Islam Memberikan Perhatian Besar Terhadap Akal Manusia

Jakarta — 1miliarsantri.net : Persoalan akal dikemukakan secara khusus dalam Alquran. Kata akal dalam bahasa Arab aql, disebutkan Alquran sebanyak 49 kali. Bahkan banyak ayat yang mendorong agar manusia memaksimalkan penggunaan akalnya guna menuju kehidupan dunia akherat yang lebih baik. Pakar tafsir Alquran, Prof M Quraish Shihab, dalam buku Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam menjelaskan kata akal sendiri, mengutip pendapat Imam Ghazali, memiliki banyak pengertian. Akal merupakan potensi yang membedakan manusia dari binatang dan yang menjadikan manusia mampu menerima berbagai pengetahuan teoritis. Selain itu, akal juga adalah pengetahuan yang dicerna oleh seorang anak yang telah mendekati usia dewasa. Akal dapat pula dimaknai sebagai pengetahuan yang diperoleh seseorang berdasar pengalamannya yang pada gilirannya memperhalus budinya. Meski demikian, ada batasan-batasan yang perlu diketahui terkait keberadaan akal ini. Seperti dikutip dari QS l-Mulk ayat 10, disebutkan kata na’qil (kami berakal), menurut mantan Menag RI tahun 1998 ini, sesuai dengan makna kebahasaannya yakni aql (akal) yang artinya tali pengikat.”Ia adalah potensi manusiawi yang fungsinya sebagai tali pengikat yang akan menghalanginya terjerumus ke dalam dosa.” Akal semacam itulah mestinya harus diupayakan untuk meraihnya, karena dapat menyelamatkan seseorang kelak. Sebab tanpa akal, imbunya, siapa pun pasti akan terjerumus meski memiliki pengetahuan teoritis yang mumpuni. Begitu pula apabila yang dimaksudkan akal merupakan potensi berpikir manusia yang mengantarnya mampu menjangkau serta memahami semua persoalan, namun harus dikatakan bahwa potensi itu tidaklah memadai. Dijelaskan, bahwa pada setiap agama ada ajaran yang tidak mampu dicerna oleh akal dan praktek-praktek yang sifatnya ta’abbudiy yang tidak terjangkau nalar, meski tidak bertentangan dengan akal. “Uraian-uraian yang menyangkut persoalan metafisika pun bukan dalam wilayah akal serta kemampuannya untuk mencernanya apalagi menolaknya,” papar Quraish dalam bukunya. Dia mencontohkan, ada manusia mau melihat Tuhan, tapi melihat matahari saja tidak sanggup karena pasti yang bisa dilihat hanya cahayanya. “Cahayanya pun kita tidak bisa tangkap berlama-lama. Ini menunjukkan bahwa manusia angkuh,” tukas dia kemudian. Oleh karenanya, dalam kaitan ini, Quraish sekali lagi menekankan bahwa Dzat Tuhan tidak terbatas. Di mana pun manusia berada, Tuhan ada di situ. “Dia mengetahui anda dan senantiasa mengawasi. Kalau saya berkata tidak ada Tuhan, maka saya tidak bisa menerima bagaimana sesuatu bisa ada sedang tidak ada yang mengadakannya.” Selanjutnya dikenal pula rasional, ini merupakan yang terjangkau dan dibenarkan oleh akal. Ada juga irasional, yaitu bertentangan dengan akal dan ada yang dinamakan supra-rasional yang adalah hakikat yang benar namun tidak dapat dicerna akal. Maka dari itu ungkapnya, akal memiliki wilayahnya, demikian juga agama. Keduanya harus saling mengakui dan tidak boleh dipertentangkan. “Sebab begitu dipertentangkan, maka pasti salah satunya keliru,” kata mantan Dubes RI untuk Mesir, Djibouti, dan Somalia ini seraya menambahkan, bahwa ada perbedaan antara sesuatu yang bertentangan dengan akal dan sesuatu yang belum dimengerti akal. Jadi pada intinya, akal pikiran serta logika hanya dapat menjangkau hal-hal yang bersifat lahir dan nyata bagi pandangan manusia. Sementara hal-hal yang bersifat ghaib dan bathin serta rahasia di balik kata-kata, tukasnya, itu semua jika tidak dijelaskan oleh Allah SWT atau Rasulullah SAW, maka akal manusia akan sulit dan mustahil untuk menjangkaunya. (yan) Baca juga :

Read More

Banyak Sunnah Rasulullah SAW yang Dilupakan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sunnah Rasulullah SAW yang mulai diabaikan oleh umatnya. Beberapa di antaranya termasuk mengucapkan salam saat bertemu sesama Muslim yang tidak dikenal, mengamalkan doa sebelum dan sesudah makan, serta menjaga silaturahim dengan saudara dan tetangga. Sunnah-sunnah ini mengandung hikmah dan kebaikan yang mendalam, namun sering kali terlupakan di tengah kesibukan dan gaya hidup modern yang serba cepat. Padahal, dengan menghidupkan kembali sunnah-sunnah ini, kita dapat memperkuat ikatan sosial dan spiritual dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut deretan sunnah Rasulullah SAW yang mulai diabaikan umat Muslim. عن أنس بن مالك -رضي الله عنه-: صَابَنَا وَنَحْنُ مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ مَطَرٌ، قالَ: فَحَسَرَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ ثَوْبَهُ، حتَّى أَصَابَهُ مِنَ المَطَرِ، فَقُلْنَا: يا رَسولَ اللهِ، لِمَ صَنَعْتَ هذا؟ قالَ: لأنَّهُ حَديثُ عَهْدٍ برَبِّهِ تَعَالَى Sahabat Nabi SAW, Anas bin Malik, dalam sebuah riwayat, kemudian bertanya mengapa Rasulullah melakukan itu. Lalu dijawablah, “Karena ini adalah perjanjian dengan Allah SWT yang Mahatinggi.” مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُرِيْدُ أَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيِّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ “Tidak pantas bagi seorang Muslim yang memiliki sesuatu yang ingin ia wasiatkan untuk melewati dua malamnya melainkan wasiatnya itu tertulis di sisinya.” Dalam hadits itu dapat diketahui bahwa Nabi SAW meminta setiap Muslim untuk berinisiatif menulis surat wasiat jika ada hal yang ingin diwasiatkan, dengan perkiraan waktu dua malam. Namun waktu dua malam ini bukan batasan waktu, sebab di hadits lain ada yang tertulis satu malam dan tiga malam. Doa itu ialah,“سُبحانَكَ اللَّهمَّ وبحمدِكَ ، أشهدُ أن لا إلَهَ إلَّا أنتَ أستغفرُكَ وأتوبُ إليكَ “. Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Al-Albani dalam shahih At-Tirmidzi dari jalur Abu Hurairah. Doa tersebut ialah استودِعُ اللَّهَ دينَكَ وأمانتَكَ وآخرَ عملِكَ. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dari jalur Abdullah bin Umar. Baca juga :

Read More

Kriteria Hewan yang Layak Untuk Qurban

Jakarta — 1miliarsantri.net : Umat Islam di seluruh dunia bersiap untuk melaksanakan ibadah kurban. Dalam melaksanakan kurban, penting untuk memastikan hewan yang akan disembelih memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Kriteria ini dapat dilihat dari dua aspek utama: fisik dan kesehatan hewan. Kriteria Fisik Hewan Kurban Pertama, hewan kurban harus sehat, baik, dan tidak cacat. Hal ini dijelaskan dalam beberapa hadis Rasulullah SAW. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berkurban dengan dua ekor kibasy bertanduk yang bagus. Anas menyaksikan sendiri Rasulullah meletakkan kakinya di atas kedua unta tersebut, membaca basmalah, dan bertakbir (HR. Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasai). Selain itu, Abi Said al-Khudri juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkurban dengan seekor kambing bertanduk yang jantan, dengan perut, kaki, dan keliling mata berwarna hitam (HR. at-Tirmidzi). Hadis lainnya dari Ubaid bin Fairuz mencatat bahwa Al-Barra bin Azib menegaskan ada empat jenis hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: hewan yang buta sebelah matanya, yang sakit jelas terlihat, yang pincang jelas tampak, dan yang sangat kurus serta tidak bersih (HR. Abu Dawud). Berdasarkan hadis-hadis tersebut, kriteria fisik hewan yang layak dijadikan kurban adalah: Sebaliknya, hewan yang tidak layak untuk kurban meliputi: Kriteria Kesehatan Hewan Kurban Aspek kesehatan hewan kurban juga sangat penting. Hewan harus bebas dari penyakit yang jelas terlihat, tidak pincang, dan tidak kurus kering. Hal ini bukan hanya untuk memenuhi syarat syariat, tetapi juga untuk memastikan bahwa daging yang dihasilkan layak konsumsi dan bermanfaat bagi penerimanya. Pemilihan hewan kurban yang memenuhi kriteria tersebut merupakan bentuk ketaatan dan penghormatan kepada perintah Allah SWT. Ini juga mencerminkan kesungguhan dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah kurban. Dengan memilih hewan yang terbaik, umat Islam menunjukkan rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan. Kriteria dari Segi Umur Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa hewan yang memenuhi untuk berkurban, yaitu; unta usianya telah berumur 5 tahun, sapi telah berumur 2 tahun dan kambing telah berumur 1 tahun. (rid) Baca juga :

Read More

Syakir Daulay : Carilah Teman yang Membuat Bertambah Taqwa

Surabaya — 1miliarsantri.net : Syakir Daulay, artis dan pendakwah Gen Z mengingatkan, carilah teman yang tidak hanya membuat tertawa, tetapi juga teman yang membuat bertaqwa. “Teman yang membuatmu bertaqwa dengan cara ketika ada waktu kosong menggunakan waktu kosong tersebut dengan ibadah dan mencari ridho Allah SWT,” ungkap Syakir dalam Majelis Subuh GenZI (MSG) di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS) bebetapa waktu lalu. Kegiatan MSG bertema “Semangat Menyala Bangkitkan Asa” diawali dengan Khotmil Qur’an yang dipimpin KH Muzakky Al-Hafidz. Pendakwah asal Aceh yang aktif di medsos itu mengatakan agama itu mudah. “Cara Rasulullah untuk mengajari agama itu dengan contoh cinta. Kalau diajari nonton TV dan medsos ya cinta film/kartun dan suka caci maki, tapi kalau dibawa ke ulama ya cinta ulama dan cinta agama,” sambungnya. Baginya, cara untuk tetap istiqomah beragama itu dengan tiga cinta, yakni cinta kepada Al-Qur’an, cinta Rasulullah, dan cinta kepada keluarga-sahabat Rasulullah. “Cinta Al-Qur’an itu mudah, karena mukjizat yang abadi adalah Al-Qur’an, bahkan Al-Qur’an sekarang ada dimana-mana, di HP juga ada. Nggak usah langsung baca yang banyak, tapi 1 lembar. Baca Al-Qur’an itu seperti memiliki segala-galanya. Kalau saya, saya PDKT (pendekatan) dengan Al-Qur’an itu dengan baca Al-Waqiah setiap hari, maka sukses, tidak fakir dan tetap dalam ketenangan hidup,” tambahnya. Untuk cinta Rasulullah, alumni Pesantren Darul Al-Qur’an di Tangerang asuhan Ustadz Yusuf Mansur itu mengajak jamaah MSG sering membaca sholawat agar semangat tetap menyala dan asa tetap bangkit, serta mendapat cahaya Rasulullah. “Rasululah itu publik figur, jadi artis itu juga jadi publik figur, publik figur itu bisa diikuti dan didengar anak-anak muda, sehingga bermanfaat, asalkan tetap rendah diri dan belajar kepada guru atau siapapun. Guru saya bilang kalau jadi lampu di siang hari itu biasa karena sudah terang, tapi jadi lampu di tempat gelap disitu justru menjadi berharga,” paparnya. Syakir menyatakan pentingnya lingkungan, karena lingkungan itulah yang membuat hati bersih atau kotor. “Muslim yang baik kalau muslim lain atau lingkungannya bisa selamat dari mulut dan tangannya, sering berkumpul dengan orang sholeh dan tidak merendahkan siapapun, apalagi lewat medsos,” imbuhnya. Syakir yang merantau ke Jakarta sejak SD itu menyatakan pentingnya tujuan hidup kepada ridho Allah dengan sholat, sholawat, dan baca Al-Qur’an. “Kalau cari ridho Allah, kalau dari muda mencari Allah, maka Allah akan bereskan hidupnya. Kalau tujuan hidup kita adalah Allah, maka Allah tidak pernah mengecewakan. Kita tetap berbuat apa saja, tapi ubah tujuannya kepada Allah,” pungkasnya. (har) Baca juga :

Read More

Bacaan Dzikir Pagi dan Petang yang Bisa Dilakukan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dzikir merupakan jembatan bagi seorang manusia untuk selalu terhubung dengan Sang Pencipta, Allah Ta’ala. Banyak ayat dan hadist yang menjelaskan keutamaan berdzikir pada Allah SWT. Allah SWT memerintahkan hamba-Nya selalu untuk berdzikir, sepanjang hari terlebih saat pagi maupun saat mengakhiri hari atau petang. Perintah berdzikir disebutkan dalam Al-Qur’an, di antaranya sebagai berikut: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah, zikir yang banyak, dan sucikanlah dia pagi dan petang. (QS al-Ahzab: 41-42). فَٱصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِٱلْعَشِىِّ وَٱلْإِبْكَٰرِ Artinya: Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (QS al-Mu’min: 55). Dua waktu ini memiliki keistimewaan tersendiri yang dimanfaatkan untuk mengingat kebesaran Sang Pencipta, Allah SWT. Pada dua waktu pula dianjurkan untuk memperbanyak membaca tasbih, beristighfar, tadarus, dan bershalawat untuk Nabi shalallahu alaihi wassallam. Bacaan Dzikir Pagi Berikut di antara bacaan dzikir pagi yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ Ashbahnaa ‘alaa fithrotil islam wa ‘alaa kalimatil ikhlas wa ‘alaa diini nabiyyinaa muhammad shallahu ‘alaihi wasallam wa ‘alaa millati abiinaa ibrohiim haniifam muslimaw wa maa kaana minal musyrikiin Artinya : “Di waktu pagi kami berada di atas fitrah Islam, di atas kalimat ikhlas (syahadatain), di atas agama Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan di atas agama ayah kami Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim dan tidak tergolong orang-orang musyrik.” (HR Ahmad no 15360, An-Nasai di Al-Kubro no 9743) اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ، وَإِلَي النُّشُوْرُ Allahumma bika ashbahnaa, wa bika amsainaa, wa bika nahyaa, wa bika namuutu wa ilaikannusyuur Artinya : “Ya Allah, dengan Engkaulah kami memasuki waktu pagi, dan dengan Engkaulah kami memasuki waktu sore. Dengan Engkaulah kami hidup dan dengan Engkaulah kami mati. Dan kepada-Mu kami dibangkitkan.”(HR. at-Tirmidzi no.3391) أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ Ashbahnaa wa ashbahalmulku lillah, walhamdulillah, laa ilaha illallahu wahdahu laa syariikalah, lahulmulku walahulhamdu, wahuwa ‘ala kuli syai in qodiir. Robbi asaluka khoiro maa fii hadzaal yaum wa khoiro maa ba’dahu, wa a’uudzubika min syarri maa fii hadzal yaum wa syarri maa ba’dahu. Robbi a’uudzubika minal kasali wa suu il kibar. Robbi a’uudzubika min ‘adzaabin fiinnaari wa ‘adzaabin filqobr Artinya : “Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Rabb, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Ya Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Ya Rabb ku! Aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di Neraka dan kubur.” (HR Muslim no.2723) اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ Allahumma anta robbii laa ilaha illa anta, kholaqtanii wa anaa ‘abduka, wa anaa ‘ala ‘ahdika, wawa’dika mastatho’tu. A’uudzubika min syarri maa shona’tu, abuu u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu u bidzanbi faghfirlii, fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta Artinya : “Ya Allah! Engkau adalah Rabb ku, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui memikul dosaku. Karena itu, ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR al-Bukhari no.6306) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى,اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ Allahumma inni asaluka al’aafiyata fiiddunyaa wal akhiroh, Allahumma innii asalukal’afwa wal’aafiyata fii diinii wa dunyaaya wa ahlii wa maalii, Allahummastur ‘aurootii wa aamin rou’aatii, Allahummahfadznii minbainii yadayya, wamin kholfihii, wa ‘anyamiinii, wa’ansyimaalii, wamin fauqii, wa a’uudzubi’adzhomatika an ughtaala min tahtii Artinya : “Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, (kehidupan) duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan berilah ketenteraman dihatiku. Ya Allah! Peliharalah aku dari arah depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak mendapat bahaya dari bawahku.” (HR. Abu Daud no.5074, Ibnu Majah no.3871) اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ Allahumma ‘aafinii fii badanii, Allahumma ‘aafinii fii sam’ii, Allahumma ‘aafinii fii bashorii, Laa ilaaha illa anta. Allahumma innii a’uudzubika minal kufri wal faqr, Allahumma innii a’uudzubika min’adzabilqobr, Laa ilaha illa anta “Ya Allah, berilah keselematan pada badanku. Ya Allah, berilah keselamatan pada pendengaranku. Ya Allah berilah keselamatan pada penglihatanku, tiada Ilah (yang berhak disembah) kecuali Engkau. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tiada Ilah (yang berhak disembah) kecuali Engkau.” (Dibaca 3x).” (HR. Abu Daud no 5090). Bacaan Dzikir Petang Dzikir petang dianjurkan untuk dibaca setelah shalat Ashar. Namun ada sebagian pendapat yang membolehkan dibaca setelah Maghrib maupun di malam hari. Dzikir Petang Dijauhkan dari Keburukan Rasulullah SAW mengamalkan bacaan dzikir sore ‘rodhitubillahi robbaa, wabil islaamidiinaa’ sebanyak 3 kali setiap petang. Berikut bacaan lengkap dzikir tersebut: رَضِيْتُ…

Read More

Rasulullah SAW Berpesan tentang Orang yang Memperoleh Harta Kekayaan dengan Cara yang Tidak Benar

Jakarta — 1miliarsantri.net : Rasulullah SAW pernah berpesan tentang orang yang memperoleh harta kekayaan dengan cara yang tidak benar atau zalim. Peringatan ini tercantum dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri RA, dan dapat ditemukan dalam Shahih Bukhari. Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW menekankan bahwa harta yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak adil atau merugikan orang lain tidak akan membawa berkah dan justru akan menjadi sumber malapetaka bagi pemiliknya. Pesan dari Rasulullah SAW ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam mencapai kekayaan yang berkah dan bagaimana cara yang benar dalam menggunakannya. Islam mengajarkan bahwa harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan benar akan membawa manfaat dan berkah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan merekalah orang-orang yang beruntung. Sebaliknya, harta yang diperoleh dengan cara yang zalim tidak hanya akan merusak hubungan sosial dan menyebabkan kerugian bagi orang lain. Berikut haditsnya: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَكْثَرَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مَا يُخْرِجُ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ قِيلَ وَمَا بَرَكَاتُ الْأَرْضِ قَالَ زَهْرَةُ الدُّنْيَا فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ هَلْ يَأْتِي الْخَيْرُ بِالشَّرِّ فَصَمَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يُنْزَلُ عَلَيْهِ ثُمَّ جَعَلَ يَمْسَحُ عَنْ جَبِينِهِ فَقَالَ أَيْنَ السَّائِلُ قَالَ أَنَا قَالَ أَبُو سَعِيدٍ لَقَدْ حَمِدْنَاهُ حِينَ طَلَعَ ذَلِكَ قَالَ لَا يَأْتِي الْخَيْرُ إِلَّا بِالْخَيْرِ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ وَإِنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَ الرَّبِيعُ يَقْتُلُ حَبَطًا أَوْ يُلِمُّ إِلَّا آكِلَةَ الْخَضِرَةِ أَكَلَتْ حَتَّى إِذَا امْتَدَّتْ خَاصِرَتَاهَا اسْتَقْبَلَتْ الشَّمْسَ فَاجْتَرَّتْ وَثَلَطَتْ وَبَالَتْ ثُمَّ عَادَتْ فَأَكَلَتْ وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِي حَقِّهِ فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ Abu Said Al Khudri RA menceritakan bahwa suatu hari Nabi SAW duduk di atas mimbar dan para sahabat pun duduk di dekatnya. Lalu beliau SAW, “Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan terjadi pada kalian sepeninggalku adalah sesuatu yang Allah keluarkan untuk kalian dari berkahnya bumi.” Kemudian ditanyakan kepada beliau SAW, “Apa maksud dari berkahnya bumi?” Beliau SAW menjawab, “Perhiasan dunia.” Seseorang kemudian bertanya kepada beliau SAW, “Wahai Rasulullah, apakah mungkin kebaikan akan mendatangkan keburukan?” Rasulullah SAW kemudian diam sejenak, sampai beberapa sahabat mengira telah turun wahyu kepada beliau. Setelah itu, beliau mengusap keningnya lalu bersabda, “Di manakah orang yang bertanya tadi?” Lelaki itu berkata, “Saya.” Perawi Abu Said berkata, “Kami sempat memujinya ketika dia tiba-tiba muncul.” Beliau SAW bersabda, “Sungguh kebaikan itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan. Sungguh harta dunia ini adalah hijau dan manis. Setiap sesuatu yang ditumbuhkan pada musim semi akan mematikan atau membinasakan, kecuali pemakan hijau-hijauan, dia makan sampai lambungnya melebar. Kemudian menghadap matahari lalu buang air besar, kencing dan kembali, dan makan. Sungguh harta itu terasa manis, maka siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar dan meletakkan dengan cara yang benar pula, maka dia beruntung. Dan siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, maka dia ibarat orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.” Dari hadits itu diketahui, orang yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar, dan menggunakannya dengan benar pula, maka dia beruntung. Orang ini akan menggunakan hartanya untuk hal yang diridhai Allah SWT seperti bersedekah, berzakat, menyantuni anak yatim, dan amal saleh lainnya. (yan) Baca juga :

Read More

Hukum Qurban Dalam Pandangan Khusus

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam dunia Islam, ibadah qurban merupakan salah satu amalan yang memiliki tempat khusus, terutama pada saat Idul Adha. Namun, hukum melaksanakan ibadah kurban menjadi topik perdebatan di kalangan ulama, dengan pandangan yang berbeda mengenai kewajibannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa melaksanakan ibadah qurban adalah wajib bagi orang yang berkelapangan. Pandangan ini didukung oleh tokoh-tokoh seperti Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad, sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Mereka berargumen bahwa seseorang yang memiliki kemampuan finansial wajib untuk berqurban sebagai bentuk ibadah dan syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Di sisi lain, mayoritas ulama (jumhur) menyatakan bahwa ibadah kurban bersifat Sunnah Mu’akkadah, yaitu sunnah yang sangat ditekankan. Ibnu Hazm menegaskan bahwa tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabat pun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib. Pernyataan ini menguatkan pandangan bahwa kurban lebih merupakan anjuran yang sangat ditekankan daripada sebuah kewajiban yang harus dipenuhi. Perbedaan pandangan ini mencerminkan keragaman interpretasi dalam memahami teks-teks agama dan bagaimana mereka diaplikasikan dalam kehidupan umat Islam. Bagi mereka yang berpegang pada pendapat wajib, ibadah qurban menjadi sebuah keharusan yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu, sebagai wujud ketaatan dan kepatuhan. Sementara itu, bagi yang mengikuti pendapat sunnah mu’akkadah, ibadah qurban adalah amalan yang sangat dianjurkan, namun tidak mengandung konsekuensi dosa jika ditinggalkan, asalkan tidak meremehkan syariat. Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, memilih pendapat yang kedua, yaitu bahwa qurban hukumnya sunnah muakkadah. Keputusan ini diambil berdasarkan kajian terhadap teks-teks agama dan pertimbangan kemaslahatan umat. Dengan memilih pandangan ini, Muhammadiyah menekankan pentingnya ibadah qurban sebagai amalan yang sangat dianjurkan. Namun, qurban berubah menjadi wajib jika seseorang bernadzar, misalnya mengatakan: “Saya wajib berqurban karena Allah.” Atau seseorang telah menentukan hewannya untuk qurban, misalnya menyatakan: “Ini hewan qurban.” Dalam kasus nadzar, kewajiban tersebut menjadi mengikat karena seseorang telah berjanji kepada Allah untuk melaksanakan qurban, sehingga pelaksanaannya menjadi sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi. (yan) Baca juga :

Read More

Ini Penjelasan Kenapa Haji dan Umrah Merupakan Panggilan Allah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Sebagian umat Islam beranggapan haji dan umrah merupakan ibadah yang terbatas dilakukan hanya oleh orang-orang kaya harta. Memang salah satu syarat ibadah haji (secara lebih khusus) adalah istitha’ah atau mampu. Walaupun begitu, ternyata banyak orang yang tidak mampu secara finansial atau keuangan ternyata mampu berangkat haji dan umrah tanpa disangka. Mengapa ada fenomena seperti ini ? Mengapa ibadah haji dan umrah seringkali disebut sebagai panggilan ? Salah satu ciri khas ibadah haji dan umrah adalah do’a talbiyah yang biasa dilantunkan. Do’a talbiyah seperti “labbaik Allahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbbaik, innal hamda wan ni’mata lak awal mulku laa syarika laka”, atau “labbaik Allahumma labbaik”, dan do’a “labbaik Allahuma ‘umratan” yang dibaca ketika umrah dan berangkat dari Miqat. Kata “labbaik” berasal dari kata “labba-yulabbi” yang bermakna memenuhi panggilan. Sehingga lafadz ini dalam do’a-do’a talbiyah itu bermakna “kami memenuhi panggilan-Mu” sehingga biasa menjadi salah satu sebab penyebutan ibadah haji dan umrah dengan panggilan haji, meskipun jarang ada penyebutan “panggilan umrah” di masyarakat Islam Indonesia. Karena memang haji dan umrah sebenarnya merupakan panggilan, siapapun yang diberi kesempatan untuk menunaikannya, pantas untuk disebut sebagai “tamu-tamu Allah”. Haji memang panggilan dari Allah, banyak orang yang lebih mampu dalam finansial, tetapi tidak punya kemauan untuk menunaikannya, tetapi banyak orang yang kurang mampu memiliki kemauan untuk berhaji, dan mereka mampu untuk menunaikannya. Sebagian dimampukan setelah memiliki kemauan, tetapi tidak semua orang yang mampu diberikan kemauan atau terpikir untuk beribadah haji ataupun umrah. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima, dan umrah merupakan “haji kecil”. Setiap umat Islam perlu untuk merencanakan dua ibadah ini setidaknya sekali seumur hidupnya. Selain berdo’a kepada Allah, tentu ikhtiar terkait seperti dengan menabung dan semisalnya tetap penting untuk terwujudnya haji ataupun umrah. (yat) Baca juga :

Read More

Polemik Tentang Hukum Halal-Haram Musik Masih Belum Mereda

Jakarta — 1miliarsantri.net : Polemik tentang hukum halal-haram musik dan lagu masih belum juga mereda. Kontroversi ini kembali menjadi sorotan warganet usai pernyataan Ustaz Adi Hidayat (UAH) dalam sebuah kajian yang mengartikan surat Asy Syuara sebagai surat penyair sama dengan pemusik. Menanggapi hal itu, Ketua MUI Bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam Ustadz Jeje Zaenudin mengatakan perlu penelaahan bahkan kajian cermat dan mendalam untuk menilai benar atau salah dari pernyataan tersebut. “Saya berpendapat, mengartikan penyair secara langsung disamakan dengan pemusik itu memang tidak tepat. Tetapi untuk menilai benar salahnya statement itu perlu penelaahan bahkan kajian yang lebih cermat dan lebih mendalam,” terang Ustaz Jeje ketika dikonfirmasi 1miliarsantri.net terkait seputar permasalahan itu, Jumat (13/5/2024). Kenapa demikian? Sebab memang secara kajian semantik, terminologis, historis, dan praktik dari syair itu sangat erat hubungannya dengan musik. Bahkan, lanjut Ustadz Jeje, beberapa literatur umum dan karya klasik di bidang seni seperti kitab Al Musiqy Al Kabir, karangan Al Farabi yang wafat tahun 339 Hijriyah, dalam pengantar pentahqiqnya menyatakan bahwa syair dan musik merujuk kepada satu jenis seni yang sama. Tetapi tetap ada perbedaan. “Karena syair itu fokusnya kepada seni keindahan dan keseimbangan susunan kata dan kalimat mengikuti kaidah gramatika. Sedang musik berfokus kepada seni keindahan bunyi atau suara, irama, dan melodinya. Karena itu para ahli musik menyatakan ada musik pakai alat atau musik instrumental, dan ada musik yang mengandalkan kekuatan suara orang atau musik vokal,” sambungnya. Ketika seorang penyair menyusun syair, puisi, atau sajak, lalu gubahan syairnya itu dibacakan dengan pakai irama, atau dijadikan lirik yang dilagukan sehingga menjadi nyanyian. Nyanyian itu memunculkan seni musik, baik dilengkapi alat-alat maupun tidak pakai alat. “Itulah relasi syair dengan musik,” jelasnya. Atas dasar itu, papar Ustadz Jeje, mengartikan penyair otomatis sebagai penyanyi memang tidak tepat, meskipun bisa dipahami keterkaitan dan korelasinya. Sehingga bisa saja demi menyingkat penjelasan atau karena tergesa-gesa dalam penyampaian, seorang ustadz mengalami kesilafan lisan dalam ucapan. “Dan suatu yang wajar juga jika kemudian menimbulkan pihak yang tidak setuju atau keberatan dengan pernyataan itu. Tetapi menjadi tidak wajar ketika direspon secara berlebihan sehingga jadi menyerang pribadi, menuduh ajaran sesat, apalagi sampai memvonis fasik hingga kufur, itu sangat keterlaluan,” sambungnya. Terkait mengakhiri polemik di atas, Ustadz Jeje mengatakan, apa yang disampaikan Ustadz Adi Hidayat bisa dipahami dan bisa diterima bahwa yang dimaksud bukan mengganti nama surat penyair jadi pemusik, tetapi dalam konteks hubungan yang erat antara syair dan musik. Sehingga bisa memahami hubungan dengan hukum halal-haramnya musik dan lagu. “Tetapi jika ada pihak yang merasa belum puas dan belum bisa terima, maka sangat baik jika ditambah klarifikasi yang lebih jelas, tegas, dan spesifik fokus kepada maksud penerjemahan surat Asy Syuara sebagai para pemusik,” pungkasnya. (Iin) Baca juga :

Read More

Salah Kaprah Pengunaan Kata ‘Salaf’ dan Klaim Salafi

Surabaya — 1miliarsantri.net : Istilah “salaf” artinya adalah sesuatu yang lampau atau terdahulu. Terjemahan salaf dalam bahasa Indonesia bisa bermacam-macam, seperti lampau, kuno, konservatif, konvensional, orthodox, klasik, antik, dan seterusnya. Kalau kita lihat dari sisi ilmu hukum dan syariah, istilah salaf sebenarnya bukan nama yang baku untuk menamakan sebuah medote istimbath hukum. Istilah salaf hanya menunjukkan keterangan tentang sebuah kurun waktu di zaman yang sudah lampau. Demikian dijelaskan KH Ahmad Sarwat Lc pada laman Rumah Fiqih. Kira-kira perbandingannya begini, kalau kita ingin menyebut skala panjang suatu benda dalam ilmu ukur, maka kita setidaknya mengenal ada dua metode atau besaran, yaitu centimeter dan inchi. Di Indonesia biasanya kita menggunakan besaran centimeter, sedangkan di Amerika sana biasa orang-orang menggunakan ukuran inchi. Nah, tiba-tiba ada orang menyebutkan bahwa panjangnya meja adalah “20 masa lalu.” Lho? Apa maksudnya 20 masa lalu? Apakah istilah “masa lalu” itu adalah sebuah besaran atau ukuran dalam mengukur panjang suatu benda? Jawabannya pasti tidak. “Yang kita tahu hanya besaran 20 centimeter atau 20 inchi, tapi kalau 20 masa lalu, tidak ada seorang pun yang mengenal istilah itu,” kata KH Ahmad Sarwat Lc, dikutip dari Rumah Fiqih, Kamis (16/5/2024). Bisa saja segelintir orang menggunakan istilah besaran “masa lalu” sebagai besaran untuk mengukur panjang suatu benda, tetapi yang pasti besaran itu bukan besaran standar yang diakui dalam dunia ilmu ukur. Jadi kalau kita ke toko material bangunan, lalu kita bilang mau beli kayu triplek ukuran “20 masa lalu” maka pasti penjaga tokonya bingung. Dalam dunia komputer kita juga mengenal istilah sistem operasi. Kita tidak akan bisa menggunakan komputer, kalau sistem operasinya tidak diinstal terlebih dahulu. Tidak ada komputer kalau tidak ada sistem operasinya. Meski sebenarnya jumlah sistem operasi cukup banyak, tapi yang paling populer dikenal orang awam cuma tiga saja. Yaitu Windows, Linux dan Mac. Ketiganya yakni Windows, Linux dan Mac diciptakan oleh tim yang ahli di bidang teknologi IT, dan sudah mulai menciptakan sistem operasi itu sejak awal komputer ditemukan. Buat kita orang awam, kalau beli komputer pastilah kita pilih yang sudah ada sistem operasinya, baik itu Windows, Linux maupun Mac. Sebab kita tidak akan mampu menciptakan sistem operasi sendiri. Bahkan para programmer pun umumnya pakai sistem operasi salah satu dari ketiganya. Saya belum pernah menemukan ada orang sangat pintar dalam urusan komputer, sampai-sampai dia bisa bikin sistem operasi sendiri. Kalau sekedar bikin script atau bikin pemrograman, tentu banyak yang mampu. Apalagi bikin tulisan di microsoft word, saya kira semua orang juga bisa. Tetapi bikin sebuah file tulisan di microsoft word itu tidak sama dengan menciptakan sistem operasi. Meski pun nama filenya bernama: sistem-operasi-masa-lalu.doc tetapi kalau kita buka, tentu isinya bukan sistem operasi. Itu cuma file microsoft word, tetapi mengaku-ngaku sebagai sistem operasi. Anak TK juga bisa bikin file seperti itu. “Yang pasti di dunia ini kita tidak pernah mendengar ada orang menjual sistem operasi yang namanya adalah salaf alias masa lalu,” kata KH Ahmad Sarwat Lc, dilansir dari laman Rumah Fiqih. (yat) Baca juga :

Read More