Kewajiban Setiap Muslim Mengamalkan Al Qur’an Dalam Kehidupan Sehari-hari

Surabaya — 1miliarsantri.net : Alquran adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Beriman kepada Alquran mempunyai konsekuensi yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim. Pertama, membaca dan menghafalkan Alquran. Membaca Alquran adalah langkah awal seseorang berinteraksi dengan Alquran. Nabi SAW memerintahkan agar kita senantiasa membacanya, sebagaimana tertuang dalam sabda-Nya. Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Alquran, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi orang yang membacanya.” (HR Muslim). Allah SWT menjadikan amalan membaca Alquran termasuk salah satu yang bernilai ibadah. Allah SWT memberikan pahala dalam membaca Alquran bukan per surat atau per ayat, akan tetapi pahalanya per huruf dari Alquran yang dibaca. Nabi SAW bersabda, “Aku tidak mengatakan ‘alif lam mim’ itu satu huruf. Akan tetapi alif adalah satu huruf, lam adalah satu huruf, dan mim adalah satu huruf.” (HR Tirmidzi). Kedua, mentadabburi dan mempelajarinya. Alquran itu direnungkan atau tadabburi. Tadabbur ini penting karena dengan tadabbur, seorang Muslim akan bisa mengambil pelajaran-pelajaran penting hingga Alquran bisa diamalkan isinya. Allah SWT berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS Shad [38]: 29). Ketiga, mengajarkan Alquran. Alquran merupakan sebaik-baik ilmu. Barangsiapa yang menyebarluaskan dan mengajarkannya kepada orang lain, maka ia berhak mendapatkan balasan yang terus mengalir tiada henti. Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim). Dalam hadis yang lain, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR Bukhari). Keempat, mengamalkan Alquran. Kewajiban seseorang setelah mengetahui sebuah ilmu adalah mengamalkannya. Ilmu tidak akan bermanfaat jika tidak diamalkan. Karena buah dari ilmu adalah amal. Allah SWT hanya akan memberi balasan berdasarkan amal yang dikerjakan. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (QS ath-Thur [52]: 16). (yat) Baca juga :

Read More

Bagaimana Malaikat dan Setan Datang di Hati Manusia

Surabaya — 1miliarsantri.net : Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali atau yang dikenal Imam Al-Ghazali dalam buku Minhajul Abidin menjelaskan bahwa Allah Ta’ala telah menempatkan pada hati anak Adam (manusia) malaikat yang disebut Mulhim, ajakan atau bisikan malaikat itu disebut dengan ilham. Sebagai pesaingnya, Allah SWT menguasakan setan yang bernama Waswasah yang mengajak manusia kepada keburukan, yang disebut dengan sikap was-was. Malaikat Mulhim mengajak manusia kepada kebaikan, sedang setan yang disebut Waswasah mengajak kepada keburukan. Imam Al-Ghazali menyampaikan bahwa guru kami menjelaskan setan itu adakalanya mengajak manusia kepada kebaikan dengan tujuan untuk menjerumuskan mereka yang terperangkap itu kepada keburukan. Contohnya, setan mengajak seorang hamba untuk melakukan sesuatu yang dipandang utama. Padahal tujuan setan yang sesungguhnya yaitu menghalangi manusia dari jalan yang utama yang sebenarnya. Contoh lainnya, setan mengajak seseorang kepada kebaikan, tapi sebenarnya tujuan setan untuk menyeret orang itu kepada dosa yang lebih besar, yang kebaikannya tidak mencukupi untuk menghapus keburukan atau doa yang dilakukannya itu. Seperti perbuatan ‘ujub mengagumi amal sendiri dan lain sebagainya. Menurut sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Jika dilahirkan seorang bayi anak Adam (manusia), Allah Ta’ala menyertainya dengan satu malaikat dan satu setan. Maka setan tersebut menempel pada telinga hati sebelah kiri, sedang malaikat menempel pada telinga hati sebelah kanan. Keduanya sama-sama membisikkan ajakannya.” Rasulullah SAW juga bersabda, “Pada hati manusia terdapat persinggahan setan dan malaikat.” Kemudian, Allah memasangkan pada diri anak Adam itu tabiat yang cenderung kepada syahwat dan kelezatan duniawi, baik maupun buruk. Itulah yang disebut dengan hawa nafsu, yang menjerumuskan manusia kepada berbagai penyakit moral. Bisikan-bisikan di dalam hati itu mendorong manusia melakukan sesuatu atau tidak berbuat apa-apa, juga mengajaknya kepada apa yang dibisikkan itu. Inilah yang disebut khawatir (bisikan-bisikan hati). (yat) Baca juga :

Read More

Ini dia Hakim Pertama di Palestina yang Juga Sahabat Rasulullah SAW

Surabaya — 1miliarsantri.net : Ada satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi qadi atau hakim pertama di Palestina waktu itu yakni Ubadah bin Shamit, namanya. Sebelumnya, dia adalah sahabat Nabi yang ikut dalam pembebasan wilayah Mesir. Ubadah punya peran yang strategis dalam proses pembebasan itu. Ia juga termasuk penentang keras terhadap pemerintahan Muawiyah, ketika Muawiyah memimpin Syam sebagai gubernur. Muawiyah pernah berkata kepada Ubadah, “Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu berkuasa atas satu wilayah pun untuk selama-lamanya.” Kemudian Umar bin Khattab membela Ubadah. Kemudian Umar mengirim surat kepada Muawiyah, yang berisi, “Tidak ada kekuasaanmu atas Ubadah bin Shamit.” Ubadah adalah salah satu di antara lima sahabat dari kalangan Anshar yang hafal Alquran pada masa Nabi Muhammad SAW. Dia juga pernah mendapat tugas dari Umar bin Khattab untuk menjadi guru yang mengajarkan agama kepada penduduk Syam bersama Abu Darda dan Muadz bin Jabal. Ubadah bin Shamit memiliki nama lengkap Ubadah bin Shamit bin Qais al-Anshari al-Khazraj. Dia biasa dipanggil dengan Abu Walid. Berwajah tampan dan berpostur tubuh tinggi serta besar. Wafat di Ramallah, Palestina pada 24 Hijriah. Ubadah meriwayatkan 181 hadits. Salah satunya adalah hadits bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak sah sholat kecuali bagi siapa yang membaca Al-Fatihah.” (HR Bukhari) Hadits lain yang diriwayatkan Ubadah, yaitu tentang keutamaan Tauhid. Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang mengucapkan: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه،ُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْه،ُ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَق،ٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَق،ٌّ maka Allah akan memasukkan ia ke dalam Surga melalui salah satu dari delapan pintu Surga yang dia kehendaki.” (HR Bukhari dan Muslim) (yat) Baca juga :

Read More

Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim li an-Nisa’, Penjelasan Terlengkap tentang Wanita dalam Alquran

Surabaya — 1miliarsantri.net : Buku karya Syekh Imad Zaki al-Barudi, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim li an-Nisa’, telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Edisi Indonesia terbit dengan judul, Tafsir Wanita: Penjelasan Terlengkap tentang Wanita dalam Alquran. Melalui buku ini, Syekh Imad Zaki menerangkan bagaimana Islam menelaah persoalan perempuan secara moderat. Tidak mengekang, tetapi tidak pula membiarkan terlalu bebas. Dalam salah satu pembahasan, penulisnya mengemukakan beberapa perkara tentang kesamaan antara kaum perempuan dan pria. Di antaranya, asal muasal penciptaan. Selain itu, antara perempuan dan lelaki juga menerima kewajiban dan ganjaran yang sama. Begitu pula dengan kemerdekaan dalam melakukan usaha. Apa yang dimaknai sebagai kesetaraan gender, menurut Islam, dapat dikaji melalui buku tersebut. Pada bab pendahuluan, Syekh Imad Zaki mengutip suatu sabda yang sahih dari Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud. Artinya, “Sesungguhnya, perempuan itu adalah saudara sekandung laki-laki.” Menurut sang penulis, Nabi SAW menerangkan, antara kaum Adam dan kaum Hawa diikat persaudaraan. Oleh karena itu, pada dasarnya, apa-apa yang ditetapkan sebagai hukum bagi kaum pria juga berlaku sepenuhnya bagi kaum perempuan. Hal itu dengan perkecualian, yakni bila ada keterangan dari nas-nas syariat yang menerangkan kekhususan. Maka dari itu, teks-teks nas itulah yang menjadi pengecualian dalam hadis tersebut. Alquran telah memberikan porsi yang tepat dan seimbang mengenai hak-hak kaum perempuan. Selain itu, pedoman umat Islam ini juga membicarakan kesamaan antara perempuan dan pria di hadapan Allah. Misalnya, terkait perolehan pahala dari amal-amal saleh selama hidup di dunia. Allah SWT berfirman dalam surah an-Nahl ayat 97, yang artinya, “Barangsiapa yang mengerja kan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Sebagai contoh, sang penulis menafsirkan ayat ke-195 dari surah Ali Imran. Ayat itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut. “Maka, Tuhan me reka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya, Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” Menurut Syekh Imad Zaki, ayat di atas menjelaskan ihwal ada persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam konsep tentang ganjaran dan siksa. Di dalam buku ini, masih banyak ayat-ayat lain yang menunjukkan hal serupa. Penerjemah buku ini, Samson Rahman, menjelaskan, Alquran membawa revolusi paling besar dalam pemberian martabat paling terhormat kepada wanita. Menurut dia, perempuan dalam pandangan agama Islam merupakan sosok terhormat dengan hak-hak istimewa. Sebelum datangnya Islam, hadirnya anak-anak berjenis kelamin perempuan di tengah keluarga bangsa Arab sempat dianggap sebagai hadirnya bencana atau kesialan. Anak-anak tersebut bahkan dikubur hidup-hidup di tengah pasir sahara. Namun, setelah Alquran datang, semua kejahatan kemanusiaan itu mendapat perlawanan sengit dan mendapat kecam an keras. Kehadiran Islam telah menjungkalkan berbagai stigma negatif yang dilekatkan kepada perempuan. Pandangan-pandangan yang melecehkan juga berubah menjadi terhormat. Islam menganggap, pria dan perempuan dapat saling bekerja sama sebagai rekan yang setara dalam mengarungi hidup. “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” Demikian arti dari surah at-Taubah ayat 71. Problematika seputar wanita adalah hal yang sangat menarik untuk dibicarakan. Pasalnya, di era modern seperti saat ini banyak sekali kita jumpai wanita yang masih belum bisa menempatkan di rinya sesuai dengan syariat Islam. Karena itu, kajian-kajian tentang wanita dalam Islam banyak menarik perhatian kalangan intelektual. Kajian tentang posisi mereka dalam Islam menjadi semakin serius di kalangan para pemikir Islam. Di satu sisi, ada pemikiran yang mengampanyekan wanita supaya dibebaskan secara total. Kalangan ini, menurut Syekh Imad Zaki, dalam uraiannya, seperti terhipnotis nilai-nilai sekuler Barat yang menjadikan perempuan bukan lagi partner, tetapi pesaing bagi laki-laki. Sementara, di sisi lain ada kalangan yang menjadikan wanita sekadar ‘penyedap’ hidup. Bagi mereka, kaum wanita mesti dikekang untuk melakukan apa saja. Alhasil, kaum Hawa tidak bisa mengekpresikan identitas dirinya sebagai manusia seutuhnya Dua pemikiran radikal tersebut sama-sama tidak mendapat ruang dalam pandangan Islam. Spirit ajaran Islam tidak merekomendasikan dua kutub ekstrem tersebut. Islam memberikan kebe basan, tapi tetap dalam batasan norma dan aturan yang dipandu oleh Alquran dan hadis, sehingga kaum wanita tetap berada di jalur yang benar. (yat) Baca juga :

Read More

Dampak Akibat Suka Mengghibah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Ghibah dan namimah termasuk di antara sifat tercela yang harus dihindari agar selamat di dunia dan akhirat. Ghibah adalah membicarakan aib atau keburukan atau rahasia orang lain. Sedang Namimah adalah mengadu domba sehingga memicu konflik. Allah SWT telah berfirman dalam Alquran surat Al Hujurat ayat 12 tentang orang yang ghibah itu sama saja memakan bangkai. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Alquran surat Al Hujurat ayat 12) Sementara itu Rasulullah SAW bersabda: Setiap Muslim dengan Muslim lainnya adalah haram darahnya, haram hartanya, dan haram kehormatannya” (HR Muslim). Dalam kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Ghazali dijelaskan bahwa ghibah itu lebih dahsyat dari dosa zina. Orang yang berzina akan diampuni Allah SWT bila bersungguh-sungguh bertaubat. Sedangkan orang yang ghibah tidak akan mendapatkan ampunan Allah sebelum dia mendapatkan maaf dari orang lain yang dibicarakan aibnya. Selain orang yang ghibah itu menghanguskan seluruh kebaikan yang ada dalam dirinya. Artinya sifat ghibah dapat menghapuskan amal-amal kebaikan yang telah dilakukan. Oleh karenanya ghibah harus dihindari agar tidak menjadi orang yang bangkrut pahalanya karena habis di akhirat. Orang yang ghibah akan ditempatkan di neraka hingga habis semua dosa ghibah nya. Ghibah itu menceritakan tentang orang lain prihal sesuatu yang tidak disukai orang lain tersebut. Semisal membicarakan tubuh orang lain, membicarakan perbuatan atau perkataan orang lain hingga tentang harta bendanya. Bahkan para ulama mutaqadimin menjelaskan bahwa menceritakan tentang baju orang lain yang kependekan atau kebesaran termasuk pada ghibah. Maka lebih-lebih lagi bila menceritakan aib orang lain. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah mengingatkan Aisyah untuk menjauhi ghibah. Rasulullah menjelaskan bahwa ghibah memiliki tiga bahaya yakni tidak akan dijawab doa orang yang berlaku ghibah, tidak akan diterima kebaikannya, dan kejahatan kejahatan akan semakin datang pada dirinya. Sementara orang yang namimah, adalah seburuk-buruk orang di hari kiamat. Orang yang mengadu domba akan di hari kiamat akan memiliki dua lidah dari api neraka. Dan orang yang mengadu domba tidak akan masuk neraka. Diriwayatkan dari Amr bin Dinar tentang balasan bagi orang yang suka mengadu domba. Seorang perempuan yang tinggal di pinggiran kota Madinah kerap dikunjungi oleh saudaranya. Tak lama kemudian perempuan itu meninggal. Saudaranya kemudian memakamkan. Saat kembali ke rumah, dompet saudaranya itu tertinggal dikuburkan. Ketika kembali, ia melihat dari kuburan saudara perempuannya itu lebih dengan api. Ia pun segera memberitahu ibunya dan bertanya tentang perbuatan apa yang dilakukan saudara perempuannya semasa hidup. Ibunya menjelaskan bahwa saudara perempuannya itu kerap datang dari satu rumah ke rumah lain untuk mengadu domba. (yat) Baca juga :

Read More

Abdullah bin Salam Pendeta Yahudi Yang Akhirnya Masuk Islam

Jakarta — 1miliarsantri.net : Abdullah bin Salam merupakan seorang pendeta Yahudi yang tinggal di Madinah di masa kehidupan Rasulullah SAW. Sebagai seorang pemimpin agama Yahudi, ia sangat mengetahui betul isi kandungan dalam kitab Taurat. Di dalam Taurat isinya sangat terperinci bahwa kelak akan diutus seorang Nabi terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW yang akan hijrah ke Madinah. Di hari awal-awal Nabi sampai di Madinah, Abdullah segera menemui Nabi SAW untuk mengetahui secara langsung dan menguji Muhammad bahwa beliau benar-benar seorang nabi terakhir yang disebutkan dalam Taurat. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhasil dijawab dengan tegas dan lugas oleh Nabi SAW, Abdullah bin Salam akhirnya bersyahadat dan memeluk Islam. Namun, dia khawatir dengan pengikutnya, karena Abdullah bin Salam mengetahui betul watak dan tabiat umat Yahudi yang suka berkhianat. Abdullah mengatakan, “‘Ya Rasulullah, kaum yahudi ini kaum pendusta, yahudi memberikan kesaksian itu sendiri, tentang sifatnya yang suka bohong, ‘maka rahasiakan masuk Islamku ini, tapi panggil mereka semua ya Rasulullah, lalu tanyakan kepada mereka tentang kedudukanku, baru kemudian sampaikan bahwa aku sudah masuk Islam.” Setelah itu, para pemimpin agama Yahudi dikumpulkan di hadapan Rasulullah di masjid di Madinah. Sedangkan Abdullah bersembunyi di balik dinding tipis masjid. Dalam persembunyian itu, Abdullah mendengarkan bagaimana respons umatnya ketika Nabi Muhammad mengajak mereka agar beriman kepada Allah SWT. “Wahai yahudi, bertakwalah kamu kepada Allah, kamu tahu saya utusan Allah,” ujar Nabi Muhammad SAW. Yahudi adalah umat yang paling mengetahui tentang ciri-ciri Nabi Muhammad, laiknya seorang ibu yang langsung mengenali anaknya. Sebagaimana Allah sebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 146 “allazina aatainahumul-kitaaba ya’rifuunahuu kamaa ya’rifuuna abnaa ahum.” “Orang-orang yang telah Kami anugerahi Kitab (taurat dan injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” Yahudi mengetahui betul bahwa Muhammad adalah seorang Nabi, dan bahwa apa yang dibawa Nabi Muhammad itu benar karena mereka telah mengenal Nabi Muhammad dari Taurat. Bahkan tiga suku ini, Qainuqa, Nadhir, dan Quroidzoh hijrah ke Madinah karena tahu Madinah adalah tempatnya hijrah Nabi terakhir (Muhammad SAW). “Mereka tahu betul bahwa ini Nabi muhammad, saking dirincikan betul dalam Taurat, kata Nabi SAW, ‘kalian orang yang paling mengenalku, kalian tahu saya utusan Allah, berimanlah,’ tetapi secara serentak mereka mengatakan tidak mau beriman,” ujar Abdullah bin Salam waktu itu. Lalu Nabi SAW bertanya, “bagaimana pendapat kalian tentang Abdullah bin Salam?” Mereka mengatakan, ‘Oh dia ulama kami, dia orang paling saleh di antara kami, dia pemimpin kami, dia tuan kami dan anak tuan kami, maksudnya dia dan ayahnya, dua-duanya terhormat di sisi kami.’ Nabi kembali bertanya, “bagaimana kalau Abdullah bin salam sudah masuk Islam?” mereka menjawab, “tidak mungkin, mustahil.” Lalu kata Nabi SAW, “Abdullah bin Salam keluarlah,” Abdullah tadinya berada di sebelah tembok masjid, lalu masuk dan mengatakan, “Hai yahudi, Asyhadu ‘allailahaillah wa anna Muhammad Rasulullah.” Mereka dijebak oleh pendeta mereka sendiri yang masuk Islam pada waktu itu. Tetapi apa jawaban mereka? Lagi-lagi mereka, Yahudi, secara serentak menolak dan justru ingkar lagi berdusta. Dalam hadits imam Bukhari disebutkan, mereka (Yahudi) mengatakan, “Dia (Abdullah bin Salam) adalah orang paling bodoh di antara kami, dia orang paling jahat di antara kami, dan tidak punya kedudukan di mata kami,” “Begitu spontan mereka berkhianat seperti itu. Ini kondisi yang digambarkan dalam Alquran dan juga sunnah Nabi SAW,,” terang Abdullah bin Salam Berbeda dengan apa yang terjadi saat ini di Palestina dan apa yang dilakukan oleh Yahudi Israel, adalah mencerminkan bagaimana sifat mereka yang tidak pernah berubah, suka membuat kerusakan. Terkait kondisi di Palestina saat ini, saudara kita yang sedang dibantai oleh kaum Yahudi, dan telah banyak korban atas kejadian tersebut. Begitulah sifat orang Yahudi suka membuat kerusakan di muka bumi. Mereka suka sekali melakukan kerusakan di atas muka bumi, dan Allah tidak mencintai orang-orang yang membuat kerusakan. (al-Maidah ayat 64). (yan) Baca juga :

Read More

Berikut 20 Sifat Mustahil Bagi Allah Yang Wajib Kita Ketahui Sebagai Musli

Surabaya — 1miliarsantri.net : Seorang muslim yang beriman kepada Allah artinya ia meyakini bahwa tiada tuhan yang patut disembah selain Allah. Hal itu berdasarkan sifat wajib Allah Wahdaniyyah yang berarti Maha Esa, tunggal, dan tidak ada yang menandinginya.Namun, ada sifat mustahil bagi Allah yang wajib juga kita ketahui sebagai seorang muslim yang bertakwa kepadanya. Sifat Mustahil adalah, sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh Allah. Berikut ini 20 sifat mustahil bagi Allah. Sebagai umat Islam tentunya kita meyakini tidak mungkin alam semesta ini ada jika Allah tidak ada, artinya Allah mustahil Allah bersifat Adam. Allah berfirman mengenai ciptaannya dapat dilihat dari Surah An-Nahl ayat 3 خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ بِٱلْحَقِّ ۚ تَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ Latin: Khalaqas-samāwāti wal-arḍa bil-ḥaqq, ta’ālā ‘ammā yusyrikụn Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah daripada apa yang mereka persekutukan. Sebab itu Allah mustahil bersifat Huduts, karena Allah yang terdahulu dan menciptakan seluruh alam semesta, terkait hal itu ada padat surah Al Hadid Ayat 3. هُوَ ٱلْأَوَّلُ وَٱلْءَاخِرُ وَٱلظَّٰهِرُ وَٱلْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ Latin: Huwal-awwalu wal-ākhiru waẓ-ẓāhiru wal-bāṭin, wa huwa bikulli syai`in ‘alīm Artinya: Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Allah itu kekal, dialah yang tidak mempunyai permulaan dan juga tidak ada akhir. Kita harus meyakini bahwa Allah akan ada selama-lamanya, sebab itulah Allah mustahil bersifat fana. Pada firman Allah di surah Ar-Rahman juga bisa kita lihat bahwa Allah bersifat kekal atau baqa dan berlawanan dari sifat fana. وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ Arab-Latin: Wa yabqā waj-hu rabbika żul-jalāli wal-ikrām Artinya: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Tentunya sifat ini kebalikan dari sifat wajib Allah yaitu mukhalafatu lil hawaditsi (berbeda dari makhluk ciptaannya). Akan hal itu makna dari sifat ini sangat berkebalikan dari sifat Allah yang tidaklah serupa dengan manusia. Sebab Allah, tak dapat diserupai dan tidak menyerupai makhluk ciptaan-Nya. Mengenai hal itu, kita bisa melihat pada firman Allah di surah Al Ikhlas ayat 4. وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ Arab-Latin: Wa lam yakul lahụ kufuwan aḥad Artinya: Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia Kita mengetahui bahwa Allah lah yang berkuasa di seluruh alam semesta ini sebab karena Allah yang menciptakan makhluk dan alam semesta, sebab itulah tidak mungkin Allah mempunyai sifat Ajzun atau tidak berkuasa atau lemah. إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ Arab-Latin: Innallāha ‘alā kulli syai`ing qadīr Artinya: Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. Dalam berkehendak Allah tidaklah terpaksa. Dia yang maha mampu dan mempunyai segalanya serta berkuasa untuk berkehendak. Hal itu ada pada firmannya di surah Al-Buruj ayat 16 فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ Latin: Fa”ālul limā yurīd Artinya: Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Jahlun berlawanan dari ilmu yang dimana artinya maha mengetahui. Maka dari itu mustahil bagi Allah jika memiliki sifat Jahlun sebab ialah pencipta makhluk, hingga yang terdapat pada langit dan bumi. Hal itu semakin diperkuat dari firman Allah di surah Al Hujurat ayat 18 إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ Latin: Innallāha ya’lamu gaibas-samāwāti wal-arḍ, wallāhu baṣīrum bimā ta’malụn Artinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Akan itulah Allah tidak memerlukan pertolongan dari siapapun dan apapun. Dalam surah Al-Ikhlas Allah berfirman. وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ Latin: Wa ilāhukum ilāhuw wāḥid, lā ilāha illā huwar-raḥmānur-raḥīm Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Allah dialah yang maha sempurna dan tidaklah memerlukan bantuan siapapun. Hal itu bisa kita lihat pada firman Allah di surah Ankabut ayat 6. وَمَن جَٰهَدَ فَإِنَّمَا يُجَٰهِدُ لِنَفْسِهِۦٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ Arab-Latin: Wa man jāhada fa innamā yujāhidu linafsih, innallāha laganiyyun ‘anil-‘ālamīn Artinya: Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Allah berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 58 وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِۦ ۚ وَكَفَىٰ بِهِۦ بِذُنُوبِ عِبَادِهِۦ خَبِيرًا Latin: Wa tawakkal ‘alal-ḥayyillażī lā yamụtu wa sabbiḥ biḥamdih, wa kafā bihī biżunụbi ‘ibādihī khabīrā Artinya: Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. Tidak ada yang luput dari pendengarannya sebab itulah sifat ini berlawanan dari sifat wajib Allah yaitu Sama’. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 127. وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِۦمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ Latin: Wa iż yarfa’u ibrāhīmul-qawā’ida minal-baiti wa ismā’īl, rabbanā taqabbal minnā, innaka antas-samī’ul-‘alīm Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tidak ada yang luput dari pandangan dan penglihatan Allah di alam semesta ini. Sebab itulah mustahil bagi Allah disebut dengan Umyun. Allahberfirman pada surah إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ Latin: Innallāha ya’lamu gaibas-samāwāti wal-arḍ, wallāhu baṣīrum bimā ta’malụn Artinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Itulah 20 sifat yang mustahil bagi Allah, hal tersebut haruslah kita pahami dan wajib kita ketahui sebagai seorang muslim yang bertakwa kepada Allah. Hal itu juga berguna agar kita lebih mengenal Allah. (yat) Baca juga :

Read More

Terbaru Diluncurkannya Tafsir Al-Mishbah Dalam Bentuk Aplikasi

Jakarta — 1miliarsantri.net : Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang tentang pengajaran Al-Qur’an. Ulama di Indonesia terus berupaya mengajarkan Al-Qur’an melalui tafsir, bahkan sejak abad ke-17. Salah satu tafsir yang cukup dikenal masyarakat Indonesia adalah “Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an” karya Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab (MQS), yang telah diakui oleh para ulama di dalam dan luar negeri. Setelah hadir dalam bentuk buku dan audio visual di program televisi, dengan penuh rasa syukur, Selasa (31/10/2023) Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) meluncurkan Aplikasi Tafsir Al-Mishbah yang dirancang untuk membuat ajaran Al-Qur’an lebih mudah diakses seluruh lapisan masyarakat pada era digitalisasi yang pesat. Tafsir Al-Mishbah memiliki gaya bahasa penulisan yang mudah dicerna oleh segenap kalangan, dan menjadi salah satu karya tafsir paling komprehensif dalam mengulas setiap ayat Al-Qur’an, yang disertai dengan contoh konkret dan relevan dengan realitas sosial serta budaya Indonesia. Hal ini pun diturunkan ke dalam bentuk aplikasinya. “Dengan hadirnya Aplikasi Tafsir Al-Mishbah sebagai manifestasi dari Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), semoga dapat menjadikan Al-Qur’an lebih dekat dan mudah diakses oleh publik. “Ini merupakan langkah penting untuk memperluas kesempatan dan keterjangkauan bagi masyarakat untuk memahami makna setiap ayat dalam Al-Qur’an dengan lebih mudah dan fleksibel, di mana pun dan kapan pun,” menurut Nasywa Shihab, Direktur Utama Penerbit Lentera Hati, sebagai penerbit buku Tafsir Al-Mishbah. Sesuai dengan arti dari kata Al-Mishbah yaitu pelita yang dapat memberi penerangan bagi yang berada dalam kegelapan. Hal itu sejalan dengan motivasi dari sang penulis dan pendiri Pusat Studi Al-Qur’an, Prof. Quraish Shihab, ketika membuat Tafsir Al-Misbah. “Harapannya, Tafsir Al-Mishbah dalam bentuk aplikasi ini dapat terus memberi kemudahan bagi umat Islam di mana pun, khususnya Indonesia, untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dari setiap ayat dalam Al-Quran serta membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin timbul dalam pemikiran masyarakat sehingga mereka dapat konsisten menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam menjalankan kehidupan,” ujarnya. Tafsir Al-Mishbah dengan berbagai keunggulannya, menjadikannya sebuah karya tafsir yang sangat istimewa. Ini juga tertuang dalam fitur yang terdapat dalam aplikasi ini. Melalui aplikasi ini, umat Muslim di Indonesia tidak hanya dapat mempelajari makna dari setiap ayat dalam Al-Qur’an di mana pun mereka berada, namun juga mendapat kemudahan dalam mencari pembahasan tertentu yang mengarahkan pada tafsir ayat sesuai dengan topik. “Sehingga target pengguna seperti masyarakat umum yang baru mulai belajar tentang Al-Qur’an, ataupun para akademisi yang mencari referensi, bisa mendapatkan jawaban atau arahan dengan cepat,” jelas Arkka Dhiratara, CEO Hukum Online yang juga Tech. Advisor Tafsir Al-Mishbah Apps. Tafsir Al-Mishbah akan terus mengembangkan beragam fitur untuk mempermudah proses pembelajaran Al-Qur’an, termasuk akan tersedianya terjemahan tafsir dalam bahasa Inggris, serta penambahan materi audio video kajian Tafsir Al-Mishbah yang telah disiarkan di salah satu stasiun TV nasional. KH. Ulil Abshar Abdalla,, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan, bahasa Arab di dalam Al-Qur’an memiliki kedalaman dan nuansa yang sangat kaya. Maka itu, menjadi tantangan tersendiri bagi seorang mufasir untuk melakukan interpretasi dan penekanan terhadap apa yang sebenarnya dimaksud Al-Qur’an. Menurut dia, hal istimewa dari Tafsir Al-Mishbah adalah kemampuannya untuk menjelaskan secara terperinci makna-makna kata yang dikandung dalam Al-Qur’an. Terlebih penulisnya, Prof. Quraish Shihab, terus terlibat dalam pengembangan-pengembangan Tafsir Al-Mishbah hingga menjadi bentuk aplikasi seperti sekarang. “Keterlibatan penulis dapat dimaknai dengan jaminan. konsistensi kualitas Tafsir Al-Mishbah dalam ragam platform sehingga bisa dinikmati oleh publik secara lebih luas. Termasuk ke depan rencana penerjemahan Tafsir Al-Mishbah ke dalam Bahasa Inggris,” ujar Ulil. Pusat Studi Al-Qur’an merupakan organisasi nirlaba yang konsisten menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Indonesia melalui berbagai program dan inisiasinya, salah satunya adalah aplikasi Tafsir Al-Mishbah ini. “Aplikasi ini terwujud tidak luput dari dukungan para donatur yang sejalan dengan nilai yang dianut Pusat Studi Al-Qur’an dan menjadikan aplikasi ini sebagai wakaf produktif. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan aksesibilitas dan kekayaan sumber belajar Al-Qur’an bagi para pembaca kami dengan terus melakukan perkembangan melalui program yang inovatif dan relevan,” tutup Nasywa. (yan) Baca juga :

Read More

Masjid Al Aqsa Merupakan Saksi Peristiwa Perjalanan Isra Mi’raj

Surabaya — 1miliarsantri.net : Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Palestina memiliki fadhilah yang besar dalam Islam. Salah satunya, Masjid Al-Aqsa merupakan saksi atas peristiwa perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman: سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَاررَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ “Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS Al Isra ayat 1) Ulama Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, Masjid Al-Aqsa adalah tempatnya para nabi dari zaman Nabi Ibrahim AS. Karena hal inilah, para nabi itu berkumpul di Masjid Al-Aqsa, lalu Nabi Muhammad SAW mengimami mereka dalam sholat. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin termulia dan terdepan. Hal tersebut disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: لَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي الْحِجْرِ وَقُرَيْشٌ تَسْأَلُنِي عَنْ مَسْرَاايَ فَسَأَلَتْنِي عَنْ أَشْيَاءَ مِنْ بَيْتِ اللْمَقْدِسِ لَمْ أُثْبِتْهَا فَكُرِبْتُ كُرْبَةً مَا كُرِبْتُ مِثْلَهُ قَطُّ قَالَ فَرَفَعَهُ اللَّهُ لِي أَنْظُرُ إِلَيْهِ مَا يَسْأَلُونِي عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَنْبَأْتُهُمْ بِهِ وَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي جَمَاعَةٍ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَإِذَا مُوسَى قَائِمٌ يُصَلِّي فَإِذَا رَجُلٌ ضَرْبٌ جَعْدٌ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ وَإِذَا عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام قَائِمٌ يُصَلِّي أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيُّ وَإِذَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّللَام قَائِمٌ يُصَلِّي أَشْبَهُ النَّاسِ بِهِ صَصَاحِبُكُمْ يَعْنِي نَفْسَهُ فَحَانَتْ الصَّلَاةُ فَأَمَمْتُهُمْ فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْ الصَّلَاةِ قَالَ قَائِلٌ يَا مُحَمَّدُ هَذَا مَالِكٌ صَاحِبُ النَّارِ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَبَدَأَنِي بِالسَّلَامِ “Aku telah melihat diriku sendiri dalam sebuah mimpi ketika di hijr, orang-orang quraisy bertanya kepadaku mengenai perjalanan malamku (pada waktu Isra dan Miraj). Mereka menanyakan beberapa hal mengenai Baitul Maqdis yang belum aku ketahui dengan pasti sehingga aku pun merasakan kesusahan yang sama sekali belum pernah aku rasakan sebelumnya.” Beliau bersabda lagi, “Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan sholat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat. Urwah bin Masud Ats Tsaqafi adalah manusia yang paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat, orang yang paling mirip denganya adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu sholat telah masuk, aku pun mengimami mereka semua…” (HR Muslim) Nabi SAW secara eksplisit menyebutkan bahwa beliau berada di depan semua rasul dan beliau SAW memimpin mereka. Kemudian para rasul itu sholat di belakang Nabi Muhammad SAW sebagai pengakuan atas status dan keutamaan Nabi Muhammad SAW. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa risalah yang dibawa Nabi Muhammad merupakan penyempurna atas risalah yang mendahuluinya. Sehingga, risalah terdahulu itu tidak boleh diamalkan atau dijadikan pedoman. Adapun Masjid Al-Aqsa, merupakan tugas risalah terakhir yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Seluruh rasul dan nabi telah menyerahkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, Masjid Al-Aqsa diperuntukkan bagi kaum Muslimin sampai Hari Kiamat kelak, sebagaimana kesaksian para rasul. (yat) Baca juga :

Read More

Tunggu Kiamat Jika Urusan Diserahkan Bukan ke Ahlinya

Surabaya — 1miliarsantri.net : Ada banyak hadits tentang tanda-tanda semakin dekatnya hari kiamat. Hal yang umum diketahui tentang tanda kiamat ialah terjadinya huru-hara di akhir zaman dan pecahnya perang besar serta kemenangan umat Islam. Namun ada hal lain yang sebetulnya juga termasuk tanda kian dekatnya kiamat. Dasarnya ialah hadits riwayat Abu Hurairah RA yang tercantum dalam Shahih Bukhari. Berikut ini bunyi hadits lengkapnya: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ Terjemahan:Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa ketika Nabi Muhammad SAW berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya, “Kapan datangnya hari kiamat?” Namun, Nabi SAW tetap melanjutkan pembicaraan beliau. Sebagian orang berkata, “Beliau mendengar perkataannya, akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu.” Dan ada pula sebagian yang berkata, “Beliau tidak mendengar perkataannya.” Hingga akhirnya Nabi SAW menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata, “Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?” Orang (yang bertanya) itu berkata, “Saya, wahai Rasulullah!” Maka Nabi SAW bersabda, “Bila sudah hilang amanah, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya, “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi SAW bersabda, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Bukhari) Dikutip dari Dorar, dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW sedang mengajarkan orang-orang ihwal perkara agama dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Nabi SAW menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran dan memperjelas sesuatu yang bermanfaat bagi mereka dalam urusan dunia dan akhirat. Dari hadits itu juga, Abu Hurairah RA meriwayatkan Nabi Muhammad SAW sedang berbicara kepada para sahabat dan mengajari mereka. Lalu, datanglah seorang lelaki Badui yang tinggal di padang pasir, dan bertanya tentang kapan hari kiamat. Namun, Nabi SAW tidak langsung menjawabnya. Ini mengajarkan kepada setiap Muslim untuk tidak menghentikan apa yang sedang dibicarakannya kepada para pendengar atau orang-orang yang sedang menyimak bicaranya. Tujuannya agar orang-orang yang menyimak itu memahami apa yang disampaikan, yang dalam hal ini adalah para sahabat dalam memahami apa yang disampaikan oleh Nabi SAW. Setelah majelis itu selesai, barulah Nabi SAW menjelaskan kepada lelaki Badui itu tentang kapan kiamat. Nabi SAW menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” Maksud dari ‘Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya’, yaitu ketika suatu urusan ditangani oleh orang-orang yang tidak ahli agama, tidak jujur, tidak amanah, dan orang-orang yang membantu mereka dalam kezaliman dan maksiat. Ini mengacu pada para pemimpin yang mengabaikan amanah yang telah Allah berikan kepada mereka, sehingga pelanggar amanah atau pengkhianat ini pun mendapat kepercayaan dari rakyatnya. Kala itu, orang-orang yang amanah justru dikhianati. Ini terjadi hanya ketika kebodohan merajalela. Adapun orang-orang yang memegang pada kebenaran itu lemah dalam berbuat. (yat) Baca juga :

Read More