih penting adalah menyiapkan apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa bermanfaat bagi sesama di hari tua, sampai saatnya menutup mata.. Tak ada kata terlambat untuk memulai hidup baru. Tua bukan alasan untuk putus asa dan berhenti.Merasa tua dan berpikir “bukan saatnya lagi untuk hidup aktif dan dinamis adalah bukan pilihan yang tepat”Justru, kita harus lebih hidup dan bersemangat. Tidak ada kata pensiun untuk menjadi manusia sukses di mata Allah SWT. (yat) Baca juga :

Read More

Istighfar Selain Berfungsi Untuk Ketenangan Jiwa, juga Berfungsi Secara Medis

Surabaya — 1miliarsantri.net : Istighfar atau memohon ampunan kepada Allah merupakan sumber ketenangan jiwa. Tidak hanya memiliki dimensi spiritual, tetapi istighfar juga telah terbukti memiliki dampak positif secara medis pada kesehatan mental dan emosional. Dalam riwayat Abdullah bin Abbas RA, Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan cara mengatasi permasalahan yang sering dihadapi jiwa. Cara ini sebaiknya dilakukan oleh setiap muslim ketika sedang merasa gundah-gulana. Dari Abdullah bin Abbas RA, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang terbiasa memohon ampun, maka Allah akan memberinya jalan keluar dari kesusahannya dan terbebas dari kesedihannya, serta memberinya Rezeki dari arah yang dia inginkan. tidak menyangka.” (HR Ahmad dalam Musnadnya, ath-Tabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath, Ibnu Majah, Abu Daud, dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra). Adapun dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali-Imran: 135) Nadiah Thayyarah melalui “Ilmu dalam Al-Qur’an: Memahami Keajaiban Ilmiah Firman Allah”, menjelaskan, para psikolog telah menyampaikan orang yang menderita komplikasi kejiwaan biasanya disebabkan oleh tekanan batin sejak kecil atau akibat peristiwa traumatik yang mereka alami Ketika beranjak dewasa, perasaan depresi ini semakin meningkat hingga menimbulkan komplikasi kejiwaan. Bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Kemudian. “Para ilmuwan menyimpulkan bahwa tindakan mengakui kesalahan di depan orang lain biasanya dapat menyucikan jiwa dan menyembuhkan penyakit,” kata Nadiah. Pengobatan modern menyebut istilah ini psikoanalisis, yaitu pengakuan pasien tentang masalah kejiwaan yang dialaminya di hadapan psikiater atau psikiater. “Psikologi modern sangat sejalan dengan hadis Nabi yang berbicara tentang memaafkan dan manfaatnya dalam menghilangkan tekanan jiwa manusia. Ini merupakan mukjizat kenabian dalam bidang psikologi,” jelas Dr Nadiah. Maka itu, ketika seorang muslim mengakui kesalahan dan dosanya serta ikhlas memohon ampun kepada Allah dan mengucapkan istighfar, maka perbuatannya akan membawa kedamaian di hatinya. (yat) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Selalu Membaca Tiga Doa ini Dalam Sholat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Rasulullah SAW kerap membaca sejumlah doa jika berada dalam gerakan-gerakan tertentu sholat. Setidaknya terdapat tiga doa yang kerap beliau baca. Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam kitab Fikih Shalat merangkum doa-doa Rasulullah SAW dalam sholat sebagai berikut: Pertama, doa selamat dari adzab kubur. Nabi berdoa, “Allahumma inniy audzubika min adzabil-qabri wa audzu bika min fitnatil-masih ad-dajaali wa audzubika min fitnati al-mahya wa fitnatil-mamaati. Allahumma inniy audzubika minal-ma’tsami wal-maghrami.” Yang artinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al-Masih Dajal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati, dan aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang.” Kedua, doa memohon ampunan. Nabi berdoa, “Allahummaghfirliy dzanbiy wa wasi’liy fii daari wa baarikliy fima razaqtaniy.” Yang artinya, “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, luaskanlah tempat tinggal (persinggahanku) dan berkahilah rizki yang Engkau berikan kepadaku.” Ketiga, Rasulullah SAW juga membaca doa dalam sujudnya. Nabi berdoa, “Rabbi a’thi nafsiy taqwaaha wa zakkiha anta khairu man zakkaha anta waliyyuha wa maulaha.” Yang artinya, “Ya Tuhanku, berikan kepadaku jiwaku sifat takwanya, dan bersihkanlah ia. Engkau sebaik-baik Dzat yang membersihkannya. Engkau wali sekaligus tuan baginya.” Doa-doa yang Rasulullah SAW ucapkan dalam shalatnya selalu diucapkan dengan lafadz mufrad (tunggal). Seperti di dalam doa, “Rabbighfirliy warhamni wahdiniy.” Yang artinya, “Ya Tuhanku, ampunilah aku, dan berilah aku petunjuk.” (yat) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Sosok yang Menyayangi Istri dan Anak-anaknya.

Surabaya — 1miliarsantri.net : Nabi Yang mulia, Rasulullah Muhammad SAW begitu mencintai istrinya dan anak perempuannya. Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan mereka pada kebaikan. Ali menceritakan kepada kami, bahwasanya pernah suatu kali Fathimah mengeluhkan sakit yang ia rasakan di tangannya akibat menggiling tepung (sendiri). Pada saat yang sama ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memperoleh ghanimah berupa tawanan. Mengetahui hal itu, Fathimah pun berangkat untuk menemui Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, namun ia tidak mendapati beliau di rumahnya, ia hanya bertemu dengan bunda Aisyah saja. Maka ia pun memutuskan untuk memberitahukan bunda Aisyah tentang maksud kedatangannya. Setelah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di rumah, bunda Aisyah pun menceritakan tentang kedatangan Fathimah dan tujuannya. Lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun langsung datang ke rumah kami, padahal ketika itu kami sudah menuju ke pembaringan. Mengetahui kedatangan beliau, kami pun segera beranjak dari tempat tidur untuk berdiri menyambutnya. Namun beliau berkata, “Tetaplah di tempat kalian.” Lalu beliau duduk di tengah-tengah antara aku dan Fathimah, bahkan ketika itu aku dapat merasakan bekunya kaki beliau di dadaku. Kemudian beliau berkata, “Maukah kalian berdua aku ajarkan perkara yang lebih baik dari apa yang kalian minta? Apabila kalian hendak tidur, maka bacalah takbir sebanyak tiga puluh empat kali, tasbih sebanyak tiga puluh tiga kali, dan tahmid sebanyak tiga puluh tiga kali. Itu semua lebih baik untuk kalian berdua dibandingkan memiliki seorang pembantu.” (HR. Bukhari no.3705 dan Muslim no.2727) Pada riwayat lain ditambahkan, bahwa setelah menyampaikan riwayat itu Ali Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku tidak pernah meninggalkan kebiasaan itu setelah aku mendengarnya dari Nabi.” Seseorang bertanya, “Meskipun pada malam (perang) Shiffin?” ia menjawab, “(Aku tidak pernah meninggalkannya) meskipun pada malam (perang) Shiffin.” (HR. Bukhari no.5362 dan Muslim no.2727) Seperti dikutip dari buku Beginilah Rasulullah ﷺ Bersama Keluarga, Dari Aisyah radiallahuanha ia berkata : “Ketika istri-istri Nabi berada di dekatnya, ia tidak meninggalkan satu pun dari mereka. Kemudian Fatimah datang dengan berjalan, tidak sedikitpun cara jalan Fatimah menyelisihi cara jalan Rasulullah. Ketika Nabi melihatnya ia pun menyambutnya seraya berkata : “Selamat datang anakku”. Kemudian mendudukannya di kanan atau kirinya”. (HR. Muslim) Demikianlah kelembutan dan sayang Nabi ﷺ kepada anaknya. Dengan tersenyum, sambutan yang penuh dengan cinta dan penghargaan. Karena anak-anak kita tidak hanya menginginkan pemenuhan kebutuhan makan dan pakaian, melainkan mereka juga menginginkan interaksi yang baik, didengarkan serta ditanggapi harapan-harapan mereka. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. al-Furqan ayat 74 ). Sebagaimana diketahui, bahwa malam Shiffin yang dimaksud adalah malam terjadinya perang Shiffin, di mana Ali -Radhiyallahu Anhu- menjadi panglima perangnya. Namun, meskipun demikian ia tetap menyempatkan waktunya untuk mengerjakan sunnah yang diajarkan oleh Nabi kepadanya itu. (yat) Baca juga :

Read More

Rahasia Surat Ar Rahman Terdapat Ayat yang Diulang Sebanyak 31 kali

Jakarta — 1miliarsantri.net : Surat Ar-Rahman mempunyai sejumlah keistimewaan baik dari aspek pahala dan manfaat membacanya atau segi bahasanya. Salah satu contoh keistimewaan tersebut adalah bentuk pengulangan yang ada dalam surat Ar-Rahman. Kalimat فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ fa bi ayyi aalaai rabbikuma tukadzziban diulang sebanyak 31 kali dalam surah ar-Rahman. Arti dari ayat ini adalah: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Ungkapan ini ditujukan kepada bangsa jin dan manusia. Dalam surat ar-Rahman, Allah SWT menyebutkan nikmat-nikmat yang banyak sekali, yang Dia limpahkan kepada jin dan manusia agar mereka bersyukur dan tidak kufur terhadap nimat-nikmat tersebut. Banyaknya nikmat yang Allah SWT limpahkan itu menunjukkan kekuasaan dan rahmat-Nya yang sudah sepantasnya dijadikan sebagai satu-satunya yang berhak disembah. Adapun hikmah di balik pengulangan ayat ini, antara lain, sebagaimana yang kita ketahui bahwa Alquran diturunkan dalam bahasa Arab dan di antara gaya penyampaian (uslub)-nya adalah pengulangan ( tikrar) untuk menguatkan kesan dan mendalamkan pemahaman ayat. As-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi Ulumil Qur`an menyebutkan bahwa hal itu untuk memantapkan pemahaman, memberikan tekanan terhadap masalah yang dijelaskan, mengingatkan kembali, serta menunjukkan betapa besar dan pentingnya masalah itu. Hal itu sama seperti perkataan seseorang kepada orang yang selalu ditolong tapi dia mengingkarinya. Bukankah kamu dahulu fakir kemudian saya berikan kamu harta, apakah kamu mengingkari itu? Bukankah kamu dahulu tidak punya pakaian kemudian saya beri kamu pakaian, apakah itu juga kamu ingkari? Gaya bahasa seperti ini biasa digunakan dalam bahasa Arab. Lalu, pengulangan ayat ini bertujuan mengingatkan hamba untuk selalu ingat dan bersyukur kepada Allah SWT tanpa harus menunggu dan menghitung nikmatnikmat Allah yang tidak akan bisa dihitung. Surat Ar-Rahman dikenal juga dengan nama Arus Alquran, yang secara harfiah berarti Pengantin Alquran. Mengapa demikian? Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al Misbah jilid 13 membenarkan bahwa Surat Ar Rahman memang dikenal dengan nama Pengantin Alquran. Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Segala sesuatu memiliki pengantinnya dan pengantin Alquran adalah Surat Ar Rahman.” Penamaan itu karena indahnya surat ini dan karena di dalamnya terulang sekian kali ayat fa bi ayyi ala’i Rabbikuma tukadziban, dan diibaratkan dengan aneka hiasan yang dipakai oleh pengantin. Prof Quraish menjelaskan, tema utama surat ini adalah uraian tentang nikmat-nikmat Allah SWT, bermula dari nikmat-Nya yang terbesar dan teragung, yaitu Alquran. Thabathabai berpendapat bahwa surat ini mengandung isyarat tentang ciptaan Allah dengan sekian banyak bagiannya di langit dan bumi, darat dan laut, manusia dan jin. Di mana Allah SWT mengatur semua itu dalam satu pengaturan yang bermanfaat bagi manusia dan jin. Bermanfaat untuk hidup mereka di dunia yang akan binasa dan yang kekal abadi di akhirat. Prof Quraish mengutip pendapat pakar tafsir Al Biqai bahwa tema utama Surat Ar Rahman adalah pembuktian tentang apa yang diuraikan pada akhir Surat Al Qamar yang lalu. Yakni tentang keagungan kuasa Allah SWT, kesempurnaan pengaturan-Nya, yang ditunjuk oleh perincian keajaiban makhluk-makhluk-Nya dan keserasian serta keindahan ciptaan-Nya yang dikemukakan pada surat ini. Yakni dengan jalan mengingatkan hal-hal tersebut kepada manusia dan jin. Dengan demikian, Al Biqai menyimpulkan, tujuan utama surat ini adalah menetapkan bahwa Allah SWT menyandang sifat rahmat yang tercurah kepada semua tanpa terkecuali. Nama Ar Rahman yang mengandung makna keluasan anugerah dan ketercakupannya bagi semua demikian juga Arus Alquran merupakan nama-nama yang paling tepat untuk menunjuk tujuan tersebut. Adapun ulama yang lain menilai bahwa Surat Makiyyah ini merupakan surat ke-43 yang diterima Nabi sebelum Surat Fathir dan sesudah Surat Al Furqan. Jumlah ayat-ayat sebanyak 77 ayat menurut cara perhitungan ulama Makkah dan Madinah, dan 78 ayat menurut cara perhitungan ulama Syam dan Kufah. (yan) Baca juga :

Read More

Beberapa Dalil Yang Menjelaskan Perihal Tertawa Menertawakan dan Wajib Kita Ketahui

Surabaya — 1miliarsantri.net : Tertawa adalah tindakan ekspresi yang umumnya terkait dengan kegembiraan atau hiburan. Ini merupakan respons alami terhadap sesuatu yang dianggap lucu atau menghibur. Dalam kehidupan sehari-hari, tertawa dapat menjadi cara yang baik untuk melepaskan stres, meningkatkan suasana hati, dan merasakan koneksi sosial dengan orang lain. Dalam hukum Islam, tertawa tidak dianggap sebagai sesuatu yang dilarang atau negatif. Sebaliknya, tertawa dipandang sebagai salah satu cara untuk merelaksasi diri, meningkatkan suasana hati, dan menikmati kegembiraan yang diberikan Allah SWT. Terdapat banyak riwayat dari Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan bahwa beliau sendiri tersenyum dan tertawa dalam berbagai kesempatan. Di dalam Alquran juga terdapat beberapa ayat yang membahas tentang tertawa. Tertawa dalam Alquran ditulis dengan kalimat dari kosa kata yang artinya tertawa. Setidaknya ada delapan ayat yang menyebut tentang tertawa di dalam Alquran. Berikut delapan ayat Alquran tersebut: Allah SWT berfirman:وَتَضْحَكُوْنَ وَلَا تَبْكُوْنَۙ Artinya: “Kamu mentertawakan dan tidak menangisi(-nya).” Dalam tafsir Tahlili Kemenag dijelaskan bahwa ayat ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, maksudnya: Apakah layak bagi kamu, sesudah keterangan yang jelas itu bahwa manusia merasa heran terhadap Alquran, sedang Alquran membawa petunjuk untuk kamu ke jalan yang benar dan menghantarkan kamu ke jalan yang lurus; atau kamu masih memandangnya rendah dengan mencemoohkan dan berpaling dari padanya. Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman: فَلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلًا وَّلْيَبْكُوْا كَثِيْرًاۚ جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ Artinya: “Maka, biarkanlah mereka tertawa sedikit (di dunia) dan menangis yang banyak (di akhirat) sebagai balasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat.” Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang munafik itu sepantasnya lebih banyak menangis daripada tertawa memikirkan nasib dan dosa mereka di dunia dan di akhirat karena mereka akan menerima azab yang pedih, sesuai dengan perbuatan mereka di dunia. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan kerugian karena perbuatan mereka sendiri, yaitu menghina dan mengejek orang-orang mukmin, membuat propaganda busuk untuk menghalang-halangi orang Islam dan mematahkan semangat perjuangan. Sedang di akhirat nanti membawa dosa yang banyak dan tidak dapat ampunan dari Allah SWT. Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman: اِنَّ الَّذِيْنَ اَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يَضْحَكُوْنَۖ Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu selalu mentertawakan orang-orang yang beriman.” Dalam Tafsir Tahlili Alquran Kemenag dijelaskan, sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas dan berdosa dahulu selalu menertawakan orang-orang yang beriman. Ketika Nabi Muhammad membawa Alquran dengan ajaran Islam yang mengandung kebajikan, ia mendapatkan perlawanan yang hebat dari orang-orang musyrik Makkah. Perlawanan ini terutama dari para pembesarnya yang sejak nenek moyangnya sudah biasa menyembah patung berhala. Mereka menentang ajaran apa saja yang datang dari luar yang bertentangan dengan kepercayaan mereka. Telah menjadi kebiasaan bagi orang-orang besar yang bersandar kepada kekuasaan dan kebendaan atau kekayaan bahwa mereka selalu bersikap sinis atau mencemoohkan pihak lain yang tidak sejalan dengan kepercayaan dan kebudayaan mereka. Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman: فَاتَّخَذْتُمُوْهُمْ سِخْرِيًّا حَتّٰىٓ اَنْسَوْكُمْ ذِكْرِيْ وَكُنْتُمْ مِّنْهُمْ تَضْحَكُوْنَ Artinya: “Lalu, kamu jadikan mereka bahan ejekan sehingga itu membuatmu lupa mengingat-Ku dan kamu (selalu) menertawakan mereka.” Pada ayat ini Allah menerangkan sebab musabab mereka disiksa dan diazab, serta jawaban yang menghina atas permintaan mereka kembali ke dunia. Hinaan itu muncul karena mereka menghina hamba-hamba Allah yang telah beriman, seperti Bilal, Khabbab, Ṣuhaib dan orang-orang mukmin yang lemah lainnya, selalu mendekatkan diri kepada Allah, menegaskan ikrar dan pengakuan keimanan mereka kepada-Nya, membenarkan para rasul yang telah diutus-Nya, senantiasa meminta ampunan dan memohon rahmat kepada-Nya karena Dialah pemberi rahmat yang sebaik-baiknya. Orang-orang kafir menghadapi orang-orang mukmin itu dengan sikap mengejek, menertawakan, dan menghina. Ayat ini juga menerangkan bahwa kesibukan orang-orang kafir itu mereka mengejek dan menertawakan orang-orang mukmin, membuat mereka lupa mengingat Allah. Allah SWT berfirman: فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ بِاٰيٰتِنَآ اِذَا هُمْ مِّنْهَا يَضْحَكُوْنَ Artinya: “Ketika dia (Musa) datang kepada mereka dengan membawa ayat-ayat (mukjizat) Kami, seketika itu mereka mentertawakannya.” Ayat ini menerangkan sikap Firaun dan kaumnya terhadap seruan Nabi Musa. Mereka meminta Nabi Musa menyampaikan bukti-bukti kerasulannya, lalu Nabi Musa menyampaikan mukjizat-mukjizatnya, di antaranya tongkat menjadi ular, tangan bercahaya, dan lain-lain. Tetapi mereka menertawakannya dan mengejeknya. Nabi Muhammad pun diperlakukan demikian oleh kaum kafir Makkah. Mereka menuduhnya pesihir dan pembohong (Ṣad [38]: 4), dan menuduh Alquran itu mimpi, rekayasa, atau syair gubahan Nabi Muhammad SAW (al-Anbiya [21]: 5). Apa yang disampaikan dalam ayat ini meringankan tekanan batin yang diderita Nabi SAW akibat penentangan yang keras dari kaum kafir Makkah. Dari isi ayat itu Nabi SAW memperoleh pelajaran bahwa sudah menjadi kebiasaan seorang nabi ditentang oleh kaumnya, karena itu yang ditentang bukan hanya dia, tetapi seluruh nabi. Ia harus sabar dan tabah menghadapi segala tantangan, sebagaimana Nabi Musa sabar dan tabah menghadapi Firaun dan balatentaranya, sehingga ia memperoleh kemenangan. Begitu pula Nabi Muhammad SAW, bila sabar dan tabah, maka ia juga akan memperoleh kemenangan atas kaum kafir Makkah di dunia ini juga, yang kemudian dibuktikan dengan hancurnya pasukan kafir Makkah pada Perang Badar. Allah SWT berfirman : فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ Artinya: “Dia (Sulaiman) tersenyum seraya tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai. (Aku memohon pula) masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” Dalam Tafsir Tahlili Alquran Kemenag dijelaskan bahwa setelah mendengar perkataan raja semut bahwa Sulaiman dan tentaranya tidak bermaksud membinasakan mereka dan berbuat jahat, Sulaiman pun tersenyum. Raja semut itu juga mengatakan bahwa seandainya ada di antara semut-semut itu yang terinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, maka hal itu bukanlah sengaja dilakukannya, tetapi karena Sulaiman dan tentaranya tidak melihat mereka, karena tubuh mereka amat kecil. Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman: وَاَنَّهٗ هُوَ اَضْحَكَ وَاَبْكٰى Artinya: “Bahwa sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.” Allah-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis serta sebab-sebabnya. Maksudnya, Dia yang menjadikan manusia gembira karena perbuatannya yang baik, dan Dia yang menyebabkan manusia sedih, menangis dan prihatin karena perbuatannya, yaitu perbuatan yang menyenangkan atau menyusahkan. Allah SWT berfirman: فَالْيَوْمَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَۙ Artinya: “Pada hari ini (hari Kiamat), orang-orang…

Read More

Alquran Menjelaskan Tentang Perilaku Orang-orang Munafik yang Menipu Allah SWT

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam beberapa ayat Alquran dijelaskan tentang perilaku orang-orang munafik yang menipu Allah SWT, seperti dalam surah al-Baqarah ayat 9. “Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari.” Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan bahwa orang munafik telah melakukan penipuan, sementara yang hendak mereka tipu adalah Allah SWT dan orang-orang beriman. Penipuan yang dilakukan oleh orang-orang munafik adalah pengakuan keimanan kepada Allah SWT, kepada Nabi Muhammad SAW, dan segenap rukun iman lainnya. Hanya saja pengakuan itu dusta belaka. Karena pada hakikatnya, justru mereka mengingkari semua perangkat rukun iman itu. Bahkan, dengan pengakuan itu mereka mengira telah menipu Allah SWT. Mungkinkah orang-orang munafik itu bisa menipu Allah SWT? Jawabannya jelas mustahil, karena orang-orang munafik pada hakikatnya adalah manusia biasa yang notabene adalah makhluk Allah SWT. Bagaimana mungkin makhluk yang diciptakan Allah SWT bisa menipu penciptanya? Oleh karenanya, di pengujung ayat ditegaskan bahwa senyatanya orang-orang munafik itu menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Senyatanya orang-orang munafik itu menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Dalam ayat yang lain ditegaskan bahwa Allah SWT membalas tipuan mereka. “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Jika mereka melaksanakan shalat, mereka melaksanakannya dengan perasaan malas, mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan orang lain, dan mereka tidak menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS an-Nisa’ [4]: 142). Orang-orang munafik menipu Allah SWT dengan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Artinya, orang-orang munafik itu membaca syahadat layaknya orang beriman. Tetapi, kesaksian itu nyatanya merupakan kesaksian palsu. Di bibir, mereka membaca syahadat, tapi di hati mereka mengikrarkan kekufuran. Allah Mahatahu kebohongan mereka, kemudian Allah menyampaikan hal itu kepada Nabi Muhammad SAW, dan Nabi Muhammad SAW menyampaikannya kepada para sahabat Orang munafik mengira Allah SWT tidak tahu kebohongan mereka. Begitu juga dengan Nabi Muhammad dan para sahabatnya, sehingga orang-orang munafik itu tetap berpendirian pada perkiraan palsu mereka. Terbongkarnya tipu daya mereka merupakan bagian dari cara Allah SWT membalas tipuan mereka, di samping siksa yang Allah SWT janjikan untuk mereka di akhirat kelak. Sebagai bukti atas keimanan palsu mereka, orang-orang munafik melaksanakan shalat sebagaimana orang-orang beriman shalat. Tetapi bedanya, shalat orang-orang beriman dilaksanakan dengan penuh kekhusyuan dan penghayatan, sementara orang-orang munafik melaksanakan dengan rasa malas. Begitu pun dengan ibadah-ibadah yang lain. Mereka melaksanakannya dengan penuh kemalasan, hanya saja karena mereka sudah terlanjur menyatakan keimanan, mau tidak mau mereka terpaksa melaksanakan ibadah-ibadah itu. Oleh karenanya, “Orang-orang munafik itu dalam keadaan ragu-ragu antara iman dan kafir, tidak masuk ke dalam golongan orang-orang beriman, dan tidak pula masuk pada golongan orang-orang kafir. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka sekali-kali tidak akan mendapat jalan petunjuk baginya.” (QS an Nisa’ [4]: 143). Pengujung ayat ini juga merupakan cara Allah SWT membalas tipuan orang-orang munafik. (yat) Baca juga :

Read More

Allah Menciptakan Gunung-gunung di Bumi Supaya Bumi Tidak Berguncang.

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Alquran sejak belasan abad yang lalu telah mengetahui fungsi gunung-gunung bagi bumi dan kehidupan manusia dari sudut pandang ilmu geologi. Hal ini menunjukan kesempurnaan Alquran, sebagai kitab suci yang mengandung informasi lintas zaman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَاَلْقٰى فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِكُمْ وَاَنْهٰرًا وَّسُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَۙ Dia memancangkan gunung-gunung di bumi agar bumi tidak berguncang bersamamu serta (menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. (QS An-Nahl Ayat 15) Tafsir Kementerian Agama menjelaskan dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan nikmat yang didapat manusia secara tidak langsung. Allah menciptakan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak berguncang. Dengan demikian, binatang-binatang serta manusia yang berada di permukaannya dapat hidup tenang. Gambaran yang dapat diambil dari ayat ini adalah gunung diciptakan oleh Allah sebagai pemelihara keseimbangan bumi sehingga dapat berputar dengan tenang. Mengenai ketenangan bumi karena adanya gunung itu dapat diumpamakan seperti tenangnya perahu di atas air. Apabila perahu itu tidak diberi beban, ia mudah terguncang oleh gelombang ombak. Tetapi apabila diberi beban yang cukup berat, maka perahu itu tidak mudah oleng atau tidak mudah bergoyang. Allah SWT menciptakan sungai di permukaan bumi yang mengalir dari suatu tempat ke tempat lain sebagai nikmat yang diberikan pada hamba-Nya. Sungai itu berfungsi sebagai sumber pengairan yang dapat diatur untuk mengairi sawah dan ladang, sehingga manusia dapat bercocok tanam untuk memenuhi segala macam kebutuhannya. Di samping itu, sungai dapat juga dijadikan sebagai sarana lalu lintas guna kepentingan pengangkutan barang-barang dagangan manusia. Allah juga menciptakan daratan yang dapat digunakan sebagai sarana perhubungan dan transportasi dari suatu negeri ke negeri yang lain. Jalan-jalan itu terbentang mulai dari tepi pantai, menembus hutan-hutan, dan melingkari gunung-gunung, sehingga dengan demikian manusia dapat mencapai tujuannya tanpa tersesat ke tempat lain. Itulah sebabnya di akhir ayat ini, Allah SWT menyebutkan bahwa manfaat dari jalan-jalan itu agar manusia mendapat petunjuk. Artinya tidak tersesat tanpa arah tujuan. Firman Allah, “Dan Kami telah menjadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh agar ia (tidak) guncang bersama mereka, dan Kami jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (QS Al-Anbiya’ Ayat 31) Pada Ayat 15 Surat An-Nahl ini juga menyiratkan bagaimana proses geologi berjalan, yang pada dasarnya berupa siklus yang tiada berhenti. Ketika proses erosi terjadi maka seluruh material hasil erosi dihamparkan dan diendapkan pada tempat-tempat yang lebih rendah, bahkan mencapai wilayah-wilayah terendah seperti palung-palung yang terdapat di sebelah barat pulau Sumatera ataupun di selatan pulau Jawa. Kumpulan material akibat erosi selama jutaan tahun ini secara bersamaan dihimpit oleh lempengan-lempengan yang terus bergerak dan lambat laun menghasilkan pegunungan. Proses geologi selalu menuju ke keseimbangan yang terukur. Pada pegunungan yang menjulang tinggi, maka beban ini menekan kerak bumi di bawahnya dan menyebabkan kerak bumi menekuk lebih dalam, ibarat sebuah akar yang menunjam dalam dan membuat bumi stabil. Jadi, di bawah pegunungan terdapat akar yang ketebalannya prororsional dengan beratnya (terukur). Contoh dari fenomena ini adalah di bawah pengunungan Himalaya yang menjulang tinggi terdapat akar yang dalam. (yus) Baca juga :

Read More

Sikap Tawakal Menjadi Landasan Keberhasilan dan Ketenangan Hidup

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Sikap tawakal, yang menggabungkan usaha maksimal dengan doa serta kepercayaan penuh kepada Allah SWT, menjadi landasan utama bagi keberhasilan dan ketenangan hidup. Rasulullah SAW telah menjadi contoh nyata dalam menunjukkan sikap tawakal sebagai pedoman bagi umat Islam. Tawakal bukanlah tanda kelemahan, melainkan ciri khas seseorang yang beriman. Bagi orang beriman, usaha sekeras tenaga harus diiringi dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya sepenuhnya berada di tangan Allah SWT. Memiliki sikap tawakal bukan hanya sebagai pilihan, melainkan suatu kebutuhan untuk menjaga semangat, menghindari keputusasaan, dan memperkuat keyakinan kepada Sang Pencipta. “(Dialah) Tuhan timur dan barat, tidak ada tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai pelindung.” (QS Al-Muzammil: 9) Mengutip Islam Religion, ada empat cara untuk meningkatkan sikap tawakkal kepada Allah SWT. Imam Mufti menegaskan, tawakkal sejatinya tidak boleh diartikan sebagai menyerah pada usaha. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya berusaha dan bekerja, sambil memegang keyakinan bahwa Allah akan mengurus urusan dan memberikan bantuan dalam menghadapi cobaan. Lebih lanjut, Mufti menegaskan bahwa tawakkal tidak berarti mengesampingkan upaya mencari rezeki, mengabaikan pendidikan, atau mengabaikan peluang pekerjaan. “Allah menetapkan kewajiban untuk bekerja, dan dari jalan-Nya, Dia memberikan rezeki kepada mereka yang berusaha,” kata Mufti. Mufti memberi peringatan agar tidak terjebak dalam pemahaman keliru bahwa tawakkal berarti duduk diam di rumah sambil berharap rezeki akan datang dengan sendirinya. Sebaliknya, Allah memerintahkan untuk bergantung kepada-Nya sambil tetap aktif bekerja. Dengan demikian, upaya keras dalam mencari rezeki dianggap sebagai ibadah fisik, sementara tawakkal kepada Allah dianggap sebagai ibadah hati, seiring dengan firman Allah. “Maka mintalah rezeki dari Allah dan sembahlah Dia (saja).” (QS Al-Ankabut: 17) Cara lain untuk benar-benar memahami tawakal kepada Allah adalah dengan memahami definisi iman. Iman bukan hanya sekedar percaya di dalam hati, tetapi merupakan kombinasi antara iman dan tindakan. Demikian pula, tawakal kepada Allah tidak berarti menyerah pada usaha Anda sendiri. Melainkan berusaha dengan sikap bahwa Allah akan mengurus urusan Anda dan akan membantu Anda melewati cobaan. Ingatlah ketika Nabi Muhammad bertanya kepada seorang Badui: “Mengapa kamu tidak mengikat untamu?” Dia menjawab: “Saya bertawakal kepada Allah!” Nabi kemudian berkata: “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian bertawakkallah kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi) Pemahaman bahwa segala kekuatan dan kemampuan berasal dari Allah, dan bahwa pertolongan-Nya akan menentukan akhir dari setiap usaha, menjadi landasan utama untuk mencapai kesuksesan. “Orang-orang yang bersikap sombong di muka bumi tanpa alasan yang benar, mereka akan Aku palingkan dari kebenaran sehingga mereka tidak dapat memahami bukti-bukti kekuasaan-Ku. Sekalipun orang-orang yang sombong itu menyaksikan bukti-bukti kekuasaan-Ku, mereka tetap tidak mau beriman. Jika mereka melihat jalan sesat justru mereka mau mengikutinya. Begitulah karakter orang-orang yang sombong, mereka telah mendustakan agama Kami, dan mereka telah melalaikan bukti-bukti kekuasan Kami.” (QS Al-A’raf : 146). Penting untuk selalu ingat bahwa kepercayaan pada al-Qadr (Ketetapan Ilahi) merupakan salah satu pilar utama iman. Pemahaman bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai takdir, dan satu-satunya yang dapat dilakukan adalah memberikan usaha terbaik. Dalam Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadits dari Jabir RA bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, amalan hari ini sesuai dengan apa? Apakah sesuai dengan sesuatu yang telah dikeringkan penanya dan takdir terjadi dengannya atau sesuai dengan sesuatu yang akan datang?” Nabi SAW menjawab “Tidak, tetapi berdasarkan apa yang telah dikeringkan dengan pena dan takdir telah terjadi.” Orang itu berkata, “Lalu untuk apa tindakan itu?” Nabi SAW kemudian bersabda, “Lakukanlah, karena segala sesuatu dimudahkan atas apa yang diciptakan untuk itu.” (HR Muslim No. 2648). Kisah ini mengajarkan bahwa Yaqub mengambil segala langkah yang mungkin untuk mengelakkan risiko. Penting untuk menghindari jebakan yang serupa. “Terkadang, kita cenderung mengandalkan usaha kita sendiri dan melupakan tawakal kepada Allah. Atau bahkan, kita mungkin beranggapan telah mengandalkan Allah tanpa mengambil langkah-langkah praktis untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi,” ujar Mufti. Dan dia (Yakub) berkata, “Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun demikian aku tidak dapat mempertahankan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan itu hanyalah bagi Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya pula bertawakallah orang-orang yang bertawakal.” (QS Yusuf: 67) Hikmah dari perkataan Nabi Ya’qub kepada putra-putra nya adalah bahwa mereka harus berusaha sepenuh hati dalam mengejar keinginannya. Namun, hal ini juga harus diikuti kesadaran penuh bahwa kendali semuanya itu ditangan Allah swt. Sebagai bukti bahwa kita adalah hamba Allah yang beriman, kita harus pasrah dan menerima apapun keputusan-Nya kepada kita. Kita tidak boleh sakit hati dan merasa kesal meskipun mungkin yang terjadi tidak sesuai yang diinginkan. (yus) Baca juga :

Read More