Badge Pahala : Bisakah Ibadah Di-Gamifikasi Tanpa Kehilangan Ikhlas

Surabaya -1miliarsantri.net : Di era digital yang serba interaktif, beribadah tidak lagi hanya soal sajadah, mushaf, dan masjid. Kini, gawai seperti smartphone pun ikut sibuk membantu kita khatam Al-Qur’an, menghitung rakaat, hingga mengingatkan dzikir. Lewat berbagai aplikasi dengan konsep gamifikasi, merambah hampir semua aspek kehidupan termasuk aspek spritual. Fungsi  badge (lencana), streak (rekor beruntun), dan leaderboard (papan peringkat), menjadikan sebagian Muslim semakin terpacu untuk rajin beribadah, setidaknya secara angka atau simbol pencapaian. Tapi pertanyaannya: di mana letak keikhlasan, kalau ibadah pun mulai diukur dengan lencana digital? Artikel ini akan mengulas potensi dan tantangan gamifikasi ibadah, serta bagaimana kita bisa memanfaatkannya secara bijak agar tetap menjaga kemurnian tujuan spiritual. Tren Gamifikasi Ibadah Gamifikasi atau pendekatan seperti permainan memang fenomena menarik. Di satu sisi, ia menawarkan motivasi baru: membuat rutinitas spiritual lebih terasa menantang dan seru. Di sisi lain, ia juga memunculkan kekhawatiran: apakah kita benar-benar melakukannya karena Allah, atau demi poin dan pengakuan sosial? Prinsip gamifikasi sendiri sederhana: mengambil elemen permainan, seperti poin, peringkat, atau badge lalu menempelkannya pada aktivitas non-permainan. Dalam konteks ibadah, tren ini lahir dari kebutuhan generasi digital yang butuh dorongan visual untuk disiplin. Aplikasi seperti Muslim Pro, Quran Companion, Umma, hingga Habitica (yang multi-agama) memanfaatkan ini. Pengguna bisa melihat statistik tilawah harian, jumlah rakaat yang tercatat, atau progres khatam. Beberapa bahkan mengirim notifikasi jika streak (rekor berturut-turut) terputus. Bagi sebagian orang, badge ‘30 hari tanpa bolong shalat’ terasa membanggakan. Ada sensasi achievement unlocked mirip main game, hanya saja ini berbalut ibadah. Singkatnya fungsi badge sebagai penghargaan personal, fungsi streak sebagai pemicu konsistensi dan leaderboard sebagai penyemangat kompetisi sosial. Apa Kata Agama? Dalam Islam, niat menjadi kunci pembeda. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari-Muslim). Artinya, dua orang yang sama-sama shalat bisa mendapat balasan berbeda tergantung isi hati mereka. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan panjang lebar tentang bahaya riya’ — pamer amal supaya dipuji manusia. Dalam dunia fisik, bentuknya bisa beribadah supaya dipandang saleh. Di dunia digital, bisa jadi riya’ tampil dalam bentuk ‘flex’ streak tilawah di Instagram Story. Ayat Al-Qur’an pun mengingatkan: “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148). Tapi perlombaan ini bukan di ruang publik semata, melainkan di ruang batin: siapa yang paling tulus mendekat pada Allah. Di sisi lain, psikologi modern mengenal motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik lahir dari dorongan internal — niat tulus, kebutuhan spiritual. Sedangkan motivasi ekstrinsik datang dari hadiah, pengakuan, atau hukuman. Gamifikasi jelas mengandalkan motivasi ekstrinsik: badge, notifikasi, ranking. Hal ini tidak sepenuhnya buruk, kok. Penelitian B.J. Fogg (Stanford) menjelaskan bahwa persuasive technology memang efektif memengaruhi perilaku. Badge bisa jadi starter untuk membentuk kebiasaan baik. Tapi, jika terlalu bergantung pada reward, motivasi asli bisa padam. Lama-lama, ibadah kita akan terasa hampa tanpa notifikasi. Suara Developer : Kenapa Harus ‘Di-Game–kan’? Beberapa developer aplikasi Islami beralasan, pendekatan gamification hanyalah strategi adaptasi. Mereka paham, generasi muda lebih mudah terpancing menyelesaikan target jika dibuat fun. Daripada lupa tilawah sebulan, lebih baik rajin walau karena streak. Anggap saja pintu awal membiasakan diri. Di sisi lain, para ustadz sering menekankan, app hanyalah alat bantu. Niat tetap di tangan pengguna. Fitur reminder, poin, atau badge tidak otomatis mencemari ibadah — asalkan tidak diumbar, apalagi dijadikan ajang pamer. Solusi Bijak : Gunakan  Saja, Tapi Jangan Tergantung Teknologi itu netral — tergantung siapa yang memegang. Gamifikasi ibadah tidak harus diharamkan. Bahkan bisa jadi pintu kebaikan kalau ditempatkan dengan benar. Beberapa saran praktis: Sempatkan muhasabah: tanyakan ke diri sendiri, “Kalau tanpa badge, aku masih mau ibadah nggak?” Pada akhirnya, gamifikasi hanyalah teknologi. Badge pahala di aplikasi tak ada artinya kalau niat hati tak lurus. Leaderboard streak Quran tidak menjamin ridha-Nya. Karena yang menilai hanyalah Allah — bukan algoritma, apalagi follower. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. (QS. Al-Baqarah: 148). Boleh saja kita memanfaatkan teknologi, tapi tetap letakkan niat sebagai penuntun. Badge hanyalah alat. Pahala sejati hanya Allah yang tahu. Apapun aplikasinya, kembalilah ke prinsip: amal tergantung niat. Semoga kita tetap mampu mengendalikan teknologi, bukan dikendalikan. Semoga badge digital jadi saksi ikhtiar, bukan bukti pamer. DAFTAR PUSTAKA Kontributor : Faruq Ansori Editor : Toto Budiman

Read More

Gunung Berbalut Hijab – For some, lifestyle is the source of life

Surabaya – 1miliarsantri.net  : Mendaki gunung merupakan salah satu kegiatan favorit untuk mengisi waktu liburan. Pemandangan yang indah dan keingingan untuk berinteraksi dengan alam yang masih natural menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi sejak film 5 cm disiarkan di bioskop-bioskop di Indonesia pada 2012, jumlah pendaki meningkat drastis. Keindahan alam di pegunungan yang dikemas dalam bentuk film benar-benar menarik banyak penonton. Menurut Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Gunung Semeru tidak pernah menerima jumlah pengunjung lebih dari 5000 pertahun sebelum film 5cm muncul di bioskop. Karena seringnya jumlah pendaki membludak, TNBTS akhirnya membatasi jumlah pendaki perhari sampai sekarang. Tidak hanya di TNBTS, gunung-gunung popular lainnya Gede Pangrango dan Merbabu sekarang juga membatasi dan mendata jumlah pendaki dengan alasan keamanan dan kelestarian, karena membludaknya jumlah pendaki terutama di hari libur. Semakin banyak jumlah pendaki mengakibatkan semakin banyaknya karakeristik para pendaki. Jikalau sebelumnya pendaki gunung hanya mereka yang berasal dari kelompok pecinta alam atau pelatihan fisik dan survival seperti tim Search and Rescue (SAR, sekarang hampir siapapun ingin mendaki gunung dengan alasan-alasan yang berbeda-beda. Salah satu yang paling mencolok diantara karakteristik atau kelompok pendakian yaitu pendaki berhijab panjang yang memakai rok. Fenomena perempuan berhijab mendaki gunung, kini semakin sering terlihat di berbagai jalur pendakian Nusantara. Mereka tampil percaya diri menapaki jalur terjal dengan balutan busana syar’i yang tetap santun tanpa mengurangi semangat petualangan. Kehadiran para pendaki berhijab ini mematahkan stereotip bahwa hijab membatasi aktivitas fisik, tetapi juga menjadi inspirasi bahwa kecintaan pada alam, selaras dengan komitmen menjaga nilai-nilai keimanan. Apapun niat para pendaki, bisa dipastikan mayoritas pakaian mereka hampir sama yaitu celana dan kaos yang berarti nyaman dan nggak ribet, karena ketika naik gunung kita akan berhadapan dengan berbagai medan yang sulit, dan diharapkan pakaian tidak akan mengganggu ketika mendaki. Bayangkan kita harus mendaki trek yang lumayan terjal dan rok menghalangi kaki kita untuk melangkah. Bayangan seperti itulah yang dilihat kebanyakan pendaki ketika melihat pendaki berhijab yang memakai rok. Perjalanan mendaki pun menjadi simbol keteguhan hati, kemandirian, sekaligus wujud syukur atas ciptaan Allah yang menakjubkan. Mundur ke beberapa tahun sebelumnya, ketika aturan olahraga wanita profesional melarang penggunaan hijab dikarenakan tidak sesuai standar internasional, atlit dari negara mayoritas muslim harus memilih antara melepaskan hijab dan mengikuti pakaian standar internasional untuk mewujudkan mimpinya atau mempertahankan hijab tapi melepaskan kesempatan untuk menjadi atlit professional. Situasi perlahan berubah, sampai ketika Nike mengeluarkan produk The Nike Hijab Pro pada musim semi 2018. Menurut BBC, hijab khusus olahraga sudah berkembang bertahun-tahun sebelumnya, tapi Nike merupakan perusahaan besar pertama yang berfokus kepada kebutuhan pakaian olahraga perempuan muslim. Nike mengubah perspektif Hijab dalam dunia olahraga ke arah yang lebih baik secara profesional maupun general. Pergerakan hijab sebenarnya sudah dimulai secara internasional sejak 2012 ketika pelari berhijab mengambil panggung global di London. Kembali kepada pendaki yang memaki hijab panjang dan rok ketika mendaki gunung. Dalam situasi yang berbeda, mereka menghadapi masalah yang sama dengan atlit professional. Mereka ingin menerapkan prinsip mereka ke dalam berbagai kegiatannya. Berbagai macam rok dibuat untuk kenyamanan pendaki, diantara yang paling terkenal yaitu model celana berbalut rok. Itu sangat jenius. Ketika berjalan biasa menjadi rok, ketika mendaki jalan yang terjal, maka akan menjadi celana tanpa memperlihatkan lekuk kaki karena tertutup kain rok yang fleksibel. Mereka naik gunung dengan prinsip mereka. Namun, yang paling membedakan pendaki hijab rok ini bukanlah pakaiannya, tetapi niatnya untuk mendaki gunung. Alam bisa menambah rasa syukur mereka terhadap pencipta. Kalau pendaki lain menghabiskan malam di gunung dengan tidur sampai pagi, mereka meniatkan bangun sepertiga malam untuk tahajud sambil menggigil karena kedinginan, setelah itu masih menyempatkan diri membaca alquran. It’s a lifestyle with valuable values. Tren ini pun dibarengi dengan semakin banyaknya influencer dengan value yang sama. Peran Influencer dalam sebuah gaya hidup itu penting. Bagi Heriyanti & Wirapraja (2018: 141), pesan yang influencer berikan dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Bagi beberapa hal, Influencer juga dapat memberikan jaminan keamanan bagi pengikutnya bahwa mereka tidaklah sendirian dan secara tidak langsung membentuk komunitas dengan visi yang sama. Bermunculannya influencer pendaki gunung dan traveler dengan pakaian syari seperti akun Instagram dailyalya dengan postingannya yang berfokus di naik gunung, jalan-jalan dan kajian keagamaan, seakan menambah karakteristik pendaki gunung yang mungkin selama ini tidak ada. Influencer  tersebut juga membantu para pendaki lainnya mengubah perspektif mereka terhadap pendaki berhijab dengan rok panjang. Bayangkan membuka media sosial dan melihat postingan dari pendaki berhijab dengan rok panjang lewat di explore anda dan postingan tersebut dilike oleh banyak orang. Pemikiran orang-orang perlahan berubah. Melihat rombongan pendaki melaksanakan ibadah di jalur pendakian bukan lagi menjadi hal aneh. Hal tersebut menjadi gaya hidup yang semakin umum. Para pendaki hijab dengan rok panjang sudah berjuang keras untuk prinsipnya, untuk gaya hidupnya. Mereka tidak kalah dengan keadaan dan mereka boleh bangga akan hal tersebut. Mereka telah membalut gunung dengan hijabnya. Kontributor : Fikri Maulana Editor  : Toto Budiman

Read More

Gaya Hidup Muslim: Harmoni Antara Iman dan Kehidupan Modern

Surabaya – 1miliarsantri.net: Gaya hidup Muslim atau Muslim lifestyle adalah cara hidup yang berpijak pada ajaran Islam sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Lebih dari sekadar ritual ibadah, gaya hidup ini mencerminkan nilai-nilai spiritual, moral, sosial, dan bahkan ekonomi yang diajarkan dalam Islam. Di tengah arus globalisasi dan modernitas yang begitu cepat, gaya hidup Muslim hadir sebagai jalan tengah yang menyeimbangkan antara keimanan dan dinamika dunia modern. 1. Landasan Gaya Hidup Muslim Gaya hidup Muslim berakar pada dua sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah (ajaran dan teladan Nabi Muhammad SAW). Setiap aspek kehidupan seorang Muslim, mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur, diatur dalam kerangka nilai-nilai Islam. Hal ini meliputi akhlak, pola makan, berpakaian, hubungan sosial, hingga manajemen waktu dan keuangan. Prinsip utama dalam gaya hidup ini adalah tauhid (keyakinan akan keesaan Allah), yang kemudian mendorong setiap Muslim untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Kesadaran bahwa hidup adalah bentuk pengabdian kepada Allah menjadikan setiap tindakan memiliki makna spiritual. 2. Keseimbangan Dunia dan Akhirat Salah satu ciri utama gaya hidup Muslim adalah upaya menyeimbangkan antara kebutuhan duniawi dan akhirat. Islam tidak melarang umatnya untuk sukses dalam hal dunia seperti bisnis, pendidikan, atau karier. Justru, Islam mendorong umatnya untuk menjadi yang terbaik dalam bidangnya, selama dilakukan dengan cara yang halal dan etis. Konsep ihsan (berbuat dengan sebaik-baiknya) mendorong seorang Muslim untuk selalu optimal dalam pekerjaan, disiplin dalam waktu, serta jujur dalam setiap transaksi. Prinsip ini sejalan dengan tuntutan kehidupan modern yang menekankan produktivitas dan profesionalisme. 3. Pola Hidup Sehat dan Bersih Islam sangat menekankan kebersihan dan kesehatan. Konsep thaharah (bersuci) tidak hanya berkaitan dengan wudhu atau mandi wajib, tetapi mencakup kebersihan tubuh, pakaian, makanan, dan lingkungan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kebersihan adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim) Dalam hal makanan, gaya hidup Muslim mengedepankan konsumsi yang halal dan tayyib (baik dan sehat). Ini berarti tidak hanya memperhatikan aspek halal dari sisi hukum agama, tetapi juga memastikan makanan tersebut bergizi dan tidak membahayakan kesehatan. Saat ini, gaya hidup sehat ala Muslim menjadi tren tersendiri, seperti konsumsi makanan organik, herbal, dan alami yang sejalan dengan nilai halalan thayyiban. 4. Pakaian sebagai Identitas dan Etika Berpakaian dalam gaya hidup Muslim tidak sekadar soal mode, tetapi juga refleksi dari nilai etika dan identitas. Konsep berpakaian dalam Islam mengedepankan prinsip kesopanan, kesederhanaan, dan kehormatan. Bagi laki-laki dan perempuan, aurat harus dijaga sesuai dengan syariat. Tren fashion Muslim modern saat ini berhasil menyatukan nilai religius dengan selera gaya. Banyak brand lokal maupun internasional yang menghadirkan busana Muslim yang modis tanpa mengesampingkan nilai-nilai syar’i. Inilah bukti bahwa gaya hidup Muslim bisa tetap relevan dan dinamis di tengah tren global. 5. Hubungan Sosial dan Kemanusiaan Gaya hidup Muslim juga menekankan pentingnya menjalin hubungan sosial yang baik. Islam sangat menjunjung tinggi nilai kasih sayang, tolong-menolong, dan keadilan dalam masyarakat. Konsep ukhuwah (persaudaraan) mengajarkan bahwa seorang Muslim harus peduli terhadap sesama, terutama kaum lemah dan yang membutuhkan. Zakat, infak, dan sedekah bukan hanya kewajiban spiritual, tapi juga mekanisme sosial yang mampu menciptakan keadilan dan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Gaya hidup Muslim mendorong umatnya untuk aktif dalam kegiatan sosial, menjadi pribadi yang bermanfaat, dan menjaga perdamaian. 6. Teknologi dan Digital Life dalam Gaya Hidup Muslim Di era digital, gaya hidup Muslim juga merambah dunia teknologi. Aplikasi pengingat salat, e-commerce halal, platform zakat digital, hingga influencer Muslim yang membagikan inspirasi hijrah di media sosial, adalah contoh nyata bahwa Islam mampu hadir dalam berbagai aspek kehidupan modern. Namun demikian, seorang Muslim tetap dituntut untuk bijak dalam menggunakan teknologi. Prinsip amanah (bertanggung jawab) dan hijab digital (etika dalam dunia maya) menjadi penting dalam menjaga adab dalam berselancar di dunia digital. 7. Kesimpulan Gaya hidup Muslim adalah manifestasi dari ajaran Islam yang menyatu dalam setiap aspek kehidupan. Ia bukan gaya hidup yang kaku atau kuno, melainkan fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, selama tetap berpijak pada nilai-nilai tauhid, etika, dan kemanusiaan. Di tengah tantangan global dan pengaruh budaya luar, gaya hidup Muslim hadir sebagai solusi untuk hidup yang lebih seimbang, bermakna, dan berkepribadian. Menjadi Muslim di zaman modern bukanlah halangan, justru menjadi kesempatan untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam tetap relevan dan menyejukkan bagi dunia. Dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan dalam setiap aspek aktivitas, seorang muslim dapat tetap produktif, kreatif, dan terbuka pada perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri spiritualnya. Inilah harmoni yang mengajarkan kita bahwa kemajuan dan ketakwaan bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi untuk menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan berkah. Kontributor : Angga Setiawan Editor : Toto Budiman

Read More

Self Healing Islami: Menemukan Ketenangan Hati Lewat Ibadah Sehari-hari

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, istilah self healing makin sering terdengar. Banyak orang merasa butuh “menyembuhkan” diri dari stres, overthinking, atau luka batin yang menumpuk. Caranya bermacam-macam: ada yang liburan ke alam, menikmati kopi sendirian di kafe, atau memanjakan diri di rumah. Namun, bagi seorang Muslim, self healing sejati bukan hanya soal melepas penat secara fisik. Lebih dari itu, Islam mengajarkan cara merawat hati agar tetap tenang dan kuat, dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menariknya, nilai-nilai mindfulness yang kini ramai diperbincangkan di barat, sebenarnya sudah diajarkan Islam sejak berabad-abad lalu. Ibadah Harian Sebagai Penawar Stres Salah satu “obat” stres yang sering dilupakan adalah shalat khusyuk. Gerakan shalat yang teratur, dari takbir hingga salam, adalah latihan mindfulness yang mendalam. Saat shalat, kita diajak berhenti sejenak dari riuhnya urusan dunia, memusatkan hati hanya pada satu tujuan, yakni menghadap Sang Pencipta. Sholat khusyuk bukan hanya gerakan fisik, melainkan ibadah yang menghubungkan hati dengan Allah SWT. Orang yang khusyuk merasakan ketenangan, ketundukan, dan penghayatan bahwa ia sedang berdialog langsung dengan Tuhannya. Air wudhu yang membasuh wajah, tangan, kaki, dapat membersihkan bukan hanya hadas, tapi juga rasa penat. Ruku’, sujud, dan duduk di antara dua sujud melatih tubuh tetap lentur, sekaligus menenangkan pikiran. Tidak heran Rasulullah SAW menjadikan shalat sebagai penyejuk hati, penenang di tengah letihnya hidup. Selain shalat, dzikir dan doa juga menjadi penyangga jiwa. Dengan berdzikir, kita mengingat kembali siapa diri kita sebenarnya: hamba yang lemah tanpa pertolongan-Nya. Lafaz sederhana seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar yang diulang pelan-pelan, bisa meredakan cemas. Begitu juga doa, ia menjadi cara paling jujur untuk menumpahkan isi hati, meminta pertolongan, dan melepas beban yang selama ini disimpan sendiri. Membaca Qur’an, Bersilaturahmi, dan Me Time yang Bermakna Bagi banyak orang, Al-Qur’an bukan hanya bacaan ibadah, tapi juga sahabat hati. Ayat-ayatnya yang lembut menenangkan pikiran, mengingatkan bahwa hidup di dunia hanyalah persinggahan. Kadang cukup beberapa ayat, lalu direnungi maknanya, hati sudah terasa lebih ringan. Selain mendekat pada Allah, Islam juga mengajarkan self healing lewat silaturahmi. Bercerita pada teman yang dipercaya, saling mendengar tanpa menghakimi, bisa membuat beban terasa setengah lebih ringan. Bahkan Rasulullah SAW menganjurkan kita menjaga hubungan baik dengan keluarga, tetangga, sahabat. Dari situ, kita belajar bahwa self healing bukan hanya tentang “menyendiri”, tetapi juga tentang “berbagi”. Tentu saja, aktivitas me time juga perlu. Islam tidak melarang seseorang mengambil jeda. Nabi pun beristirahat, berjalan di alam, bercengkerama bersama sahabat. Jalan-jalan ke pegunungan, berkemah, sekadar ngopi di teras rumah, semuanya bisa jadi healing asal tidak melanggar batas syariat dan tidak berlebihan. Bahkan bisa menjadi ibadah bila diniatkan untuk menjaga amanah tubuh agar tetap sehat. Merawat Diri, Merawat Iman Di era digital, banyak orang merasa lelah tapi tak tahu cara istirahat. Gawai terus menyala, pikiran sulit diam, hati gelisah. Di sinilah pentingnya membangun kebiasaan kecil, seperti tidur yang cukup, makan sehat, dan menjauh sejenak dari layar ponsel. Semua ini bisa jadi ibadah jika diniatkan menjaga kesehatan demi tetap kuat beribadah. Pada akhirnya, self healing Islami bukan sekadar metode sesaat, tapi cara merawat iman setiap hari. Shalat lima waktu, dzikir, membaca Qur’an, silaturahmi, hingga merawat tubuh, semuanya saling terhubung. Kita diajak kembali pada diri sendiri, lalu kembali pada Allah. Karena sekuat apa pun kita berusaha menenangkan hati dengan cara dunia, kedamaian sejati tetap datang dari-Nya. Di tengah hiruk pikuk kehidupan, luangkan waktu untuk menepi. Tarik napas, ambil wudhu, dan sampaikan semua gelisahmu pada Dia Yang Maha Mendengar. Hati yang dekat dengan-Nya adalah hati yang selalu menemukan jalan pulang. Pada akhirnya, setiap dari kita sedang berproses untuk sembuh. Bukan hanya dari lelah fisik, tapi juga dari penatnya pikiran dan rapuhnya hati. Dan tak ada obat yang lebih manjur daripada kembali mengingat untuk apa kita diciptakan, yakni menjadi hamba, yang ketika lelah, selalu punya sandaran. Semoga setiap langkah kecil menuju ketenangan ini jadi bagian dari ibadah. Karena sebaik-baik istirahat bukan di dunia, tapi kelak saat kita pulang dalam keadaan damai dan dicintai oleh-Nya. Self healing Islami bukan sekadar upaya menenangkan diri, tetapi juga jalan mendekatkan hati kepada Allah SWT melalui ibadah sehari-hari. Dzikir, shalat, membaca Al-Qur’an, dan doa yang tulus menjadi sumber kekuatan batin yang mampu mengikis kegelisahan dan menumbuhkan ketenangan hakiki. Dengan menjadikan ibadah sebagai penopang jiwa, setiap ujian hidup dapat dihadapi dengan sabar, ikhlas, dan keyakinan bahwa pertolongan Allah selalu dekat bagi hamba yang tawakal. Kontributor : Yesika Fara Editor : Toto Budiman

Read More

Menyoal Minim Kemampuan Literasi, Jelang Penerapan Kurikulum Kecerdasan Buatan

Jakarta – 1miliarsantri.net : Langkah strategis dalam menyongsong era digital, diambil sebagai pilihan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI saat ini. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti mengatakan kurikulum kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan coding bakal diterapkan sebagai mata pelajaran pilihan pada tahun ajaran baru 2025/2026. Kebijakan tersebut diperkirakan mulai terlaksana di medio Juli mendatang. Abdul Mu’ti menambahkan nantinya kurikulum tersebut mulai diajarkan untuk jenjang siswa kelas 5 sekolah dasar (SD)  hingga sekolah menengah atas (SMA). Dia menegaskan dua mata pelajaran itu akan diterapkan di sekolah yang sudah siap dari segi sarana internetnya  dan alat yang mumpuni. Pengenalan awal pembelajaran digital dilakukan dengan materi logika komputasi dan kecerdasan buatan. Adapun tujuan Kemendikdasmen memasukkan AI dan coding ke kurikulum guna membangun generasi yang unggul. Terutama dalam hal menguasai teknologi dan mampu menggunakannya untuk hal positif. Isi materi pembelajaran AI dan coding dirancang secara bertahap, relevan, dan menyesuaikan dengan usia peserta didik.  Lantas jelang penerapannya, kurikulum itu mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menyampaikan mestinya pemerintah lebih fokus untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa terlebih dulu yang duduk di tingkat SD dan SMP. Sebab kemampuan peserta didik dalam dua aspek tersebut, dinilai masih rendah. “Saya enggak bisa bayangkan (kemampuan) literasi dan numerasi ini masih sangat buruk, tapi  kita paksakan AI dan coding terus jadinya apa? Menurut saya di jenjang pendidian dasar kita ini SD, SMP sudah kebanyakan mata pelajaran. Jadi enggak jelas kompetensi yang dicapai tuh apa, pendidikan karakternya jadi tidak berhasil. Kemudian kemampuan dasar literasi dan numerasi juga progresnya tidak bagus,” ucapnya ketika dihubungi 1miliarsantri.net, Jumat (27/6/2025). Menurutnya, mata pelajaran AI dan coding itu lebih tepat diterapkan pada jenjang SMA,  “Karena menurut saya pendidikan dasar ini lebih pas untuk penguatan literasi, numerasi dan karakter jauh lebih penting,” tuturnya. Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi dalam pendidikan di Indonesia tercermin dari hasil penilaian Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Pada penilaian PISA 2022, secara keseluruhan Indonesia mendapatkan skor PISA 369 poin. Ironisnya, skor PISA 2022 ini merupakan skor terendah Indonesia yang nilainya relatif sama dengan skor tahun 2003 dan 2006. Dilihat dari masing-masing aspek yang dinilai, diketahui untuk pengetahuan matematika, Indonesia mendapatkan skor 366 poin. Penilaian pada aspek membaca, Indonesia mendapatkan skor 359 poin. Terakhir, domain sains dengan skor 383 poin. Dari ketiga domain penilaian tersebut, jelas bahwa penilaian terendah yang didapatkan Indonesia adalah pada aspek membaca. Bila dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan Asia lainnya, situasi pendidikan di Indonesia menyedihkan. Misalnya Singapura dengan rata-rata skor PISA 560; Jepang mencapai skor 533; Korea Selatan mendapatkan angka 523; serta sejumlah negara lainnya, seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, mendapat skor lebih baik dari Indonesia. Hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)  Iman Zanatul Haeri. Dia tak menampik bahwa penggunaan AI kini sudah merambah dunia pendidikan di Indonesia. Namun dia mengingatkan betapa perlunya peningkatan kemampuan literasi dan numerasi sebagai pondasi, sebelum mempelajari AI. Sebab AI juga tak lepas dari bias informasi yang jika ditelan mentah-mentah, bisa merugikan kelompok tertentu atau memperkuat stereotipe yang sudah ada. “Kelemahan AI ini juga mengandung bias karena dia menyediakan pikiran tunggal dan ini sebenarnya juga perlu diantisiapsi bagi anak-anak. Oleh karena itu kami melihat bahwa pembelajaran AI  ini bukan prioritas utama, proritasnya adalah meningkatkan daya literasi dan numerasi anak-anak kita. Karena kalaupun itu tidak ditingkatkan dulu, maka  pembelajaran AI akan menjadi sangat mentah,” jelasnya ketika dihubungi. Mengutip dari situs Artificial Intelligence Center Indonesia (AiCI),  bias dalam AI terjadi ketika sistem kecerdasan buatan menghasilkan keputusan yang condong atau tidak adil. Bias ini dapat muncul dari berbagai sumber, termasuk data yang digunakan untuk melatih AI. Dampak negatif bias dalam AI termasuk diskriminasi, ketidakadilan, dan memperkuat stereotipe. Iman menambahkan perlu adanya aturan dalam penggunaan AI di dunia pendidikan agar guru maupun siswa bisa terlindungi dari bias tersebut. “Kami dari P2G sejak lama  mengusulkan  agar ada pengaturan etik AI di dunia pendidkan atau AI for Education kita bisa mengacu pada Beijing Concensus, di mana ketika kita  hidup di tempat yang banyak AI kata dalam naskah tersebut guru dan siswa harus dipersiapkan  untuk hidup di lingkungan seperti itu. Persiapan ini bukan hanya soal pelatihan, tapi juga perlindungan bagaimana melindungi guru dan siswa kita. Misalnya dari bias AI  yang bisa merusak hubungan guru dan siswa karena ada aktor ketiga di dalam kelas,” terangnya. Menghadapi era penerapan kurikulum kecerdasan buatan, kemampuan literasi yang kuat menjadi pondasi penting agar generasi muda tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga mampu berpikir kritis, kreatif, dan bijak dalam memanfaatkannya. Kontributor : Ardhi Ridwansyah Editor : Toto Budiman

Read More

Museum Imersif: Wisata Edukatif Kekinian untuk Libur Sekolah Anak

Surabaya – 1miliarsantri.net : Berwisata saat libur sekolah menjadi momen yang paling dinantikan anak-anak untuk melepaskan penat setelah rutinitas belajar. Salah satu rekomendasi tempat libur sekolah edukatif yaitu museum berteknologi imersif, wisata edukatif kekinian yang memadukan teknologi interaktif, pameran visual memukau, dan pengalaman belajar yang seru.  Museum selama ini memiliki stigma berupa bangunan diam, sekadar sebagai tempat menyimpan benda-benda kuno di masa lampau. Bahkan kerap kali muncul olok-olok ‘dimuseumkan saja’ saat ada suatu barang yang tampak sudah tak berguna dan usang. Museum berteknologi imersif bukan sekadar rekomendasi tempat wisata edukatif. Akan tetapi sebagai ruang pengalaman interaktif bagi generasi muda dengan sejarah, budaya lebih relevan, atraktif dan inklusif. Transformasi ini menjadi jawaban terhadap stigma lama tentang museum yang selama ini dikenal sebagai tempat ‘kaku’ dan ‘membosankan’. “Tapi selama ini kan anak lebih suka ke mall kalau liburan. Karena lebih nyaman dan relevan dengan mereka. Kalau museum ‘kemasan’nya baru seperti berteknologi imersif maka akan mampu menggaet antusiasme generasi muda,” ujar Founder Komunitas Historia Asep Kambali kepada 1miliarsantri.net, Kamis (26/6). Tak hanya menghibur, museum imersif mengajak anak-anak mengeksplorasi ilmu pengetahuan, seni, dan budaya dengan cara yang lebih menyenangkan dan mudah dipahami. Inilah pilihan liburan yang tak sekadar memberi hiburan, tetapi juga memperkaya pengetahuan dan kreativitas mereka. Diketahui museum berteknologi imersif memanfaatkan teknologi digital canggih untuk menciptakan pengalaman yang lebih interaktif. Pengunjung seolah-olah masuk dan berada di lingkungan dan situasi nyata terkait objek di dalam museum. Misalnya, melalui pemanfaatan Virtual Reality (VR) di mana pengunjung mampu menjelajahi lingkungan digital tiga dimensi seperti berjalan di kota kuno hingga melihat peristiwa sejarah secara langsung. Lalu ada pula Augmented Reality (AR) melalui penambahan elemen digital (gambar, suara, hingga animasi) ke dunia nyata yang dapat dilihat di layar smartphone hingga tablet. Selanjutnya, Extended Reality (XR)  adalah gabungan dari Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), dan Mixed Reality (MR), yang menciptakan spektrum pengalaman imersif antara dunia nyata dan dunia digital. Ini memungkinkan berwisata secara virtual dengan pengalaman yang lebih realistis dan interaktif. Penelitian global dari Proyek Museum in the Metaverse (MiM) oleh Universitas Glasgow mengungkap tingginya minat publik dalam pemanfaatan teknologi VR dan XR untuk mengakses koleksi museum. Adapun 79% responden tertarik menggunakan teknologi VR dan XR untuk menjelajahi koleksi museum. Sejumlah museum di Indonesia yang telah memanfaatkan teknologi imersif diantaranya Museum Surabaya Siola yang memberikan pengalaman pengunjung untuk menelusuri sejarah transportasi dari masa kolonial hingga modern. Di Jakarta, terdapat Museum Wayang tampil dengan wajah baru melalui pemanfaatan teknologi imersif seperti AR, VR, Mixed Reality (MR), ruang 360°, hingga hologram dan permainan interaktif. Di Indonesia, beberapa museum telah menerapkan teknologi imersif seperti Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), dan video-mapping untuk menciptakan pengalaman yang lebih interaktif dan menarik. Diantaranya museum Surabaya Siola menghadirkan perjalanan sejarah transportasi melalui VR dan AR. Sementara Museum Wayang di Jakarta dilengkapi dengan AR, VR, Mixed Reality, ruang 360°, dan hologram. Ada pula Museum Nasional Indonesia memiliki Ruang Imersif dengan proyeksi sejarah Nusantara secara visual. Tak ketinggalan di Jawa Tengah terdapat Museum Sangiran yang menggunakan AR untuk menampilkan rekonstruksi manusia purba. Di daerah Bali, Agung Rai Museum of Art (ARMA) menghadirkan pertunjukan tari tradisional melalui teknologi imersif. Bahkan situs bersejarah seperti Candi Borobudur kini dapat dijelajahi secara virtual. Teknologi ini menjadi cara baru untuk menghidupkan sejarah dan budaya, terutama bagi generasi muda. Museum Sebagai Ruang Edukasi Interaktif, Personal dan Emosional Dengan dukungan teknologi tersebut, museum mampu menciptakan pengalaman yang lebih personal dan mendalam bahkan mampu menyentuh sisi emosional pengunjung. Contohnya, pengunjung dapat “masuk” ke dalam Perang Diponegoro melalui simulasi VR yang realistis, menyaksikan langsung bagaimana taktik perang gerilya dijalankan, atau mengalami suasana sidang BPUPKI lewat rekonstruksi digital suara dan gambar. Lebih dari memperkaya pengetahuan sejarah, pengalaman ini membentuk keterhubungan emosional pengunjung dengan peristiwa masa lalu. Dengan merasakan langsung atmosfer dan dinamika sejarah, pengunjung tidak sekadar memahami fakta, tetapi juga menghayati nilai-nilai perjuangan, semangat kebangsaan, dan makna kebudayaan yang diwariskan. Inklusivitas dan Aksesibilitas Museum Digital Melalui teknologi digital ini pula memungkinkan museum untuk menjadi lebih inklusif mempunyai aksesibilitas yang tinggi. Itu artinya, kita tak perlu lagi khawatir harus datang ke museum secara langsung tapi bisa mengaksesnya melalui smartphone manapun dan kapanpun. Melalui teknologi AR dan VR, koleksi museum kini bisa diakses dari rumah, sekolah, atau bahkan melalui ponsel pribadi. Sebagai contoh, Museum Nasional Indonesia telah mulai mengembangkan tur virtual yang memungkinkan siapa pun untuk ‘berjalan’ di dalam museum secara online. Koleksi seperti arca, prasasti, atau artefak budaya bisa dilihat dari berbagai sudut, lengkap dengan penjelasan multimedia. Menghidupkan Kembali Identitas Budaya melalui Teknologi Lebih dari sekadar modernisasi fasilitas, transformasi museum berteknologi imersif merupakan asa untuk menghidupkan kembali identitas budaya. Di tengah gempuran budaya global, museum bisa menjadi ruang pertemuan lintas generasi untuk mengenal, memahami, dan menghargai akar budaya sendiri. Melalui penyajian yang atraktif dan kontekstual, generasi muda tidak hanya diajak mengetahui cerita masa lalu, tetapi juga memahami relevansinya terhadap masa kini dan masa depan. Tak hanya memberikan hiburan visual yang memukau, tempat ini juga merangsang rasa ingin tahu, kreativitas, dan pemahaman mereka terhadap berbagai pengetahuan baru. Jadi, jika Anda ingin menghadirkan liburan yang berkesan sekaligus bermanfaat, mengajak anak menjelajahi museum imersif bisa menjadi pengalaman tak terlupakan yang memperkaya wawasan mereka sejak dini. Kontributor : Ramadani Editor : Toto Budiman

Read More

Ragam Inovasi Edutekno Islami yang Bikin Belajar Makin Seru

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di era digital yang kian maju, teknologi bukan lagi sekadar alat, melainkan jembatan emas menuju pengetahuan. Begitu pula dalam pendidikan Islam, inovasi edutekno hadir untuk menjadikan proses belajar lebih menarik, interaktif, dan mudah diakses oleh siapa saja. Mari kita selami berbagai inovasi yang sedang berkembang. Memahami Edutekno Islami: Perpaduan Ilmu dan Teknologi Edutekno Islami adalah pendekatan inovatif yang mengintegrasikan teknologi modern dalam pembelajaran nilai-nilai, ajaran, dan kebudayaan Islam. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman belajar yang lebih efektif, efisien, dan relevan dengan gaya hidup generasi digital. Ini bukan hanya tentang memindahkan buku ke layar, melainkan mengubah cara kita berinteraksi dengan ilmu agama. Mengapa Edutekno Islami Penting? Ragam Inovasi Edutekno Islami yang Mencerahkan Dunia edutekno Islami semakin kaya dengan berbagai terobosan. Berikut adalah beberapa inovasi yang patut Anda ketahui: 1. Aplikasi Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadis Interaktif 2. Platform E-learning dan Kursus Online Islami 3. Teknologi Realitas Virtual (VR) dan Realitas Tertambah (AR) untuk Wisata Religi 4. Permainan Edukasi Islami (Edutainment) 5. Pemanfaatan Podcast dan Video Pembelajaran Islami Tantangan dan Peluang di Masa Depan Meskipun inovasi edutekno Islami menawarkan banyak keuntungan, ada pula tantangan yang perlu dihadapi: Namun, peluang untuk pengembangan sangatlah besar. Kolaborasi antara ahli teknologi, pendidik agama, dan yayasan Islam akan menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem edutekno Islami yang lebih maju dan inklusif. Menjelajahi Cakrawala Baru Pembelajaran Islami Inovasi edutekno Islami telah membuka pintu menuju era baru pembelajaran yang lebih dinamis dan menarik. Dengan memanfaatkan potensi teknologi secara optimal, kita dapat memastikan bahwa ajaran Islam tetap relevan dan mudah diakses oleh setiap generasi. Mari bersama berpartisipasi dalam menciptakan masa depan pendidikan Islam yang gemilang. Apakah Anda tertarik untuk turut serta dalam pengembangan inovasi edutekno Islami ini? Kunjungi situs web https://ckti.co.id untuk mengetahui lebih lanjut tentang program digital dan inisiatif layanan jasa dan portofolio project IT yang sudah kami tangani! Atau hubungi konsultan IT di wa.me/6281248832242 Kontributor : Lintang Elaeis Editor : Toto Budiman

Read More

Hijab Skena: Modest Fashion yang Digemari GenZ

Surabaya – 1miliarsantri.net : Tren hijab di kalangan Gen Z berkembang menjadi lebih dari sekadar ekspresi religius. Dalam beberapa tahun terakhir, generasi muda yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 ini menjadikan hijab sebagai bagian dari gaya hidup, identitas sosial, sekaligus bentuk kebebasan berekspresi. Melalui media sosial dan komunitas daring, berbagai model hijab baru bermunculan dan membentuk apa yang kini populer disebut sebagai “hijab skena.” Hijab skena identik dengan gaya berpakaian yang estetik dan kekinian, namun tetap mengedepankan prinsip modesty. Ciri khas gaya ini antara lain penggunaan warna-warna pastel lembut, bahan hijab yang flowy seperti voal dan hycon, serta padu padan fashion seperti blouse oversized, straight pants, hingga sneakers chunky. Selain itu, pemakaian aksesori tambahan seperti totebag kain, anting jilbab, dan kacamata bening juga menjadi pelengkap gaya yang populer di kalangan Gen Z berhijab. Fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari peran media sosial, terutama TikTok, Instagram, dan Pinterest. Berdasarkan laporan Statistik tahun 2024, sebanyak 78% remaja putri Indonesia usia 18–24 tahun mengaku mencari inspirasi gaya hijab melalui platform digital. Tak sedikit dari mereka yang mengikuti akun fashion hijab, tutorial styling, hingga video mini haul yang menampilkan padu padan hijab estetik. Gaya ini tidak hanya menunjukkan sisi kreatif, tetapi juga mencerminkan keinginan Gen Z untuk menyesuaikan identitas religius dengan tren masa kini. Di berbagai kota besar seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung, mulai banyak bermunculan komunitas hijab Gen Z yang aktif berkegiatan. Komunitas ini biasanya berawal dari pertemanan di media sosial, lalu berkembang menjadi forum daring dan akhirnya bertransformasi menjadi ruang aktivitas offline. Kegiatan mereka cukup beragam, mulai dari workshop mix and match hijab, sesi foto estetik, hingga diskusi terbuka tentang self-love, kesehatan mental, dan pengembangan diri. Semua dilakukan dalam suasana yang terbuka dan saling mendukung, menjadikan komunitas hijab skena sebagai ruang aman bagi Gen Z untuk berekspresi tanpa tekanan. Di lingkungan kampus dan dunia kerja, gaya berhijab Gen Z juga mulai diterima secara luas. Gaya praktis dan rapi menjadi pilihan dominan, seperti penggunaan pashmina instan, hijab segi empat pre-iron, atau model turban santun yang tetap formal. Mereka cenderung memilih bahan ringan yang mudah dibentuk, seperti voal premium dan chiffon ceruti. Gaya ini memungkinkan mobilitas tinggi serta tetap sesuai dengan tuntutan profesionalisme di ruang akademik maupun korporat. Perubahan ini sejalan dengan meningkatnya kebijakan diversity and inclusion di institusi pendidikan dan perusahaan. Beberapa kampus bahkan menyediakan ruang shalat khusus dan memperbolehkan variasi pakaian religius selama tetap memenuhi standar tata busana akademik. Hal ini juga dapat ditemui di dunia kerja, makin banyak perusahaan yang mendukung pemakaian hijab dalam format casual professional, sebagai bagian dari identitas karyawan. Industri fesyen muslimah Tren hijab skena di kalangan Gen Z juga turut mendorong tumbuhnya wirausaha digital. Menurut laporan IQVIA tahun 2023, pertumbuhan industri fesyen muslimah di Indonesia naik 11% per tahun, dan hijab merupakan salah satu komoditas utamanya. Banyak dari pelaku bisnis ini adalah perempuan muda Gen Z yang menjalankan bisnis hijab online melalui marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Instagram Shop. Mereka menggunakan pendekatan content marketing yang segar dan personal, seperti membuat video styling, review bahan hijab, hingga kolaborasi dengan mikro influencer lokal. Di sisi lain, geliat bisnis ini juga melahirkan berbagai brand lokal baru yang fokus pada produksi hijab estetik ramah kantong. Mereka tak hanya menjual produk, tapi juga membangun narasi melalui tagline yang menyuarakan kepercayaan diri, empowerment, dan cinta diri. Inilah yang menjadikan hijab skena tidak semata-mata fesyen, tetapi juga gerakan sosial yang mendukung semangat kewirausahaan dan pemberdayaan perempuan muda. Tren hijab dan literasi agama Dalam konteks pendidikan, tren hijab skena juga menyentuh dunia literasi agama. Survei yang dilakukan oleh Cakrawala Institute pada 2022 mencatat bahwa 54% muslimah Gen Z merasa tidak cukup mendapatkan literasi keislaman yang kontekstual di lingkungan formal. Hal ini mendorong komunitas hijab untuk mengadakan kelas tafsir, diskusi tentang nilai-nilai hijrah, serta pembelajaran tentang adab berpakaian secara interaktif. Semua dikemas dalam forum yang ringan dan ramah, dengan pendekatan non-doktrinal. Kegiatan ini juga disertai dengan kampanye tentang kesehatan mental, self-care, dan relasi tubuh, menandakan bahwa Gen Z tidak hanya fokus pada penampilan luar, tetapi juga memperhatikan keseimbangan batin. Mereka belajar memahami bahwa berhijab bukan semata simbol kesalehan, tetapi pilihan sadar yang dilandasi refleksi diri dan nilai spiritual yang personal. Namun, fenomena hijab skena juga tidak lepas dari kritik. Sebagian kalangan menilai bahwa gaya ini berisiko menggeser esensi hijab menjadi sekadar tren atau gaya hidup konsumtif. Isu lain seperti adanya tekanan sosial terhadap bentuk tubuh dan warna kulit juga muncul, terutama saat konten hijab estetik terlalu distandarisasi pada satu tipe penampilan. Meskipun begitu, Gen Z memiliki kesadaran kritis yang cukup tinggi untuk mengelola dinamika tersebut, termasuk membentuk wacana tandingan lewat media sosial tentang “hijab no filter” atau “hijab for all body types.” Ke depan, tren hijab skena diprediksi akan terus berkembang seiring laju digitalisasi dan kesadaran individu dalam membentuk identitas religius yang kontekstual. Gaya ini tidak lagi dimaknai sebagai dikotomi antara religius atau tidak, tetapi sebagai spektrum pemaknaan yang luas, inklusif, dan penuh warna. Dengan dorongan komunitas, kreativitas digital, dan kesadaran spiritual yang terus berkembang, hijab di kalangan Gen Z bertransformasi menjadi simbol kekuatan narasi baru. Narasi yang menempatkan perempuan muslimah muda sebagai agen perubahan, baik di ranah sosial, ekonomi, maupun budaya. Bukan sekadar menutupi kepala, tetapi juga membuka jalan bagi ekspresi yang otentik, sadar, dan bermakna. Kontributor : Saputra Editor : Toto Budiman

Read More

Berjilbab Tapi Baju Ketat: Gaya Kekinian atau Makna yang Tertinggal?

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di era digital yang penuh dengan pengaruh media sosial, fashion Muslimah mengalami perkembangan yang luar biasa. Hijab bukan lagi hanya simbol keimanan seseorang, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup dan identitas visual kekinian. Sayangnya, trend ini juga melahirkan fenomena yang cukup kontras, banyak muslimah yang mengenakan jilbab namun memadukannya dengan pakaian ketat, transparan, atau membentuk lekuk tubuh. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar, apakah ini ekspresi kebebasan berbusana atau makna hijab yang sejatinya mulai tertinggal? Pakaian yang membentuk lekuk tubuh, meskipun menutup kulit, tetap bertentangan dengan prinsip menutup aurat dalam Islam. Banyak yang berpikir bahwa selama rambut sudah tertutup, maka kewajiban berhijab sudah terpenuhi. Padahal, dalam pandangan Islam, hijab bukan hanya penutup kepala, tetapi juga mencakup keseluruhan cara berpakaian dan bersikap seorang muslimah. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nur ayat 31: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Ayat ini menegaskan bahwa hijab harus menutup dada dan tidak memperlihatkan bagian tubuh yang termasuk aurat. Begitu pula dalam QS. Al-Ahzab ayat 59, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan kepada para istri dan wanita mukmin agar mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka agar mereka lebih mudah dikenali dan tidak diganggu. Pesan utama dari kedua ayat ini adalah menjaga kehormatan, bukan sekadar menutup rambut. Sayangnya, banyak hijabers masa kini yang menganggap hijab hanya sebagai kewajiban simbolik, bukan spiritual. Mereka mengenakan kerudung, namun mengenakan pakaian ketat seperti skinny jeans, atasan pas badan, hingga dress yang membentuk siluet tubuh. Hal ini seringkali dipicu oleh pengaruh trend global dan tuntutan tampil modis di media sosial. Dalam konteks ini, hijab mulai kehilangan makna utamanya sebagai pelindung aurat dan refleksi ketakwaan. Tidak bisa dimungkiri bahwa media sosial memiliki pengaruh besar terhadap persepsi wanita muslim terhadap fashion. Sosok-sosok influencer muslimah dengan jutaan pengikut kerap menjadi panutan dalam berpakaian. Namun, sebagian dari mereka mempopulerkan gaya berpakaian yang hanya sekilas tampak syar’i, namun sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Potret OOTD – Outfit of the Day, artinya pakaian yang dikenakan hari ini, dengan pakaian yang ketat, kerudung yang hanya formalitas, dan gaya berlebihan menjadi normalisasi baru dalam budaya muslimah urban. Di sisi lain, kita juga perlu memahami bahwa banyak wanita yang sedang berada dalam proses hijrah. Mereka mungkin baru mulai mengenakan jilbab dan belum memahami sepenuhnya esensi menutup aurat secara syar’i. Oleh karena itu, pendekatan yang diperlukan adalah edukasi, bukan penghakiman. Islam tidak datang untuk ‘menghukum’ orang yang belajar, melainkan membimbing mereka menuju pemahaman syariah yang lebih baik. Berikut adalah beberapa prinsip modest fashion yang sesuai syariat namun tetap bergaya: 1. Menutup aurat dengan sempurna Prinsip utama dalam modest fashion syar’i adalah menutup aurat sebagaimana yang diperintahkan dalam Islam. Bagi perempuan Muslim, aurat mencakup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Jadi, pakaian harus cukup panjang untuk menutup bagian dada, lengan, hingga kaki, termasuk penggunaan hijab yang menutupi rambut dan leher secara sempurna. 2. Pakaian tidak ketat dan membentuk tubuh Walaupun menutup kulit, pakaian yang ketat atau membentuk lekuk tubuh tetap tidak sesuai syariat. Modest fashion menekankan pada potongan pakaian yang longgar, tidak transparan dan tidak mencolok bentuk tubuh. Gaya tetap bisa ditampilkan dengan memilih desain seperti A-line, oversized, atau flare yang anggun dan elegan. 3. Tidak Berlebihan dan Tidak Mencolok (Tabarruj) Ajaran Islam menganjurkan kesederhanaan dalam berpakaian. Modest fashion yang sesuai syariat tidak tampil mencolok dengan warna terlalu terang atau aksesori berlebihan. Pilihlah warna-warna netral atau earth tone, dan desain yang anggun namun tetap menarik. Motif pun sebaiknya dipilih yang sederhana dan tidak terlalu ramai. 4. Tidak Menyerupai Pakaian Lawan Jenis Modest fashion Islami menjaga agar busana perempuan tetap mencerminkan feminitas dan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Oleh karena itu, potongan, gaya, dan aksesoris yang digunakan tetap perlu mencerminkan identitas sebagai perempuan muslimah. 5. Menggabungkan Gaya dan Nilai Berpakaian secara syar’i tidak berarti harus membosankan. Banyak gaya dan desain yang tetap sesuai syariat namun tetap trendi. Layering, pemilihan warna yang serasi, pemakaian outer, atau padu padan aksesoris simpel bisa memberi kesan modis tanpa melanggar aturan. Dengan prinsip tersebut, muslimah tetap bisa tampil trendi dan representatif tanpa mengorbankan nilai-nilai agama. Banyak figur publik muslimah yang mampu menjadi contoh inspiratif mereka tetap fashionable, namun tidak keluar dari batasan syariat. Mereka membuktikan bahwa syar’i bukan berarti kuno, melainkan bisa menjadi identitas yang elegan dan penuh makna. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan ruang yang mendukung proses hijrah para muslimah. Daripada menertawakan atau mencibir mereka yang berpakaian belum sempurna, alangkah lebih baik jika kita mendoakan, menasihati dengan lembut, dan memberi contoh yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim). Fenomena jilbab dan pakaian ketat seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua. Bahwa tugas berhijab bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi juga menghidupkan kembali makna spiritual dalam berbusana. Hijab adalah bentuk penghormatan terhadap diri sendiri, tanda ketaatan kepada Allah, dan perlindungan dari pandangan yang tidak semestinya. Kontributor : Nofi Triyanti Editor : Toto Budiman

Read More

Konsumsi Minyak Zaitun: Menghidupkan Sunnah Rasulullah SAW Melalui Makanan

Surabaya – 1miliarsantri.net : Tubuh kita adalah amanah dari Allah SWT untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Supaya tubuh dapat menjalankan fungsinya secara optimal, maka harus dijaga kesehatannya. Tubuh yang sehat dan prima akan mampu mendukung aktivitas seperti mencari nafkah, beribadah, menuntut ilmu, hingga berdakwah. Sebaliknya, tubuh yang sakit akan kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Selain itu tak jarang tubuh yang sakit dapat memengaruhi kesehatan mental dan kehidupan sosial seseorang. Kesehatan tubuh sangat berkaitan dengan diet yang dijalani. Diet tersebut mulai dari pemilihan makanan, pola makan, hingga cara mengolah makanan tersebut. Dalam Islam, selain kandungan gizi, yang paling utama adalah kehalalan makanan tersebut. Salah satu contoh diet Islami ala Nabi Muhammad SAW yang cukup menonjol adalah rutin mengonsumsi minyak zaitun. Rasulullah sangat menyukai minyak zaitun dan menjadikannya bagian dari menu harian. Selain itu beliau juga menganjurkan kepada umatnya untuk mengonsumsi minyak zaitun. Hal ini ternyata selaras dengan hasil penelitian modern yang menunjukkan banyak manfaat kesehatan dari minyak zaitun. Sehingga para ahli kesehatan dan ahli gizi menganjurkan untuk mengonsumsinya secara rutin. Penggunaan minyak zaitun bukanlah hal baru. Masyarakat Mediterania seperti Romawi, Yunani, dan Timur Tengah telah menggunakan minyak zaitun sejak ribuan tahun lalu, baik untuk diet, ritual keagamaan, obat-obatan, maupun bahan bakar penerangan. Nilai spiritual dan simbolis minyak zaitun telah diakui sejak lama, dan kini masyarakat dunia semakin menyadari manfaatnya bagi kesehatannya. Minyak Zaitun dalam Perspektif Islam Allah SWT menyebutkan secara langsung nama zaitun sebagai satu jenis tanaman dalam firman-Nya di dalam Al Qur’an  Surat At-Tin ayat 1: وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ Artinya : “Demi (buah) tin dan (buah) zaitun” Ayat tersebut menunjukkan bahwa tanaman zaitun memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh tanaman lain. Tanaman zaitun dalam Al Qur’an juga bermakna sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada manusia dengan berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Selain itu pasti ada keberkahan bagi siapapun yang memanfaatkan tanaman zaitun tersebut. Rasulullah SAW. dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bersabda: “Jadikanlah zaitun sebagai lauk dan minyakilah dengannya, karena sesungguhnya ia berasal dari pohon yang diberkahi.” Hadist ini menunjukkan bahwa minyak zaitun bukan hanya memberikan dampak kesehatan secara fisik, tetapi juga mengandung keberkahan spiritual. Dalam Islam, konsumsi minyak zaitun merupakan bagian dari sunnah yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Para ulama menjelaskan, sumpah ini menunjukkan pentingnya ciptaan Allah yang menjadi sumber gizi, obat, dan kesejahteraan manusia. Selain itu, sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa penyebutan tin dan zaitun juga merujuk kepada tempat-tempat yang diberkahi, yakni kawasan yang subur dan penuh ketenangan. Ayat ini menjadi pengingat agar seorang Muslim mensyukuri nikmat alam, memeliharanya, dan menjadikannya sarana untuk merenungkan keagungan Sang Pencipta. Minyak Zaitun dari Perspektif Kesehatan Penelitian modern menunjukkan bahwa minyak zaitun kaya akan nutrisi penting di antaranya lemak tak jenuh tunggal, antioksidan, dan vitamin E. Asam lemak tak jenuh tunggal terbukti dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan menjaga kadar kolesterol dalam tubuh. Antioksidan membantu melindungi sel dari radikal bebas dan memperlambat penuaan sel. Vitamin E mendukung kesehatan kulit dan rambut, serta berperan dalam fungsi otak dan sistem pencernaan. Karena manfaat tersebut, banyak pelaku diet sehat mengganti minyak goreng biasa dengan minyak zaitun. Bahkan, studi ilmiah menyarankan konsumsi rutin minyak zaitun sebagai bagian dari pola makan sehat. Penggunaan Minyak Zaitun dalam Islam Tidak ada aturan khusus dalam Islam tentang cara penggunaan minyak zaitun. Namun merujuk pada hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, minyak ini dapat dikonsumsi langsung maupun digunakan secara topikal. Minyak zaitun juga bisa dijadikan dressing salad atau dicampur dengan madu, cuka, atau habbatussauda. Untuk menggoreng, tersedia jenis khusus seperti refined olive oil atau light olive oil, sedangkan extra virgin olive oil lebih cocok untuk konsumsi langsung atau salad. Dalam perspektif Islam yang paling utama dalam penggunaan minyak zaitun adalah dari segi kehalalannya. Makanan yang halal sudah tentu akan memberikan keberkahan secara jasmani maupun rohani. Yang kedua adalah prinsip wasathiyah (keseimbangan), yaitu prinsip penggunaan secara tidak berlebihan dan dalam batas wajar. Prinsip keseimbangan penting dilakukan karena segala yang dikonsumsi secara berlebihan pasti menimbulkan dampak buruk bagi tubuh. Makna Filosofis dan Nilai Islam Konsumsi minyak zaitun dalam diet sehari-hari secara tidak langsung adalah tindakan yang menghidupkan sunnah melalui makanan. Mengingat bahwa Rasulullah SAW, juga mengonsumsi minyak zaitun secara rutin dan menganjurkannya bagi umatnya. Anjuran yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya pasti memiliki manfaat dan keberkahan bagi yang mengikutinya. Mengonsumsi minyak zaitun adalah upaya untuk merawat tubuh agar tetap sehat dan kuat. Merawat tubuh adalah upaya untuk menjaga apa yang telah dititipkan Allah SWT kepada kita. Mengonsumsi minyak zaitun seharusnya bisa menumbuhkan kesadaran bahwa makanan bisa menjadi sarana untuk ibadah. Sehingga mengonsumsi minyak zaitun bukan hanya membuat kita sehat secara jasmani, namun juga memberikan keberkahan rohani. Kontributor : Leo Agus Hartono Editor : Toto Budiman

Read More