KH Miftachul Akhyar : Biasakan Berkata dan Berdoa Yang Baik dan Benar

Surabaya — 1miliarsantri.net : Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengajak masyarakat membiasakan dalam kehidupan sehari-hari dalam bertutur dengan ucapan yang baik, termasuk di dalam berdoa. Ada waktu-waktu yang mustajab dalam setiap pergantian masa. Dikhawatirkan, doa yang jelek itu terucap tepat pada waktu yang memang mudah dimakbul oleh Allah swt. “Kalau kamu memohon kepada Allah atau menginginkan sebuah cita-cita, periksa cita-cita itu, jangan cita-cita yang remeh murahan, isi doa yang penting. Jaga mulutmu dari ucapan yang jelek. Kenapa? Kalau harapan itu tepat pada waktu yang mustajabah, ya malapetaka,” terang Kiai Miftach di kanal Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar dikses Kamis (31/08/2023). Penjelasan ini dijabarkan Kiai Miftach saat mengurai maksud sebuah hadits Rasulullah SAW yang ada di Kitab Jami’ As-Shogir, sebagaimana berikut: “Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang di antara kalian mempunyai cita-cita, maka lihatlah apa yang dia cita-citakan, kerana dia tidak mengetahui apa yang ditulis (ditakdirkan) tentang cita-citanya”. Hadits dengan kualifikasi sanad hasan ini dijelaskan KH Miftachul Akhyar, memberi pesan bahwa hendaknya seseorang berhati-hati dalam berdoa atau bercita-cita. Permohonan yang disandarkan kepada Allah swt harus benar-benar dipastikan baik, bukan sebaliknya. Menurut Kiai Miftach, ulama memberikan banyak pandangan soal waktu-waktu yang mustajabah. Dengan demikian, perbedaan itu yang semestinya memacu kalangan Muslim khususnya untuk terus berdoa memohon kepada Allah untuk mewujudkan harapan-harapan baiknya. “Kita tidak tahu kapan waktu mustajabah. Oleh karena itu kalau doa, sehari semalam isi dengan doa, karena dalam sehari semalam akan ada saat yang mustajabah. Kapan? Kita tidak tahu. Ada yang mengatakan setelah Ashar, ada yang mengatakan mendekati Maghrib, ada yang mengatakan waktu matahari mau terbenam,” ungkapnya. Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya, Jawa Timur ini juga mengajak kepada orang tua agar tidak sampai mendoakan anaknya dengan hal-hal yang kurang pantas. Kendati dalam kondisi marah karena ulah buah hatinya. “Termasuk orang tua memarahi anak-anaknya mengeluarkan kata-kata yang jelek, disebut anak yang durhaka misalnya. Ini kalau tepat pada saat mustajabah, wah ini malapetaka,” tuturnya. Kiai Miftach kemudian mengurai hadits sahabat Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abi Daud tentang larangan berkata jelek kepada seorang anak, saudara, dan orang lain yang dikenal. “Karena ada haditsnya, jangan kalian mendoakan jelek kepada anak-anakmu, saudara-saudaramu, siapapun yang engkau kenal, takutnya atau khawatirnya doa yang jelek itu pas deng saat mustajabah,” pungkasnya. (yat) Baca juga :

Read More

Keutamaan Menempati Shof Terdepan dalam Sholat Berjamaah

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Sebagaimana diketahui dimana jamaah shalat yang menempati urutan shaf terdepan akan mendapatkan keutamaan dibandingkan lainnya. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah SAW sebelumnya, seperti apa keutamaannya? Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ “Allah dan para Malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf-shaf terdepan” (HR. An Nasa-i no. 810. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i). Di samping itu, dalam riwayat lain disebutkan: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الأَوَّلِ “Allah dan para Malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf pertama” (HR. Ahmad no.18152, Ibnu Majah 825) Rasullah SAW menganjurkan umatnya untuk sholat tepat waktu, berjamaah di Masjid. Banyak fadilah bagi siapa saja yang istiqomah sholat berjamaah di masjid, salah satunya dia akan memiliki cahaya di atas cahaya. “Jika seorang muslim menjaga salat berjamaah maka dia akan memiliki cahaya di atas cahaya. Apabila salat berjamaah dilaksanakan di masjid maka akan sempurna cahayanya, sehingga keberuntungan dan ke bagian akan dirinya,” tulis Dr Musthafa Dieb Al-Bugha Syekh Muhyidin Mistu dalam kitabnya “Al-Wafi, Syarah Hadist Arba’in Imam An-Nawawi.” Orang yang sholat berjamaah, dia akan masuk surga bersama muqarrabin dan orang-orang baik. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang sholat lima waktu secara berjamaah, maka dia akan melewati shirat (jembatan) seperti kilat yang berkilau, dia berada dalam golongan As-Sabiqun (para pendahulu). Pada hari kiamat, dia datang dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama” (Riwayat Ath-Thabarani). (yus) Baca juga :

Read More

Peristiwa Ketika Kaum Musyrik Tidak Berdaya Menghadapi Umar bin Khattab

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Fase dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Makkah tidaklah mudah. Kebanyakan Muslimin ketika itu berasal dari golongan yang miskin atau kawula biasa. Sementara itu, musyrikin Quraisy menguasai pemerintahan kota itu sehingga leluasa mengekang syiar agama Islam. Dalam situasi demikian, Rasulullah SAW pernah memanjatkan doa, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah seorang dari (kedua ini), Amr bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab.” Belakangan tersingkap jelas bahwa Allah SWT mengabulkan munajat tersebut. Adapun lelaki yang dikehendaki-Nya untuk menerima hidayah adalah yang tersebut akhir. Ada beragam riwayat tentang masuk Islamnya Umar bin Khattab. Yang paling populer adalah kisah tentang pria dari Bani Adi itu hendak membunuh Rasulullah SAW dengan sebilah pedang. Dalam perjalanan, ia dicegat seorang kawannya yang ternyata telah berislam. Lantas, temannya itu berkata bahwa beberapa orang terdekat justru sudah menyatakan iman kepada Nabi SAW. Termasuk di antara mereka adalah saudara perempuan Umar, Fatimah. Maka lelaki berbadan tinggi-besar itu tidak jadi menuju ke rumah Rasul SAW, melainkan kediaman saudarinya itu. Singkat cerita, Umar mengamuk hingga menampar wajah Fatimah. Menyesali perbuatannya, ia lalu meminta mushaf Alquran yang sedang dipegang saudarinya itu. Lembaran itu ternyata memuat surah Thaha. Setelah membacanya, Umar dirundung keharuan yang begitu hebat. Hatinya tersentuh sehingga seketika menyatakan komitmen berislam. Itu kisah pertama. Namun, ada pihak yang meragukan kesahihan riwayat tersebut. Sejarawan Mesir Muhammad Husain Haekal, misalnya, lebih yakin terhadap cerita lain, yakni bahwa Umar masuk Islam karena secara tidak sengaja mendengarkan Rasulullah SAW. Saat itu, beliau sedang membaca sebuah ayat Alquran di dekat Ka’bah. Apa pun versinya, yang pasti adalah keislaman Umar menjadi salah satu peristiwa yang paling menentukan dalam sejarah. “Islamnya Umar bin Khattab adalah suatu pembebasan. Sebelum Umar memeluk Islam, kami tak dapat shalat di Ka’bah. Setelah dia menjadi Muslim, diperanginya mereka (orang-orang musyrik) sampai mereka membiarkan kami. Maka kami pun dapat melaksanakan shalat,” kata salah seorang sahabat, Abdullah bin Ma’sud. Sejak hari pertama menjadi Muslim, Umar memang tidak gentar. Langsung saja ia mengabarkan keimanannya pada seluruh warga Makkah. Caranya dengan menyuruh seorang yang paling “ringan” lisannya di seantero kota tersebut. Waktu itu, Jamil bin Ma’mar bagaikan media sosial pada masa kini. Apa saja yang didengar orang ini, pasti segera disiarkannya kepada sebanyak-banyaknya orang. Maka Umar sengaja memberi tahu keislamannya kepada Jamil. Seketika, si juru berita lari, lantas naik ke bukit Makkah, sembari berteriak, “Wahai Quraisy! Umar telah menjadi murtad!” Mendengar seruan itu, Umar naik pitam. Baginya, kata-kata Jamil telah memelintir fakta. Yang benar bukan bahwa dirinya murtad—berbalik dari kebenaran. Justru dia sudah berpaling dari sikap Jahiliyah, yakni menyembah berhala, dan kembali pada Islam sebagai jalan tauhid. “Bohong! Tetapi yang benar adalah saya sudah masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya,” sanggah Umar. Tak lama kemudian, area Ka’bah menjadi ramai. Orang-orang kafir berkumpul untuk mengecek kebenaran kabar islamnya salah seorang tokoh Quraisy. Umar sendiri yang menghadapi hujan pertanyaan dari mereka. “Ya mulai saat ini saya adalah pengikut Rasulullah Muhammad!” katanya tegas. Orang-orang terkesima. Awalnya, mereka hanya berani berdiri. Namun, ketika jumlahnya dirasa kian banyak, kaum musyrikin ini mulai mencaci-maki Umar. Bahkan, akhirnya mereka mengeroyok sang sahabat Nabi yang berjulukan al-Faruq itu. Seorang diri, Umar menghadapi mereka. Tiap pukulan dan tendangan dibalasnya dengan tinju yang lebih keras lagi. Begitu seterusnya hingga sore tiba. Lucunya, para pengeroyok itu kelelahan, sedangkan Umar masih berdaya dengan tenaga dan semangat yang semakin membara. Akhirnya, muncul seorang tua dari kejauhan. Dialah al-As bin Wail. Tokoh senior dari Bani Sahm itu berusaha melerai perkelahian ini. Katanya, “Islamnya Umar adalah urusannya sendiri. Dia masuk Islam atas pilihannya sendiri! Siapapun tidak berhak mencampuri hal itu!” Ucapan tersebut sebenarnya bukan pembelaan kepada Umar lantaran dirinya telah berislam. Al-As semata-mata ingat bahwa klannya sudah sejak lama menjadi sekutu Bani Adi, kabilah tempat al-Faruq berasal. Karena itu, hanya atas dasar fanatisme kesukuan ia melindungi Umar. Peristiwa pada sore itu menjadi kabar hangat keesokan harinya. Kaum Muslimin amat kagum pada keberanian dan kekuatan al-Faruq. Baru beberapa jam menjadi Muslim, semangatnya untuk menegakkan kebenaran di tengah kaum fasik sudah muncul dan dibuktikan langsung. (mif) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Menganjurkan Agar Selalu Bertobat Kepada Allah

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Setiap Muslim dianjurkan untuk senantiasa bertobat kepada Rabb nya. Terdapat sejumlah keutamaan bagi mereka yang bertobat. Di antaranya adalah hadits riwayat Abu Hurairah RA. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata, aku mendengar Nabi ﷺ bersabda: إنَّ عَبْدًا أصابَ ذَنْبًا – ورُبَّما قالَ أذْنَبَ ذَنْبًا – فقالَ: رَبِّ أذْنَبْتُ – ورُبَّما قالَ: أصَبْتُ – فاغْفِرْ لِي، فقالَ رَبُّهُ: أعَلِمَ عَبْدِي أنَّ له رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ويَأْخُذُ بهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، ثُمَّ مَكَثَ ما شاءَ اللَّهُ ثُمَّ أصابَ ذَنْبًا، أوْ أذْنَبَ ذَنْبًا، فقالَ: رَبِّ أذْنَبْتُ – أوْ أصَبْتُ – آخَرَ، فاغْفِرْهُ فقالَ: أعَلِمَ عَبْدِي أنَّ له رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ويَأْخُذُ بهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، ثُمَّ مَكَثَ ما شاءَ اللَّهُ، ثُمَّ أذْنَبَ ذَنْبًا، ورُبَّما قالَ: أصابَ ذَنْبًا، قالَ: قالَ: رَبِّ أصَبْتُ – أوْ قالَ أذْنَبْتُ – آخَرَ، فاغْفِرْهُ لِي، فقالَ: أعَلِمَ عَبْدِي أنَّ له رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ويَأْخُذُ بهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثَلاثًا، فَلْيَعْمَلْ ما شاءَ “Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu dosa –atau beliau bersabda: berbuat dosa- lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah melakukan (dosa) maka ampunilah aku.” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku.” Lalu berhentilah ia (dari melakukan dosa hingga waktu yang) dikehendaki oleh Allah SubhanahuwaTa’ala. Kemudian ia melakukan dosa, atau berbuat dosa, (lagi) lalu dia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah berbuat atau melakukan (dosa) yang lain maka ampunilah dosa(ku).” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku.” Lalu berhentilah ia (dari melakukan dosa hingga waktu yang) dikehendaki oleh Allah subhanahuwata’ala. Kemudian ia melakukan dosa, atau berbuat dosa, (lagi) lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah berbuat atau melakukan (dosa) yang lain maka ampunilah dosaku.” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku tiga kali, maka silahkan ia melakukan apa yang dikehendakinya.” (HR Bukhari Juz 6: 7068, lafaz ini miliknya dan Muslim Juz 4) (yus) Baca juga :

Read More

Nasehat Imam Ghazali Terkait Pekerjaan Yang Dilakukan dengan Sungguh-sungguh

Jakarta — 1miliarsantri.net : Bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga adalah bagian dari ibadah. Sehingga dengan cara ini seorang Muslim bisa dikata akan dapat menjaga kehormatannya dan tidak menjadi orang yang meminta-minta dan membebani orang lain. Imam Al Ghazali dalam kitab Bidayat al-Hidayah bahkan menjelaskan bahwa ketika seorang Muslim tidak mampu masuk dalam kategori kelompok para menuntut ilmu yang mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain, dan tidak juga mampu masuk kategori kelompok orang ahli dzikir yang mengamalkan dzikir secara konsisten, serta tidak juga mampu masuk dalam kategori orang yang mendermakan hasil usahanya untuk kemaslahatan umat dan syiar Islam, maka paling minimal hendaknya masuk dalam kategori kelompok orang yang menyibukan hari-harinya dengan bekerja untuk memenuhi setiap kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dengan begitu seorang Muslim akan terhindar dari meminta-minta pada orang lain dan menjadi beban orang lain. Selain itu bila tidak sanggup masuk pada kategori ahli ilmu, ahli dzikir, atau dermawan, maka hendaknya minimal memastikan keamanan dan keselamatan Muslim lainnya dari diri sendiri. Maksudnya memastikan agar jangan sampai diri kita sendiri menyakiti Muslim lainnya dengan lisan atau dengan perbuatan. Dan minimal jangan sampai melakukan maksiat-maksiat. Dengan itu semua, maka seorang hamba meski tidak masuk derajatnya golongan as sabiqun (derajatnya para kekasih Allah) paling tidak akan masuk derajatnya Ashabul Yamin, yakni golongan kanan yang selamat dunia dan akhirat) أن لا تقوى على ذلك ، واشغلت بحاجتك اكتسابا على نفسك وعلى عيالك ، وقد سلم المسلمون منك وأمنوا من لسانك ويدك ، وسلم لك دينك ، إذ لم ترتكب معصية ، فتنال بذلك درجات أصحاب اليمين ، إن لم تكن من أهل الترقي إلى مقامات السابقين ، وهذه أقل الدرجات في مقامات الدين ، Artinya: “Bila engkau tidak kuat itu semua (seperti disebutkan pada pembahasan sebelumnya yakni untuk menuntut ilmu dan mengamalkan serta mengajarkannya, berdzikir, dan mencari nafkah yang sebagian hasilnya diberikan untuk kemaslahatan umat, membantu perjuangan dakwah dan lainnya), maka sibuklah engkau dengan mewujudkan hajatmu sendiri karena usaha atas dirimu sendiri dan untuk keluargamu. (Dengan itu) sungguh telah memastikan selamat orang-orang Muslim darimu, dan aman setiap Muslim dari lisanmu dan tanganmu, dan selamat agamamu karena engkau tidak melakukan maksiat. Maka engkau akan memperoleh dengan itu semua derajatnya Ashabul Yamin (golongan kanan, yakni kaum yang baik dan selamat dunia akhirat) bila tidak masuk ahli yang menaiki ketingkatan as sabiqun. Ini (orang yang bekerja untuk hajatnya) adalah sedikit-sedikitnya derajat dalam kedudukan agama. (yan) Baca juga :

Read More

Setiap Muslim Pasti Menginginkan Meninggal Secara Husnul Khotimah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Seluruh umat muslim pasti mendambakan diakhir hidupnya akan meninggal dalam keadaan Husnul Khotimah, salah satu karunia terindah yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yakni menutup kehidupan dengan kebaikan. Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember, Ustaz Abdullah Zaen Lc,MA mengatakan tidak heran bila semua orang berharap mendapatkan karunia istimewa tersebut. “Hal yang terkadang belum disadari oleh banyak orang adalah bahwa husnul khatimah itu harus diupayakan, bukan didapatkan secara cuma-cuma, atau sekedar dengan penantian belaka,” terang Ustadz Abdullah kepada 1miliarsantri.net, Ahad (27/08/2023). Ustadz Abdullah menjelasakan beberapa bentuk ikhtiar untuk meraih husnul khatimah, di antaranya pertama merutinkan kebaikan dan mengistiqamahkannya dalam kehidupan. Sebab kita tidak tahu kapan malaikat maut datang mencabut nyawa. “Jika kita sudah terbiasa rutin melakukan amal saleh, maka potensi untuk wafat saat sedang melakukan amal saleh itu terbuka lebar,” kata dia sembari mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: «أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا، وَإِنْ قَلَّ» “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang rutin dilakukan, sekalipun itu sedikit.” (HR Bukhari (no 6464) dan Muslim (no 783) dari Aisyah radhiyallahu ‘anha). Hadits di atas bukan sedang melarang kita beramal banyak-banyak, namun sedang mengajak untuk mulai beramal dengan kadar yang kita mampu sekalipun sedikit, lalu berupaya untuk merutinkannya. “Setelah terbiasa, baru kemudian tingkatkan volumenya. Sebab orang yang baru mulai beramal, lalu dia memaksakan diri langsung banyak, biasanya akan kaget, merasa keberatan dan mungkin kapok. Akibatnya malah bakal dia tinggalkan,” lanjutnya. Maka rutinkanlah menghadiri pengajian, menunaikan sholat lima waktu, berbakti kepada orang tua, bertutur kata baik, membaca Alquran, serta amal-amal saleh lainnya. “Semoga saat diwafatkan Allah SWT, kita sedang menjalankan kebaikan itu,” ucap Ustadz Abdullah mendoakan. Imam Ibn Katsir rahimahullah (w 774 H) menjelaskan, “Barang siapa yang memiliki suatu kebiasaan; niscaya ia berpotensi untuk wafat saat menjalankan kebiasan tersebut”. Kedua, berusaha sekuat tenaga untuk menghindari keburukan, terlebih menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. Sekecil apapun keburukan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan: «إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ» “Jauhilah dosa-dosa yang dianggap remeh. Sungguh bila itu menumpuk, niscaya bakal membinasakan pelakunya.” (HR Ahmad (no 3818) dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan isnadnya dinilai baik oleh al-‘Irâqiy) Sebab orang yang terus menerus melakukan maksiat, maka dia berpeluang untuk dicabut nyawanya saat tengah menjalankan maksiat tersebut. Na’ûdzu billâh min dzâlik. Baik maksiat itu dilakukan terang-terangan di depan khalayak, ataupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi di kamar sendiri. Baik itu dosa yang dikerjakan oleh anggota tubuh kita seperti mata, telinga, mulut, tangan dan kaki. Ataupun dosa yang tersimpan di dalam hati, semisal riya, iri, sombong dan lain-lain. Ustadz Abdullah mengaku, Memang tidak ada manusia biasa yang suci dari dosa. Namun Muslim tertuntut untuk berupaya maksimal menjauhinya. Dengan cara menjauhi orang, tempat, acara dan benda yang berpotensi menyeret kita kepada maksiat. Menurut dia, jika sudah berusaha maksimal menjauhi dosa, tapi tetap saja terjerumus, maka solusinya adalah bersegera untuk menebusnya dengan taubat dan amal saleh. “Lakukan saat itu juga, tanpa ditunda-tunda. Sebab kita ‘berkejaran’ dengan malaikat maut. Bila kita bergegas untuk bertaubat dan beramal saleh, lalu saat itu nyawa kita dicabut, maka semoga itu pertanda husnul khatimah. Sebab aktivitas terakhir kita sebelum mati, ad alah tobat dan amal saleh, bukan maksiat,” pungkad Ustadz Abdullah. (har) Baca juga :

Read More

UAH : Tips Menghilangkan Kebiasaan Nonton Blue Film ada Dalam Al Qur’an

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH), memberikan tips berhenti dari candu nonton film blue berdasarkan informasi dari Al-Qur’an. Menonton film porno bisa menjadi candu bagi segelintir orang. Jika sudah kecanduan, maka tak sedikit dari mereka yang sulit untuk lepas dari kebiasaan buruk tersebut. UAH menjelaskan, solusi bagi orang yang mau menghilangkan kebiasaan menonton film bokep ada dalam Al-Qur’an. Tepatnya dalam Surah An-Nisa ayat 17. Ayat tersebut meminta umat manusia untuk kembali kepada Allah SWT. اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا “Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS An-Nisa: 17) UAH menjelaskan, Allah SWT selalu membuka pintu bagi siapapun selagi nyawa belum melewati tenggorokan. Termasuk kepada orang-orang yang terjebak dalam lingkaran hawa nafsu. “Sungguh taubat itu berlaku, kata Allah bagi orang-orang yang terinfeksi dengan penyakit keburukan, pekerjaan nafsu. Kalau ada orang yang digerakkan nafsu buruk, sampai terinfeksi, maka bertaubat,” terang UAH dalam kajiannya di kanal Indonesia Mengaji, Jumat (25/08/2023). Setelah memahami pengertian taubat, langkah selanjutnya adalah mengakui kesalahan, menyesali dan meninggalkan maksiat. Hal ini penting agar hati dan pikiran terisi dengan hal-hal yang baik. Hati selalu merasa dekat kepada Allah, sehingga takut jika melakukan maksiat. “Kalau orang terbiasa melihat yang halal, maka akan alergi dengan yang haram. Tapi kalau sering melihat yang haram, bukan mahram anda, melihat istri atau suami sendiri jadi nggak enak, hambar,” ujarnya. Selain itu, UAH mengingatkan efek buruk menonton film porno untuk tubuh. Dia menyebut menonton film tak senonoh tersebut lebih berbahaya dari narkoba. “Saya punya kawan, alumni dari Kanada jurusan syaraf, itu kita diskusi. Selain narkoba, yang paling bahaya adalah pornografi,” ungkapnya. Mengutip laman resmi RSUP Dr. Sardjito, pernyataan UAH tersebut memang benar. Pornografi memiliki efek buruk pada tubuh. Awalnya saat melihat pornografi, reaksi yang ditimbulkan adalah perasaan jijik. Hal itu terjadi karena manusia mempunyai sistem limbik. Sistem ini pula yang mengeluarkan hormon dopamin untuk menenangkan otak. Tetapi, dopamin juga akan memberi rasa senang, bahagia sekaligus ketagihan. “Dopamin mengalir ke arah otak bagian Pre Frontal Korteks atau PFC. PFC menjadi tidak aktif karena terendam dopamin. Karena terus dibanjiri dopamin, PFC akan semakin mengkerut dan mengecil dan lama-lama menjadi tidak aktif akibanya fungsi dari bagian otak ini semakin tidak aktif,” tulis laman resmi RSUP Dr Sardjito. (yus) Baca juga :

Read More

Mengenal Tradisi Rebo Wekasan Secara Keseluruhan

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Rebo Wekasab atau Rabu Pungkasan menjadi salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura. Rebo Wekasan dipercaya sebagai sumber datangnya penyakit dan marabahaya. Tahun 2023 ini, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu, 13 September 2023 atau 28 Safar 1445 Hijriah. Lantas apa saja mitos larangan di Rebo Wekasan? Simak penjelasannya berikut ini! Rabu Pungkasan atau Rebo Wekasan merupakan istilah Jawa merujuk pada tradisi yang dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam. Rebo dalam bahasa Jawa adalah hari Rabu, sedangkan Wekasan artinya terakhir. Rabu Wekasan dianggap menjadi hari paling sial sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan ritual untuk memohon perlindungan pada Allah. Rebo Wekasan merupakan hasil perpaduan kearifan lokal dengan nilai-nilai agama Islam. Tradisi Rebo Wekasan yang merupakan tradisi Jawa dilakukan dengan ritual keagamaan Islam. Sejarah Rebo Wekasan dapat ditelusuri dari masa penyebaran Islam di Indonesia. Masyarakat Jawa meyakini hari Rabu terakhir pada Bulan Safar merupakan hari naas dari kepercayaan lama kaum Yahudi. Kemudian pada Bulan Safar di tahun 1602 M, beredar kabar rencana penjajahan Belanda di Jawa. Masyarakat melaksanakan serangkaian ritual menolak kedatangan penjajah tersebut. Ritual tersebut berkembang menjadi tradisi Rebo Wekasan. Asal mula tradisi Rebo Wekasan berhubungan erat dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Abdul Hamid Quds berpendapat bahwa terdapat 32.000 bala yang diturunkan Allah ke bumi pada hari Rabu terakhir setiap tahun di Bulan Safar. Wali Songo berperan dalam mengembangkan tradisi ini. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Suci, Kabupaten Gresik. Sunan Giri memberikan petunjuk sumber air ketika kekeringan dan berpesan untuk mengadakan upacara adat Rebo Wekasan. Cara masyarakat Indonesia merayakan Rebo Wekasan beraneka ragam, tergantung pada wilayahnya, sehingga terdapat variasi dalam amalan dan ritual yang dilakukan dalam memperingati hari tersebut. Beberapa tradisi Rebo Wekasan dari berbagai wilayah Indonesia meliputi: Meskipun dasar dari sholat tolak bala adalah unsur-unsur agama Islam, dalam pelaksanaannya terkadang mencerminkan nuansa lokal yang khas di berbagai daerah. Ritual yang dilakukan adalah shalat dengan empat rakaat. Setiap rakaat, setelah membaca surat Al-Fatihah, diikuti dengan membaca surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, surat Al-Ikhlas sebanyak 5 kali. Lalu, surat Al-Falaq dan surat An-Naas masing-masing sekali. Ritual ini ditutup dengan membaca doa setelah salam sebagai bentuk permohonan perlindungan dan keamanan. Biasanya dilakukan perjamuan bersama dengan makanan tradisional. Akan tetapi, ada yang melemparkan hasil panen ke laut atau ada orang lain yang membagikan hasil pertanian melimpah kepada masyarakat sekitar. Setelah menjalankan ibadah puasa atau sholat tolak bala, dianjurkan untuk memanjatkan doa sapu jagat untuk tolak bala. Pelaksanaan ibadah tanpa dasar syariat Islam dianggap tidak sah, tetapi masyarakat merasa perlu menjaga warisan budaya ini. Menurut kepercayaan dan tradisi lokal, terdapat beberapa pantangan saat Rebo Wekasan, di antaranya adalah sebagai berikut: Menikah pada hari Rebo Wekasan dianggap membawa sial dan dapat membuat rumah tangga tidak harmonis. Diyakini hari Rebo Wekasan terdapat energi atau kekuatan gaib yang membawa bencana atau masalah pada yang melakukan perjalanan jauh. (fq) Baca juga :

Read More

Gus Mus : Jadilah Muslim Yang Tidak Pernah Menyakiti Saudara Sendiri

Rembang — 1miliarsantri.net : Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Raudlatut Thalibien Leteh Rembang, sekaligus Mustasyar Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), mengungkapkan salah satu ciri muslim sejati dalam pandangan Al-Qur’an dan Sunnah yakni seseorang bisa dikatakan muslim sejati jika mampu menjaga keselamatan lisan maupun perbuatan. Artinya, dia tidak pernah menyakiti saudaranya sendiri, baik dalam lingkup keluarga maupun saudara sesama muslim maupun saudara dalam ikatan sosial masyarakat. “Muslim yang sempurna itu orang Islam yang tidak pernah melukai muslim lainnya. Muslim di kanan dan kirinya selamat. Tidak pernah terlukai, tidak pula sakit hati. Karena dia tidak menyakiti saudaranya yang Muslim, baik dengan lisan maupun tangannya,” terang Gus Mus kepada 1miliarsantri.net, Kamis (24/08/2023). Gus Mus menjelaskan, orang Islam yang mulut dan tindakannya menyakiti orang lain, belum menjadi seorang muslim sejati. Orang seperti itu hanya mengaku muslim saja. “Itu ngakunya saja Islam, tapi tidak sempurna. Bukan Muslim yang kamil,” lanjutnya. Sama halnya dengan hijrah. Belakangan banyak orang menggunakan istilah hijrah untuk menandai perubahan mencolok dari seseorang. Misalnya seorang selebritas yang tadinya tidak mengenakan hijab, tiba-tiba berpakaian syar’i. Gus Mus menjelaskan, hijrah berarti ‘man haajara maa nahallaahu ‘anhu. Jadi, yang dinamakan muhajir (pehijrah) itu bukan transmigran atau imigran. Orang yang hijrah adalah orang yang menjauhkan diri dari sesuatu yang dilarang Allah SWT. “Ada yang hijrah itu pikirnya, pokoknya kalau memakai jilbab sudah hijrah. Asalnya tidak memakai jilbab, lalu memakai jilbab: ‘Ini sudah hijrah.’ Begitu,” ungkapnya. Menurut Gus Mus, justru ada yang lebih konyol lagi. Asalnya orang Islam ini sudah baik dengan tetangga, lalu memusuhi tetangganya yang tak seagama itu dengan dalih dia telah hijrah. “Hijrah itu man hajara maa nahallaahu ‘anhu, ini namanya hijrah. Ini menurut Kanjeng Nabi Muhammad SAW: orang yang menjauhi larangan Allah swt. Yang dilarang Allah apa (ditinggalkan), itu namanya muhajir (orang yang hijrah),” tegasnya mengutip hadits. Gus Mus mencontohkan, orang yang hijrah, yaitu orang yang selama ini tenang saja melanggar larangan Allah swt, kemudian dia berhenti meninggalkan itu. “Misalnya kemarin itu menjadi peminum mabuk-mabukan, kemudian tahu bahwa ini dilarang oleh Allah swt, lalu ditinggalkan, ini muhajir (orang yang hijrah). Tidak sekadar memakai kerudung, terus dikatakan muhajir,” pungkas Gus Mus. (hud) Baca juga :

Read More

Masjid Dubai Pearl Terinspirasi dari Mutiara dan Kerang

Dubai — 1miliarsantri.net : Dubai Pearl merupakan konsep masjid yang dirancang sangat modern dan unik oleh LYX Arkitekter dan terinspirasi dari mutiara dan kerang yang menjadi sumber utama kehidupan sepanjang sejarah daerah ini. Bangunan itu diusulkan pada 2018 di Dubai, Uni Emirat Arab. Mengutip The Great Mosques, masjid ikonik Dubai desain “Dubai Pearl” pada dasarnya terinspirasi dari mutiara dan kerang yang merupakan sumber utama kehidupan di masa tua Dubai. Kedelapan gerbang pada masjid itu diilhami dari kepercayaan bahwa ada delapan gerbang menuju surga dalam Islam serta delapan malaikat yang memegang singgasana. Menara itu muncul dari bumi untuk menghilang di langit menjadi bentuk layar. Tujuan dari konsep ini untuk memadukan tradisi lokal UEA, warisan Islam , dan mencerminkan visi modern Dubai. Dari tradisi Lokal, desainnya terinspirasi dari mutiara dan kerang. Seperti yang Anda ketahui, penyelaman mutiara pernah menjadi profesi paling terkenal di Uni Emirat Arab dan merupakan bagian dari budaya UEA yang berusia sekitar 7.000 tahun. Hal itu menyebabkan arsitek membentuk selubung utama masjid sebagai cangkang yang membawa mutiara besar yang membentuk kubah masjid. Itu juga bertindak sebagai skylight di siang hari untuk menerangi ruang shalat utama. Kemudian, itu akan diubah menjadi lentera yang memberi suasana yang menarik ke Dubai Creek di malam hari. Dari segi warisan Islam, delapan gerbang terinspirasi dari kepercayaan, ada delapan gerbang ke surga dalam Islam serta delapan malaikat yang memegang singgasana. Delapan lengkungan gerbang ini akan membentuk cangkang dan akan bergabung menjadi satu untuk disatukan di mihrab tempat imam berdiri untuk memimpin shalat. Kemudian, visi modern Dubai, untuk memadukan tradisi lokal dan simbolisme Islam menjadi bentuk ikon modern adalah sebuah tantangan. Abstraksi ide menjadi solusi yang diikuti para arsitek dalam desain ini. Bentuknya disederhanakan menjadi tiga elemen, cangkang yang membentuk delapan gerbang, mutiara yang berfungsi sebagai kubah dan cahaya langit, akhirnya menara yang muncul dari bumi menghilang ke langit. Hal itu menciptakan bentuk layar yang menyampaikan pesan damai pemuja dan mengubahnya menjadi ikon spiritual yang ditambahkan ke ketenangan Dubai Creek . Proyek ini memiliki luas bangunan 10.000 m² yang terdiri dari masjid utama. Masjid ini dapat menampung 7500 jamaah, blok akomodasi, dan ruang bawah tanah yang meliputi pusat budaya, wudhu, dan parkir. Ada pula museum seluas 3.405 m² dan 460 tempat parkir. (dul)

Read More