Menelusuri Jejak Sanad Keilmuan KH Hasyim Asy’ari di Maroko

Maroko — 1miliarsantri.net : Sejumlah Mudir dan wakil Mudir Ma’had Aly dari Indonesia melakukan ziarah ke Makam Syaikh Abu Syu‘aib bin ‘Abdurrahman Al-Shiddiqi al-Dukkali al-Maghribi di Masjid Maulay Al Makki, Rabat Ibukota Maroko. Syaikh Abu Syu‘aib adalah ulama besar Maroko yang menjadi salah satu guru Kyai Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdhatul Ulama. Syaikh Abu Syu’aib atau Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-Maghribi lahir pada 20 Oktober 1878 dan wafat pada 17 Juli 1937. “Ziarah yang kami lakukan pada 17 November 2024 ini memanfaatkan waktu libur studi singkat para Mudir Ma’had Aly Indonesia di Institut Darul Hadist Al Hasaniyyah Universitas Qarawiyiin di Rabath Maroko. Ziarah ini juga dilakukan dalam rangka menelusuri jejak sanad keilmuan ulama Nusantara di Maroko,” terang Mudir Ma’had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah, Aceh Utara, Teuku Zulkhairi, di Rabat, Selasa (19/11/2024). Berdasarkan informasi dari Kyai Bahrun ‘Amiq (Mudir Ma’had Aly Al Hasaniyyah Tuban Jawa Tengah), Syaikh Mahfud At-Tirmasi yang juga guru KH Hasyim, juga belajar kepada Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-Maghribi di Mekkah Al Mukaramah. Makam Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-‘Arabi berada di Masjid Maulaya Al Makki di pedalaman lorong wilayah yang disebut Kota Lama (Al Madinah Al Qadimah) di Rabat, Ibukota Maroko. Dari lembaran catatan Sanad Keilmuan yang ditulis Syaikh Muhammad Kamuli Khudhari, salah satu Masyaikh Pesantren Tebuireng pada 1979, tertulis dalam bahasa Arab Sanad (Silsilah) keilmuan Kyai Hasyim Asy’ari ke Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-‘Arabi. Sanad tersebut tertulis antara lain sebagai berikut: ……..Telah sampai kepada kami sanad Shahih al-Bukhari melalui jalur al-Syaikh al-Nuri Baidhawi, yang menerimanya dari al-Syaikh Muhammad ‘Alam al-Sya‘rani al-Mutari al-Matsani. Beliau menerima dari al-Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-‘Arabi, yang menerimanya dari al-Syaikh ‘Abdullah al-Qudumi. Sanad ini diteruskan dari al-Syaikh Hasan bin ‘Umar al-Syamali, yang menerima dari al-Syaikh Mustafa al-Rahbani. Beliau mendapatkannya dari al-Syaikh Ahmad al-Ba‘al, yang menerimanya dari al-Syaikh ‘Abdul Qadir al-Ta‘li. Sanad ini diteruskan dari al-Syaikh Hamad al-Mali al-Atsar al-Jamal, yang mendapatkannya dari al-Syaikh Ibnu ‘Abdurrahman al-Hijazi. Beliau menerimanya dari al-Syaikh ‘Adad al-Mashuri bin Arkan, yang sanadnya sampai kepada al-Hafizh Ahmad bin Hajar al-‘Asqalani. Selanjutnya, sanad ini diteruskan dari al-Syaikh Ibrahim bin ‘Abdul Mu’min al-Ba‘al, yang menerimanya dari al-Syaikh Ahmad bin Abi Thalib al-Shalih al-Hijazi. Sanad ini diteruskan dari al-Syaikh Husain bin Mubarak al-Zabidi, yang mendapatkannya dari al-Syaikh ‘Abdul Awwal bin Yahya al-Harawi. Sanad ini sampai kepada pembuka sanad Shahih al-Bukhari, yaitu al-Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Daudi, yang mendapatkannya dari al-Syaikh ‘Abdullah bin Ahmad al-Mursi. Beliau menerimanya dari al-Syaikh Muhammad Yusuf al-Ghuraizi, yang sanadnya sampai kepada Amirul Mukminin dalam hadis, al-Basyir al-Nadzir, junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, melalui jalur Imam al-Bukhari al-Ju‘fi, pengarang kitab Shahih al-Bukhari…. Menurut Kyai Bahrun ‘Amiq Mudir Ma’had Aly Al Hasaniyyah Tuban, sosok Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-Maghribi ini masih agak asing dalam pandangan para pelajar pesantren di Indonesia. “Oleh sebab itu, dengan ziarah dan penelusuran sanad keilmuan ini oleh para Mudir Ma’had Aly Indonesia, kita berharap jejak Sanad keilmuan ini dapat terus tersambung di zaman ini melalui studi-studi yang mungkin dilakukan terhadap sosok Syaikh Muhammad Syu‘aib bin ‘Abdurrahman al-Dukkali al-Maghribi ini,” harapnya. “Kedatangan para Mudir Ma’had Aly Indonesia untuk berziarah ini disambut secara baik oleh pengurus masjid dan penjaga makam. Syaikh penjaga makam mempersilahkan kami masuk ke bagian dalam makam dan menunggu sampai kami selesai berziarah dan berdo’a,” lanjutnya. Ikut dalam ziarah ini, para Mudir Ma’had Aly lainnya dari kelompok tiga, yaitu: Kyai Muhammad Qodri (Mudir Ma’had Aly Syaikh Ibrahim Al Jambi), Kyai Haji Bahrun ‘Amiq (Mudir Ma’had Aly Al Hasaniyyah Tuban Jawa Tengah), Kyai Muhammad Yusuf Al Faruq (Mudir Ma’had Aly Amsilati Jepara Jawa Tengah), Tgk. Hasbullah (Mudir Ma’had Aly Malikussaleh Aceh Utara), Tgk Najmuddin (Wakil Mudir Ma’had Aly Darul Munawarah Pidie Jaya Aceh) serta Kyai Ibnu Muzakki (Wakil Mudir Ma’had Aly Al Hikamussalafiyah Babakan Ciwaringin Jawa Barat). Keberadaan sebanyak 30 Mudir dan wakil Ma’had Aly di Maroko selama sebulan dalam rangka belajar Sanad Keilmuan dan Manajemen di Institut Darul Hadist Al Hasaniyyah, Cabang dari Universitas Qarawiyiin di Rabath Maroko dalam program beasiswa non gelar kerja sama Kementerian Agama Republik Indonesia dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Para Mudir dan wakil Mudir ini terpilih ke Maroko setelah melewati serangkaian seleksi yang dilakukan Kemenag bekerjasama dengan LPDP. (nul) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Larang Meniup Makanan dan Minuman Panas

Jakarta — 1miliarsantri.net : Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah teladan bagi umat Islam. Setiap ajaran, anjuran bahkan kebiasaan Nabi SAW menyimpan maksud dan tujuan yang baik. Ada satu kebiasaan unik yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat makan, yaitu tidak meniup makanan yang panas. Rasulullah memerintahkan dan memberi contoh agar tidak meniup makanan yang panas. Diriwayatkan oleh Abu Dawud At-Tirmidzi tentang larangan meniup makanan atau minuman panas. وعن ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Kemudian, dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Bukhari memang disebutkan anjuran Rasulullah SAW untuk tidak meniup makanan. إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ، وَإِذَا أَتَى الخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ Artinya: Apabila kalian minum, janganlah bernafas di dalam suatu wadah, dan ketika buang hajat, janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan. (H.R al-Bukhari). Bernapas dalam gelas memiliki arti yang sama dengan meniup makanan. Hadits di atas kemudian menjadi salah satu dalil larangan meniup makanan panas. Lalu, apa maksud Nabi Muhammad saw melarang untuk meniup makanan dan minuman yang masih panas? Ada penjelasan ilmiah dari larangan Rasulullah SAW tersebut. Menyitir buku “The 10 Habits of Rasulullah” oleh Rizem Aizid, setidaknya ada tiga hikmah kesehatan dari larangan meniup makanan dan minuman panas. “Meniup makanan atau minuman akan menciptakan pertemuan antara H20 dengan karbondioksida (CO2) sehingga menghasilkan H2C03,” bunyi penjelasan dalam buku tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa asam karbonat berbahaya bagi kesehatan, apabila kadanya terlalu berlebihan di dalam tubuh. Efek berlebih dari asam tersebut adalah terjadinya acidosis pada tubuh. Acidosis sendiri adalah terlalu banyaknya kadar asam di dalam darah sehingga menaikkan derajat keasamannya. “Akibatnya dari tersebut adalah kelelahan, mual, turunnya tekanan darah, dan yang paling buruk ialah bisa menyebabkan koma dan kematian.” lanjutnya. Alasan medis selanjutnya dari larangan Nabi SAW itu adalah adanya partikel berbahaya di dalam mulut, yang berasal dari sisa makanan dan mulut yang membusuk dan menyebabkan bau mulut. “Nah, ketika bau ini ditiupkan ke makanan atau minuman, ada senyawa (bakteri) yang berpindah dari mulut ke makanan. Maka, makanan tersebut selain menjijikkan, juga menjadi berbahaya untuk dimakan,” jelas Rizem Aizid. Rizem Aizid juga mengungkapkan mikroorganisme di dalam mulut yang bersifat baik (mutualisme) dan buruk (parasitisme) sebagai alasan dari larangan Nabi SAW. “Mikroorganisme itu akan menempel pada makanan yang Anda tiup sehingga makanan menjadi tercemar dan berbahaya bagi kesehatan,” paparnya. (yan) Baca juga :

Read More

Dikemanakan Sebaiknya Uang Takziyah?

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam kebiasaan masyarakat Indonesia, sering kita melihat ada uang melayat atau uang takziyah dari pelayat untuk keluarga yang ditinggalkan anggotanya (meninggal dunia). Terkait hal ini, ada seorang jamaah pengajian Buya Yahya yang bertanya sebaiknya uang itu dikemanakan? apakah dibagi atau dimanfaatkan secara pribadi bagi anggota keluarga yang menerima. Menanggapi pertanyaan jamaah, Buya Yahya menyarankan agar hal ini dikembalikan pada kebiasaan. Kalau kebiasaan orang akan diberikan satu-satu anggota keluarga, maka seorang anggota keluarga yang menerima berhak memanfaatkannya. “Tapi kalau di kampung kan biasanya masuk ke kotak. Tapi ada yang menerima. Nmaun, ada anggota keluarga yang tempatnya jauh ga ikut menjaga kotak itu. Misal adeknya masih di pondok tapi kakaknya di rumah, yang dapat kan kakaknya. Padahal sebenarnya adeknya masih sekolah,” ujar Buya Yahya. Menurut Buya, jika seperti itu, sebaiknya dibagi. Kalau memang dibagi hendaknya uang itu dikumpulkan lalu dibagi bersama dan jangan asal rebut. “Kalau untuk keluarga, yuk kita bagi. Karena ini bukan harta waris, maka baiknya bagi rata. Hendaknya bagi bersama, jangan ribut,” pungkas Buya Yahya. (yan) Baca juga :

Read More

UAS mengimbau agar umat mengikuti syariat Nabi Muhammad

Jakarta — 1miliarsantri.net : Ulama asal Pekanbaru Riau, Prof Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam sebuah pengajian, mendapat pertanyaan dari jamaah. Yakni, bolehkah sungkem dan sujud kepada orang tua? Terkait hal ini, UAS membacakan sebuah hadits: “Seandainya aku akan memerintahkan seseorang sujud kepada seorang niscaya aku perintahkan istri sujud kepada suaminya,” (HR Tirmidzi). “Adapaun sujud kepada kaki emak itu tradisi non muslim. Maka kita cukup bersalaman,” ujar UAS dikutip dalam sebuah video di youtube. UAS sendiri menceritakan dirinya dengan ibuny hanya mencium tangannya lalu dipeluk erat. “Itu cukup, tak pernah saya sujud ke kaki emak. Karena kita hanya disuruh sujud kepada Allah. Ikuti syariat Nabi Muhammad,” ujar UAS. (yan) Baca juga :

Read More

Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril a.s selama kurang lebih 23 tahun (Abdul Hamid 2016). Umat Islam menggunakan sumber hukumnya dari Al-Quran. Al Qur’an diturunkan kepada Nabi muhammad dan bersifat universal dan abadi untuk selama-lamanya dan juga diturunkan secara berangsur-angsur. Dalam al Qur’an terdapat salah satu ilmu yang disebut dengan ilmu makiyah dan madaniyah. Ilmu ini membahas mengenai suatu ayatditurunkan di makkah atau di madinah. Yang dimaksud dengan makiyah suatu ayat atau juga surah yang diturunkan di kota mekkah. Ayat ini turun sebelum nabi melakukan hijrah ke madinah. dan madaniyah yaitu surah atau ayat yang turun di kota madinah. Sedangkan ayat ini turun ketika nabi sudah selesai melaksanakan hijrah ke madinah. Istilah Makki (المكي) dan Madani (المدني) berasal dari nama tempat, yaitu Makkah dan Madinah. Secara harfiah, Makki berarti yang berasal dari Makkah, dan Madani berarti yang berasal dari Madinah. Dalam tafsir al-Qur’an, istilah ini digunakan untuk membedakan surah atau ayat yang diturunkan di Makkah dan Madinah, serta konteks yang terkandung di dalamnya. Makkiyyah merujuk pada ayat atau surah yang diturunkan di Makkah, biasanya berisi kisah-kisah Nabi dan umat yang sudah lalu, sedangkan Madaniyyah berisi ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum dan kewajiban yang lebih banyak muncul setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Beberapa riwayat dari ulama menjelaskan bahwa ayat yang diturunkan selama perjalanan Nabi menuju Madinah, sebelum sampai, dianggap sebagai Makkiyah. Imam al-Tabrānī menyebutkan bahwa al-Qur’an diturunkan di tiga tempat: Makkah, Madinah, dan Syam (Baitulmaqdis). Secara umum, pemahaman tentang mana yang termasuk Makki atau Madani bergantung pada hafalan para sahabat dan tabi’in,Hal ini menjadi penting dalam ilmu tafsir untuk memahami konteks dan pesan yang terkandung dalam ayat atau surah tertentu. Dalam hal ini ada tiga pendapat yang diterangkan oleh ulama, yaitu: Makkiyah atau al-Makki adalah suatu surah atau ayat yang diturunkan di Makkah dan di sekitarnya seperti ayat atau surah yang turun kepada baginda Nabi Muhammad saw di Mina, Arafah, Hudaibiyah dan sekitarnya, sedangkan Madaniyyah atau al-Madani adalah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw di Madinah dan di sekitarnya seperti Badar, Uhud. Al-Makki atau Makkiyah adalah ayat al-Qur’an yang berisi dengan hal-hal seperti seruan kepada penduduk Makkah, sedangkan al-Madani atau Madaniyyah berisi tentang yang ditujukan terhadap penduduk Madinah. 12 Berdasarkan pengertian ini para ulama menyimpulkan bahwa pada setiap surah atau ayat di dalam al-Qur’an yang dimulai dengan redaksi يايها الناس dikategorikan sebagai al-Makki atau Makkiyah, dengan alasan penduduk Makkah yang pada mayoritasnya masih kufur. Sedangkan surah atau ayat yang dimulai dengan يايها الدين امنوا dikategorikan sebagai al-Madani atau Madaniyyah, karena pada masa itu benih keimanan sudah hadir pada penduduk Madinah. Al-Makki atau Makkiyah adalah ayat atau surah al-Qur’an yang turun sebelum Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah sekalipun turun diuar kota Makkah, sedangkan al-Madani atau Madaniyyah adalah surah atau ayat al-Qur’an yang turun setelah hijrahnya Nabi Muhammad saw meskipun ayat atau surah tersebut turun bukan di kota Madinah. Surat makiyah dan surat madaniyah merupakan suatu ayat yang diturunkan kepada rasul kata makiyah berasal dari mekkah dan kata madaniyah berasal dari madinah. Surat yang diturunkan sebelum hijrah kepada Rasulullah Muhammad SAW adalah surat makiyah dan surat yang diturunkan sesudah hijrah kepada Rasulullah SAW adalah surat madaniyah. Perbedaan surat makiyah dan surat madaniyah memiliki tiga macam perbedaan yaitu perbedaan menurut tempat turunya, berdasarkan seruan dari ayat tersebut dan berdasarkan waktu turun nya. (yan) Baca juga :

Read More

Tafsir Surat At Taghabun Ayat 11, Cara Mendapat Petunjuk Saat Tertimpa Musibah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Alquran mengingatkan umat manusia bahwa segala musibah yang terjadi atas izin Allah SWT. Lantas bagaimana agar mendapatkan petunjuk dari Allah SWT saat tertimpa musibah? Alquran menerangkan bahwa siapapun yang beriman kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan memberikan petunjuk kepada hati orang yang tertimpa musibah. Hal ini dijelaskan dalam Surat At Taghabun Ayat 11 dan tafsirnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهٗ ۗوَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ Mā aṣāba mim muṣībatin illā bi’iżnillāh(i), wa may yu’mim billāhi yahdi qalbah(ū), wallāhu bikulli syai’in ‘alīm(un). Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah. Siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS At Taghabun Ayat 11) Allah menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia, baik yang merupakan kenikmatan dunia maupun yang berupa siksa adalah qada dan qadar, sesuai dengan kehendak Allah yang telah ditetapkan di muka bumi. Dalam berusaha keras, manusia hendaknya tidak menyesal dan merasa kecewa apabila menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan usaha dan keinginannya. Hal itu di luar kemampuannya, karena ketentuan Allah-lah yang akan berlaku dan menjadi kenyataan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (QS At Taubah Ayat 51) Allah memberi petunjuk kepada orang yang beriman untuk melapangkan dadanya, menerima dengan segala senang hati apa yang terjadi pada dirinya, baik sesuai dengan yang diinginkan, maupun yang tidak. Ini karena ia yakin kesemuanya itu dari Allah. Ibnu Abbas menafsirkan Allah memberikan kepada orang mukmin dalam hatinya suatu keyakinan. Begitu pula ketika seseorang ditimpa musibah, ia mengatakan inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un, hal itu karena iman yang menyebabkan sabar dan akhirnya musibah itu ringan baginya. (yan) Baca juga :

Read More

Ponpes Al-Raudloh Kajen Bangun Kedekatan Empati dengan Santri

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pondok Pesantren Al-Raudloh Kajen mempunyai cara khusus untuk menciptakan pesantren ramah anak. Menurut pengasuh pesantren, KH Muhammad Farid Abbad, upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan bisa menggunakan pendekatan personal dan emosional (ikatan batin) dengan para santri. Di pesantren yang ia asuh, regulasi atau peraturan bukan hanya sekadar hitam di atas putih, tetapi juga hukum yang perlu ditegakkan dengan pendekatan. Pendekatan yang ia gunakan untuk menciptakan pesantren ramah santri ialah dengan pendekatan kultural. Ia menambahkan, yang ditekankan di pesantren yang ia asuh bahwa pesantren merupakan rumah bersama baik bagi santri, pengurus maupun pengasuh. Relasinya seperti bapak dengan anak dan kakak dengan adik. “Maka setiap hari saya pribadi atau abah dan ibu berinteraksi (dengan santri), tidak hanya saat ngaji dan kegiatan pesantren saja. Namun, setiap hari itu kadang ngobrol, makan jajan bersama dan ngopi bersama. Itu adalah mekanisme kultural. Hingga saat ini kita hapal satu persatu nama-nama santri kita,” jelasnya. Dia mempunyai strategi khusus apabila terjadi kekerasan terhadap santri, terutama kekerasan mental atau perundungan. Salah satu budaya santri yang cukup kental yakni gojlok-gojlokan. Ia sebagai pengasuh memantau selama dua puluh empat jam sehari agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun apabila terjadi kasus gojlok-gojlokan yang mengarah pada perundungan, ia dengan sigap akan menegur santri tersebut dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Menurutnya, ia bisa tahu apa masalah yang dihadapi santri lewat aduan dari pengurus atau mendengar langsung dari kamarnya. Karena kamar tidurnya berhadap-hadapan dengan kamar santri. “Teguran pasti ada, sanksi atau punishment yang mendidik kita lakukan. Tapi konflik dan kebencian itu penting untuk kita hilangkan (antara) kelompok-kelompok yang merundung dan yang dirundung. Kenapa di Al-Roudlah sangat minim terjadi perundungan, karena kedekatan kita dengan santri tidak ada sekat atau jarak,” ungkapnya. Bangun wadah konseling dan crisis center Pria yang akrab disapa Gus Farid ini menjelaskan bahwa di pesantrennya ada sub lembaga atau divisi yang berfungsi semacam untuk mengonseling santri yang bernama Crisis Center. Lembaga tersebut berfungsi untuk menerima aduan, curhatan, masukan dan kritik santri dan berdiri sejak tahun 2020. Karena, kata Farid, pesantrennya menekankan hubungan kekeluargaan dalam pola kehidupan sehari-hari. Hal ini mempermudah santri untuk menyampaikan keluh kesah, tekanan dalam pembelajaran dan masalah lainnya. Menurutnya dengan adanya Crisis Center tersebut pihaknya mempunyai data dan rekam jejak santri. Ia berharap Crisis Center ini tidak hanya menjadi ruang konseling semata namun juga pengembangan bakat. “Artinya atau tidak hanya masalah yang kita tangani. Tentu manusia mempunyai dua dimensi, dimensi kelebihan dan kekurangan. Maka Crisis Center mempunyai dua sisi itu. Pertama untuk menyelesaikan kekurangan-kekurangan para santri di sisi lain bagaimana kita melihat kemampuan para santri yang layak untuk ditumbuh kembangkan,” ujar pria yang juga mengasuh Halaqah Ngaji Selapanan di berbagai daerah ini. Pengurus sekaligus Santri Senior Pesantren Al-Raudloh, Khoirul Intifaul Ma’robby mengatakan, sepanjang pengalamannya mondok di pesantren Al-Raudlah, pola pengasuhan santri mengedepankan empati dan tanpa kekerasan fisik maupun mental. Menurutnya, realitas kehidupan di pesantrennya dapat dikategorikan ramah anak. Relasi antar-santri dan santri terhadap guru terjadi dalam hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang. Ini terbukti saat ada santri melakukan kesalahan pengurus atau guru tidak memberi hukuman fisik atau marah, namun dilakukan pembinaan dan bimbingan terhadap santri tersebut. Menurutnya, pola relasi antar-santri dibangun dengan dasar kasih sayang dan saling menghormati sehingga tidak terjadi gesekan seperti perundungan maupun kekerasan fisik. Bahkan santri senior diberi tugas untuk menjadi mentor belajar dan penyesuaian diri bagi santri-santri junior atau adik kelas. (yan) Baca juga :

Read More

Doa Ampuh AA Gym: Amalan Nabi Daud Ini Dijamin Buka Pintu Rezeki

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam kajian terbaru, KH Abdullah Gymnastiar atau yang akrab disapa AA Gym membagikan rahasia meraih kehidupan terbaik di masa depan. Tokoh agama yang dikenal dengan ceramah menyejukkan ini menekankan pentingnya menjadi hamba yang dicintai Allah SWT. “Kalau kita ingin sesuatu yang terbaik dimasa yang akan datang intinya adalah sederhana, jadilah orang disukai Allah,” terang AA Gym, dikutip dari instagram pribadinya, Senin (11/11/2024). AA Gym menganjurkan untuk mengamalkan doa yang dipraktikkan Nabi Daud AS. Doa ini dipercaya dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Allah sekaligus mendatangkan cinta-Nya. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, doa tersebut berbunyi: اللَّهُمَّ ! إِنِّي أَسْألُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ ، وَالعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ . اللَّهُمَّ ! اِجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِليَّ مِنْ نَفْسِيْ وَأَهْلِي ، وَمِنَ المَاءِ البَارِدِ “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk selalu cinta kepada-Mu, mencintai orang yang selalu mencintai-Mu dan amal yang dapat menyampaikanku untuk mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta kepada-Mu melebihi cintaku terhadap diriku sendiri, keluarga, dan air yang dingin.” Doa ini mengandung makna mendalam tentang pengabdian total kepada Allah SWT. Melalui doa ini, seorang hamba memohon agar cintanya kepada Allah melebihi segalanya, bahkan melebihi kebutuhan dasarnya seperti air yang menyegarkan. (yan) Baca juga :

Read More

PP Muhammadiyah ajak Jamaah Meneladani Sifat Rasulullah SAW

Jakarta — 1miliarsantri.net : Anggota Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Okrisal Eka Putra, mengajak jamaah untuk meneladani akhlak dan kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW. Dalam Kajian di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Okrisal merujuk pada Surah Al-Ahzab ayat 21, yang menekankan bahwa dalam diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi umat manusia. “Selama ini kita diajarkan untuk mencontoh sunnah Nabi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari makan, minum, hingga cara berjalan. Namun, penting untuk diingat bahwa Rasulullah juga adalah seorang pemimpin,” ungkap Okrisal. Okrisal menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam Islam memiliki berbagai bentuk, mulai dari teokrasi yang ditandai dengan kepemimpinan yang langsung berlandaskan pada wahyu, hingga sistem dinasti dalam sejarah Islam. Okrisal menyoroti bahwa negara teokrasi, seperti yang diterapkan di zaman Nabi, memberikan landasan pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dalam bernegara. “Banyak negara-negara yang mengklaim sebagai negara demokrasi saat ini, namun dalam realitasnya banyak di antara mereka yang menghadapi masalah yang sangat mendasar seperti kemiskinan, berbeda dengan banyak negara kerajaan yang terbukti lebih stabil secara ekonomi,” ujarnya. Selanjutnya, Okrisal membahas beberapa sunnah Nabi yang berkaitan dengan kekuasaan. “Sebagai seorang pemimpin, kita harus mengedepankan akhlak yang mulia,” tegasnya. Okrisal mengingatkan bahwa akhlakul karimah sangat penting karena dapat menciptakan lingkunganyang harmonis. “Kalau kita tidak berakhlak mulia, banyak bencana yang bisa terjadi. Ini adalah pesan yang disampaikan oleh Rasulullah,” tambahnya. Okrisal juga menjelaskan bahwa masa kepemimpinan Rasulullah di Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yang dapat menjadi pelajaran bagi pemimpin saat ini mengenai batasan waktu dalam memimpin. “Kepemimpinan yang terlalu lama dapat menimbulkan kepentingan-kepentingan yang tidak sejalan dengan amanah,” tegasnya. Okrisal mengajak jamaah untuk menerapkan akhlak dan teladan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. “Dengan meneladani Rasulullah, kita tidak hanya membangun karakter yang baik, tetapi juga menciptakan pemimpin-pemimpin yang berkualitas di masa depan,” pungkasnya. (yan) Baca juga :

Read More

Salat Jumat Terganggu Pekerjaan, Apa yang Harus Dilakukan Karyawan Muslim?

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dilema penting kerap dihadapi seorang karyawan swasta yang bekerja dengan sistem giliran. Pekerjaannya berjarak sekitar dua jam dari tempat tinggalnya dan sering kali tidak memungkinkan untuk ditinggalkan selama waktu salat Jum‘at. Situasi ini menimbulkan pertanyaan, apakah boleh meninggalkan salat Jum‘at karena tuntutan pekerjaan? Salat Jum‘at memiliki hukum wajib bagi umat Muslim laki-laki. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Jumu‘ah (62): 9 yang menyatakan, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Ayat di atas mengisyaratkan agar aktivitas duniawi, termasuk pekerjaan, harus ditinggalkan demi melaksanakan salat Jum‘at. Hadis Nabi juga menekankan kewajiban ini, dengan ancaman bagi yang meninggalkannya secara sengaja. عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ [رواه أبو داود]. “Dari Thariq bin Syihab (diriwayatkan) dari Nabi saw beliau bersabda, Jum‘at itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit” [HR. Abu Dawud No. 1067]. Namun, dalam situasi tertentu, Islam memberikan kemudahan bagi mereka yang tidak bisa menunaikan salat Jum‘at. Berdasarkan hadis, kelompok yang tidak diwajibkan melaksanakan salat Jum‘at adalah perempuan, anak-anak, hamba sahaya, dan orang sakit. Karyawan swasta berkelamin laki-laki, yang tidak termasuk dalam kelompok ini, tetap berkewajiban menjalankan salat Jum‘at, meskipun pekerjaannya cukup menghambat. Beberapa solusi untuk tetap menunaikan salat Jum‘at tanpa harus kehilangan pekerjaan dapat dipertimbangkan. Pertama, karyawan dapat mencoba untuk bertukar giliran dengan rekan kerja yang tidak memiliki kewajiban salat Jum‘at, seperti pekerja perempuan atau non-Muslim. Kedua, izin sementara untuk meninggalkan tempat kerja demi salat Jum‘at bisa diajukan, jika memungkinkan. Alternatif lainnya adalah menyesuaikan waktu istirahat agar bersamaan dengan waktu salat Jum‘at. Namun, apabila solusi-solusi tersebut tidak dapat dilakukan, karyawan dapat mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan lain yang memberikan ruang bagi ibadah. Sampai pekerjaan baru ditemukan, hukum darurat dapat diterapkan: dalam kondisi darurat, Islam memperbolehkan meninggalkan salat Jum‘at dan menggantinya dengan salat zuhur. Secara hukum, Indonesia melindungi hak ibadah seluruh warga negaranya. UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 menegaskan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya.” Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 80 menyatakan bahwa pengusaha wajib memberi kesempatan yang cukup bagi pekerja untuk menjalankan ibadahnya. Apabila perusahaan tidak memberikan hak ini, karyawan memiliki dasar untuk melakukan upaya hukum. Kesimpulannya, karyawan muslim diwajibkan berupaya menunaikan salat Jum‘at dengan mencoba segala solusi yang tersedia. Namun, dalam kondisi darurat, diperbolehkan menggantinya dengan salat zuhur sambil berikhtiar mencari tempat kerja yang memberikan jaminan beribadah. (yan) Baca juga :

Read More