Pangeran Diponegoro Ditangkap Saat Bulan Ramadhan

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Setelah memerintahkan anak buahnya membujuk Diponegoro agar mau berunding, Letnan Jenderal Hendrik Markus de Kock sempat berpesta. Pesta itu sengaja diadakan oleh Societat de Harmonie di Batavia untuknya. Pesta diadakan pada 17 Februari 1830, dihadiri 400 tamu undangan, termasuk Gubernur Jenderal Van den Bosch. Beberapa hari kemudian, datang laporan dari Kolonel Cleerens bahwa Diponegoro bersedia berunding dengan De Kock. Diponegoto tiba di Magelang pada 8 Maret, dan pada 28 Maret, bertepatan dengan hari kedua Lebaran, De Kock menangkap pemimpin Perang Jawa itu. Sejak 1826, De Kock memang memilih tinggal di Magelang setelah berselisih dengan Gubernur Jenderal Du Bus. Pada 1828, meski De Kock diangkat menjadi pejabat gubernur jenderal, ia memilih tetap berada di Magelang. Ia baru pergi ke Batavia pada 2 Februari 1828 setelah gubernur jenderal definitif tiba di Batavia pada 31 Januari 1828. Selama menjadi pejabat gubernur jenderal, De Kock menghibahkan tanah kepada Tarekat Freemason. Tarekat Freenason akan membangun kuil pemujaan. Selain menghibahkan tanah pemerintah kolonial, De Kock juga menyumbang 4.000 gulden. Anggaran pembangunan mencapai 12 ribu gulden. De Kock melakukdn peletakan batu pertama pembangunsn kuil Freemason itu pada 15 Februari 1830 sebagai presiden Tarekat Freemason. Ia juga merupakan wakil grand master Freemason di Hindia Belanda. Pesta yang diadakan untuknya adalah pesta untuk menghargai jasanya dalam pembangunan kuil Freenason itu. Tapi pesta dansa itu menjadi serba kebetulan karena pada 16 Februari 1830 Diponegoro menyatakan kesediaannya untuk berunding. Berkaitan dengan tugasnya untuk memulihkan keamanan di Jawa, berbagai cara telah De Kock lakukan. Gagal mengalahkdn Diponegoro lewat perang, ia mengubah taktik. Ia lakukan cara halus, yaitu mengendalikan perang saudara. Ia memilih tidak menaklukkan pangeran-pangeran Jawa, melainkan memenangkan hati mereka. Pengikut-pengikut Diponegoro yang memiliki niat baik ia rangkul, yaitu mereka yang bersedia bekerja sama dengan Belanda. Yang memiliki niat jahat ia buru tanpa ampun. Ia terus menjalin komunikasi di keraton Yogyakarta dan Surakarta. Itulah sebabnya, ketika di Jawa diadakan pesta ulang tahun Ratu Wilhelmina, ia membiarkannya, kendati di Batavia, Du Bus tidak mengadaksn perayaan demi penghematan. Tapi rupanya, Van den Bosch kurang setuju dengan langkah De Kock yang kurang progresif itu. Van den Bosch memutuskantak perlu lagi berunding dengan Diponegoro. Baginya, pilihan untuk Diponegoro hanya dua. Mati atau masuk penjara. De Kock mau tidak mau harus mengikuti keputusan gubernur jenderal itu.Maka, ketika Diponegoro tiba di Magelsng dan menyatakan tidak ada perundingan selama bulan Ramadhan, De Kock santai saja. Ia bahkan mrmberikan sambutan yang sangat ramah selama Ramadhan itu. Ia sering berkunjung ke Diponegoro pada saat makan sahur. Keluarga Diponrgoro juga didatangkan di Magelang. Maka Diponegoro bisa berkumpul dengan keluarga selama Ramadhan. Tiap hari ia sediakan lima kerbau untuk disembelih. Untuk keperluan makan berbuka dan makan sahur 800 pengikut dan 200 prajurit pengawal Diponegoro. Ia hadiahkan juga uang dalam jumlah besar. Seekor kuda Persia yang gagah pun diberikan kepada Diponegoro. Tapi keramahannya itu hanya tipu daya. Pada 28 Maret 1830, keramahan De Kock berubah. Saat Diponegoto mengunjunginya –bukan untuk berunding, melainkan untuk silaturahim Lebaran– De Kock menangkapnya. Usai silaturahim, De Kock melarang Diponegoro pulang. Bahkan secara diam-diam ia telah mengirim prajurit ke pesanggrahan untuk melucuti senjata prajurit Diponrgoro. Beberapa prajurit yang mengantarnya tanpa perlengkapan senjata juga segera diringkus. Diponegoro kemudian dikirim ke Semarang dengan kereta kuda. Di Semarang dinaikkan kapal menuju Batavia. (mif) Baca juga :

Read More

Sosok Raden Ayu Srimulat Yang Namanya Diabadikan Sebagai Grup Lawakan

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Mungkin sebagian besar orang belum mengenal sosok Raden Ayu Srimulat, sang primadona Jawa yang berjiwa modern.(7 Mei 1905 – 1 Desember 1968). Dia dalah pemain sandiwara panggung, pemain film dan penyanyi pada era akhir 50an hingga akhir 60an dan sekaligus tokoh berdirinya grup Srimulat yang sekarang ini masih menunjukkan eksistensi nya di tanah air. Raden Ayu Srimulat adalah anak dari R.M Aryo Rumpoko Tjitrosoma, seorang wedono di Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah dan R. Ayu Sedah. Lahir di Desa Botokan, Klaten pada 7 Mei 1905. Setelah ibu kandungnya wafat, pada usia 6 tahun Srimulat dibawa ke rumah kakak ayahnya, Raden Mas Sunarjo. Sunarjo waktu itu bekerja sebagai komisaris asisten residen di Klaten. Gadis kecil itu disekolahkan kakaknya di Hollandsch Inlandsche School, HIS, di kawasan Klaseman, Gatak, Sukoharjo. Baru setelah menginjak usia remaja, Srimulat kembali ke rumah ayahnya yang ditunjuk menjadi wedono di Bekonang, Sukoharjo. Ia melanjutkan sekolahnya di Koningin Emma School di Solo. Hanya beberapa bulan mengenyam pelajaran, Srimulat disuruh berhenti sekolah oleh ibu tirinya. Putri ningrat tak perlu sekolah tinggi tinggi, begitu kata ibu tirinya. Srimulat sangat terpukul. Apalagi ia tak mendapat pembelaan dari ayahnya. Srimulat lantas dipingit. Seperti kisah putri putri bangsawan yang menjalani pingitan, masa remaja Srimulat hanya dihabiskan dalam kungkungan dinding kewedanaan saja. Ia belajar berbagai macam keterampilan dari para abdinya. Usianya baru 12 tahun tapi sudah pintar menembang, menari, dan juga membatik. Kadang kadang kalau lagi senggang, ayahnya kadang kadang mendampingi Srimulat dan saudara saudaranya di saat belajar menari dan menembang. Hidup Srimulat penuh dengan suara tembang, bunyi gamelan dan gerak tari. Dibandingkan saudara saudaranya, Srimulat anak yang paling cepat menangkap ajaran kesenian yang diberikan ayah dan abdinya. Orang tuanya lalu menikahkan Srimulat dengan seorang kerabat dekat ayahnya bernama Raden Hardjowinoto. Usianya waktu itu baru 15 tahun. Rumah tangganya tak berlangsung lama. Srimulat diterpa kemalangan secara beruntun. Anaknya yang baru berusia 2,5 tahun meninggal dunia lalu disusul suaminya 3 bulan kemudian. Kesedihannya semakin bertambah saat ayahnya mencari selir selir baru. Muak akan kehidupan feodal priyayi dan praktik perseliran di dalam kompleks rumahnya sendiri Srimulat bertekad minggat. Suatu malam ia memutuskan kabur dari rumah. Berbekal uang 3,5 sen ia pergi ke Surakarta lalu ke Yogyakarta. Ia melamar kerja ke dalang Ki Tjermosugondo yang sedang kondang saat itu. Setahun kemudian, Srimulat bergabung dengan Ketoprak Candra Ndedari pimpinan Ki Retsotruno yang kebetulan sedang pentas di Alun alun Utara. R.A.Srimulat mengawali kiprahnya sebagai pemain rombongan ketoprak Mardi Utomo di Magelang dan Rido Carito. Ketenarannya menembus baik lapisan atas maupun bawah masyarakat. Srimulat tak segan menari bersama penari penari lokal di sejumlah daerah membawakan tari tarian daerah yang tak begitu dikenal. Ia juga bersedia diundang dalam acara tradisional penebangan pohon pohon jati tua di sebuah desa di Blora, Jawa Tengah. Srimulat pindah ke panggung Wayang Orang Ngesthi Rahayu yang dipimpin Nyi Murtiasih dari Jawa Timur. Kebetulan suami Murtiasih punya grup orkes yang sering tampil di pesta perkawinan. Srimulat pun diminta bernyanyi dengan iringan musik irama keroncong dan Hawaiian. Sewaktu digelar pasar malam di Magelang, ia berjuampa dengan Mannoek, bos penyelenggara pasar malam. Ia pun berkelana dari kota ke kota mengisi panggung hiburan pasar malam. Dalam waktu singkat Srimulat, anak priyayi dan gadis pingitan itu, menjelma menjadi perempuan yang mandiri. Ia menentang arus saat itu, menolak menjadi Raden Ayu dan memilih menjadi sri mahapanggung atau ratu panggung. Pendiriannya yang keras membuatnya membela mati matian seorang pesinden bernama Nyai Mas Sulandjari yang berhasil memenangkan lomba kontes batik di Pasar Malam Amal Yogyakarta pada 1938. Kemenangan Sulandjari itu diprotes keras para bangsawan Yogyakarta dan Surakarta. Apalagi Sulandjari berhasil mengalahkan putri putri ningrat. Mendengar Sulandjari dihina, Srimulat melawan para bangsawan itu. Melalui wawancara dengan mingguan Darmo Kondho dan Penjebar Semangat, Srimulat menyatakan dukungannya kepada Sulandjari sembari mengkritik keras para kaum ningrat. Siapa yang lebih berhak memberikan penilaian dalam kontes semacam itu, tanyanya sinis. Di sisi lain, Srimulat pernah dikontrak untuk masuk dapur rekaman oleh perusahaan piringan hitam Burung Kenari, Columbia dan His Master’s. Suara merdunya yang melantunkan lagu Kopi Susu, Padi Bunting, Janger Bali, dsb. Saat itu hanya kaum berpunya saja yang bisa memiliki gramofon untuk memutar piringan hitam. Budayawan Arswendo Atmowiloto menggambarkan Srimulat sebagai seorang penampil yang meletakkan dasar dasar seorang artis modern. Sikapnya terbuka pada segala jenis tarian. Ia turun ke pelosok, ke pusat keramaian membawakan secara live lagu yang sedang ngetop. Di pentas wayang orang ia tampil di kelompok Srikuncoro. Selain itu, ia juga pernah membintangi film Sapu Tangan (1949), Bintang Surabaja (1951), Putri Sala (1953), Sebatang Kara (1954) dan Radja Karet dari Singapura (1956). Teguh Srimulat.Yang merupakan suami terakhir sekaligus suami yang bepengaruh dalam hidup Srimulat. Sukses di panggung, Srimulat kurang berhasil dalam berumahtangga. Tiga kali pernikahannya selalu kandas. Pada tahun 1947 di Purwodadi, Grobogan, Srimulat satu panggung dengan Orkes Keroncong Bunga Mawar dari Solo. Gitaris orkes tersebut bernama Kho Tjien Tiong, dikenal dengan nama Teguh Slamet Rahardjo. Keduanya saling terpikat. Sehabis pentas di Purwodadi mereka resmi berpacaran. Usia mereka terpaut jauh. Teguh jejaka berusia 21 tahun sementara Srimulat berusia 39 tahun. Pada 8 Agustus 1950, R.A.Srimulat menikah dengan Teguh Slamet Rahardjo, Kho Djien Tiong, yang berusia 24 tahun. Pada saat yang sama dibentuk rombongan kesenian keliling bernama Gema Malam Srimulat. Gema Malam Srimulat adalah sebuah kelompok kesenian yang menyuguhkan gabungan antara lawak dan nyanyi terutama lagu tembang langgam Jawa dan keroncong. Penyanyinya waktu itu antara lain Kusdiarti, Suhartati, Ribut Rawit, Maleha, Rumiyati, dan Srimulat sendiri sedangkan Teguh menjadi pemain gitar dan biola. Sebelum memasuki tahun 1957, Gema Malam Srimulat berganti nama menjadi Srimulat Review. Memasuki 1957 namanya berubah lagi menjadi Aneka Ria Srimulat. Salah satu momen bersejarah bagi Srimulat dan Teguh adalah keputusan mereka pindah ke Surabaya dari Surakarta sekitar Peristiwa G 30 S. Suatu malam pada 1965, tak lama sebelum geger 30 September, Srimulat berbisik di telinga Teguh Slamet Rahardjo, suaminya. Sebentar lagi bakal ada ontran ontran. Pak Jenderal meminta kita untuk berhati hati. Sebaiknya kita tidak pulang dulu ke Solo untuk waktu cukup lama, kata Srimulat, dikutip Sony Set dan Agung Pewe dalam bukunya, berjudul Srimulat, Aneh yang Lucu. Saat itu Srimulat…

Read More

Sosok Joko Tingkir Yang Memiliki Cucu Presiden Indonesia

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Meski hanya menantu Sultan Demak Trenggono, Joko Tingkir bisa naik tahta. Hal itu terjadi setelah Demak kehilangan raja, karena Sultan Demak Prawoto dibunuh oleh Adipati Jipang Aryo Penangsang. Aryo Penangsang membunuh Sultan Prawoto berdasarkan fatwa Sunan Kudus, Joko Tingkir naik tahta atas restu Sunan Giri dengan nama Sultan Hadiwijoyo. Benarkah Joko Tingkir masih cucu Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V? Sebenarnya, Joko Tingkir juga menjadi sasaran pembunuhan Aryo Penangsang. Namun, Joko Tingkir selamat dari upaya pembunuhuan, lalu beranak-pinak, hingga di kemudian hari salah satu keturunannya menjadi presiden Indonesia. Pada masa remaja ia menjadi santri Ki Ageng Selo di Desa Selo, Grobogan. Ia adalah anak dari Ki Ageng Pengging II alias Kebo Kenongo dan kelak ia memiliki keturunan yang menjadi presiden Indonesia. Kebo Kenongo merupakan anak kedua dari Andayaningrat. Andayaningrat yang dijuluki sebagai Ki Ageng Penggging I inilah yang merupakan menantu Raja Majapahit Brawijaya V. Istrinya, Ratu Ratna Pembayun, merupakan anak pertama daru salah satu permaisuri Brawijaya V. Begitulah silsilah Joko Tingkir sebagai cucu Brawijaya V. Sebelum memiliki anak, Joko Tingkir memilih Danang Sutowijoyo sebagai anak angkatnya. Setelah itu, ia memiliki anak yang kemudian ia jadikan putra mahkota, yaitu Pangeran Benowo. Mengapa namanya Joko Tingkir, tidak Joko Pengging? Saat kecil, nama Joko Tingkir adalah Karebet. Ketika kedua orang tuanya meninggal, ia diangkat sebagai anak oleh Ki Ageng Tingkir. Ki Ageng Tingkir merupakan sahabat ayahnya yang tinggal di Desa Tingkir. Oleh sebab itulah, di kemudian hari Karebet memiliki nama Joko Tingkir. Ketika Joko Tingkir meninggal dunia, Pangeran Benowo menggantikannya sebagai Sultan Pajang. Sejak kecil Pangeran benowo menjadi santri Sunan Kalijaga, tetapi ia hanya menjadi raja sebentar, karena ia memilih melanjutkan dakwah yang dirintis gurunya, Sunan Kalijaga. Kekuasaan Pangeran Benowo direbut oleh Adipati Demak, Raden Pangiri. Raden Pangiri merupakan anak Sultan Prawoto. Membela Pangeran Benowo, Danang Sutowijoyo lalu merebut kekuasaan Raden Pangiri. Karena Pangeran Benowo tak bersedia lagi menjadi raja, maka Danang Sutowijoyo yang menggantikannya, tetapi memindahkan keraton ke Mataram. Pangeran Benowo terus mengembangkan dakwahnya. “Atas anjuran Sunan Kalijaga, Pangeran Benowo yang merupakan putra mahkota Keraton Pajang mendirikan pusat pendidikan Islam yang kemudian berkembang menjadi cikal bakal sistem pendidikan pesantren di Jawa,” Dr Purwadi dan Dra Siti Maziyah. KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nnahdlatul Ulama, adalah keturunan ke-7 dari Pangeran Benowo. Berarti keturunan ke-8 dari Joko Tingkir. Hasyim Asy’ari memiliki cucu bernama Abdurrahman Wahid. Berarti Abdurrahman Wahid merupakan keturunan ke-10 dari Joko Tingkir. Keturunan ke-10 Joko Tingkir inilah yang pada 2009 terpilih menjadi presiden Indonesia di Sidang Umum MPR. Cucu Raja Majapahit itu telah menurunkan presiden Indonesia. (mif) Baca juga :

Read More

Kisah Tunggul Ametung Sang Adipati Tumapel

Semarang — 1miliarsantri.net : Alkisah di negeri Tumapel hidup seorang adipati yang menyukai perempuan-perempuan cantik. Sang adipati, walau usianya tak muda lagi, menganggap perempuan cantik sebagai aset berharga. Tiap kali berjalan ke desa-desa ia selalu mencari perempuan cantik. Tak peduli siapa orang tua perempuan itu dan bagaimana kondisi hidupnya, selama sang adipati menginginkannya, perempuan itu akan diangkut ke istana kadipaten. Bahkan bila perlu dengan kekerasan. Nama adipati Tumapel itu Tunggul Ametung. Ia menjadi adipati setelah menyatakan sumpah setia pada raja Kediri; Kertajaya. Pada waktu itu Kediri adalah kerajaan terbesar di Jawa. Wilayah kekuasaannya mencangkup seluruh Jawa dan sebagian Sumatra. Kesetiaan Tunggul Ametung pada Kertajaya tiada duanya. Tiap tahun ia mengirim upeti dengan jumlah luar biasa besar. Hasil panen terbaik, barang-barang antik, dan segepok emas ia kirim ke Daha sebagai tanda kesetiaan. Tunggul Ametung memiliki reputasi baik di mata sang raja. Ia diberi kebebasan oleh raja untuk mengelola wilayahnya, tanpa batas. Semua itu berkat kesetiaannya pada Raja Kertajaya. Tunggul Ametung bukan seorang bangsawan. Tak ada darah ksatria atau brahmana dalam dirinya. Dahulu ia adalah perampok yang sudah merapok lebih dari seratus kali dan sudah membunuh orang 150 kali. Ia adalah perampok berdarah dingin. Seluruh Kediri tahu itu. Reputasinya sebagai perampok ulung sampai juga di telinga raja Kediri yang kala itu baru naik tahta, Raja Kertajaya. Bukannya membasmi gerombolan Tunggul Ametung itu, Raja Kertajaya justru memanggilnya ke istana untuk memberikan tawaran menarik. Aneh memang, namun itulah yang terjadi. “Jadi kau yang bernama Tunggul Ametung itu?” Tunggul Ametung memandang raja baru itu dengan curiga. “Tenanglah. Aku tak bermaksud menangkap atau menghukummu. Bahkan aku mengizinkanmu memasuki istanaku bersama beberapa gerombolanmu itu, bukan? Kau lihat, tak ada perajuritku di sini.” “Apa yang kau inginkan?” tanya Tunggul Ametung, “jika kau akan menghentikanku, kau melakukan hal sia-sia. Jika kau pikir aku akan menyerah tanpa perlawanan, kau keliru.” Suasana hening. Para abdi kerajaan dan pejabat istana menjadi kaget dan was-was. Sebelum ini tak pernah ada orang yang berbicara pada raja Kediri tanpa menyembah terlebih dahulu. Mereka khawatir akan terjadi kekacauan di dalam istana. “Haha, berani juga kau. Tenanglah, aku Kertajaya raja Kediri bukan orang seperti itu. Aku berbeda dengan pendahulu-pendahuluku.” Suasana semakin mencekam. Di luar istana para perajurit kerajaan tiba-tiba datang dalam jumlah besar. Mereka berhadapan dengan gerombolan Tunggul Ametung, saling tatap penuh curiga seakan-akan di mata mereka ada api yang berkobar, api kebencian yang tiba-tiba menyala. “Pernah kah kau mendengar wilayah Tumapel?” “Aku tahu tempat itu. Dulu aku merampok orang kaya di wilayah itu” “Lalu?” “Aku dikejar sampai ke perbatasan Gelang-Gelang.” “Pasukan mereka memang kuat.” “Apa yang kau inginkan?” Kesabaran Tunggul Ametung kian menipis. “Aku ingin mengajakmu bekerja sama.” “Bekerja sama? Apa maksudmu?” “Setelah kematian ayahku, wilayah Tumapel menjadi kurang ajar. Tak ada upeti yang datang. Aku dengar sang adipati tak sudi mengakuiku sebagai raja baru.” “Lalu, apa hubungannya denganku?” Kertajaya diam sejenak, lalu senyum tipis merekah di wajahnya. “Aku ingin kau dan gerombolanmu membunuh adipati Tumapel.” Tunggul Ametung kaget. “Hah? Apa untungnya bagiku?” “Setelah kau menghancurkan adipati itu, aku akan menjadikanmu adipati Tumapel yang baru. Kau dan gerombolanmu akan bergerak atas namaku.” Tunggul Ametung nampak bimbang. Ia yang semula bersikap congkak di hadapan raja, kini mulai berubah. Ia menatap rombongan yang mengawalnya. Mata orang-orang itu seakan berkata ‘ini tawaran bagus, terimalah. Aku tak mau jadi perampok selamanya!’ “Setelah aku menggulingkan adipati Tumapel, apa yang harus kulakukan selanjutnya?” “Kau hanya harus menyatakan sumpah setia padaku dan mengirim upeti tiap tahun.” “Yang benar saja! Tak ada yang tersisa padaku jika kekayaan Tumapel mengalir kepadamu!” “Tumapel adalah wilayah kaya. Hasil buminya yang terbaik di Jawa. Di sana juga ada tambang emas yang tak akan habis ditambang. Kau akan menerima jauh lebih banyak dibanding yang kau berikan padaku.” Tunggul Ametung lagi-lagi terdiam. Pikirannya mengkalkulasi untung-rugi. Jika berhasil ia akan menjadi adipati. Tapi jika gagal ia akan menjadi pesakitan. “Kenapa kau bimbang? Bukankah kau itu kuat?” Perkataan Kertajaya semakin membuat Tunggul Ametung gelisah. “Jika kau tak mau menerimanya, keluar dari istanaku sekarang juga! Tak masalah jika kau tak mau. Tapi ingat, aku akan mengerahkan seluruh pasukanku untuk membunuhmu sesaat setelah kau menyatakan menolak. Aku jamin hidupmu tak akan tenang!” Bagai gemuruh guntur di siang hari, suara Kertajaya menggetarkan seisi istana. Kebingungan semakin menggerogoti pikiran Tunggul Ametung. Ia mulai cemas. Keringat mulai membasahi tubuhnya. Suasana semakin mencekam. Di depan istana perajurit kerajaan sudah mengepung rombongan Tunggul Ametung. Tak ada satu pun yang berucap. Apakah mereka menjadi sekutu atau akan saling bunuh? Hati dan pikiran Tunggul Ametung kian bimbang. Ia harus segera memutuskan. “Baiklah,” akhirnya Tunggul Ametung bersuara, “aku menerima tawaran itu.” Senyum merekah di wajah Kertajaya, kali ini lebih lebat dari sebelumnya. Sinar terang seakan menerangi ruangan utama istana itu. Mereka yang berjaga di luar pun lega karena tak harus saling bunuh. “Sebagai awal tanda kesetiaanmu, mulai sekarang panggil aku Yang Mulia Raja Kertajaya.” Sambil menunduk Tunggul Ametung berkata “Baik, Yang Mulia Raja Kertajaya.” Tunggul Ametung segera menyesuaikan diri. Ia menyadari betul situasinya sudah berbalik. Raja Ketajaya benar-benar telah menundukkaannya. Ia sekarang mengerti seperti apa wibawa raja jawa. Tunggul Ametung sadar, jika ia menolak atau berkhianat Raja Kertajaya akan menghancurkannya tanpa ampun. Mungkin ia akan mati dipenggal dan kepalanya akan diarak keliling alun-alun Daha. Ia harus tunduk pada kemauan Raja Kertajaya demi dirinya, pasukannya, dan masa depan cerah yang dijanjikan. “Baiklah. Besok kau berangkat ke Tumapel bersama rombonganmu. Oh ya, apa kau membutuhkan sesuatu?” Tunggul Ametung yang baru menyatakan tunduk pada Kertajaya harus menyampaikan permintaannya dengan sopan dan santun. “Yang Mulia, saya butuh kuda, tombak, dan panah. Sertakan juga 100 perajurit untuk berjaga di perbatasan, siap siaga jika pasukan adipati Tumapel melarikan diri. Hanya untuk jaga-jaga.” “Apakah itu cukup?” “Sebetulnya belum cukup Yang Mulia. Saya juga butuh kuda dan beberapa puluh pemanah.” “Baiklah, akan kusiapkan semuanya. Besok pagi sebelum matahari terbit kau harus sudah berangkat. Aku akan mengirim delik sandi untuk memantau situasi.” “Terima kasih Yang Mulia.” “Dan ingat, jangan berani berkhianat padaku. Pengkhianatan akan berakhir dengan kesengsaraan, kestiaan akan menghasilkan kejayaan. Camkan itu baik-baik!” Keesokan harinya Tunggul Ametung berangkat ke Tumapel bersama gerombolannya. Ia harus berhasil dalam misi ini, bagaimana…

Read More

Islam di Krimea, Susunan Puzzle Dua Abad Terakhir Pasca Runtuhnya Kekhanan Krimea

Jakarta — 1miliarsantri.net : Buku Islam di Krimea yang ditulis oleh Yanuardi Syukur, Pengurus Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI di mana dirinya pernah melakukan kunjungan ke Ukraina. Ia mengatakan, penulisan buku ini menjadi salah satu upaya untuk membuka fokus studi baru terkait wilayah Islam yang di luar Timur Tengah atau Asia Tenggara, melainkan sebuah wilayah di timur Eropa, yakni Krimea. “Dari studi Islam di Krimea, saya mulai menyusun puzzle dari informasi yang terserak tentang formasi sosial yang membentuk Krimea, serta dinamika regional yang terjadi sepanjang dua abad terakhir pasca runtuhnya Kekhanan Krimea yang pernah berkuasa hampir tiga abad,” tutur Yanuardi dalam peluncuran bukunya beberapa waktu lalu. Mengingat sejak abad ke-18, ketika Rusia pertama kali menduduki Krimea, pemerintah Moskow dengan baju Uni Soviet telah menganiaya umat Islam dan pendudukan Krimea sejak 2014. Pasukan keamanan mereka telah menekan budaya Muslim, memenjarakan banyak orang Tatar Krimea, hingga mempersulit berbagai kegiatan ibadah. Arif menyampaikan bahwa perang adalah pengingkaran terhadap perintah perdamaian dari agama. Tidak ada perintah dalam agama untuk saling berperang kecuali karena mempertahankan kebenaran. Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Bunyan Saptomo, yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang kaffah. “Coba lihat surat Al Hujurat ayat 13, Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal. Bisa kerjasama (itu idealis). Tapi Islam juga mengajarkan juga bahwa kita harus siap perang. Artinya, ada sisi realistis bahwa yang kuat akan menang melawan yang lemah. Boleh berperang (di jalan Allah) ketika diserang, tapi jangan melampaui batas,” tutur dia. MUI Pusat sebagai simbol kelembagaan ukhuwah, maka MUI Pusat menjadi lembaga penghubung. Indonesia harus jadi role model untuk memperkuat ukhuwah dengan berbagai negara, termasuk negara seperti Ukraina. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sepenuhnya mendukung solidaritas kemerdekaan Muslim Tartar Krimea dan berharap perang segera berakhir. Rangkaian kegiatan diadakan oleh MUI Pusat sembari menyambut hadirnya Ketua RAMU (Religious Administration of Muslims of Ukraine), Sheikh Murat Suleymanov, dan beberapa delegasi lainnya yang sedang melakukan kunjungan di Indonesia. Sebagai lembaga yang menaungi berbagai Ormas Islam di Indonesia, MUI Pusat mendorong agar perdamaian untuk selalu dijaga dan dijadikan komitmen global. “Peperangan di atas bumi harus dicegah dan harus diselesaikan. Solidaritas kemanusiaan harus diusahakan oleh semua pihak termasuk umat beragama melalui mekanisme hukum yang berlaku baik di skala nasional, regional, maupun internasional,” pungkas Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Arif Fahrudin. (Iin) Baca juga :

Read More

Abdullah bin Salam, Kepala Pendeta Yang Mengakui Kenabian Rasulullah SAW

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Abdullah bin Salam merupakan kepala pendeta Yahudi di Madinah. Dia terkenal di kalangan masyarakat dengan ketakwaan dan kesalehannya, tersohor dengan sikap istikamah dan kejujurannya. Setiap hari, Abdullah bin Salam mendalami isi Taurat. Saat mendapati penjelasan tentang kelahiran seorang Nabi di Makkah untuk menyempurnakan risalah para nabi terdahulu, dia tertegun. Pria yang dikenal dengan panggilan Al-Hushain bin Salam ini berharap kepada Allah SWT agar memanjangkan umurnya sehingga bisa menyaksikan kemunculan Nabi tersebut. Allah mengabulkan permohonannya. Allah SWT menunda ajal Abdullah bin Salam sampai Nabi Muhammad datang. Dalam buku Jejak Perjuangan dan Keteladanan Sahabat-sahabat Nabi yang ditulis Abdurrahman Ra’fat Al-Basya, Abdullah bin Salam menceritakan pertama kali dia mendengar kabar kedatangan Nabi Muhammad. Saat itu, Rasulullah meninggalkan Makkah menuju Madinah. Setiba di Yastrib, Rasulullah singgah di Quba. “Seseorang laki-laki datang kepada kami, dia mengumumkan kedatangannya (Rasulullah) kepada semua orang. Saat itu aku sedang berada di pucuk pohon kurma milikku. Bibiku Khalidah binti al-Harits sedang duduk di bawah pohon. Begitu aku mendengar berita, maka aku langsung berucap Allahu Akbar, Allahu Akbar,” ujarnya. Bibinya yang mendengar ucapan tersebut langsung berdoa agar Allah menggagalkan rencana Abdullah bin Salam masuk Islam. “Demi Allah, seandainya kamu mendengar kehadiran Musa bin Imran, niscaya kami tidak akan melakukan lebih dari itu,” kata sang bibi. “Bibiku, sesungguhnya dia demi Allah adalah saudara Musa bin Imran dan berada di atas agamanya. Dia diutus dengan apa yang Musa diutus dengannya,” timpal Abdullah bin Salam. Tak berselang lama, Abdullah bin Salam menemui Rasulullah. Ia melihat Rasulullah sebagai sosok yang jujur. Bukan pembohong seperti yang diberitakan orang-orang kafir. Di hadapan Rasulullah, Abdullah bin Salam menyatakan masuk Islam. Setelah bertemu Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Salam kembali ke rumahnya. Dia mengajak istri, anak-anak dan keluarganya masuk Islam. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam akhirnya masuk Islam. “Rahasiakan keislaman kalian dan keislamanku di depan orang-orang Yahudi sampai aku memberitahu kalian,” kata Abdullah bin Salam kepada keluarganya. Masuk Islamnya Abdullah bin Salam akhirnya sampai ke telinga umat Yahudi. Mereka mencela dan menuduh Abdullah bin Salam berdusta. Abdullah bin Salam juga disebut orang terburuk dan bodoh. Setelah melewati berbagai tuduhan dan makian, Abdullah bin Salam mempelajari Islam dengan sangat antusias. Dia sangat menyukai Alquran dan Rasulullah. (mif) Baca juga :

Read More

Kisah Masjid Quba yang Memiliki Dua Kiblat di Madinah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Semua orang pasti sudah mengetahui masjid bersejarah yang penting, dimana dikenal sebagai salah satu masjid paling awal dalam Islam. Didirikan pada masa Nabi di lingkungan terpencil di Madinah. Maknanya terletak pada kenyataan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk mengubah kiblat atau arah shalat dari Masjid al-Aqsa di Yerusalem ke Masjidil Haram (Ka’bah) di Makkah, seluruh jamaah yang dipimpin oleh seorang pendamping di masjid ini berpindah haluan dalam shalat. Selanjutnya masjid ini dikenal dengan nama Masjid al-Qiblatayn (masjid dua kiblat) karena kedua kiblat tersebut berhadapan dalam satu shalat. Al-Bukhari dalam Shahihnya meriwayatkan kejadian tersebut sebagai berikut: “Ketika Nabi SAW datang ke Madinah, pertama-tama beliau tinggal bersama kakek atau paman dari pihak ibu yang berasal dari Ansar. Dia salat menghadap Baitul-Maqdis (Yerusalem dan Masjid al-Aqsa) selama enam belas atau tujuh belas bulan, namun dia berharap bisa salat menghadap Ka’bah (di Makkah). Sholat pertama yang dipanjatkannya menghadap Ka’bah adalah salat Asar dengan ditemani beberapa orang. Kemudian salah satu orang yang salat bersamanya keluar dan melewati beberapa orang di masjid yang sedang rukuk saat salat (menghadap Yerusalem). Dia berkata kepada mereka: ‘Demi Allah, aku bersaksi bahwa aku telah sholat bersama Rasul Allah menghadap Makkah (Ka’bah).’ Mendengar hal itu, orang-orang itu segera mengubah arahnya menuju Ka’bah. Orang-orang Yahudi dan ahli kitab dulu senang melihat Nabi menghadap Yerusalem dalam shalat, tetapi ketika beliau mengubah arahnya menuju Ka’bah, saat shalat, mereka tidak menyetujuinya (Sahih al-Bukhari). Secara arsitektural, masjid ini dengan cermat memperhatikan banyak kepribadian gaya sepanjang sejarah Muslim. Banyak program perluasan, pembangunan kembali dan renovasi dilakukan. Salah satu tokoh pertama yang melakukan hal ini adalah Umar II. Kesultanan Ottoman juga unggul dalam hal yang sama. Bentuk masjid yang sekarang berasal dari tahun 1987. Masjid ini dibangun sebagai bagian dari berbagai inisiatif pembangunan di Madinah oleh Raja Fahd. Denah dan desain masjid mengacu pada bahasa dan kosa kata arsitektur tradisional Islam sebagai sumber inspirasi. “Secara eksternal, kosakata arsitektur terinspirasi oleh elemen dan motif tradisional dalam upaya yang disengaja untuk menawarkan citra otentik untuk sebuah situs bersejarah” (archnet.org). Arsiteknya adalah Abdul-Wahid al-Wakil dari Mesir. Masjid ini jauh lebih kecil dibandingkan Masjid Quba’. Hal ini mungkin terjadi karena tempat ini tidak termasuk dalam daftar tempat yang direkomendasikan Nabi SAW untuk dikunjungi di Madinah. Luasnya yang relatif kecil merupakan ajakan tidak langsung kepada masyarakat untuk tidak menganggapnya penting untuk dikunjungi sebagaimana tempat yang telah ditentukan secara eksplisit, sehingga tidak berduyun-duyun ke sana jika tidak diperlukan. Interior masjid ini sangat mirip dengan masjid Ahmad ibn Tulun dan beberapa masjid Fatimiyah di Kairo. Terdapat dua menara di sisi kanan dan kiri pintu masuk utama. Meski agak lebih pendek, namun menyerupai empat menara masjid Quba’. Basis menaranya berbentuk persegi dan porosnya berbentuk segi delapan. Ada tiga balkon di setiap menara, yang kedua dan ketiga ditopang oleh muqarnas. (yan) Baca juga :

Read More

Makna Bulan Ramadhan Bagi Calon Jamaah Haji Nusantara di Masa Lalu

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Pada zaman dahulu bulan Ramadhan bagi para haji adalah bulan impian. Selain soal ibadah puasa dalam rukun Islam, bagi para jamaah haji kala itu adalah waktu-waktu yang sangat nikmat. Mengapa? Ini karena saat itulah mereka sudah sampai ke Makkah setelah melalui perjalanan panjang yang berbahaya, dimana mereka naik kapal laut dan tiba di pelabuhan Jeddah, setelah melalui rute panjang mengarungi samudera luas, dari Nusantara menuju pelabuhan di India dari pelabuhan Aceh –ada yang singgah di Singapura – lalu berlayar ke Jeddah. Ini baru rute utamanya. Sedangkan kecilnya, rute dalam negeri, ketika di nusantara mereka pun menempuh dalam waktu panjang dan berbahaya. Mereka datang dari kampung-kampung dari seantero Nusantara lalu naik kapal besar –misalnya Nederland Loyd—dari pelabuhan yang ada di Sulawesi, Kalimantan, Surabaya, Batavia, lalu ke Singapura. Sungguh perjalanan yang rumit dan teramat panjang. Nah, ketika sampai ke Makkah pada bulan Ramadhan itulah mereka jelas merasa sangat bahagia. Selama waktu tinggal di Tanah Suci itu atau sembari menunggu bulan haji (Dzulhijah), mereka belajar aneka rupa ilmu agama Islam dan manasik haji. Mereka belajar pada mukimim nusantara yang ada di Makkah, yang lazim di kenal sebagai orang ‘Jawah’. Salah satu Madrasah legendaris yang dijadikan tempat menimba ilmu adalah Al-Shaulatiyah di Makkah. Salah satu tempat belajar utama para jamaah haji dan pelajar Nusantara di Makkah waktu itu. Dua orang lulusan madrasah ini sangatlah terkanal sampai kini, yakni KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari. Letaknya tak jauh dari pelataran Masjidil Haram. Sekarang gedung madrasah ini lokasinya sudah dipindahkan ke luar kota Makkah. Seorang Wakil konsul Belanda di Jeddah kala itu, Hoesin Iscandar pada tahun 1931 sempat menulis soal situasi jamaah haji ketika berada di Makkah. Dia berkisah begini: ‘’Orang Jawa adalah satu-satu komunitas di Makkah yang tidak mencari uang, melainkan membelanjakan uang di Tanah Arab. Kebanyakan mereka tidak mempunyai profesi yang menghasilkan upah, dan mereka yang berdagang pun hanya berlangganan sesama orang ‘Jawah’ saja, sehingga penduduk Makkah asli mendapat untung besar dari komunintas ini. Dari catatan arsip Belandadari Snouck Hurgronje, menyatakan bahwa komunitas Mukimin merupakan wujud hubungan paling konkret antara ‘Jawah’ dengan Haramain. Inti dari dari mereka (komuntas mukimin Jawah) adalah para guru dan siswa. Di Makkah, merekalah yang dipandang tertinggi. Mereka amat disanjung oleh sesama orang Nusantara yang nak haji, dan dari Makkah mereka memimpin kehidupan-keagamaan desa-desa asli mereka.” Jadi para haji zaman dahulu memanfatkan bulan Ramadhan hingga tibanya bulan haji untuk belajar agama. Bukan berdagang atau aktivitas lainnya. Mereka belajar dan menemui para ulama ‘Jawi’ yang mengajar di Makkah yang pada abad ke-19 jumlahnya banyak dan dipandang tinggi. Para ulama masyhur itu ternyata juga kebanyakan mengajar di rumah seperti Syekh Nawasi al Bantani. Para calon jamaah haji mendalami berbagai risalah dan kitab. Mereka belajar juga soal kitab fiqih karangan ulama ‘Jawi’ di Makkah selama ini yang ada di pesantren. Pada Ramadhan itu mereka belajar langsung pada sumbernya, Memang dibanding para pelajar yang bermukim di Makkah, para calon haji ini belajar dalam waktu relatif singkat, yakni dari dari bulan Ramadhan sampai ke bulan Dzulhijah, yakni ketika waktu berhaji telah tiba. Namun, arti kehadiran mereka di Makkah yang sekitar tiga sampai empat bulan, sangat penting artinya. Sebab, dari merekalah ajaran ulama yang ada di Makkah tersebar. Jamaah haji zaman dahulu selain berguru dan membawa kepingan ajaran ulama Makkah, mereka juga pulang dengan membawa sejumlah kitab dalam bentuk naskah. Di antara naskah-naskah agama dari para jamaah haji yang membawa pulang itu, kini tersimpan dalam berbagai perpustakaan umum di Indonesia, Malaysia, serta luar negeri lainnya. Ketika mereka tiba di rumah ternyata kemudian menyalin nya dan menyebarkannya ke masyarakat. Jadi itulah arti bulan Ramadhan bagi jamaah haji zaman dahulu. Mereka memanfatkan masa tinggalnya ketika menunggu bulan haji, dengan memperdalam ilmu agama dan ilmu Alquran. Mereka ternyata di sana tidak untuk mencari kerja atau uang. Mereka mencari ilmu ternyata, Maka itulah cerminan pada haji zaman dahulu ketika memanfatkan datangnya bukan Ramadhan ketika sudah tiba di Makkah. Aktivitas mereka selama itu – sekitar tinggal tiga bulan– dipakai untuk belajar dan menyalin naskah karya para ulama termashur tersebut. (mif) Baca juga :

Read More

Pasukan Mongol Ketika Dikalahkan Tentara Jawa Madura

Surabaya.– 1miliarsantri.net : Kerajaan Kediri dapat dihancurkan oleh tiga gabungan pasukan Mongol, pasukan Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja, dari Madura. Langkah selanjutnya yakni bagaimana caranya mengusir tentara Mongol dari Pulau Jawa. Sekali lagi Raden Wijaya dan Arya Wiraraja menggunakan strategi licik dan cerdik. Kemenangan peperangan melawan Kediri ini konon membuat pasukan Tartar Mongol begitu senang. Selayaknya kemenangan perang, maka diadakanlah pesta yang melibatkan seluruh pasukan Mongol, Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja. Tapi menariknya di sela-sela pesta itu Raden Wijaya dan pasukannya pamit pulang. Alasannya mereka kembali ke Desa Tarik, untuk mempersiapkan diri menyerahkan dirinya ke tentara Mongol. Dikisahkan pada “Sandyakala di Timur Jawa (1042 – 1527 M) : Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit” pulangnya Raden Wijaya dan pasukannya ke Tarik disetujui oleh pimpinan pasukan Mongol. Bahkan pimpinan pasukan Mongol secara khusus mengutus sekitar ratusan pasukannya untuk mengawal kepulangan rombongan Majapahit ini. Pengawalan ini sebagai bentuk bagian dari skema penyerahan diri yang disepakati antara Raden Wijaya dengan pasukan dari Kekaisaran Mongol dari Cina. Sejarah Cina kemudian mencatat bahwa sebulan kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya yang kembali ke Tarik membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit. Penumpasan pertama rombongan Mongol itu dilakukan oleh Sora dan Ranggalawe, dua panglima perang Majapahit yang merupakan paman dan keponakan tersebut. Setelah rombongan yang jadi penghalang itu telah habis, Raden Wijaya dan para panglimanya menyusun rencana lanjutan, yaitu untuk menyerang balik pasukan Mongol yang sedang dilanda ‘mabuk kemenangan’. Dengan membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju markas utama pasukan Mongol dan melancarkan serangan tiba-tiba. Pasukan Mongol yang masih larut dalam pesta pora usai menang perang tak menyangka bakal menerima serangan balasan, dari pasukan yang turut serta berperang melawan Kediri di Daha. Alhasil serangan gabungan Majapahit dan pasukan Madura dari Arya Wiraraja ini mampu membunuh banyak prajurit Mongol di markas utama. Sisanya berusaha untuk lari ke kapal mereka. Tapi mereka terus dikejar oleh pasukan gabungan Jawa-Madura. Setelah mencapai sebuah candi, tentara Mongol disergap oleh tentara Jawa yang telah menunggu. Raden Wijaya tidak menyerang Mongol secara langsung, sebaliknya ia menggunakan semua taktik yang memungkinkan untuk mengacaukan dan mengurangi pasukan musuh sedikit demi sedikit. Selama pelarian itulah pasukan Mongol juga kehilangan semua rampasan perang yang ditangkap sebelum dari Kediri. Mereka terpaksa harus memikirkan nyawa masing-masing agar bisa selamat kembali ke kapal, dan cabut dari tanah Jawa. (riz) Baca juga :

Read More

Momentum Ramadhan Dimanfaatkan Pengurus DKM Sabilul Muttaqien Patra Sediakan Ifthar

Indramayu — 1miliarsantri.net : Bulan Suci Ramadan kembali menjadi momen bagi ummat Muslim untuk berlomba meraih berkah. Hal tersebut juga dilakukan di lingkungan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit VI Balongan, yakni melalui penyediaan takjil dan ifthar bagi ratusan jamaah Masjid Sabilul Muttaqien Perumahan Pertamina Bumi Patra Indramayu, Jawa Barat. Setiap hari, setidaknya ada sekitar 150 hingga 200 orang yang berasal dari sekitar Kompleks Perumahan Bumi Patra dan mahasiswa hadir untuk berbuka puasa dan Sholat Maghrib berjamaah di Masjid kompleks pekerja Pertamina RU VI ini. Takjil yang sediakan Dewan kemakmuran Masjid (DKM) pun beraneka ragam, seperti kue tradisional, kurma, buah, dan teh manis hangat untuk membatalkan puasa, serta nasi kotak sebagai menu makan malam. Area Manager Communication, Relation and CSR PT KPI RU VI Balongan Mohamad Zulkifli menerangkan, penyediaan takjil dan iftar ini merupakan program kerja Badan Dakwah Islam (BDI) Pertamina RU VI yang rutin dilaksanakan saat Ramadan. Anggaran penyediaan ifthar ini, kata Zulkifli, bersumber dari donasi para pekerja di lingkungan Kilang Pertamina Balongan. “Silakan bagi masyarakat yang ingin berbuka puasa bisa ke Masjid di Kompleks Bumi Patra,” ungkap Zulkifli, Sabtu (16/3/2024). Sementara itu, Burhanudin, pengurus DKM Masjid Sabilul Muttaqin, mengatakan, hingga Ramadan ke-3 ini ada 64 pekerja RU VI yang telah mendonasikan dananya untuk kebutuhan ifthar dengan total donasi yang terkumpul sebesar Rp 33.970.000. “Alhamdulillah penyediaan ifthar semuanya berjalan lancar, total sudah lebih 500 ifthar nasi kotak yang telah disalurkan selama selama 3 hari Ramadhan,” kata Burhan. Evi (34 tahun) salah satu warga Balongan yang turut berbuka di Masjid Sabilul Muttaqien menuturkan, momen berbuka puasa di Masjid yang berada di kompleks Pertamina merupakan salah satu momen yang dinantikannya setiap tahun. Disampaikan Evi, buka puasa bersama di Masjid adalah sebuah keberkahan yang tidak bisa dirasakan setiap saat, hanya ada di Bulan Ramadan saja. “Alhamdulillah tiap Ramadan selalu menyempatkan buka puasa disini, suasananya sangat saya rindukan,” ungkapnya. (fer) Baca juga :

Read More