Beberapa Manfaat Wudhu Bagi Kesehatan, Berdampak Positif Juga untuk Mental dan Fisik

Surabaya — 1miliarsantri.net : Islam menekankan pentingnya kebersihan diri untuk memperkuat jiwa. Salah satunya tercermin dari perilaku selalu bersuci sebelum menjalankan ibadah untuk Allah Ta’ala. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 6: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ6 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. Wudhu merupakan amalan sederhana dengan mencuci bagian tubuh tertentu, termasuk tangan, kaki, lengan, mulut, lubang hidung, telinga, dan wajah. Selain berfungsi untuk membersihkan tubuh, wudhu juga membawa manfaat kesehatan yang besar yang berdampak positif pada kesejahteraan mental dan fisik. Melansir laman Islamic Finder, berikut beberapa manfaat kesehatan dari wudhu: Wudhu menawarkan pengalaman terapeutik, terutama bagi mereka yang menderita depresi. Beberapa ahli yoga bahkan menganjurkan untuk melakukan wudhu sebelum tidur. Berwudhu sebelum tidur disebut dapat menenangkan pikiran dan tubuh, alhasil tidur malam pun menjadi lebih nyenyak. Wudhu disebut juga menawarkan kelebihan bagi kecantikan kulit. Rutin berwudhu dapat menyegarkan kulit dan membuatnya terlihat lebih muda. Saat berwudhu dapat membuka pori-pori kulit, menghilangkan rasa lelah, dan membersihkan segala debu yang menumpuk sekaligus menyebarkan keringat dan lemak. Wudhu mencakup berkumur yang dapat menghilangkan sisa-sisa makanan dari gigi, lidah, dan gusi, sehingga mencegah masalah kesehatan mulut. Selain itu, aktivitas berkumur saat wudhu juga dapat memperkuat otot-otot wajah Sekaligus menghilangkan bau mulut yang tidak sedap. Selain itu, membilas lubang hidung saat berwudhu dapat mencegah kuman yang masuk di folikel hidung. Membilas bagian dalam dan luar telinga saat berwudhu akan menghilangkan lapisan kotoran berlebih, mencegah timbulnya mastoiditis sekaligus menghentikan penumpukan kotoran. Mencuci sela-sela jari kaki dan jari tangan akan menghilangkan kuman dan bakteri yang tersembunyi. Telah terbukti bahwa memberikan tekanan pada titik-titik tertentu di lengan akan meningkatkan aliran darah secara keseluruhan. Aktivitas wudhu merupakan hal yang tepat untuk aspek ini. Ada tiga pembuluh darah utama di siku yang terhubung ke otak, jantung, dan hati, dan memberikan tekanan pada pembuluh darah sehingga tubuh menjadi lebih baik secara fisik maupun mental. (yat) Baca juga :

Read More

Aa Gym : Orang Qonaah Dijamin Kebahagiaan nya Oleh Allah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pendakwah Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym menyebut orang qanaah tidak akan pernah merasa kekurangan sehingga selalu merasa bahagia. Bahkan, kata Aa Gym, Allah akan menambah karunianya pada orang yang bersyukur. “Orang bahagia itu qanaah dan dia dijamin oleh Allah kebahagiaan nya,” terang Aa Gym, Kamis (28/12/2023). Beruntunglah seseorang yang memeluk Islam, diberi kecukupan rezeki dan Allah jadikan ia qana’ah dengan apa didatangkan kepadanya”. (HR Muslim). Menurut pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhid ini, orang qanaah akan menerima apapun yang diberikan Allah SWT dengan rasa syukur. “Puas hatinya itu dengan Allah. Walaupun rumahnya kecil, kontrakan, puas. Walaupun kendaraannya sederhana, puas. Diberi apa saja, puas” terang Aa Gym. Aa Gym menepis anggapan apabila orang yang menerima apa adanya susah maju. “Justru karena dia qanaah, Allah menganggapnya bersyukur. Allah tambah. Walaupun tidak terpikirkan, tidak ingin, tapi kalau Allah memberi, maka tambah. Jadi qanaah itu tidak menghentikan pemberian Allah namun menambah,” tegas Aa Gym. Khalid Abu Shalih dalam buku Qanaah: Obat Anti Stres, menyebutkan ada beberapa manfaat yang didapat dari sifat terpuji ini, yaitu: Sifat qanaah menjadikan manusia merasa puas dan sadar atas takaran yang diberikan Allah SWT. Seperti disinggung Aa Gym, qanaah malah menambah rezeki dari Allah Ta’ala. Suatu hari telah datang Hakim bin Hizam ra kepada Rasulullah SAW, kemudian ia meminta kepada beliau dan beliau memberinya. Lalu beliau bersabda, “Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini hijau dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan hati rela, akan diberkahi untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya dengan hati yang sombong, tidak akan diberkahi baginya di dalam harta itu sehingga seperti orang makan yang tidak kunjung kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah.” (HR. Muttafaq alaih). Orang dengan sifat qanaah akan senantiasa bersyukur dalam segala hal. Qanaah adalah gerbang dalam menunjukkan betapa banyaknya nikmat Allah SWT yang sudah diberikan kepada kita. Rasulullah SAW bersabda,”Jadilah orang yang wara’, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling ahli ibadah. Dan jadilah orang yang paling puas, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur.” (Ditakhrij Al Baihaqi dan dishahihkan Al Albani). Dengan sikap qanaah, maka seseorang sudah berusaha untuk mencintai dan meyakini Allah SWT. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Zuhudlah di dunia, niscaya engkau akan dicintai Allah: dan zuhudlah dari apa yang ada di tangan orang, niscaya engkau akan dicintai orang.” (Ditakhrij Al Hakim dan Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani). (yan) Baca juga :

Read More

Meraih Cinta Kasih Allah melalui Akhlak Mulia

Surabaya — 1miliarsantri.net : Kisah cinta kepada Allah terpatri dalam firman-Nya, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosamu” (QS. Ali Imran/3:31). Kata-kata ini menjadi panggilan kepada setiap jiwa yang merindukan kasih-Nya. Sebuah perjalanan spiritual dimulai dengan mengikuti jejak Rasulullah yang mencintai Allah dengan sepenuh hati. Orang yang sungguh mencintai Allah akan menjadikan-Nya sebagai pusat kehidupan. Cinta kepada Allah bukan hanya ungkapan kata, tetapi juga tindakan nyata. Mencintai Allah berarti mengutamakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah tuntunan yang akan membawa kepada akhlak mulia yang dicintai-Nya. Cinta kepada Allah terwujud melalui peneladanan dan pengamalan ajaran-Nya. Rasulullah, sebagai utusan-Nya, telah menyampaikan ajaran tersebut dengan sempurna. Dalam risalah dan penjelasannya, Beliau menjelaskan segala akhlak mulia yang Allah cintai. Oleh karena itu, langkah pertama dalam meraih cinta-Nya adalah memahami dan meneladani ajaran tersebut. Rasulullah tidak hanya berbicara, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai luhur Islam. Keutamaan cinta kepada Allah terletak pada ketaatan kepada-Nya dan menjauhi perilaku tercela yang diharamkan. Maka, langkah selanjutnya adalah menjauhi akhlak-akhlak tercela yang terlarang dalam syariat-Nya. Ini adalah jalan yang mengantar kepada puncak cinta kepada Allah. Dalam petunjuk-Nya, Rasulullah telah memperingatkan umatnya dari perilaku yang dibenci dan diharamkan oleh Allah. Melalui lisan dan perbuatan, Beliau memberikan contoh nyata tentang apa yang dicintai dan dibenci oleh Allah. Meneladani Rasulullah berarti menjauhi segala bentuk kemurkaan-Nya dan meraih ridha-Nya. Cinta kepada Allah tidak hanya berarti mencintai-Nya, tetapi juga mencintai apa yang dicintai-Nya dan membenci apa yang dibenci-Nya. Dengan itulah seorang hamba dapat mencapai tingkatan cinta yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perjalanan spiritual ini mengajarkan bahwa mencintai Allah bukanlah sesuatu yang hampa, melainkan sebuah pengorbanan dan keteladanan. Cinta kepada Allah bukan hanya konsep teoritis, melainkan suatu realitas yang dapat diraih melalui amal perbuatan sehari-hari. Merupakan suatu kebahagiaan dan keberuntungan besar bagi seorang hamba jika ia mampu menjadikan Rasulullah sebagai panutan dalam setiap langkah hidupnya. Dengan demikian, cinta kepada Allah bukanlah cita-cita yang tidak tercapai, melainkan suatu perjalanan yang berliku namun penuh berkah. Dalam meraih cinta Allah, mengikuti jejak Rasulullah adalah kunci utama. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran-Nya, seorang hamba dapat membangun hubungan yang kokoh dengan Sang Pencipta. Inilah esensi dari sebuah cinta yang tulus dan abadi, yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. (yat) Baca juga :

Read More

Beberapa Kisah Perjuangan Empat Ibu Mulia Yang Termaktub Dalam Al Qur’an

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam keindahan Al-Quran, termaktub kisah-kisah mengharukan dan menginspirasi tentang perjuangan empat ibu mulia. Hajar, Milyanah, Hanah, dan Maryam, keempat perempuan ini melukis cerita tentang keimanan, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menghadapi ujian kehidupan. Masing-masing membawa pesan mendalam tentang kasih ibu, keberanian, dan ketulusan yang menggetarkan hati. Hajar Ibunda Nabi Ismail Salah satu kisah yang mengharukan adalah kisah Hajar, ibunda Ismail. Ketika Nabi Ibrahim berdo’a dan meninggalkannya bersama Ismail di gurun tandus, ia berucap, “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya diriku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Ka’bah) yang dihormati. Ya Alloh, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (QS. Ibrahim ayat 37). Keteguhan dan kesabaran Hajar diuji oleh Alloh ketika Ismail membutuhkan air. Dalam pencarian air, Hajar berlari bolak-balik antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah. Al-Quran menjelaskan, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Alloh. Maka, siapa beribadah haji ke Baitulloh atau berumroh, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Alloh Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-Baqarah ayat 158). Dalam kisah ini, para ibu diajarkan tentang ketekunan, kesabaran, dan kepasrahan kepada kehendak Allah. Hajar barangkali tidak memikirkan keadaan dirinya yang sedang lemah tak ada tenaga, namun ia tetap berusaha melakukan ikhtiar untuk mendapatkan air. Beginilah sosok ibu yang senantiasa tidak rela bila mendapati anaknya berada dalam kelaparan, kehausan, dan kepayahan. Milyanah Ibunda Nabi Musa Selain kisah Hajar, Al-Qur’an menuturkan kisah ibu yang luar biasa, yakni ibunda Musa, yang oleh sejarawan disebut Milyanah. Dalam masa pemerintahan Fir’aun yang kejam, di mana penguasa tersebut memerintahkan pembunuhan terhadap bayi laki-laki Bani Israil, Milyanah menghadapi ujian besar. Fir’aun melaksanakan kebijakan yang mengerikan: “Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir’aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashash ayat 4). Milyanah, ibu Musa, hidup dalam keadaan bingung dan terpukul dengan kebijakan diskriminatif Fir’aun. Di tengah keputusasaan itu, Allah memberi ilham ke dalam hatinya untuk mengambil langkah yang benar: “Letakkanlah ia (Nabi Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku”. (QS. Thaha ayat 39). Sebelum peti itu terlempar ke sungai Nil, sang ibu menyusui Musa. Al-Qur’an mencatat, “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya. Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil), dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari Para Rasul”. (QS. Al-Qashash ayat 7). Kisah Milyanah menggambarkan keharuan seorang ibu yang tegar dalam menghadapi ujian berat. Kesetiaan dan keberanian yang ditunjukkan oleh ibu Musa menjadi inspirasi abadi bagi setiap ibu yang menghadapi tantangan dalam perjalanan hidupnya. Hanah Ibunda Maryam Dalam Al-Qur’an, kita mendapati kisah Hanah, ibunda Maryam, dan istri dari Imran. Hanah terkenal karena melakukan nazar sebelum kelahiran Maryam, menghadiahkan anaknya untuk berbakti di Baitul Maqdis. “(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: ‘Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran ayat 35). Namun, ketika saat kelahiran tiba, kenyataan tak sesuai dengan prasangka ibunda Maryam. Hanah, dengan tulus dan rendah hati, menerima anak perempuannya sebagai anugerah dari Allah dan tetap setia pada nazarnya. “Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: ‘Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Alloh lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk. (QS. Ali Imran ayat 36). Kisah Hanah memancarkan ketulusan dan keikhlasan seorang ibu yang setia pada janji dan nazar yang telah diucapkannya. Sebagai teladan bagi umat, Hanah mengajarkan kita untuk selalu berserah diri pada kebijaksanaan Alloh meski rencana kita tak selalu sejalan dengan takdir-Nya. Maryam Ibunda Nabi Isa Maryam bin Imran mengukir kisah yang mempesona dalam lembaran Al-Qur’an. Ia bukan hanya seorang perempuan biasa, tetapi teladan bagi setiap muslimah di berbagai pelosok dunia. Keimanan dan ketakwaannya kepada Allah membawa berkah luar biasa, menciptakan keajaiban yang mengejutkan orang-orang di sekitarnya. Al-Qur’an mencitrakan Maryam sebagai figur perempuan yang mulia, suci, dan penuh kesabaran. “Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, Sesungguhnya Alloh telah memilih kamu, mensucikan kamu, dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”. (QS. Ali Imran ayat 42-43). Dengan kasih sayang Ilahi yang melimpah, Maryam membuktikan bahwa seorang perempuan dapat menjadi teladan yang memancarkan cahaya keimanan dan ketakwaan, menginspirasi generasi setelahnya. Melalui kisahnya, Al-Qur’an mengajarkan bahwa kepatuhan kepada Alloh dan kesucian hati adalah pondasi yang kokoh untuk memperoleh keberkahan-Nya. Epilog Empat Kisah tentang Ibu di dalam Al Qur’an di atas memberikan nilai-nilai keteguhan, kesabaran, keikhlasan, dan ketakwaan yang melekat dalam peran seorang ibu. Kisah Hajar, Milyanah, Hanah, dan Maryam merupakan panduan hidup bagi setiap ibu dan perempuan muslimah. Keberanian, kepasrahan, dan keikhlasan mereka di hadapan ujian hidup menggambarkan kebesaran peran seorang ibu dalam membentuk karakter, menghadapi cobaan, dan mendidik generasi penerus. Rasululloh SAW Bersabda: عن بهز بن حكيم، عن أبيه، عن جده، قال: قلتُ يا رسول الله: مَن أَبَرّ؟ قال: “أُمَّك، ثم أُمَّك، ثم أُمَّك، ثم أَباك، ثم الأقربَ، فالأقربَ”. [حسن] – [رواه أبو داود والترمذي وأحمد] Dari Ibu, 5 Air Yang Tak Bisa Di Ganti Oleh Sang Anak : Dari Bahz bin Hakīm, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasululloh, siapakah yang harus saya perlakukan dengan baik?’ Beliau Rasululloh SAW bersabda, ‘Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian (kerabat) yang terdekat lalu yang terdekat’ “.(Hadist Hasan Riwayat…

Read More

Kadar Keikhlasan Menurut Syekh Nawawi Al Bantani

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam perjalanan seorang mukmin, Ikhlas menjadi fondasi utama yang membangun nilai-nilai ibadah. Sejalan dengan pandangan Syekh Nawawi Al-Bantani, ada tiga tingkatan ikhlas yang menjadi pilar utama dalam setiap amal ibadah. Ikhlas inti dari kebermaknaan ibadah, menelurkan perbedaan dalam dimensi spiritualitas merupakan tingkatan dari kepasrahan kepada Allah SWT dalam beribadah. Syekh Nawawi dalam Kitab Nurudh Dholam menyampaikan tingkatan ikhlas yang harus dipahami setiap muslim. Pertama, ikhlas karena Allah. Ikhlas karena Allah menempati posisi pertama dan utama. Ikhlas dalam kelompok ini adalah seorang mukmin ketika beribadah kepada Allah dan melakukan amal saleh, sama sekali tidak mengharapkan apapun kecuali ridha Allah. Seorang mukmin tidak juga mengharapkan pahala surga atau untuk menghindari siksa neraka. Menurut Syekh Nawawi, ikhlas seperti ini berada pada tingkatan tertinggi. Kedua, ikhlas karena akhirat. Tingkatan ikhlas kedua adalah beribadah dan beramal saleh karena mengharapkan pahala, mendapatkan surga, dan takut pada siksa neraka. Menurut Syekh Nawawi, tingkatan ikhlas ini berada pada tingkatan menengah. Ketiga, ikhlas karena dunia. Tingkatan ikhlas terakhir adalah beribadah karena mengharapkan balasan di dunia, misalnya seseorang melakukan ibadah membaca Surat Al-Waqi’ah dengan harapan bisa mendapat kekayaan, mengeluarkan sedekah berharap mendapat rezeki yang berlipat ganda, dan seterusnya. Menurut Syekh Nawawi, ikhlas seperti itu adalah ikhlas yang berada pada tingkatan paling rendah. Allah SWT berfirman: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah kamu (Yahudi dan Nasrani) hendak berdebat dengan kami tentang Allah? Padahal, Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu. Hanya kepada-Nya kami dengan tulus mengabdikan diri. (QS Al-Baqarah Ayat 139) Dalam ayat ini dijelaskan bahwa hanya kepada Allah seorang hamba dengan tulus mengabdikan diri tanpa mempersekutukan-Nya. (yat) Baca juga :

Read More

Saat Rasulullah SAW Ditantang untuk Melawan Takdir Ajal

Surabaya — 1miliarsantri.net : Nabi Muhammad SAW kerap diejek dan diolok-olok oleh orang kafir Quraisy yang tidak mempercayai risalah Islam. Sampai suatu ketika, Nabi ditantang untuk melawan takdir seperti maut dan musibah agar dapat dihalau untuk membuktikan kenabiannya. Allah berfirman dalam Surat Yunus ayat 49: قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ “Qul lā amliku linafsī ḍarraw wa lā naf‘an illā mā syā’allāh(u), likulli ummatin ajal(un), iżā jā’a ajaluhum falā yasta’khirūna sā‘ataw wa lā yastaqdimūn(a).” Yang artinya, “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak kuasa (menolak) mudarat dan tidak pula (mendatangkan) manfaat kepada diriku, kecuali apa yang Allah kehendaki.” Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak (pula) dapat meminta percepatan.” Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menafsirkan ayat tentang orang-orang musyrik yang berulang-ulang mengatakan, “Bilakah datang janji, yakni ancaman, Wahai Muhammad beserta pengikut-pengikutmu yaitu orang-orang yang benar, cobalah segera datangkan siksa itu.” Tujuan dari orang-orang musyrik tersebut adalah mengejek agar disegerakan datangnya siksa. Maka ayat ini merupakan jawaban dari pertanyaan orang-orang musyrik itu. Rasulullah SAW sendiri tidak mampu menolak kemudharatan dan tidak pula dapat mendatangkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri. Jika demikian, bagaimana mungkin Rasulullah dapat menghadirkannya kepada orang lain? Apa yang akan terjadi kepada manusia adalah kehendak Allah yang waktu dan kadarnya telah ditetapkan oleh-Nya. Sehingga semua itu bersifat gaib dan Rasulullah tidak mengetahui hal tersebut. Ketika itu seakan-akan orang musyrik ada yang berkata, “Mengapa engkau tidak berdoa saja agar kami segera disiksa-Nya dan engkau bersama kaum Muslimin dapat dengan bebas melakukan apa yang dikehendaki-Nya?” Maka usul mereka yang seperti itu disanggah dengan ayat ini. Bahwa setiap umat mempunyai takdir ajal atau kebinasaan yang tidak dapat diajukan atau ditunda. Karena itu, tunggulah datangnya ajal itu. Apabila telah datang ajal mereka, yakni setiap orang, maka mereka tidak dapat memajukan atau memundurkannya walau sedetik. Adapun dalam Tafsir Kementerian Agama dijelaskan, Allah mengajarkan kepada Rasulullah SAW jawaban yang harus dikatakan kepada mereka dengan memerintahkan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada mereka bahwa Rasulullah tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak pula mendatangkan kemanfaatan kepada dirinya. Sebab Rasulullah hanya utusan Allah yang tidak berkuasa untuk mempercepat ataupun memperlambat datangnya siksaan yang dijanjikan Allah kepada mereka, sebagaimana ia juga tidak dapat memperlambat datangnya pertolongan Allah yang dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang Muslimin. Akan tetapi datangnya manfaat dan mudharat yang ditimpakan kepada manusia, tiada lain hanyalah atas kehendak Allah semata. Itu berarti apabila Allah menghendaki terjadinya sesuatu, maka hal itu tidak ada sangkut-pautnya dengan kehendak Rasul-Nya, karena kehendak itu hanyalah semata-mata milik Allah yang memelihara alam semesta. Tugas Rasul hanyalah menyampaikan kehendak Allah, bukan menciptakan kehendak. Apabila Rasulullah mengetahui akan hal-hal yang gaib, tidak lain hanya karena mengetahuinya dari wahyu Allah semata. (yat) Baca juga :

Read More

Doa yang Dibaca Rasulullah SAW Setiap Sholat Hanya Untuk Umatnya

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Suatu hari, ada seseorang menemui Rasulullah SAW. Lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu terjadi?” Mendengar pertanyaan itu, Nabi SAW balik bertanya, “Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapi hari itu?” Orang itu menjawab, “Tidak ada, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Mendengar itu, Nabi SAW bersabda, “Engkau bakal bersama yang engkau cinta.” (HR al-Bukhari). Kita tidak melihat Rasulullah SAW karena tidak hidup pada zamannya. Bagaimana Nabi SAW berjuang mendakwahkan Islam dan menegakkan risalah Ilahi meskipun menghadapi banyak cobaan dan penentangan yang keras dari kaumnya. Bahkan, sampai dahi Nabi SAW berdarah karena terkena batu yang dilemparkan orang-orang Thaif. Kita tak juga tak melihat langsung bagaimana Nabi SAW rela meninggalkan Makkah, tanah kelahirannya, menuju Madinah demi menjaga iman dan harapan bahwa Islam akan bersinar di tanah yang baru, dan itu akhirnya terbukti. Meskipun kita tak melihat Rasulullah SAW secara langsung, tetapi kita membaca sirah atau perjalanan hidup Nabi SAW yang penuh dengan perjuangan. Nabi SAW melakukan itu tiada lain karena mencintai kita, umatnya, agar tidak salah jalan atau melenceng dari jalan yang lurus. Melalui Nabi SAW, Allah SWT menurunkan risalahnya untuk kita. Nabi SAW adalah rahmat bagi alam semesta. Nabi SAW mengasihi, menyayangi, dan mencintai kita sepenuh hati dan ingin sekali kita selamat di dunia dan akhirat kelak. Nabi SAW sangat mencintai kita, dan demi itu rela menderita di jalan dakwah. Dalam hadis diceritakan, Rasulullah SAW berbincang santai di rumahnya bersama Aisyah, istrinya. Aisyah menuturkan, “Ketika aku memandang wajah Rasulullah, hatiku terasa tenteram. Lalu, aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, doakanlah aku.’ Beliau pun mengangkat tangannya berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah Aisyah, seluruh dosanya yang lalu dan yang akan datang, dosanya yang terlihat dan yang tersembunyi’.” Mendengar itu, Aisyah begitu senang. Saking senangnya, sampai ia menjatuhkan kepalanya di pangkuan suaminya itu. Kemudian Nabi SAW bertanya, “Senangkah kamu dengan doaku tadi?” Aisyah menjawab, “Bagaimana mungkin aku tidak gembira dengan doamu, ya Rasulullah?” Beliau meneruskan, “Demi Allah, itu juga doaku untuk umatku di setiap shalat.” (HR Ibnu Hibban). Nabi SAW sangat mencintai kita dengan selalu mendoakan kita di setiap shalatnya. Lalu bagaimana dengan kita? Kita memang tak melihat Nabi SAW secara langsung, tetapi bisa merasakan cintanya itu yang membuat kita sudah seyogianya mencintai beliau. Cinta kita kepada Nabi SAW tak hanya dengan mengucapkan shalawat, tetapi juga mengikuti ajaran-ajarannya secara menyeluruh, baik itu pada ucapan, perbuatan, maupun sifat-sifatnya. Kita ikuti semua perintah Nabi SAW dan menjauhi semua larangannya. Itulah cinta kita kepadanya, seperti dalam ayat, “Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali ‘Imran [3]: 31). Ketika kita mencintai Rasulullah SAW dengan mengikutinya, maka Nabi SAW akan memberi kita syafaat di hari kiamat dan akan menjadi teman dekat kita. Kita akan bersamanya, seperti disebutkan pada hadis di awal. Di akhirat, kita akan bersama yang kita cintai di dunia. Kita masuk dalam lingkaran para nabi dan rasul serta orang-orang saleh. (yus) Baca juga :

Read More

Kefanaan Waktu Insaniyah dan Keabadian Waktu Illahiyah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Pengetahuan dan kesadaran kita tentang waktu, tidak terlepas dari kesadaran dan pengetahuan kita tentang ruang. Kita berada di ruang bumi yang berputar pada porosnya serta mengitari pusat semesta dengan teratur. Keteraturan beredar dan berputarnya bumi pada poros dan jalurnya, beredarnya matahari dan bulan yang tetap tak berubah. Telah memampukan manusia sebagai makhluk berakal membangun sistem perhitungan waktu. Angka2 tahun, nama-nama bulan, nama-nama hari, angka-angka tanggal bahkan akhirnya terwujud dalam sistem kalender yang beragam berdasarkan perhitungan benda langit, dapat diciptakan. Kita mengenal kalender gregorian, kalender hijriyah, kalender çaka, kalender jawa, kalender china, kalender jepang, kalender maya, dan lain sebagainya. Kalender tersebut menghasilkan ilmu tentang semesta, tentang siklus dan liniernya sang “waktu”, tentang zodiac astrologi, ilmu falak dan astronomi, siklus pasaran, wuku, ilmu tentang musim dan cuaca bahkan ilmu meramal masa depan. Kalender menjadi sangat penting sebagai penanda dan pencatat peristiwa penting dalam hidup kemanusiaan. Kalender mencatat dan menandai hari lahir dan mati manusia, peristiwa peristiwa bersejarah, bangun dan runtuhnya peradaban, rencana2 masa depan manusia, juga menentukan hari2 suci keagamaan dan bahkan memperhitungkan bencana dan bahagia masa depan manusia. Juga me”ramal”kan seluruh semesta ini entah kapan pasti binasa. Kalender seharusnya menjadi rekakarya manusia yang menyadarkan dirinya betapa fana dan maya hidupnya. Beberapa hari ke depan, angka tahun 2023 sudah berganti menjadi 2024 dalam perhitungan kalender Gregorian berdasar peredaran matahari, yang dipakai sebagian besar umat manusia di dunia sebagai penanda perjalanan waktu. Ada sistem kalender lain yang didasarkan peredaran bulan atau kombinasi keduanya. Seperti sistem kalender Jawa karya Sultan Agung. Waktu bisa diukur dan diperhitungkan, sistem kalender bisa dibuat, karena kita berada di bumi sebagai bagian dari semesta yang perputaran dan peredaran kosmologisnya sangat teliti, detil dan presisi. Manusia sadar waktu, karena “diri” masih terbungkus jasad. Entah apa yang terjadi kalau jasad kita musnah karena kematian. Entah apa yang terjadi kalau planet bumi, ruang tempat tinggal semua makhluk, perputaran dan peredarannya bergeser nol koma nol derajat saja. Apalagi kalau tiba tiba semesta ini musnah atau rusak salahsatunya. Dimanakah gerangan “sang waktu”? Apakah ini yang disebut sebagai waktu abadi milik Sang Maha Transenden? Inikah yang disebut waktu Illahiyah? Kehadiran tahun baru Gregorian ini sering disambut dengan pesta dan hura hura dengan penuh suka cita bahkan lupa diri. Ada baiknya kita mengikuti jejak tradisi masyarakat Jawa ketika menyambut tahun baru 1 Suro dengan perilaku yang reflektif, laku prihatin, “withdrawl and return”, melakukan tapa kungkum, laku mbisu, mandi besar dan juga membersihkan atau jamasan benda benda pusaka. Sebagai laku perenungan dan membersihkan diri lahir batin. Sebab seiring berjalannya waktu, jasmani akan semakin rapuh dan semestinya jiwa semakin menguat. Kesadaran waktu adalah kesadaran spiritual, betapa fana dan tidak abadinya kehidupan ini. Seandainya ruang tiada, jasad tiada, bumi dan semesta tiada, dimanakah gerangan sang waktu? Keabadian yang tak terperi dan tak terbayangkan. Itulah maha misteri semesta tanpa ruang tanpa waktu, keabadian tak terperi yang hanya milik Tuhan. Dzat Transenden Maha Agung yang Hanya Satu bagi semua manusia dan seluruh isi semesta. (yat) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Mengajarkan Baca Doa Ini Agar Mendapatkan Rahmat Allah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Rahmat Allah SWT begitu luas kepada makhluk-Nya. Bahkan dalam sebuah riwayat, tentang perandaian luasnya rahmat tersebut, Allah SWT baru memberikan satu rahmat dari 100 rahmat yang Dia miliki. Kendati demikian, Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan kita berdoa meminta rahmat-Nya. Sebab sebagai umat Islam, penting kiranya untuk membaca doa-doa. Sebab doa merupakan ‘senjata’ bagi orang yang beriman. Dengan berdoa dalam waktu susah maupun senang, Allah SWT akan senantiasa memudahkan segala perkara yang hamba-Nya lalui. Dalam buku Kumpulan Doa Doa terbitan Kementerian Agama disebutkan sejumlah bacaan doa harian. Salah satunya adalah doa memohon keluasan rahmat. Doa ini disarikan dari surat Ghafir ayat 7-8. Berikut lafaznya: رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذذَابَ الْجَحِيمِ رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “Robbana wasi’ta kulla syai’in rohmatan wa ilman faghfir lilladzina taabuu wattaba’u sabilaka waqihim adzabal jahim. Robbana wa adkhilhum jannati adnin allati wa adatahum wa man sholaha min aabaa-ihim wa azwaajihim wa dzurriyatihim innaka antal azizul hakim.” Yang artinya, “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertauba dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga yang Engkau janjikan kepada mereka dari orang-orang shalih di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sungguh Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari balasan kejahatan.” Buya H Muhammad Alfis Chaniago dalam Indeks Hadits dan Syarah yang diterbitkan oleh Pustaka Kalbu, menjelaskan, doa adalah senjatanya orang beriman. Setiap kita punya kebutuhan, maka hendaklah manusia berdoa kepada Allah SWT, mohonlah kepada Allah SWT agar keinginan terpenuhi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah ayat 186). Sebanyak apa pun kebutuhan manusia, mintalah kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya. Dalam surat Al-Mumin ayat 60, Allah SWT berfirman: وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” Buya Alfis Chaniago menjelaskan, janganlah manusia berdoa kepada selain Allah SWT. Karena, tidak ada satu pun yang mengabulkan doa manusia selain Allah SWT. Dalam surat Al Ahqaf ayat 5, Allah SWT berfirman: وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ وَهُمْ عَن دُعَآئئِهِمْ غَٰففِلُونَ “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)-nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (yat) Baca juga :

Read More

Ini Adab Mengkritik Dalam Ajaran Islam

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam Islam mengajarkan sebuah prinsip kritis yang penuh adab. Kritik di dalam Islam dianggap sebagai instrumen perbaikan, namun dengan syarat-syarat tertentu. Adab mengkritik menjadi landasan utama, di mana setiap kritik haruslah dilakukan dengan keahlian dan tanpa meninggalkan jejak penghinaan. Islam mengajarkan bahwa kritik yang konstruktif adalah jalan untuk mencapai perbaikan, sementara penghinaan hanya akan merusak esensi dari pesan yang ingin disampaikan. Para ulama terdahulu memberikan petunjuk mengenai pedoman dalam memberikan kritik. Mereka menggunakan penilaian yang adil, memiliki standar yang jelas dalam mengkritik orang dan pernyataan. Contohnya, ulama hadits pada masa lampau sangat ketat dalam menilai sebuah riwayat hadits. Namun, mereka juga memahami bahwa tidak selalu diperlukan untuk mengevaluasi lawan atau lawan bicara dalam setiap kondisi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengungkapkan kritik. Ada beberapa adab yang harus diperhatikan jika ingin melakukan kritik: “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang mendapatkan ganjaran sesuai niatnya.” (HR. Bukhari no. 6953). “Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah” (QS. Thaha: 44). Orang yang menyampaikannya disebut orang yang melakukan kebodohan. Allah ta’ala berfirman: “Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian” (QS. Al-Hujurat: 6). “Tahrisy adalah memancing pertengkaran antara orang-orang satu sama lain” (Jami’ Al Ushul, 2/754). Dengan kata lain, tahrisy adalah provokasi. Tahrisy adalah perbuatan langkah setan untuk memecah belah kaum Muslimin. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya setan telah putus asa membuat orang-orang yang shalat menyembahnya di Jazirah Arab. Namun setan masih bisa melakukan tahrisy di antara mereka” (HR. Muslim no. 2812). Melakukan provokasi atau tahrisy ini termasuk namimah (adu domba). Al Imam Ibnu Katsir mengatakan: “Namimah ada dua macam: terkadang berupa tahrisy (provokasi) antara orang-orang dan mencerai-beraikan hati kaum Mu’minin. Maka ini hukumnya haram secara sepakat ulama” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/371, Asy Syamilah). Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, beliau mengatakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkumpul berdiskusi suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui dan bertanya, “Kapankah hari kiamat tiba?” Namun Nabi SAW tetap melanjutkan pembicaraannya. Beberapa orang berkata, “Dia mendengar kata-katanya, tetapi dia tidak menyukai apa yang dia katakan.” Dan ada pula yang berkata, “Dia tidak mendengarkan perkataannya.” Hingga akhirnya Nabi SAW menyudahi pembicaraannya sambil bersabda, “Di manakah orang-orang yang bertanya tentang hari kiamat?” Orang (yang bertanya) menjawab, “Saya ya Rasulullah!” Maka Nabi SAW bersabda, “Bila kamu sudah kehilangan kepercayaan, maka tunggulah hari kiamat.” Orang itu bertanya, “Bagaimana kepercayaan itu bisa hilang?” Nabi SAW bersabda, “Jika urusan itu tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggulah hari kiamat.” (HR.Bukhari) Kisah Nabi Ibrahim dan ayahnya dapat menjadi contoh, yang diabadikan dalam Surat Maryam ayat 43: “Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (yat) Baca juga :

Read More