Penggunaan Robot AI Diharapkan Bisa Membantu Sisi Berdakwah

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Teknologi Artifical Inteligence (AI) merupakan teknologi mutakhir yang dapat berfungsi membantu berbagai pekerjaan manusia, terutama nantinya membantu dalam bidang dakwah. Hal tersebut disampaikan Ahli Robotik dan Dosen Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Ataka Awwalur Rizqi. Ahmad menambahkan, Artificial Intelligence saat ini merupakan teknologi yang baik kalau diberi data yang bagus. Maka dari itu, tugas dai milenial saat ini adalah berkontribusi dalam memberikan data sesuai syariat Islam dalam teknologi AI. “Contohnya, dalam hadith GPT data yang diberikan yaitu terjemahan hadis sehingga data yang dikeluarkan kurang pas,” kata Ahmad acara pelepasan Wisudawan periode April 2024 di Amphitarium Lt. 9 Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Sabtu (20/5/2023). Terlepas dari plus minus yang ada, diharapkan AI ini dapat memberikan manfaat maslahat bagi banyak orang dan bisa menggunakan AI ini dengan cerdas, karena AI ini mirip dengan tools-tools manusia, misal pisau yang digunakan di dapur tapi ini bisa juga dipakai untuk kejahatan. “Melihat hal tersebut, tantangan penggunaan AI bertumpu pada data yang harus akurat. Jika datanya bias maka AI-nya akan bias juga,” sambungnya. Sementara, dari sisi peluang pengembangan, AI ini sangat bisa digunakan dalam berdakwah sebagai alat dalam menyebarkan informasi tentang agama Islam. “Peluangnya sangat besar sebagai alat bantu (asisten teknologi),” ucap Ahmad. Dia berhadap AI dapat digunakan dengan cerdas dan memberikan manfaat bagi banyak orang. Teknologi AI ibarat pisau, tergantung cara manusia menggunakan dan memanfaatkannya. (jim) .

Read More

Haedar Nashir : ‘Aisyiyah harus menjadi Garda terdepan

Sleman – 1miliarsantri.net : Sejumlah tokoh hadir menyampaikan doa dan harapan pada acara Resepsi Milad ke-106 ‘Aisyiyah, diantaranya Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Ketua DPR RI Puan Maharani dan termasuk Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Jumat (19/05/2023). Dalam kesempatan tersebut JK menaruh harapan agar ‘Aisyiyah terus meningkatkan bhakti dan pengabdiannya melalui berbagai program yang bermanfaat. Demikian pula Ketua DPR RI, Puan Maharani juga mengucapkan selamat milad kepada ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan yang terdiri dari para perempuan hebat dan calon pemimpin yang akan terus merawat cita-cita Indonesia. Puan meyakini ‘Aisyiyah akan menjadi organisaasi modern dengan reputasi internasional yang disegani. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyampaikan harapannya di usia baru PP ‘Aisyiyah. Haedar berharap agar ‘Aisyiyah menjadi harakah atau gerakan wasathiyyah, gerakan pembaharu, dan bersifat inklusif. Perempuan ‘Aisyiyah, dalam pandangan Haedar, harus melintas batas tanpa sekat ras, agama, dan golongan. “Kader ‘Aisyiyah harus menjadi garda depan praksis sosial dan pemberdayaan. Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah harus menjadi kanal bagi kebersamaan, kanal bagi komunitas agar rekat kembali, kanal bagi perbedaan tapi bisa merawat persatuan. Kita perlu punya pemahaman terhadap dinamika. Ada gesekan wajar tetapi harus ada resolusi, ada persatuan,” tegasnya. Pada akhir acara, dinyanyikan juga lagu Nasyiahku Sayang diiring biola. Lagu tersebut memiliki sejarahnya sendiri karena dinyanyikan oleh Fatmawati sebagai kader Nasyiah perempuan muda Muhammadiyah saat menjahit sang saka merah putih. Guna memperkuat sinergi, dalam kesempatan tersebut, berlangsung penandatanganan MoU antara Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dan KPPA tentang Sinergitas Penguatan Kapasitas Perempuan dan Anak. (gir)

Read More

Persiapan Katering Jamaah Haji Indonesia dimaksimalkan Menu Tradisional

Jakarta – 1miliarsantri.net : Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H/2023 M Subhan Cholid mencoba langsung hasil olahan menu juru masak dari 21 perusahaan yang akan melayani konsumsi jamaah haji Indonesia di Madinah. Cholid mengatakan bahwa secara umum kualitas masakan mereka bagus. Selama dua hari, Kamis – Jumat (18-19 Mei 2023) dilakukan Pembekalan para juru masak dapur penyedia katering di Daerah Kerja (Daker) Madinah. Pembekalan dikuatkan dengan praktik memasak menu jamaah haji Indonesia. Dapur katering ini nantinya akan melayani penyediaan makanan bagi seluruh jamaah haji Indonesia, baik yang datang ke Madinah pada gelombang pertama maupun kedua. Pelaksanaan praktik memasak kemarin berlangsung di Dapur Baharr Har. Prosesnya dimulai dari jam 14.00 sampai 16.30 WIB. Setiap dapur diberi waktu 90 menit untuk memasak tiga jenis menu. Setelah proses memasak dan penyajian, dilakukan test terhadap rasa dan tingkat kematangan. Jemaah haji Indonesia sendiri dijadwalkan berangkat ke Tanah Suci pada 24 Mei 2023. Gelombang pertama akan menuju Madinah untuk menjalani ibadah Arbain sebelum diberangkatkan ke Mekkah. Tahun ini jamaah haji Indonesia akan ditempatkan di wilayah Markaziah Madinah (Ring 1 sekitar Masjid Nabawi) dan tersebar di 77 hotel. Kasi Konsumsi Daker Madinah Suviyanto yang hadir dalam pembekalan ini berpesan agar para juru masak menjaga kualitas cita rasa serta memberikan layanan kepada jamaah haji layaknya melayani orang tua sendiri. Harapan nya bisa betul-betul memberikan yang terbaik dari yang paling baik. Tim Konsumsi Daker Madinah Irfansyah juga mengingatkan para juru masak agar memperhatikan proses pengolahan bahan baku, tingkat kematangan bumbu, serta standarisasi rasa dari menu yang akan disajikan kepada jamaah haji. “Saya menyaksikan dan mencoba hasil masakan para juru masak dari 21 Perusahaan yang akan melayani konsumsi jemaah haji Indonesia di Madinah. Secara umum, kualitas masakannya bagus. Saya minta mereka agar menjaga mutu dan cita rasa Indonesia,” terang Cholid dalam keterangan Pers nya di Madinah, Jumat (19/5/2023). (fat)

Read More

Sandiaga : Digitalpreneur Santri harus terus dikembangkan

Magelang – 1miliarsantri.net : Pelatihan dan Program Santri digitalpreneur diharapakan bisa menjadi salah satu penggerak ekonomi kreatif, terutama bagi santri dan Pesantren nya. Hal tersebut disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Shalahuddin Uno ketika menghadiri acara Gerakan Usaha Kreatif – Santripreneur Go Digital di Pesantren Roudlotut Thullab, Magelang, Jumat(19/05/2023). Sandiaga berharap santri sebagai salah satu penggerak ekonomi kreatif (ekraf) memahami pentingnya branding. Karena branding menjadi salah satu kekuatan produk agar dapat dikenal sehingga menarik minat masyarakat luas. “Tanpa kita harus menyebut nama, dari tagline-nya saja kita sudah tahu akan brand tersebut,” terang Sandiaga dihadapan para santri dan Pengurus Pondok Roudlotut Thullab. Pemahaman seperti inilah yang diinginkan Menparekraf agar sepenuhnya dikuasai oleh para santri sebagai salah satu penggerak ekonomi kreatif tanah air. Terlebih Pondok Pesantren Roudlotut Thullab memiliki ragam produk ekonomi kreatif unggulan, misalnya Kopi Papupa yang dalam produksi dan pemasarannya turut melibatkan para santri. “Melalui pelatihan yang menjadi bagian dari program Santri Digitalpreneur ini para santri diharapkan terus tumbuh sebagai penggerak usaha kreatif. Acara ini jelas sekali tujuan nya untuk meningkatkan soft skill, Kemenparekraf serius untuk dapat memberi nilai tambah terhadap ekonomi kreatif terutama melalui para santri. Kami ingin menciptakan produk-produk kebanggaan dari para santri,” tegas Sandiaga. Endorse Kopi PapupaMenparekraf Sandiaga dalam kesempatan tersebut mengapresiasi Kopi Papupa sebagai salah satu produk ekonomi kreatif andalan santri Ponpes Roudlotut Thullab. Menparekraf mendukung agar para santri dapat terus memperkuat kekuatan produk dan pemasaran dengan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi dengan menerapkan FAST (Fathonah, Amanah, Shidiq, Tabliq). Bentuk dukungan lainnya, Menparekraf mencetuskan ide penguatan tagline Kopi Papupa. “Sebelumnya kopi ini telah memiliki tagline Semacam Cuilan Surga. Boleh ya kalau saya tambahkan, Kopi Papupa, Enaknya Nggak Bikin Lupa’,” kelakar Sandiaga yang langsung mendapat sambutan tepuk tangan dari para santri dan peserta pelatihan yang hadir. Kopi Papupa sendiri merupakan produk olahan yang dihasilkan dengan melibatkan para santri. Biji kopi didatangkan dari Temanggung, namun penggilingan dan roasting sepenuhnya dilakukan di tempat pengolahan yang ada di sekitar ponpes. Produk yang telah dirilis sejak tahun 2017 itu kini telah dipasarkan ke berbagai daerah yang salah satu pemasarannya melalui e-commerce. Dalam seluruh proses tahapan dari produksi hingga penjualan Kopi Papupa melibatkan para santri. Pengasuh Ponpes Roudlotut Thullab, KH Ahmad Said Asrori megapresiasi dukungan dari Menparekraf tersebut dalam pengembangan ekonomi kreatif di Ponpes Roudlotut Thullab. Terutama dalam pemberdayaan para santri untuk menjadi seorang entrepreneur. “Saya berharap melalui pelatihan ini akan memperkuat kemampuan para santri sebagai entrepreneur. Sejak dulu pesantren lebih dikenal mandiri, melakukan usaha-usaha untuk mencukupi kebutuhan mereka. Bahkan juga bagaimana tidak sekadar cukup, tapi bisa berlebih sehingga bisa memberikan manfaat kepada orang lain,” terang Kyai Said. Para santri merupakan bagian dari tulang punggung dalam pencapaian Indonesia Emas 2045. Para santri dengan kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni di era digital, potensial menjadi generasi produktif. “Saya berharap santri akan menjadi yang terdepan, menjadi lokomotif karena tugas kita adalah menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru di tahun 2024,” pungkasnya. (hud)

Read More

KH Mas Mansyur, Tokoh Muhammadiyah yang terlahir dari Keluarga Besar NU

Surabaya – 1miliarsantri.net : Organisasi Muhammadiyah merupakan gerakan tajdid atau pembaruan Islam yang berhaluan modern. Namun tak sedikit tokoh Muhammadiyah yang tumbuh dalam tradisi Islam tradisional. Salah satunya adalah KH Mas Mansyur, tokoh Muhammadiyah di masa kemerdekaan yang merupakan pahlawan nasional. Mas Mansyur Lahir di kota Surabaya pada 25 Juni 1896, dari Ayah seorang Kiai berdarah biru bernama KH Mas Ahmad Marzuqi yang merupakan keturunan Keraton Sumenep di Madura dan seorang Khatib tetap di Masjid Sunan Ampel di Surabaya. Sementara Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo, salah satu pesantren tradisional terbesar di Surabaya. Jika dilihat dari latar belakang kedua orang tuanya, Mas Mansyur memiliki akar tradisi pesantren yang sangat kuat, sehingga hidup dalam suasana keagamaan dan adat yang begitu kental. Sejak kecil, Mas Mansyur menimba ilmu dari KH Muhammad Thaha Ndresmo berlanjut ke Pesantren Demangan Bangkalan, dan tidak luput pula belajar pada Syaikhona Cholil untuk mendalami Al-Quran dan Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Setelah menguasai kitab kuning dan keilmuan berdasarkan tradisi pesantren lainnya, pada tahun 1908 Mas Mansyur menunaikan ibadah haji sekaligus mukim dan belajar di Mekkah kepada salah satu Ulama Nusantara yang dijadikan rujukan keilmuan dari seluruh dunia, Syekh Mahfudz At-Turmusyi yang berasal dari Pondok Termas, Pacitan. Setelah tuntas belajar kepada Syekh Mahfudz, pada 1912 Mas Mansyur melanjutkan rihlah ilmiahnya dengan belajar di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Sepulang dari Mekah dan Mesir pada tahun 1915, Mas Mansyur mengasuh dan mengajar di Pesantren keluarganya yakni Pesantren An-Najiyah Sidoresmo di Surabaya. Latar belakangnya yang merupakan Nahdliyyin membuatnya mudah berkomunikasi dan berkolaborasi dengan para ulama dari Nahdlatul Ulama seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah. Bersama mereka, KH Mas Mansyur mendirikan MIAI yang menjadi wadah awal perjuangan politik umat Islam yang kemudian bertransformasi menjadi Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Kiprah, KH Mas Mansyur dalam pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan tidak bisa dianggap enteng. Ia merupakan tokoh kunci yang terlibat dalam berbagai gerakan kemerdekaan seperti Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Bersama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantara, Mas Mansyur ditunjuk sebagai pimpinan PUTERA yang kemudian dikenal dengan sebutan Empat Serangkai. Keempat tokoh ini dianggap Jepang sebagai kelompok yang paling berpengaruh di Indonesia. Selain mengajar kitab kuning di pesantren, ia juga aktif terlibat dalam berbagai gerakan, baik yang bersifat sosial, politik, keilmuan, maupun keagamaan. Bahkan bergabung dengan Sarekat Islam pimpinan HOS Tjokroaminoto dan terlibat mendirikan pusat kajian Taswirul Afkar bersama KH Wahab Chasbullah. Meski berasal dari latar belakang keluarga Islam tradisional, sejak kecil Mas Mansyur sering mengikuti ceramah-ceramah yang disampaikan oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Pada tahun 1921, setelah berkelana dan aktif di berbagai organisasi, Mas Mansyur akhirnya memutuskan masuk organisasi Muhammadiyah. Awalnya, ia hanya anggota biasa kemudian menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, lalu menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Pada tahun 1927, ia dipercayai menjadi Ketua Majelis Tarjih pertama, sebuah majelis fatwa bagi warga Muhammadiyah. Puncaknya dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada Oktober 1937, Mas Mansyur resmi ditunjuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Di bawah kepemimpinan Mas Mansyur, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat baik dalam dakwah, pendidikan, kaderisasi, maupun dalam pergerakan nasional. Setelah menjadi Ketua PB Muhammadiyah, Mas Mansyur mulai melakukan gebrakan politik yaitu dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). KH Mas Mansyur juga terlibat dalam Badan Pengurus Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bersama 62 tokoh nasional lain. Setelah proklamasi kemerdekaan, KH Mas Mansyur memimpin arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda dan Sekutu. Atas perlawanannya tersebut ia ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Namun karena kondisi fisiknya yang tidak sehat, KH Mas Mansyur akhirnya syahid di penjara pada 25 April 1946 dalam usia kurang dari setengah abad. KH Mas Mansyur dikebumikan di makam keluarganya yang berada tak jauh dari Makam Sunan Ampel di sisi timur Masjid Ampel. Pada 26 Juni 1964, KH Mas Mansyur dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional. (nas)

Read More

Sufi Jawa dibunuh karena dianggap Sesat

Demak – 1miliarsantri.net : Sunan Panggung putra Raden Said atau Sunan Kalijogo pada jaman itu dikenal sebagai sosok pemberontak. Dia mengikuti jejak ayahnya ikut menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Namun, ajaran agama yang disebarkannya tidak dikehendaki pemerintah yang sah. Ajarannya dianggap menyimpang, dan harus dibasmi. Seperti gurunya Syekh Siti Jenar yang mengajarkan manunggaling kawula Gusti, tindakan Sunan Panggung juga tidak dapat dimengerti pada saat itu. Dia digambarkan sangat cinta kepada Tuhan, sehingga kehilangan penglihatannya tentang semua bentuk materi. Yang paling tidak bisa diterima, dia memelihara dua ekor anjing yang selalu mengikutinya kemanapun dia melangkah. Anjing itu diberi nama iman dan tauhid. Bahkan, setiap dia salat Jumat, kedua anjingnya ini selalu dibawa masuk ke dalam masjid. Tindakan ini dianggap tidak sopan dan sembrono, karena melewati batas pemahaman masyarakat. Para wali pun gusar dengan kelakuan najis Sunan Panggung. Mereka lalu meminta penguasa Demak, Sultan Trenggana untuk menjatuhkan hukuman bakar terhadap Sunan Panggung. Putusan pun akhirnya dijatuhkan. Saat kobaran api sudah menyala, Sunan Panggung melempar sandalnya. Tiba-tiba, kedua ekor anjing Sunan Panggung melompat ke dalam api mengambil sandal itu tanpa terbakar. Setelah itu, giliran Sunan Panggung yang melompat. Anehnya, Sunan Panggung juga tidak terbakar dalam kobaran api itu. Di dalam kobaran api itu, dia malah menulis sebuah Suluk Malang Sumirang. Suluk ini bercerita tentang kelahiran dirinya sendiri. Setelah selesai menulis, dia keluar dari kobaran api tanpa terluka sedikit pun. Bajunya pun tidak terbakar sama sekali, utuh seperti sedia kala. Suluk itu kemudian diserahkan kepada Sultan Demak, lalu pergi bersama iman dan tauhid. Setelah berabad-abab kemudian, suluk itu tetap hidup dan terus dirujuk. Salah satunya dalam Serat Cabolek. Suluk itu disalin dan dicetak. Tetapi, tidak hanya Sunan Panggung yang dihukum mati karena berbeda dengan ulama syariah. Pada masa Kerajaan Islam di Jawa, sedikitnya ada 6 ulama tasawuf yang dihukum mati karena memiliki perbedaan ini. Pertama adalah Syekh Siti Jenar. Dia dihukum mati dengan cara dipancung. Kemudian, Ki Anggeng Pengging dihukum mati dengan cara ditikam. Lalu Sunan Panggung, dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Selanjutnya Ki Bebeluk atau Syekh Bagdad dihukum mati dengan cara ditenggelamkan ke sungai. Lalu ada Syekh Amongraga yang dihukum mati dengan cara ditenggelamkan ke dalam laut dan terakhir Ki Mutamakin yang diampuni. Meski dibinasakan, ajaran-ajaran para ulama sufi Jawa itu tetap hidup hingga saat ini. Bagi masyarakat Tegal, Sunan Panggung bahkan juga dianggap sebagai penguasa lokal dengan gelar Panembahan Panggung. Namanya juga diabadikan menjadi Desa Panggung. Ajarannya telah menyebar di wilayah pesisir utara Jawa bagian barat. Wilayah Cirebon, Tegal dan sekitarnya bahkan menjadi medan pertempuran Islam putihan dan kejawen. Dalam pertarungan itu, tidak selamanya Islam putihan menang. Islam kejawen mengalami masa jaya dengan ajaran manunggaling kawula Gusti pada masa Kerajaan Islam Pajang yang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya. (lam)

Read More

Beberapa Tips Gus Reza Lirboyo agar bisa selalu dekat dengan Allah

Kediri – 1miliarsantri.net : Menjalin hubungan yang erat dengan Allah merupakan tujuan setiap orang beriman. Kedekatan dengan Sang Pencipta membawa kedamaian, kebahagiaan, dan arah yang benar dalam hidup. Namun, dalam dunia yang serba sibuk dan penuh distraksi ini, selalu dekat dengan Allah sering kali menjadi tantangan tersendiri. Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri, KH Reza Ahmad Zahid atau yang akrab dipanggil Gus Reza ini menjelaskan, Allah selalu dekat dengan hamba-Nya. Meskipun manusia kadang yang memiliki perasaan jauh dari-Nya. “Tips yang harus kita lakukan agar selalu dekat dengan Allah sesuai dengan kajian para ulama tasawuf adalah ilmullah, qudratullah, dan irodatullah,” terang Gus Reza. Pertama, ilmullah yakni meyakini bahwa Allah selalu bersama dengan hamba-Nya. Keyakinan akan kehadiran Allah merupakan pondasi yang kuat untuk menjaga kedekatan dengan-Nya. Untuk memperkuat keyakinan ini, penting untuk merenungkan dan memahami sifat-sifat-Nya yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah. “Allah selalu mengetahui apa yang kita lakukan dan bahkan apa yang tidak kita lakukan,” sambungnya. Kedua, qudratullah yakni Allah menguasai terhadap segala sesuatu yang ada di dalam semesti ini. Sampai Tindakan manusia tidak pernah luput dari kekuasaan Allah. Bahkan, dalam diri seorang hamba berada dalam kekausaan Allah. Ketiga, iradatullah yakni kehendak Allah. Apa yang dilakukan manusia merupakan kehendak Allah. Jika Allah tidak berkehendak, maka manusia tidak akan mampu melakukan apa-apa. Memahami dan menerima kehendak Allah adalah langkah penting dalam menjaga kedekatan dengan-Nya. Menerima kehendak Allah melibatkan sikap rendah hati dan penyerahan diri kepada-Nya. Seorang muslim harus mengakui bahwa manusia sebagai hamba-Nya tidak memiliki kendali penuh atas hidupnya sendiri. Allah adalah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. “Apa yang kita lakukan ini semuanya adalah kehendak Allah. Apabila Allah tidak berkehendak, maka kita tidak akan mampu melakukan apa yang kita inginkan,” imbuhnya. Gus Reza mengimbau agar umat Islam menanamkan tiga hal tersebut, agar selalu merasa dekat dengan Allah. Dia juga berpesan agar selalu berdzikir kepada-Nya. Lidah harus basah dengan kalimat-kalimat dzikir. “Allah berjanji akan selalu dekat kepada hamba-Nya yang selalu berdzikir. Sehingga, prakteknya dalam keseharian agar hati kita merasa dekat dengan Allah selain tiga hal tadi yaitu jangan sampai lepas berdzikir kepada Allah,” ungkapnya. Selain itu, seorang muslim bisa menambah rasa cinta kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah. Banyak ibadah sunnah bisa dilakukan seperti bersedekah dan menjalin silaturahmi. “Ketika Allah cinta kepada kita, maka Allah akan selalu Bersama dengan kita. Insya Allah kita akan selalu bersama Allah,” tutup Gus Reza.

Read More

Hasan Gipo seorang Tokoh NU yang tak pernah Populer

Surabaya – 1miliarsantri.net : Sebagian besar masyarakat, terlebih warga Nahdliyyin tentu mengenal sosok KH Hasyim Asy’ari sebagai pimpinan pertama Nahdlatul Ulama (NU). Namun ternyata KH Hasyim Asy’ari bukan satu-satunya pimpinan NU di masa awal berdirinya. Beliau dikenal sebagai Rais Akbar bukan sebagai Ketua Umum. Lalu siapakah Ketua Umum pertama NU? Ketua Umum Pertama NU adalah Hasan Gipo. Pemilik nama lengkap Hasan Basri itu dilahirkan di Kampung Sawahan pada 1869 M, tepatnya di Jalan Ampel Masjid (kini Jalan Kalimas Udik). Ia merupakan keturunan keluarga besar dari Marga Gipo, sehingga Gipo diletakkan di belakang nama Hasan. Hasan Gipo merupakan dzurriyah Kanjeng Sunan Ampel yang menyediakan harta, tenaga, dan pikiran untuk NU. Seorang saudagar yang mewakafkan diri untuk umat Islam. Makam beliau hampir saja hilang tidak dikenali jejaknya. Padahal dalam tradisi NU, makam merupakan tempat yang amat penting sebab warga nahdliyyin tak pernah melewatkan ziarah kepada ulama. Makam itu berhasil ditemukan kembali dan diberi tanda. Makam nya berada di Kompleks Pemakaman Kanjeng Sunan Ampel Surabaya, di sebelah timur Masjid Ampel, satu lokasi dengan makam Pahlawan Nasional tokoh Muhammadiyah KH Mas Mansur. Nama Gipo merupakan singkatan dari Sagipodin dari bahasa Arab Saqifuddin. Saqaf (pelindung) dan al-dien (agama). Kampung tempat Gipo berada dikenal sebagai Gang Gipo. Keluarga ini mempunyai makam keluarga yang dinamai makam keluarga, makam Gipo di kompleks Masjid Ampel. Hasan Gipo merupakan generasi kelima dari dinasti Gipo. Ayahnya bernama H. Marzuki, kakeknya H Alwi, buyutnya bernama H. Turmudzi yang memperistri Darsiyah. Canggahnya Abdul Latief Sagipuddin merupakan awal dinasti Gipo yang memperistri Tasirah dan memiliki 12 anak. Secara silsilah, Hasan Gipo memiliki hubungan keluarga dengan KH Mas Mansur (Muhammadiyah). Sebab KH Mas Mansur masih keturunan dari Abdul Latief Gipo. Dari beberapa keterangan, bisa ditarik disimpulkan, keturunan Sagipodin mempunyai akar kuat di Kalangan Nahdlatul Ulama ataupun Muhammadiyah. Hasan Gipo terlahir dari keluarga mapan, maka tak heran jika ia mengenyam pendidikan ala Belanda. Namun ia tak mengesampingkan pendidikan pesantren. Jiwa-jiwa santri juga mendarah daging di urat nadi Hasan Gipo. Penunjukkan Hasan Gipo sebagai Ketua Umum atau Ketua Tanfidziyah atau dahulu istilahnya Presiden, sebab beliau merupakan sosok yang limited edition. Ia menguasai ilmu umum dan dia dikenal satu-satunya santri KH Wahab Hasbullah yang cakap serta terampil dalam membaca dan menulis tulisan latin. Ia juga sangat akrab dengan masyarakat. Bermula dari musyawarah kecil pembentukan pengurus NU yang melibatkan sebagian tokoh dari daerah Ampel, Kawatan, Bubutan, dan daerah sekitar Surabaya. Dalam forum musyawarah itu disebutkan Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfidziyah NU yang pertama. Pada masa itu, NU masih berbentuk embrio di mana Rais Syuriah adalah KH Said dari Paneleh, Surabaya, KH Asy’ari dipilih sebagai Rais Akbar Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) dengan KH Wahab Hasbullah sebagai Katib ‘Am. Hasan Gipo menjabat kurang lebih 3 tahun. Pada muktamar ke-3 di Semarang, KH Noor dari Sawah pulo, Surabaya menggantikan beliau. Hasan Gipo seorang aktivis dan pedagang yang tinggal di kawasan elite Surabaya. Hal itu sangat membantu pergerakan Kiai Wahab. Ia yang mengantar Kiai Wahab menemui aktivis pergerakan di Surabaya seperti HOS Cokroaminoto dan Dr. Soetomo. Dari situ Kiai Wahab dan Hasan Gipo berkenalan dengan Soekarno, Kartosuwiryo, Muso, dan SK Trimurti yang merupakan murid HOS Cokroaminoto. Dari sini pula para aktivis mulai merencanakan kemerdekaan. Pertemuan antara Hasan Gipo dan Kiai Wahab serta beberapa kiai lain makin intensif setelah itu. Ia kemudian terlibat aktif dalam pendirian Nahdlatul Wathan (1914) meski tidak tercatat sebagai pengurus. Ia juga menjadi peserta diskusi dalam forum Taswirul Afkar (1916). Ia juga aktif terlibat dalam Nahdlatul Tujjar (1918). Dalam forum-forum itu, Hasan Gipo berkenalan dengan ulama seperti KH Hasyim Asy’ari. Ketika para ulama membentuk Komite Hejaz dan akan mengirim utusan ke Makkah, sumbangan Hasan Gipo juga sangat besar. Maka itu, ketika NU berdiri dalam pertemuan yang dipimpin Kiai Wahab Hasbullah di kawasan Bubutan Surabaya, ia langsung ditunjuk sebagai Hoofdbestuur (pengurus besar) NU sebagai Ketua Tanfidziyah. Usulan itu disetujui KH Hasyim Asy’ari. Meski aktif sebagai pengurus NU, bisnis Hasan Gipo tetap berkembang. Bahkan ia melebarkan sayap ke bisnis properti. Ia memiliki banyak perumahan, pertokoan, dan pergudangan. Dari sini yang menjadi salah satu donator besar untuk NU. Hasan Gipo tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga gagah fisik. Suatu ketika, Hasan Gipo menantang Muso (tokoh PKI) untuk berdebat tentang teologi. Ia merasa jengkel dengan Muso karena terlalu bangga dengan atheis. Muso dikenal sebagai singa podium. Namun ia bisa ditaklukkan. Hasan Gipo bisa mematahkan semua argumennya, sehingga alumni Moskow dan anak didik Lenin itu keteteran. Hasan Gipo juga berani menantang Muso berkelahi secara fisik. Namun Muso yang biasanya brangasan tidak berani menghadapi tantangan Hasan Gipo. Hasan Gipo meninggal dunia di Surabaya pada 1934 M. banyak orang yang bingung ketika ditanya tentang nama beliau, apalagi jika dikatakan sebagai Presiden NU Pertama. Sebab, masyarakat mengira KH Hasyim Asy’ari yang diberi amanah sebagai Rais Akbar NU, bukan Presiden NU. Istilah presiden ini yang kini dikenal sebagai Ketua Tanfidziyah. “Kuburan beliau baru ditemukan beberapa tahun belakangan, satu kompleks dengan Kiai Mas Mansyur. Kiai Hasan Gipo adalah simbol ketulusan, khumul dan tak menyukai popularitas. saking khumulnya, makamnya baru ditemukan beberapa tahun lalu,” kata Husain, salah satu warga Ampel. (fq)

Read More

Masjid Sheikh Zayed Mampu Mendongkrak Kunjungan Wisatawan di Solo

Solo – 1miliarsantri.net : Keberadaan Masjid Sheikh Zayed yang berada di kawasan Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar Solo, terutama untuk pengelola Penginapan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mencatat ada sekitar 3.953.914 wisatawan nusantara mengunjungi berbagai objek wisata pada libur Lebaran 2023 lalu. Sejumlah destinasi wisata favorit pun tercatat ramai dikunjungi wisatawan selama periode tersebut. Objek wisata yang paling banyak dikunjungi selama periode libur lebaran tersebut yakni Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, yakni dikunjungi sebanyak 310.000 orang. Bukan hanya sektor perhotelan, objek wisata religi tersebut juga mampu mendongkrak kunjungan di mal. PR Solo Grand Mall (SGM) Irenika Kusumaningrum mengatakan saat ini pengunjung pusat perbelanjaan modern tersebut makin beragam. “Tidak hanya dari dalam kota tetapi juga dari luar kota. Apalagi kalau ada kegiatantingkat nasional, makin banyak dan beragam pengunjung mal,” katanya. Disisi lain, Public Relations (PR) Swiss-Belhotel Solo Paulina mengatakan banyak tamu yang meminta kamar dengan pemandangan masjid. Oleh karena itu, sejak dua minggu lalu pihaknya menyediakan kamar dengan pemandangan tersebut. “Di hotel kami ada kamar baru dengan view masjid, ada deluxe dan grand deluxe. Kalau malam hari kan pemandangannya bagus, jadi tamu ingin menikmati itu,” katanya di Solo, Jumat (19/5/2023). Bahkan, selama dua minggu dioperasionalkan, dua tipe kamar tersebut selalu penuh tamu. “Selama dua minggu ini selalu full untuk grand deluxe dan deluxe, baru ke tipe kamar lain. Dari review internet juga banyak yang menyampaikan pengalamannya setelah stay di sana,” pungkasnya. (rin)

Read More

Pesantren Tremas Pacitan, antara Sejarah dan Keunikan nya

Pacitan – 1miliarsantri.net : Meski letaknya yang berada di pelosok selatan Jawa, nama Pondok Tremas Pacitan cukup masyhur hingga ke penjuru dunia. Pesantren ini telah melahirkan banyak ulama yang tidak sekadar jago kandang di Jawa saja, tapi juga berhasil tandang unjuk gigi hingga ke Malaysia, Thailand, Al-Azhar Mesir hingga ke Mekah. Tidak hanya ulama hebat yang lahir dari Pondok Tremas, namun juga warisan keilmuan yang menjadi jejaring rantai intelektual ulama Nusantara. Sejarah Perguruan Islam Pondok Tremas tidak bisa lepas dari KH Abdul Mannan (1830-1862) sebagai pendiri. Pemilik nama kecil Raden Bagus Darso itu merupakan putra R. Ngabehi Dipomenggolo, seorang Demang di daerah Semanten pinggiran Kota Pacitan, Jawa Timur. Sejak kecil KH Abdul Manan dikenal cerdas dan tertarik pada problematika religius. Saat memasuki usia remaja, dikirim ke Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo untuk mendalami ilmu agama Islam di bawah bimbingan Kiai Hasan Besari. Ia terkenal sebagai santri yang cerdas, rajin, dan tekun dalam belajar. Tak heran ia menjelma sebagai santri teladan. Saat KH Abdul Mannan selesai menimba ilmu di Tegalsari, ia pulang ke Semanten. Ia menyelenggarakan pengajian dengan sangat sederhana. Warga Pacitan menyambut baik keberadaan majelis tersebut. Bermula dari situ, ia mendirikan pondok di sekitar masjid untuk para santri yang datang dari jauh. Namun beberapa waktu kemudian, pondok tersebut pindah ke daerah Tremas setelah KH Abdul Mannan menikah dengan Putri Demang Tremas R. Ngabehi Honggowijoyo. R. Ngabehi Honggowijoyo sebenarnya kakak kandung R. Ngabehi Dipomenggolo. Di antara penyebab pondok itu dipindahkan adalah pertimbangan kekeluargaan yang dianggap lebih baik jika pinda ke daerah Tremas. Mertua dan istri beliau menyediakan lokasi yang jauh dari keramaian atau pusat pemerintahan. Daerah itu dinilai kondusif bagi santri yang hendak memperdalam ilmu agama. Berbekal lokasi tersebut, KH Abdul Mannan mendirikan pondok pesantren yang kemudian dikenal ‘Pondok Tremas’ sekitar 1830 M. Selain menjadi salah satu santri terbaik KH Hasan Besari, KH Abdul Mannan termasuk ke dalam generasi pertama orang Indonesia di Al-Azhar Mesir. Dalam buku Jauh di Mata Dekat di Hati; Potret Hubungan Indonesia-Mesir terbitan KBRI Kairo disebutkan, KH Abdul Mannan merupakan salah satu pelajar pertama Indonesia yang tinggal di Mesir pada 1850-an. Itu ditandai dengan komunitas orang Indonesia yang dijumpai di komplek Masjid Al-Azhar. Ini diperkuat dengan adanya Ruwak Jawi (hunian bagi orang Indonesia) di masjid itu. Beliau tinggal di Mesir sekitar 1850-an. Dia berguru kepada Grand Syeikh ke-19, Ibrahim Al Bajuri. Jadi wajar di tahun-tahun itu ditemukan kitab Fath al-Mubin, syarah dari kitab Umm al-Barahin yang merupakan kitab karangan Grand Syeikh Ibrahim Bajuri mulai dibaca di beberapa pesantren di Indonesia. Pengembaraan KH Abdul Mannan itu diikuti generasi selanjutnya seperti KH Abdullah (Putra KH Abdul Manan Dipomenggolo), tiga kakak beradik Syaikh Mahfudz Attarmasi, KH Dimyathi Tremas, KH Dahlan Al Falaki Tremas, lalu putra KH Abdullah yang menuntut ilmu di Makkah. KH Abdul Manan berhasil meletakkan batu landasan sebagai pangkal berpijak ke arah kemajuan dan kebesaran, serta keharuman pondok pesantren di Nusantara. Selain itu, kegigihan dalam mendidik anaknya menjadi ulama terbilang sukses. Putra beliau menjadi ulama yang tak hanya menguasai kitab klasik, namun mampu menyusun berbagai macam kitab dengan kontribusi yang sangat besar di Indonesia seperti Syaikh Mahfudz, seorang ulama besar Nusantara yang dijadikan rujukan hingga Malaysia dan Thailand. Ia juga pernah menjadi Imam Masjidil Haram dan pemegang sanad Shahih Bukhari-Muslim. Maka tak berlebihan jika KH Abdul Manan disebut sebagai pelajar Indonesia pertama di Al-Azhar sekaligus peretas jejaring intelektual generasi ulama-ulama nusantara. Dalam kitab Al-Ulama’ Al-Mujaddidun karya KH Maimoen Zubair Sarang Rembang, KH Abdul Manan merupakan sosok yang pertama kali membawa, mengaji, dan mempopulerkan kitab Ithaf Sadat Al-Muttaqin, yaitu syarah dari kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Sepeninggal KH Abdul Mannan, Pondok Tremas diwarisi oleh putra-putra beliau yakni KH Abdullah (1862-1894), KH Dimyathie (1894-1934), dan Habib Dimyathi (1948-1997) & periode KH Haris Dimyathi (1948-1994). Setelah itu kepemimpinan dilanjutkan oleh KH Fuad Habib Dimyathi dan KH Luqman Haris Dimyathi. Hari ini, Pondok Pesantren Tremas Pacitan dalam pengembangan pendidikannya membuka beberapa unit pendidikan sebagai berikut TK Al Tarmasi jenjang 2 tahun, TPQ-Madin Al Tarmasi Jenjang 3 Tahun, Madrasah Salafiyah Tsanawiyah Jenjang 3 Tahun, MTs Pondok Tremas Jenjang 3 tahun, Madrasah Salafiyah Mu’adalah, Jenjang 3 tahun, Lembaga Vokasional Jenjang 1 Tahun, Ma’had Aly Al Tarmasi Jenjang 4 tahun, dan Tahfidzul Qur’an. Pondok Tremas juga memiliki ekstrakurikuler yakni tahsin dan tahfidz, takhassus kitab salaf, seni baca Al-Qur’an, khitobah 3 bahasa, hadroh, praktek ubudiyah, pramuka, beladiri, english club, komputer dan berbagai kegiatan olahraga seperti futsal, volley, basket, dan tenis meja. Selain itu, Pondok Tremas juga memiliki metode pengajaran klasik yakni pengajian weton dan pengajian sorogan. Dua metode ini marak ditemui di pesantren-pesantren salafiyah. Pertama yaitu pengajian wetonan merupakan salah satu sistem pendidikan di pondok tremas yang asli atau tradisional. Seorang kiai membacakan teks kitab tertentu sekaligus terjemahannya. Kemudian para santri (terdiri dari berbagai tingkatan) menyimak, mencatat, atau mengartikan hal-hal yang belum dimengerti dari arti kalimat yang dibacakan. Sistem ini bersifat bebas, karena tidak absensi santri. Santri boleh datang, boleh tidak. Semua santri pun digabung, jadi tidak ada kenaikan kelas. Maka itu santri yang aktif bisa menamatkan kitab lebih cepat dan lanjut ke kitab lain. Kedua, pengajian Sorogan yang merupakan sistem tradisional yang diselenggarakan secara sendiri (Individu, yaitu seorang santri satu persatu secara bergantian menghadap ustadz atau kyai yang akan membacakan kitab-kitab dan menerjemahkannya kedalam bahasa Jawa). Para santri kemudian diminta mengulangi dan menerjemahkan kitab kata demi kata seperti yang dibacakan oleh sang guru. Penerjemahan tersebut dapat dibuat sedemikian rupa dengan tujuan agar santri dapat belajar tata bahasa secara langsung di samping mengetahui arti kitab-kitab itu. Pondok pesantren memiliki beberapa tradisi unik bagi santri baru. Pertama, Tidak Tidur Siang Selama Satu Minggu. Satu pekan pertama santri baru Pondok Tremas akan menjalani tradisi unik yang sudah mengakar yakni tradisi tidak tidur siang selama tujuh hari sejak hari pertama kedatangan mereka di Tremas. Tidak tidur siang, suatu hal yang kelihatannya sepele dan ringan ini ternyata sangat sulit dilakukan. Dalam praktIknya, biasanya para santri baru selalu mendapat berbagai cobaan dan godaan, seperti merasakan kantuk yang sangat berat. Kedua, Ziarah 41 hari tanpa putus. Tradisi ini sudah berjalan sejak ratusan tahun yang lalu. Setiap santri baru “diusahakan”, bahkan ada…

Read More