Beberapa Referensi Mengenai Biografi Rasulullah SAW

Surabaya — 1miliarsantri.net : Rabiul Awal merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam, tepatnya pada 12 Rabiul Awal. Di bulan ini pula, umat Muslim diingatkan kembali dengan berbagai peristiwa sejarah Islam dalam kehidupan nabi, hingga menjadikannya sebagai teladan umat. Ada banyak cara untuk meneladani Rasulullah SAW, salah satunya dengan membaca biografi nabi atau sirah nabawiyah. Banyak ulama hingga penulis sejarah yang menulis tentang Nabi SAW dalam buku. Sejarah hidup Rasulullah SAW begitu menarik sejarawan dan tokoh agama untuk menuliskannya. Berikut enam rekomendasi sirah Nabi Muhammad SAW untuk lebih mengenal dan mencintai utusan Allah Ta’ala ini: Biografi ini lebih mirip novel yang bergerak cepat dan selalu menarik. Dengan keahliannya yang seolah tak tertandingi, Martin Lings menghadirkan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dengan narasi dan detail mengagumkan. Mulai dari sikap dan kepemimpinannya dalam menghadapi berbagai rintangan dakwah, kisah romantisnya sebagai individu dan keluarga. Buku ini mencakup segalanya, mulai dari demografi suku-suku Arab dan keadaan politik mereka pada masa Arab pra-Islamhingga saat-saat terakhir Nabi SAW di dunia ini. Penulis menguraikan sifat-sifat dan perilaku Nabi SAW secara mendalam. Ia pun menekankan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok sempurna, baik secara fisik maupun perilaku. Quraish Shihab menggunakan sumber-sumber dari karya ulama-ulama Sunni maupun Syiah, sehingga menjadikan buku ini begitu kompleks. Melalui cara ini, bahkan bagi orang yang skeptis, melihat besarnya kemajuan melalui ajaran Islam. Armstrong juga berusaha menunjukkan perintah agama Islam bersifat natural dan tidak bertentangan dengan pemikiran modern. Dia juga menunjukkan pengetahuan yang jelas tentang perbedaan antara hukum Islam dan praktik budaya. Dengan landasan sejarah ilmiah yang kukuh, dipadu dengan gaya cerita yang renyah, Dr Al-Buthy di dalam buku ini mampu menghadirkan keagungan cerita dari Rasulullah SAW. Buku ini menjadi satu-satunya buku pegangan dasar tentang sirah Nabi Muhammad SAW yang paling lengkap dan terpercaya. (yat) Baca juga :

Read More

Keistimewaan Para Wali-wali Allah

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Allah SWT memiliki wali-wali di dunia, orang yang menjadi wali-Nya memiliki keistimewaan tersendiri. Dan siapakah yang disebut sebagai wali Allah tersebut? Seperti dikutip dari Syarah 10 Hadits Qudsi Pilihan disusun Abu Hafizhah Irfan, Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «إنَّ اللهَ قال: مَن عادى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحرب، وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيء أحب إليَّ مما افترضتُ عليه، وما يزال عبدي يتقرَّب إليَّ بالنوافل حتى أحبَّه، فإذا أحببتُه: كنتُ سمعَه الذي يسمع به، وبصرَه الذي يُبصر به، ويدَه التي يبطش بها، ورجلَه التي يمشي بها، وإن سألني لأعطينَّه، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه، وما تردَّدتُ عن شيء أنا فاعلُه تردُّدي عن نفس المؤمن، يكره الموتَ وأنا أكره مساءتَه». “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Aku telah menyatakan perang dengannya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nawafil (sunnah) hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar. (Aku akan menjadi) penglihatannya yang dengannya ia melihat. (Aku akan menjadi) tangannya yang dengannya ia memukul. (Aku akan menjadi) kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya. Tidaklah Aku ragu untuk berbuat sesuatu seperti keraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin, ia membenci kematian sedangkan Aku tidak suka menyakitinya.” (HR. Bukhari Juz 5 : 6137) Disebutkan dalam hadits di atas, إنَّ اللهَ قال: مَن عادى لي وليًّا “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi waliKu.” Yang dimaksud wali Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah orang yang beriman dan selalu bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana yang Allah jelaskan di dalam Alquran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَۗ “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) bersedih. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.” (QS Yunus ayat 62-63) Iman adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Sedangkan yang dimaksud dengan taqwa adalah melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, di atas cahaya petunjuk dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena mengharapkan pahala dari Allah ﷻ. Dan meninggalkan maksiat kepada Allah, di atas petunjuk dari Allah, karena takut hukuman dari Allah SWT. (Taisirul Karimir Rahman) Para wali-wali Allah senantisa bertaqwa kepada Allah SWT di mana pun mereka berada. Sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, iringilah perbuatan dosa dengan kebaikan niscaya akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi). (mif) Baca juga :

Read More

Sifat Utama Rasulullah SAW Adalah Sederhana dan Rendah Hati

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Rasulullah SAW memiliki sifat kesederhanaan dan kerendahan hati yang sempurna. Dari sifat tersebut, umat manusia bisa belajar banyak dan meningkatkan gaya hidup secara signifikan jika mengikuti sunnahnya. Manusia memiliki sifat dasar menganggap diri sendiri lebih unggul dari orang lain. Hal itu pada akhirnya memunculkan ego yang mendorong perasaan negatif satu sama lain. Berbeda dengan Rasulullah SAW. Meski punya banyak pengikuti, namun beliau tetap rendah hati dan tidak pernah menganggap dirinya lebih unggul dari para sahabat dan manusia lainnya. Dalam banyak riwayat, Rasulullah SAW tidak suka diperlakukan seperti orang yang memiliki kekuatan besar atau pengikut yang mirip dengan raja atau penguasa. Beliau melarang orang berdiri di hadapannya atau berlutut untuk memberikan simbol-simbol penghormatan. Beliau tinggal di rumah sederhana dan makan makanan yang sederhana. Meskipun beliau adalah seorang Nabi dan memiliki banyak pengikut, beliau tidak pernah menggunakan pengaruhnya untuk hidup bermewah-mewahan. Beliau menjalani kehidupan yang tidak bergelimang harta, melainkan hidup dalam kerendahan hati dan kesederhanaan. Suatu ketika Rasulullah SAW bepergian dengan para sahabatnya. Ketika tiba waktunya untuk menyiapkan makanan, beliau meminta mereka untuk menyembelih seekor domba. Seorang pria berkata, “Saya akan menyembelihnya”. Kata yang lain, “Saya akan mengulitinya.” Yang ketiga berkata, “Aku akan memasaknya.” Maka Rasulullah bersabda, “Aku akan mengumpulkan kayu untuk api.” Mereka berkata: “Tidak, kami akan mencukupkanmu dengan pekerjaan itu.” “Aku tahu bahwa kalian dapat melakukannya untukku, tetapi aku benci diistimewakan. Allah tidak suka melihat seorang hamba-Nya diistimewakan oleh orang lain.” Maka dia pun pergi dan mengumpulkan kayu bakar. (Khulasa As- Siyar hal.22) Rasulullah SAW adalah seorang suami dan ayah yang patut dicontoh. Meskipun memiliki banyak istri, beliau memberikan hak-hak mereka, memperlakukan mereka dengan setara. Selain itu, beliau juga membantu pekerjaan rumah tangga. Beliau memperbaiki sepatu dan pakaiannya sendiri. Selain menjadi suami dan ayah yang baik, dia juga seorang yang baik. Dia memperlakukan semua wanita dengan hormat. Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Beliau lebih cantik dari seorang perawan di kamar kerjanya. Ketika beliau membenci sesuatu, kami membacanya di wajahnya. Beliau tidak menatap wajah siapa pun, beliau selalu menundukkan pandangannya. Dia lebih banyak melihat ke tanah daripada melihat ke langit. Pandangan beliau yang paling banyak kepada manusia adalah pandangan mata. (HR. Bukhari, no. 504) Rasulullah SAW selalu berbuat baik kepada orang miskin dan membutuhkan. Beliau tidak pernah memperlakukan para pelayan/budak dengan buruk. Beliau memperlakukan mereka secara setara. Bahkan, saat dihadiahi seorang budak bernama Zayd bin Haritsah oleh Sitti Khadijah, Rasulullah memperlakukan seperti anak angkat. Zayd kemudian menjadi salah satu sahabat terdekat Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi (SAW) bersabda, “Orang yang menjaga dan bekerja untuk seorang janda dan orang miskin, adalah seperti seorang pejuang yang berjuang di jalan Allah atau seperti orang yang berpuasa di siang hari dan berdoa sepanjang malam. (HR. Bukhari no. 6006) Karakter Nabi adalah sedemikian rupa sehingga orang-orang cenderung menerima Islam. Beliau sadar akan singkatnya dunia ini dan tahu bahwa tempat tinggal manusia yang sebenarnya adalah di akhirat. Maka itu, sudah sepatutnya seorang muslim mengikuti jejak beliau agar nonmuslim melihat keindahan akhlak masyarakat muslim. (yus) Baca juga :

Read More

Buya Yahya : 4 Cara Tumbuhkan Rasa Cinta Kepada Rasulullah SAW

Jakarta — 1miliarsantri.net : Kecintaan kepada Rasulullah SAW merupakan salah satu aspek penting dalam mengamalkan ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW merupakan teladan utama bagi umat Islam, dan mengembangkan rasa cinta kepadanya adalah tugas yang penting. Pengasuh Pondok Pesantren Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya), menguraikan empat cara menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah SAW: “Artinya hendaknya kita menjalani rutinitas sehari-hari dengan lebih khidmat dan bersungguh-sungguh, mengingat Rasulullah dalam setiap tindakan yang kita lakukan, seperti makan, tidur, berpakaian, dan lain-lain,” terang Buya Yahya dalam ceramahnya yang disiarkan secara daring, Kamis (21/09/2023). “Shalawat yang dipanjatkan dengan penuh ketaqwaan akan mengundang rahmat Allah kepada kita, dan ini merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Rasulullah,” ujar Buya Yahya. Buya Yahya menyarankan agar kita membaca sejarah Nabi dengan sungguh-sungguh dan tidak sekadar membaca rangkuman atau maulid saja. Sejarah Nabi Muhammad merupakan sumber inspirasi dan pengetahuan yang sangat berharga bagi umat Islam. “Kita juga harus berhati-hati dalam memilih kitab sejarah nabi yang akan kita baca,” tutur Buya Yahya. “Tidak hanya sebagai pemimpin dalam sejarah, tetapi juga sebagai teladan dalam kehidupan sehari-hari. Kita umat Nabi Muhammad SAW, dan dengan kesadaran tersebut, kita mempunyai kewajiban suci untuk menjalani kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang diajarkannya,” ungkap Buya Yahya. Dia mengingatkan, mengabdi kepada umat merupakan wujud nyata kecintaan dan kasih sayang kepada Rasulullah. Dalam pengabdian ini, umat Islam bisa membantu sesama untuk mengenal Nabi Muhammad SAW dan ajarannya, membantu perjalanan spiritualnya, dan pada akhirnya mendekatkan diri kepada Allah SWT. “Kita dapat menjadi bagian dalam upaya agar ajaran Rasulullah tetap hidup dan relevan di tengah masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat mengenal dan mencintai Nabi Muhammad SAW serta mendekatkan diri kepada Allah,” pungkas Buya Yahya. (yan) Baca juga :

Read More

Dua Kali Kematian dan Dua Kali Kehidupan Yang Akan Dilalui Manusia

Surabaya — 1miliarsantri.net : Pertanyaan tentang misteri mati dan hidup yang terlontar sejak zaman filsuf Yunani hingga saat ini, masih saja relevan. Mengapa kita hidup? Dan, mengapa kemudian kita mati? Hidup dan mati, keduanya sama-sama misteri. Hari ini seseorang hidup. Tapi boleh jadi, hari ini juga, besok, atau lusa ia mati. Di beberapa ayatnya, Alquran membincangkan masalah hakikat hidup dan mati, serta tujuan dari keduanya. Masalah yang pertama dijelaskan bahwa pada hakikatnya manusia mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan. Ini dapat kita mengerti dari firman Allah SWT yang menggambarkan pertanyaan orang-orang kafir di akhirat kelak. ‘ قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَىٰ خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ ‘Mereka berkata, ‘Wahai Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali. Sekarang kami mengakui dosa-dosa kami. Adakah jalan keluar (dari neraka)?” (QS Al-Mukmin [40]: 11). Para ahli tafsir menerangkan, mati pertama adalah fase ketika manusia masih berupa tanah, atau sebelum dilahirkan ke dunia. Sedangkan, mati kedua adalah kematian fisik sebagai akhir hidup di dunia untuk menapak ke kehidupan akhirat. Adapun kehidupan pertama manusia merupakan kehidupannya di dunia. Dan, kehidupan kedua berlangsung ketika kebangkitan kembali saat hari kiamat tiba. Penuturan ahli tafsir tersebut di atas menunjukkan, kematian bukanlah akhir dari kehidupan fisik manusia. Tetapi, kematian merupakan gerbang untuk memasuki kehidupan selanjutnya, yang menurut Alquran dan hadits, sebagai kehidupan yang sebenarnya. Konon, kehidupan itu sama sekali berbeda dengan kehidupan dunia saat ini. Sedangkan, masalah tujuan adanya hidup dan mati, Allah SWTberfirman: الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا “Dia yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya…” (QS Al-Mulk [67]: 2). Wahyu tersebut mengabarkan kepada manusia bahwasanya tujuan Allah SWT menciptakan kehidupan dan kematian adalah memberikan kesempatan kepada manusia untuk tampil sebagai makhluk moral. Yaitu, makhluk yang punya kemampuan untuk memilih, mau berbuat kebajikan ataukah keburukan. Pilihan-pilihan yang dijalankan akan kembali ditampakkan dalam kehidupan setelah kematian. Untuk itu, Islam menganjurkan hendaknya hidup ini dijalani dengan sungguh-sungguh, baik sungguh-sungguh dalam ketakwaan maupun dalam amalan. (yat) Baca juga :

Read More

Kebenaran Risalah Jin Islam

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Segala Ketentuan dari Allah adalah benar, termasuk diantaranya menjadikan kebeneran risalah Islam tidak hanya diamini golongan manusia, tetapi juga dari bangsa jin. Berikut ini sejumlah fakta terkait dengan islamnya jin terhadap Islam dan syariatnya yang dirangkum dari berbagai sumber: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (QS Adz-Dzaariyat [51]: 56). Ayat ini juga menunjukkan kepada umat manusia, bahwa jin yang diciptakan Allah dari api pun bisa menerima kebenaran Alquran dan Islam. Sementara, manusia yang diciptakan Allah dari tanah dan diberi kelebihan berupa akal, ternyata belum sepenuhnya menerima Islam. Seharusnya, mereka berkaca dari keterangan ayat ini. Ibnu Mas’ud menyatakan, dirinya ikut menyaksikan malam turunnya ayat Jin ini. Rasulullah SAW bersabda; ”Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu kami pergi bersamanya, dan aku bacakan Alquran kepada mereka.” Setelah mereka mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dan memahami hakikat Kalamullah (Alquran), mereka segera bertolak dan bergerak menuju kaumnya untuk memberi kabar gembira dan mengajarkan apa-apa yang telah mereka pahami dan dengarkan dari Rasulullah SAW Kendati demikian, diamnya para sahabat ini dalam merespons ayat Alquran ini masih lebih baik dibandingkan dengan orang-orang kafir Quraisy yang enggan mengimani dan meyakini kebenaran Alquran dan ajaran Islam. Baca juga :

Read More

Healing Terbaik Menurut Islam adalah Sholat

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Kita semua sering mendengar kata Healing yang akhirnya menjadi populer dalam beberapa tahun ini. Kata healing sendiri diambil dari bahasa Inggris yang diartikan sebagai proses penyembuhan setelah mengalami luka fisik atau emosional. Sementara dalam istilah kekinian, healing dimaknai sebagai proses penyembuhan untuk mendapatkan jiwa dan batin yang tenang. Umumnya, konsep healing diterapkan dalam bentuk berlibur. Healing dalam Islam dicontohkan Nabi Yakub AS, dalam surat Yusuf ayat 84. Yakub AS memiliki duka mendalam setelah kehilangan anak tercintanya, Yusuf. وَتَوَلّٰى عَنۡهُمۡ وَقَالَ يٰۤاَسَفٰى عَلٰى يُوۡسُفَ وَابۡيَـضَّتۡ عَيۡنٰهُ مِنَ الۡحُـزۡنِ فَهُوَ كَظِيۡمٌ Artinya Dan dia (Yakub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya). Nabi Yakub pun mengadu kepada Allah SWT saat mengalami kesedihan mendalam. Pendakwah Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym mengatakan untuk mendapatkan ketenangan hati adalah dengan mengingat Allah SWT, melalui berdzikir. “Tapi yang paling sempurna adalah dalam shalat, di mana jiwa kita mendapatkan ketenangan yang tak tergantikan,” terang Aa Gym dalam kajian MQ Dakwah Digital, dikutip Senin (18/09/2023) Seperti disebutkan dalam surat Ar-Ra’d ayat 28 yang berbunyi, ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. “Karena dalam Shalat, kita menemukan kebahagiaan sejati dan ketenangan yang tidak dapat diukur dengan apapun,” lanjut pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Bandung ini. “Dalam kehidupan yang seringkali penuh dengan hiruk-pikuk dan kegelisahan, mari kita jadikan Shalat sebagai jendela menuju kebahagiaan sejati dan ketenangan yang tiada tara, sebagai cara kita mendekatkan diri kepada Allah,” pungkasnya. (yus) Baca juga :

Read More

Tunduk Total kepada Allah SWT Dapat Menemukan Kebahagiaan Hakiki

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Kebahagiaan hakiki yang dimiliki manusia sejatinya hanya bisa didapatkan bila tunduk total kepada keputusan Allah SWT. Itu karena alam semesta diciptakan sedemikian kompleks untuk kebutuhan manusia. Allah SWT lalu menurunkan aturan syariat untuk mengatur hal-hal yang berkaitan kehidupan manusia. Aturan syariat itu juga selaras dengan hukum alam semesta. Misalnya, manusia punya hasrat kepada lawan jenis sebagai hukum alam semesta, maka hukum syariat mengatur agar terarah dan bisa merasakan kebahagiaan hakiki melalui pernikahan. Founder Formula Hati, Ustadz Muhsinin Fauzi, menerangkan tips agar seorang manusia bisa menemukan penghambaan total kepada Allah SWT. Di antaranya: Nilai sesuatu itu terasa pada saat tidak ada. Mungkin orang tidak memakai kacamata tidak merasakan nikmat mata sehat luar biasa. Jika manusia men-tafakuri terhadap nikmat-nikmat ini menggunakan pendekatan tazkiyatun nafs, maka keimanan akan menjadi lebih tebal. “Bagaimana hubungan dari rohani ke jasmani? Seseorang yang bahagia itu mendatangkan kebaikan baik untuk rohani maupun jasmaninya. Siapakah yang menggerakan semua itu? Semua hal yang terjadi di dalam tubuh kita itu ada zat yang Maha besar yang menggerakannya,” urai Ustadz Fauzi kepada 1miliarsantri.net, Ahad (17/09/2023). Ujian yang naik turun sering terjadi akan mengantarkan pada kesimpulan manusia tidak bisa mengendaliukan diri sendiri. Nasib manusia dan semua hal di dunia ditentukan oleh Allah SWT. “Kita hanya diberi sedikit ruang oleh Allah untuk memilih dan berusaha. Setiap diri kita tidak bisa mengendalikan orang lain maka kita bersiap untuk tidak mendapat perlakuan baik dari orang lain,” sambung Ustadz Fauzi. Rasulullah SAW akan tetap bersyukur saat lapar, begitupun saat kenyang. Rasa syukur jua terpatri saat tertimpa ujian. Itu karena konsep ujian dalam Islam merupakan cara Allah untuk memanggil hamba-Nya. “Sabda Nabi, kalau aku kenyang aku bersyukur, kalau aku lapar aku,” lanjut Ustadz Fauzi. Pertama, otak yang cerdas. Cerdas disini berarti paham. Itu karena bebal, terkadang data-data yang sudah ada itu tidak membuat orang-orang percaya atas Rabb-nya. Kedua, pengelolaan syahwat yang baik. Sekalipun sudah mengetahui kebenaran-kebenaran, terkadang seseorang masih berbuat menyalahi kebenaran. Dalam konteks ini, syahwat perlu dikelola. Ketiga, dinamika proses kehidupan. Kesadaran atas penghambaan ini bisa timbul dan tenggelam sepanjang dinamika hidup. Dengan demikian, manusia membutuhkan Allah sepanjang hidup untuk menjaga. “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. [QS Fatir (35):15] Semakin seseorang memerlukan Allah, maka dia semakin mulia di hadapan-Nya. Sebaliknya, semakin tidak memerlukan Allah, maka dia semakin hina di hadapan-Nya. “Kemuliaan seseorang itu ketika ia memerlukan Allah. Orang yang tidak mau berdoa itu tidak lebih baik dibandingkan dengan orang yang terus berdoa kepada Allah,” tambah Ustadz Fauzi. Hidup bukan untuk ditanggung sendiri, karena manusia adalah hamba Allah. Setiap masalah tidak perlu dipikirkan sendiri, namun dikeluhkan kepada Allah. Ini akan terasa karena manusia adalah seorang hamba. Maka itu, ada beberapa ekspresi akhlak seseorang yang sudah kuat ketaatannya kepada Allah. Di antaranya rendah hati berarti tidak congkak dan tidak ujub, terasa ketulusannya dalam hidup, tidak perhitungan, berakhlak mudah, jinak yakni gampang taat dan diatur serta tidak menentang, hangat terhadap sesama, dan tidak menyakiti sesama. “Pekerjaan rumah bagi kita bersama adalah kemampuan untuk istiqomah dalam penghambaan kepada Allah SWT. Semoga Allah mudahkan kita semua untuk ini,” pungkas Ustadz Fauzi. (mif) Baca juga :

Read More

Buya Yahya : Rumah Tangga Ingin Harmonis, Hindari Sifat-sifat ini

Jakarta — 1miliarsantri.net : Kehidupan yang harmonis, bahagia merupakan dambaan setiap pasangan rumah tangga. Namun, terkadang, ada sifat-sifat jelek yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga tersebut. Pengasuh Pondok Pesantren Al Bahjah, Prof Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya) memeparkan beberapa sifat jelek yang harus dihindari pasangan rumah tangga. Jika pasangan suami-istri menjauhi sifat itu, maka rumah tangga bisa harmonis. Sifat-sifat itu di antaranya: “Tuntutan dan ekspektasi yang tidak realistis dapat membawa dampak negatif pada rumah tangga. Hindari mengorbankan kesejahteraan keluarga demi memenuhi tuntutan yang tidak masuk akal,” tutur Buya Yahya dalam ceramahnya di Al Bahjah TV, dikutip Sabtu (16/09/2023). “Berbagi dengan sukarela dan ikhlas akan menguatkan hubungan dalam rumah tangga serta memberikan manfaat lebih besar,” lanjut Buya Yahya. “Sebagai gantinya, kita harus berusaha mandiri dan hanya meminta bantuan saat benar-benar diperlukan, bukan untuk hal-hal yang seharusnya dapat kita atasi sendiri,” ungkap Buya Yahya. “Jiwa berbagi akan membawa kedamaian dan kebahagiaan dalam rumah tangga,” tambah Buya Yahya. “Kemandirian adalah pondasi kuat dalam membangun kehidupan rumah tangga yang stabil,” ungkap Buya Yahya. Buya Yahya menegaskan, dengan menghindari tuntutan berlebihan, memiliki jiwa berbagi, menghargai kemandirian, serta menghindari sifat permintaan yang berlebihan, kita dapat membangun rumah tangga yang bahagia, harmonis, dan penuh berkah. “Semua ini adalah langkah-langkah penting dalam meraih keberkahan dan kebahagiaan dalam kehidupan berkeluarga,” tutup Buya Yahya. (yan) Baca juga :

Read More

Hukum Boleh Tidaknya Muadzin Merangkap Imam Sholat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Muadzin merupakan sebutan untuk orang yang bertugas mengumandangkan azan. Sementara, imam adalah orang yang memimpin pelaksanaan shalat berjamaah. Lalu, apakah boleh seorang muadzin merangkap jadi imam? Menurut Pakar Fikih Kontemporer, KH Ahmad Zahro, seorang muadzin boleh merangkap jadi imam masjid. Tidak ada larangan dalam hal itu. “Apakah boleh? tidak ada larangan,” terangnya kepada 1miliarsantri.net, Kamis (14/09/2023). Kiai Zahro menambahkan, sebaiknya muadzin dan imam masjid terpisah. Ada khusus yang bertugas sebagai muadzin, dan ada pula yang bertugas sebagai imam shalat. Ini bertujuan agar pahala adzan dan imam shalat tidak diborong satu orang saja. “Jadi pertanyaannya apa boleh? boleh. Tapi apa baik? itu kalau baik sebaiknya tidak. Sebaiknya yang adzan dan qamat satu orang, yang ngimami orang lain. Sebaiknya jika tidak darurat. Tapi kalau ini darurat, tidak ada yang lain, maka boleh. Kalau ada yang lain, sebaiknya berbagi pahala, supaya juga pahala ngajak shalat, pahalanya imami salat itu berbagi dengan banyak pihak,” lanjutnya. Al Hattam dalam Mawahib Al Jalil pernah berpendapat, laki-laki dapat dapat berperan sebagai orang yang mengumandangkan azan, iqamah, bahkan memimpin salat berjamaah. Kemampuan ini juga berlaku bagi mereka yang mengumandangkan azan dan iqamah hanya tanpa menjadi imam. “Barangsiapa boleh menugaskan seorang laki-laki untuk mengumandangkan adzan, iqamah dan memimpin shalat bersama mereka. Pahala yang diberikan atas usahanya mengumandangkan adzan, iqamah dan memimpin shalat di masjid, bukan hanya untuk shalat.” Senada dengan itu, Imam An Nawawi dalam kitab Al Majmu’ juga pernah memperbolehkan seorang muazin menjadi imam dalam salat berjamaah. Bahkan, ini merupakan rekomendasi menurut pendapatnya. Imam An Nawawi menambahkan, hal tersebut diperbolehkan meski tidak dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabat. Sebab, mereka melakukan hal tersebut bukan karena sibuk dengan urusan lain. Kemampuan tersebut juga disebutkan oleh Syekh Abdullah bin Jibrin dalam Fatawa Islamiyah. Menurutnya, menjadi hal yang diprioritaskan ketika muazin dinilai lebih baik dalam mengaji Al-Qur’an dibandingkan jamaah lainnya. “Iya, boleh mengumandangkan azan dan imam secara bersamaan. Begitu pula jika imam resmi dan penggantinya tidak hadir, karena bisa juga ditetapkan sebagai imam rutin,” jelasnya. Setidaknya ada tiga hukum mengenai muadzin merangkap jadi imam shalat. Di antaranya: “Bisa dilakukan ketika laki-laki berada di masjid atau majelis yang makmumnya semuanya perempuan. Atau malah keadaan yang sering terjadi dan banyak ditemui di masjid-masjid terpencil yaitu tidak ada jamaah sama sekali, maka takmir atau petugas masjid bisa sekaligus merangkap (menjadi imam) dalam upaya memakmurkan masjid,” ungkap Ustadz Ammi, dikutip dari kanal YouTube ANB Channel, dikutip Kamis (14/09/2023). Dalam kitab Mughni Muhtaj, Imam Khatib Al-Syarbini mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengumandangkan azan dan menjadi imam untuk mengumpulkan keduanya.” (yat) Baca juga :

Read More