Lelah nya Manusia Yang Sangat Disuka Allah dan Rasulullah SAW

Surabaya — 1miliarsantri.net : Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kekurangan dan keterbatasan. Karenanya sangat manusiawi bila kita merasa kelelahan dan mengeluh akan permasalahan yang dihadapi. Namun, ada kepayahan atau kelelahan yang disukai Allah Ta’ala dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam. Rasa lelah tersebut bahkan bisa menjadi pengampun dosa-dosa seseorang. “Setiap musibah yang menimpa mukmin, baik berupa wabah, rasa lelah, penyakit, rasa sedih, sampai kekalutan hati, pasti Allah menjadikannya pengampun dosa-dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim) Dalam “Surabi (Suara Bestari): Pesan dan Keteladanan” karya KH Adrian Mafatihallah Kariem, disebutkan ada 8 kepayahan yang disukai Allah dan Rasulullah, yaitu: Allah Ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah ayat 111, yang berbunyi: اِنَّ اللّٰهَ اشۡتَرٰى مِنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ اَنۡفُسَهُمۡ وَاَمۡوَالَهُمۡ بِاَنَّ لَهُمُ الۡجَــنَّةَ‌ ؕ يُقَاتِلُوۡنَ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ فَيَقۡتُلُوۡنَ وَ يُقۡتَلُوۡنَ‌وَعۡدًا عَلَيۡهِ حَقًّا فِى التَّوۡرٰٮةِ وَالۡاِنۡجِيۡلِ وَالۡقُرۡاٰنِ‌ ؕ وَمَنۡ اَوۡفٰى بِعَهۡدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسۡتَـبۡشِرُوۡا بِبَيۡعِكُمُ الَّذِىۡ بَايَعۡتُمۡ بِهٖ‌ ؕ وَذٰ لِكَ هُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِيۡمُ Artinya: Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” Seperti disebutkan dalam surat Fussilat ayat 33, وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” Al-Qur’an surat Al-‘Ankabut ayat 69 menjelaskan bahwa Allah SWT selalu bersama orang-orang yang berbuat baik. وَالَّذِيۡنَ جَاهَدُوۡا فِيۡنَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَا ‌ؕ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِيۡنَ Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. Allah SWT berfirman dalam surat Luqman ayat 14 yang berbunyi, وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Surat Al-Munafiqun ayat 10, Allah SWT menganjurkan orang-orang mukmin untuk membelanjakan sebagian rezekinya, sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya. وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ Artinya: Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Seperti disebutkan dalam Al-Qur’an surat at-Tahrim ayat 6. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 155). Allah SWT dan Rasulullah menyukai orang yang menuntut ilmu. Seperti dijelaskan dalam surat Al Mujadalah ayat 11 yang menunjukkan pentingnya belajat dan menuntut ilmu. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (yat) Baca juga :

Read More

Rahasiakan Sejarah Rasulullah SAW, Pendeta Yahudi Senang Merubah Isi Taurat

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Para pendeta-pendeta Yahudi senang sekali mengubah-ngubah isi Taurat dan menafsirkannya sesuai dengan ambisi mereka. Apalagi tentang informasi akan datangnya rasul akhir zaman yaitu nabi Muhammad SAW dari tanah Arab keturunan Ismail. Pendeta-pendeta Yahudi menutup-nutupinya karena bagi mereka nabi terakhir itu harus dari Yahudi. ۞ اَفَتَطْمَعُوْنَ اَنْ يُّؤْمِنُوْا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَ اللّٰهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهٗ مِنْۢ بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ Artinya: Maka, apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka agar percaya kepadamu, sedangkan segolongan mereka mendengar firman Allah lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahui(-nya)? (Alquran surat Al Baqarah ayat 75). Ibnu Katsir dalam tafsir Qur’an Al Adzim menjelaskan tentang ayat ini. Ia menjelaskan lafadz:اَفَتَطْمَعُوْنَ اَنْ يُّؤْمِنُوْا لَكُمْ Artinya adalah apakah kalian (Muslimin) mengharapkan mereka percaya pada kalian?. Maksudnya mengikuti dengan penuh ketaatan. Mereka (orang Yahudi) adalah golongan sesat sebagaimana nenek moyang mereka yang telah menyaksikan sendiri tanda-tanda kekuasaan Allah dan bukti-bukti yang jelas, tetapi hati mereka mengeras. Orang-orang Yahudi itu diberi petunjuk oleh Allah dengan diturunkannya Taurat. Tetapi mereka mengubahnya. وَقَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَ اللّٰهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهٗ Artinya : padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah kemudian mereka mengubahnya. Artinya mereka (orang Yahudi) menakwilkannya dengan penafsiran yang tidak semestinya. Mereka mengetahui bahwa mereka melakukan kesalahan dengan mengubah dan menakwilkan firman-firman Allah. Menurut AS Siddiq yang diubah oleh orang Yahudi adalah kitab taurat. Menurut Qatadah orang-orang Yahudi mendengar firman Allah (Taurat) lalu mengubahnya setelah mereka memahami. Sedang menurut Mujahid yang mengubah dan mengenyembunyikan adalah para pendeta dari kalangan Yahudi. وقال أبو العالية ، عندما إلى ما أنزل الله في كتابهم ، من نعت محمد ﷺ فحرفوه عن مواضعه. Artinya: Abu Aliyah berkata : mereka memahami apabila mereka merujuk ke apa yang diturunkan Allah dalam kitabnya, dari yang menyangkut nabi Muhammad, tetapi mereka mengubahnya dari yang sebenarnya. (Lihat tafsir Qur’an Al Adzim karya Ibnu Katsir, cetakan Dar Thayyibah linnasyri wa Tauzi, Saudi, jilid 1/A halaman 308). Dalam tafsir tahlili Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama RI dijelaskan pada ayat ini Allah mengarahkan kembali firman-Nya kepada orang-orang mukmin agar mereka jangan terlalu banyak mengharapkan akan berimannya orang-orang Yahudi, karena watak mereka tidaklah jauh berbeda dengan watak nenek moyang mereka. Hal yang demikian itu disebabkan adanya pendeta-pendeta Yahudi pada zaman dahulu yang mempelajari Taurat dan memahaminya kemudian mengubah pengertiannya, bahkan mengganti ayat-ayatnya dengan sengaja, terutama yang berkenaan dengan kedatangan Nabi Muhammad. Mereka sebenarnya menyadari bahwa mereka telah melakukan penyelewengan dengan memutarbalikkan isi Taurat itu. Pelajaran agama yang sudah diputarbalikkan itulah yang diajarkan kepada keturunannya. Orang Yahudi pada zaman Rasul saw berpegang teguh dengan ajaran nenek moyang mereka yang keliru. Keinginan yang besar dari Nabi saw dan kaum Muslimin agar orang Yahudi beriman dan mengikuti ajaran Islam, sebab agama mereka paling dekat dengan Islam. Oleh karenanya, orang-orang Yahudi terus hidup berada dalam kesesatan. Mereka mengubah ayat-ayat Allah, membunuh para nabi-nabinya, bahkan mereka juga menjadi manusia yang paling bengis dan kejam di alam dunia. Mengutip istilah Thomas Hobbes seorang filsuf Inggris abad pertengahan yang menyebut Yahudi sebagai Leviathan atau monster yang sangat kejam. Mereka menindas rakyat Palestina yang mayoritas adalah umat Muslim. Dalam Alquran, sekitar tujuh juz yang khusus membahas tentang bangsa Yahudi Israel. Ini sebagai pengingat bagi umat nabi Muhammad SAW tentang sepak terjang kekejaman mereka sejak masa lalu, dari masa nabi-nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad SAW hingga saat ini. Bahkan dalam hadits nabi banyak menyebutkan tentang bangsa Yahudi yang akan menjadi golongan pengikut Dajjal. Merekalah yang akan bertempur dengan umat Islam pada akhir zaman. حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمِّهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُودِ أَصْبَهَانَ سَبْعُونَ أَلْفًا عَلَيْهِمْ الطَّيَالِسَةُ Artinya: Telah menceritakan kepada kami Manhsur bin Abu Muzahim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamzah dari Al Auza’i dari Ishaq bin Abdullah dari pamannya, Anas bin Malik Rasulullah SAW bersabda: “Dajjal diikuti Yahudi Ashbahan sebanyak tujuh puluh ribu, mereka mengenakan jubah hijau. (HR. Muslim nomor 5237). (mif) Baca juga :

Read More

Membangun Relasi Hubungan Anak dengan Orang Tua Menurut Al Qur’an

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam Islam, membangun sebuah relasi atau hubungan antara anak dan orang tua sangatlah penting. Dengan adanya hubungan tersebut, terjalin sebuah ikatan yang kuat antara anak dan orang tua. Keluarga merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan ini, karena setiap aspek dalam kehidupan ini, sebagian besar berasal dari keluarga. Tentu saja seluruh aspek kehidupan ini ada di dalam Al-Qur’an, salah satunya relasi anak dan orang tua dalam keluarga. Allah SWT. telah mengatur itu semua dalam Q.S. Al-Isra (17) ayat 23-27. Pada ayat 23 dan 24, Allah memerintahkan kita agar selalu berbuat baik dan menghormati orang tua, dengan cara bertutur kata yang baik terhadap orang tua serta selalu menyayanginya. Kemudian, dalam ayat selanjutnya yakni 25, Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hati, dan Allah menganpuni orang yang ingin bertaubat. Selanjutnya dalam 2 ayat terakhir, yaitu 26 dan 27, Allah menganjurkan untuk berbagi dan jangan bersikap boros, karena sesungguhnya pemboros itu adalah saudaranya setan. Berikut adalah ayat, terjemahan, dan isi kandungan Q.S. Al-Isra (17) 23-27: وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا (٢٣) “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (23) Isi kandungan: Pada ayat ini, berisi tentang perintah menyembah kepada Allah dan menyayangi orang tua. Sebagai anak, kita dilarang untuk mengucap kata “ah” dan membentak kedua orang tua. Jika berbicara yang menyakiti hati orang tua saja dilarang, apalagi memukul atau melakukan tindak kekerasan lain pada orang tua. وَا خْفِضْ لَهُمَا جَنَا حَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًا (٢٤) “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (24) Isi kandungan: Dalam ayat ini, kita dianjurkan untuk bersikap rendah diri sebagai rasa sayang kita terhadap kedua orang tua. Kemudian, meminta do’a kepada Allah agar selalu menyayangi mereka, karena merekalah yang telah mendidik kita sedari kecil. رَّبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا فِيْ نُفُوْسِكُمْ ۗ اِنْ تَكُوْنُوْا صٰلِحِيْنَ فَاِ نَّهٗ كَا نَ لِلْاَ وَّا بِيْنَ غَفُوْرًا (٢٥) “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertobat.” (25) Isi kandungan: Allah mengetahui yang lahir dan batin, serta akan mempertimbangkan dan memperhitungkannya. Jika kita benar-benar tulus menyayangi orang tua, sekalipun kita terlanjur berbuat salah, minta maaflah kepada mereka. Sesungguhnya Allah maha pengampun bagi orang yang ingin bertaubat. وَاٰ تِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَا لْمِسْكِيْنَ وَا بْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا (٢٦) “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (26) Isi kandungan: Berikanlah hak kepada keluarga baik dari pihak Bapak atau Ibu, bantuan berupa zakat, sedekah, silaturahim. Berikan juga kepada orang miskin walaupun bukan saudara dan juga orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil). Jangan boros dalam membelanjakan harta pada jalan yang tidak benar. اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَا نُوْۤا اِخْوَا نَ الشَّيٰطِيْنِ ۗ وَكَا نَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا (٢٧) “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (27) Isi kandungan: Orang yang menghambur-hamburkan harta dalam hal yang tidak benar, perbuatannya disamakan dengan perbuatan setan. (yat) Baca juga :

Read More

Wanginya Jasad Para Syuhada Palestina Adalah Tanda-tanda Kekuasaan Allah SWT

Jakarta — 1miliarsantri.net : Tercatat belasan ribu warga dan pejuang Palestina gugur sebagai syuhada dalam berjihad melawan penjajah zionis Israel. Sejatinya mereka mendapatkan kemuliaan dan derajat tinggi di sisi Allah SWT. Allah SWT bahkan menampakkan diantara tanda-tanda penghormatan dan kemuliaan yang diberikan pada para syuhada Palestina dengan menjadikan jasad mereka, diantaranya memunculkan wangi yang sangat harum dan raut wajah yang tersenyum gembira. Subhanallah. Setelah wafat, lalu apa yang terjadi dengan roh-roh para syuhada selanjutnya di akhirat? Ada satu riwayat yang cukup panjang yang menjelaskan keadaan roh para mujahid di akhirat. Riwayat ini dari Abu Abdullah Al Husain bin Husain bin Harb sahabatnya Ibnu Mubarak yang meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab ar raqiq yang disandarkan kepada Abdullah bin Umar. Dijelaskan bahwa ketika seorang hamba Allah mati syahid di jalan Allah, maka tetesan darah pertama yang menetes ke tanah menjadi kaffarah (penghapus dosa) baginya. Kemudian, Allah mengangkat roh para syuhada itu ke langit bersama para malaikat. ثم يعرج مع الملائكة كأنه معهم ، والملائكة على أرجاء السماء يقولون: قد جاءت روح من الأرض ، روح طيبة ، و نسمة طيبة فلا يمر بباب إلا فتح لها ، ولا ملك إلا صلى عليها ، ودعا لها ، ويشيعها حتى يؤتي بها الرحمن ، فيقولون : يا ربنا هذا عبدك توفيته فيسجد قبل الملائكة ، Artinya: Kemudian dia (roh mujahid) itu naik bersama malaikat seakan-akan dia bersama mereka, dan para malaikat yang berada di atas langit berkata: Telah datang roh dari bumi, roh yang baik, maka tidak ada pintu langit yang dilewati kecuali dibukakan bagi roh mujahid itu, dan tidaklah para malaikat yang berada di setiap pintu langit kecuali bersholawat atas roh mujahid itu, dan mendoakan roh mujahid itu, dan mengiringnya hingga roh mujahid itu bertemu dengan Allah Yang Maha Pengasih. Maka berkatalah para malaikat itu, Ya Tuhan kami, inilah hamba-Mu yang telah Engkau wafatkan dia di jalan-Mu, maka bersujudlah roh mujahid itu sebelum para malaikat bersujud. (Lihat kitab At Tadzkirah karya Imam Qurthubi, penerbit Maktabah Darul Minhaj, halaman 364). Lebih lanjut, dijelaskan dalam riwayat itu bahwa Allah SWT menyucikan dan mengampuni dosa Mujahid itu. Mereka disuruh pergi ke tempat para syuhada. Mereka pun bertemu dengan para syuhada lainnya. Ia diperlihatkan para syuhada lainnya itu berada di dalam kubah-kubah dari sutra di dalam taman-taman yang hijau. Para syuhada itu menikmati ikan yang berada di sungai-sungai surga yang dagingnya begitu harum. Setelahnya, roh mereka diperlihatkan bagaimana kondisi rumah di surga. ثم يعودان وينظرون إلى منازلهم من الجنة ويدعون الله عز وجل أن تقوم الساعة Artinya: Kemudian mereka kembali dan melihat rumah mereka di surga, dan berdoa kepada Allah Yang Maha Esa agar segera tiba Hari Kiamat. (At Tadzkirah, 364). Dalam penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa wanginya jasad para syuhada adalah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang memberikan kemuliaan dan kehormatan kepada roh dan jasad para syuhada dan orang-orang beriman. Di dalam sebuah hadis riwayat imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: كل كلم يكلمه المسلم في سبيل الله يكون يوم القيامة كهيئتها إذ طعنت تفجر دما اللون لون الدم والعرف عرف المسك “Setiap luka yang didapatkan seorang Muslim di jalan Allah, maka pada Hari Kiamat keadaannya seperti saat luka tersebut terjadi. Warnanya warna darah dan harumnya sewangi misik,” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad). Imam Qurthubi dalam kitab at Tadzkirah menukil beberapa hadits yang diriwayatkan dari Al Barra. Di mana dalam petikan hadis tersebut, Rasulullah SAW menjelaskan tentang bagaimana malaikat menyambut roh orang-orang beriman. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dan menyambut roh mukim yang keluar dengan lembutnya. وتنزل ملائكة من الجنة ، بيض الوجوه كأن وجوههم الشمس ، معهم أكفان الجنة ، وحنوط من حنوطها ، فيجلسون منه مد البصر ، فإذا قبضها الملك لم يدعوها في يده طرفة عين ، قال: فذلك قوله تعالى: توفته رسلنا وهم لا يفرطون ، الأنعام ٦١). Artinya: “…dan turunlah para malaikat dari surga yang putih bersinar wajah-wajahnya, wajah mereka bagaikan matahari. Mereka membawa kain kafan dari surga serta wewangiannya. Para malaikat itu duduk di depannya sejauh pendangan. Maka ketika dicabut rohnya oleh malaikat maut, ia tidak akan menyiakannya sekejap pun. Beliau membaca firman Allah: Demikianlah firman Allah ta’ala, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya (at Tadzkirah, halaman 360 dalam pembahasan tentang hadits Al Barra) Roh orang mukmin itu keluar dengan bau yang sangat wangi. Lalu para malaikat membawanya ke langit, roh orang beriman itu pun disaksikan oleh malaikat-malaikat lainnya. قال : فتخرج نفسه كأطيب ريح وجدت ، فتعرج به الملائكة فلا يأتون على جند فيما بين السماء والأرض إلا قالوا: ما هذه الروح ؟ فيقال : فلان، بأحسن أسمائه حتى ينتهوا به أبواب السماء الدنيا ، يفتح له ، ويشيعه من كل سماء مقربوها حتى ينتهى بها إلى السماء السابعة ، فيقال: اكتبوا كتابه في عليين: وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا عِلِّيُّوۡنَؕ ، كِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ، يَّشۡهَدُهُ الۡمُقَرَّبُوۡنَؕ ، المطففين ١٩-٢١). Artinya : ..nabi berkata: maka keluarlah rohnya seperti harum terwangi yang ditemukan, kemudian para malaikat membawanya naik, maka tidaklah melewati para malaikat yang berdiri di antara langit dan bumi, mereka bertanya: roh siapa ini? Dijawab: Fulan dengan kebaikan namanya, sehingga sampai ia ke langit ketujuh. Maka Allah berfirman: catatlah kitabnya pada illiyyin : “Tahukah engaku apakah illiyyin itu? Yaitu kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan kepada Allah. (Alquran surat Muthaffifin ayat 19-21). (At Tadzkirah, halaman 360). (yan) Baca Juga :

Read More

Membaca Ayat Ini Agar tidak Diganggu Setan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam menjalani kehidupan, kerap kali kita dihantui kecemasan atau ketakutan. Dan sering kita diberikan berbagai macam amalan bacaan, diantara nya doa yang dibaca untuk mengusir setan. Doa ini bersumber langsung dari Alquran yang terdapat dalam surat Al-Baqarah. Berikut doa untuk mengusir setan اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ Allahu la ilaha illa huwal hayyul qayyum, la ta’khuzuhu sinatuw wa la na’um, lahu ma fis-samawati wa ma fil ard, man zallazi yasyfa’u ‘indahu illa bi’iznih, ya’lamu ma baina aidihim wa ma khalfahum, wa la yuhituna bisyai’im min ‘ilmihi illa bima sya’, wasi’a kursiyyuhus-samawati wal-ard, wa la ya ‘uduhu hifzuhuma, wa huwal-‘aliyyul-‘azim “Allah, tidak ada yang berhak disembah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya): tidak mengantuk dan tidak tidur, hanya milik-Nya apa saja yang di langit dan di bumi: tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya, Allah mengetahui apa saja yang belum dikerjakan mereka dan apa saja yang telah dikerjakan mereka: dan mereka tidak mampu menjangkau ilmu Allah sedikitpun melainkan apa yang dikehendaki-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi: Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS Al-Baqarah ayat 255, HR Al-Bukhari no 2311) Di antara dalil yang menunjukkan keutamaan membaca ayat kursi, yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah menugaskan kepadaku untuk menjaga zakat di bulan Ramadhan. Kemudian seseorang datang kepadaku dan mencuri dari makanan (zakat) ….” Di akhir hadits, pencuri itu berkata, ”Bila engkau hendak tidur, maka bacalah ‘Ayat Kursi’ karena penjagaan dari Allah akan terus bersamamu dan setan tidak akan mendekatimu sampai Subuh”. Kemudian Nabi berkata, “Ia telah berkata benar kepadamu, walau ia pendusta. Ia adalah setan.” (HR al-Bukhari 2311]. Buya H Muhammad Alfis Chaniago dalam Indeks Hadits dan Syarah yang diterbitkan oleh Pustaka Kalbu, menjelaskan, doa adalah senjatanya orang beriman. Setiap kita punya kebutuhan, maka hendaklah manusia berdoa kepada Allah SWT, mohonlah kepada Allah SWT agar keinginan terpenuhi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS al-Baqarah ayat 186) Sebanyak apa pun kebutuhan manusia, mintalah kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya. Dalam surat Al-Mumin ayat 60, Allah SWT berfirman: وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” Buya Alfis Chaniago menjelaskan, janganlah manusia berdoa kepada selain Allah SWT. Karena, tidak ada satu pun yang mengabulkan doa manusia selain Allah SWT. Dalam surat Al Ahqaf ayat 5, Allah SWT berfirman: وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ وَهُمْ عَن دُعَآئئِهِمْ غَٰففِلُونَ “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)-nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (yan)

Read More

Dzikir Yang Sering Terlupakan dan Ditinggalkan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Sebaik-baik dzikir yang seharusnya dipraktikkan seorang hamba adalah membaca Alquran. Sebab Alquran adalah perkataan Allah SWT, perkataan yang paling baik, indah, istimewa, bermanfaat dan paling jujur. Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember, Ustadz Abdullah Zaen Lc MA, mengatakan Alquran merupakan wahyu dari Allah SWT, sebuah kitab yang paling utama yang diturunkan kepada nabi yang paling mulia, Muhammad shallallahu’alaihiwasallam. Allah Ta’ala berfirman: “إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ” “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Dzikir (Alquran), dan pasti Kami (pula) yang menjaganya.” (QS Al-Hijr ayat 9). “Alquran tidak akan pernah membosankan walaupun dia dibaca berulang-ulang, keajaiban kandungannya tidak ada habisnya dan barang siapa membacanya dia akan meraih limpahan pahala. Siapapun yang mengamalkan isinya dan mengajak orang lain kepadanya ia akan terhantarkan kepada jalan yang lurus,” terang Ustadz Abdullah. Abu Abdirrahman as-Sulamy menjelaskan, “Keutamaan Alquran dibanding perkataan lainnya seperti keutamaan Allah dibanding para makhluk-Nya. Sebab Alquran adalah bagian dari-Nya.” Keharuman seseorang tergantung apakah dia membaca Alquran atau tidak. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالْأُتْرُجَّةِ؛ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌبٌ. وَالْمُؤْمِنُ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْمْرَةِ؛ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا. وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ؛ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ. وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِةِ؛ طَعْمُهَا مُرٌّ أَوْ خَبِيثٌ وَرِيحُهَا مُرٌّ” “Mukmin yang membaca Alquran dan mengamalkannya seperti buah Utrujjah (semacam jeruk); rasanya enak dan baunya harum. Mukmin yang tidak membaca Alquran namun mengamalkannya seperti buah kurma, rasanya enak namun tidak ada baunya. Perumpamaan munafik yang membaca Alquran seperti Raihanah (sejenis Kemangi), baunya harum tapi rasanya pahit. Dan perumpamaan munafik yang tidak membaca Alquran seperti Hanzhalah; rasanya pahit dan baunya tidak sedap.” (HR Bukhari dari Abu Musa al-Asy’ary radhiyallahu’anhu). “Perbanyaklah membaca Alquran, sebab itulah ukuran kadar kecintaan kita kepada Allah ta’ala,” kata Ustadz Abdullah. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu menerangkan, “Barang siapa ingin mengetahui apakah dirinya mencintai Allah atau tidak, lihatlah bagaimana sikap dirinya terhadap Alquran. Jika ia mencintai Alquran, sesungguhnya ia mencintai Allah. Sebab Alquran adalah perkataan Allah SWT.” Dzikir sangat penting dalam kehidupan ini. Dengan berdzikir, manusia akan selalu merasa diawasi dalam gerak langkahnya, selalu diingatkan bahwa Allah SWT adalah Sang Pengatur dan Pemilik segalanya, dan dari-Nya segala hasil dari aktivitas manusia akan diperolehnya. Ustadz Zezen Jaenal Alim melalui bukunya, “Fadhilatul Amal Doa Pembuka Rezeki, Sukses Usaha dan Karir” mengatakan, dzikir memiliki beberapa keutamaan dan fadhilah, sebagaimana disebutkan di dalam Alquran dan hadits, di antaranya sebagai berikut. Manusia selalu menginginkan ketenangan dan kebahagian dalam hidupnya, tidak mengharapkan segala masalah yang akan mendatangkan kecemasan dan kegelisahan. Untuk itu, dzikir dapat berguna untuk menentramkan hati. Allah SWT berfirman: الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “Orang-orang yang beriman, hati mereka tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’d ayat 28) Allah berfirman di dalam Alquran bahwa orang yang selalu mengingat Allah akan mendapatkan maghfirah (ampunan) dan pahala yang besar. … وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS al-Ahzab ayat 35) Setiap pekerjaan yang baik pasti mulia, namun lebih mulia lagi jika pekerjaan yang baik itu selalu diiringi dengan keikhlasan dan hanya untuk menggapai mardhatillah. وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ “Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Ankabut ayat 45) Manusia diperintahkan berdzikir kepada Allah bukan berarti Allah sangat membutuh makhluk-Nya untuk mengingat-Nya. Berzikir atau tidak, tidak akan mengurangi keagungan Allah SWT. Namun, di dalam berzikir ada hubungan timbal-balik antara makhluk dengan Sang Pencipta. Allah SWT menyebutkannya di dalam Alqur’an bahwa Allah akan selalu mengingat hamba-Nya jika seorang hamba itu mengingat-Nya. فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ “Ingatlah Aku, niscaya Aku akan ingat (pula) kepadamu, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Q5 al-Baqarah ayat 152). (yat) Baca juga :

Read More

Syawanah Wanita Ahli Maksiat, Langsung Taubat Ketika Mendengar Ayat-ayat Allah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Fadhul Naragi dalam kitab Mi’raj al-Sa’adah menukil sebuah kisah bahwa di kota Basrah (Irak) pernah hidup seorang wanita yang bernama Syawanah. Wanita itu selalu hadir dalam pesta-pesta yang bernuansa maksiat di kota Basrah. Suatu hari, Syawanah bersama para pembantunya sedang melewati lorong-lorong kota Basrah. Ketika melalui sebuah rumah, mereka mendengar suara raungan dan teriakan dari dalamnya. Syawanah berkata, “Subhanallah, aneh sekali suara raungan dan teriakan dari rumah itu.” Kemudian, Syawanah menyuruh salah seorang pembantunya untuk masuk ke rumah itu guna mencari tahu tentang apa yang sedang terjadi di dalamnya. Sang pembantu masuk, akan tetapi dia tidak kembali. Syawanah pun menyuruh pembantunya yang lain agar masuk mengecek ke dalam rumah tersebut tempat suara orang-orang meraung dan menangis. Setelah masuk, pembantu kedua ini juga tidak kembali ke luar. Didorong rasa penasarannya, Syawanah kembali memerintahkan pembantunya yang lain untuk masuk ke dalam, dengan pesan, agar cepat kembali. Setelah pembantu ketiga ini masuk, sebagaimana pesan majikannya, dia kembali. Kemudian, pembantu tersebut menjelaskan apa-apa yang telah terjadi di dalam rumah itu. Pembantu itu berkata, “Wahai nyonya (Syawanah), teriakan histeris dan raungan itu bukanlah karena ada orang yang meninggal dunia, tetapi mereka sedang meratapi diri mereka sendiri. Di dalam rumah ada majelis tangisan orang-orang yang suka bermaksiat.” Setelah mendengar semua keterangan itu, Syawanah masuk ke dalam rumah itu. Di dalam, dia menyaksikan seorang pembimbing rohani sedang dikelilingi sejumlah orang. Pembimbing ruhani itu sedang memberikan nasihat dan peringatan dengan azab Tuhan kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Orang-orang itu tidak henti-hentinya menangis. Syawanah memperhatikan ucapan-ucapan pembimbing rouhani itu, tepat ketika dia sedang menjelaskan ayat suci Alquran ini. إِذَا رَأَتْهُم مِّن مَّكَانٍۭ بَعِيدٍ سَمِعُوا۟ لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا Apabila ia (neraka) melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar suaranya yang gemuruh karena marahnya. (QS Al-Furqan Ayat 12) وَإِذَآ أُلْقُوا۟ مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا مُّقَرَّنِينَ دَعَوْا۟ هُنَالِكَ ثُبُورًا Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka dengan dibelenggu, mereka di sana berteriak mengharapkan kebinasaan. (QS Al-Furqan Ayat 13) لَّا تَدْعُوا۟ ٱلْيَوْمَ ثُبُورًا وَٰحِدًا وَٱدْعُوا۟ ثُبُورًا كَثِيرًا (Akan dikatakan kepada mereka), “Janganlah kamu mengharapkan pada hari ini satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang berulang-ulang.” (QS Al-Furqan Ayat 14) Usai mendengar ayat-ayat suci itu, jiwa Syawanah berguncang, lalu berkata, “Wahai Syaikh (pembimbing rohani), saya termasuk orang yang suka bermaksiat. Apabila saya bertaubat, apakah Allah SWT akan mengampuni saya?” Syaikh itu menjawab, “Tentu saja, jika kamu benar-benar bertaubat, walau perbuatan maksiatmu itu sama dengan perbuatan maksiat Syawanah.” Syawanah berkata, “Syawanah itu aku sendiri. Setelah ini, aku tak akan bermaksiat lagi.” Pembimbing rohani itu berkata, “Allah adalah sebaik-baik pemberi ampun. Apabila bertaubat, kamu akan diampuni.” Syawanah terus menangis. Lalu, dia membebaskan semua budak dan pembantunya, kemudian hanya sibuk dengan ibadahnya untuk menghapus kesalahan-kesalahannya di masa lalu. Akibatnya, berat badannya merosot dan menjadi sangat lemah. Suatu hari, Syawanah memperhatikan kondisi badannya itu. Dia menyadari dirinya telah menjadi sangat lemah. Dia merintih, “Oh di dunia ini saja aku sudah seperti ini, lantas bagaimana dengan keadaanku di akhirat kelak?” Saat itu, tiba-tiba Syawanah mendengar panggilan secara ghaib, “Wahai pemilik hati yang baik, bergabunglah bersama kami. Hingga, kamu dapat melihat ganjaran kami di hari kiamat kelak.” (yan) Baca juga :

Read More

Dijaman Rasulullah SAW, Wanita Boleh Sholat Jumat di Masjid

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Di zaman Rasulullah, para sahabiyah (sahabat wanita) ikut menjalankan sholat Jumat di masjid bersama Nabi Muhammad Shalallahu Alahi Wassalam dan para sahabat. Namun, mengapa di era sekarang perempuan diminta untuk Sholat Jumat di rumah, bukan di masjid? Seorang Muslim wajib melaksanakan Sholat Jumat di masjid secara berjamaah, sementara Muslimah atau perempuan, khususnya di Indonesia, tidak menunaikan Sholat Jumat dan menggantinya dengan sholat Dzuhur. Namun di beberapa negeri Muslim dan Timur Tengah seperti di Masjidil Haram Makkah dan masjid-masjid besar di Kairo Mesir, ada beberapa masjid menyediakan fasilitas ruangan khusus untuk perempuan yang ingin menunaikan sholat Jumat. Apakah Sholat Jumat untuk Muslimah tidak wajib hukumnya? Hasan al-Bashri menjelaskan, di zaman Ra sulullah, para sahabiyah dari golongan muhajirin mengikuti ritual sholat Jumat sebagaimana kaum lelaki. Mereka pun tidak perlu lagi melakukan sholat Zhuhur setelahnya. Tidak ada dalil yang melarang kaum wanita untuk ikut menunaikan sholat Jumat. Meski tidak dibebani kewajiban sholat Jumat, tetapi kaum perempuan diperbolehkan ikut. Hal ini berdalil dari hadis Rasulullah SAW, “Shalat Jumat itu fardhu (wajib) bagi setiap Muslim, kecuali empat golongan; orang sakit, hamba sahaya, orang musafir, dan wanita.” (HR Bukhari). Meski tidak ada larangan dan diperbolehkan mengikuti Sholat Jumat, tetapi sejumlah ulama di Arab Saudi dan Timur Tengah menyarankan kaum wanita untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid. Apalagi, ikut sholat Jumat yang fitnahnya tentu lebih besar dibanding sholat berjamaah biasa. Namun, hal ini hanya sebatas saran dan tidak masuk ke ranah hukum berlandaskan dari sabda Rasulullah, “Shalatnya salah seorang dari kalian (wanita) di makhda’ (kamar khusus yang dipergunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada sholatnya di kamarnya. Dan, sholat di kamarnya lebih utama daripada sholatnya di rumahnya. Dan, sholatnya di rumahnya lebih utama daripada sholat di masjid kaumnya. Dan, sholat di masjid kaumnya lebih utama daripada sholatnya bersamaku (di masjid).” (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban). Mufti Arab Saudi, Syekh Ibnu Al-Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa pernah ditanya, manakah yang lebih afdhal perempuan sholat di rumah atau di Masjidil Haram yang punya fadilah 100 ribu kali lipat pahalanya dibandingkan sholat di masjid biasa. Meski begitu, Al-Utsaimin tetap mengatakan, sholat wanita di rumah tetap lebih afdhal dibanding shalat di Masjidil Haram sekalipun. Menurut Syekh Al-Utsaimin, zona khusus perempuan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sebenarnya bagi wanita musafir yang tengah menjalankan haji atau umrah dan mereka boleh ikut sholat Jumat karena memang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ Syahr al- Muhadzdzab (4/495) mengatakan, kaum wanita yang difasilitasi menunaikan sholat Jumat dan mereka ikut menunaikannya maka sholat mereka pun dipandang sah sebagaimana sholat kaum lelaki. Mereka tidak perlu pula mengulang sholat Zhuhur. Pendapat ini dipakai seluruh mazhab dan mayoritas para ulama. Lajnah Daimah (Komisi Fatwa) Arab Saudi juga pernah mengeluarkan fatwa senada. Ulama Mesir Syekh Musthafa al-Adawi juga menegaskan kebolehan sholat Jumat bagi kaum wanita. Ia mengatakan, jika ada wanita yang turut melaksanakan sholat Jumat bersama kaum laki-laki maka yang demikian sudah mencukupi (kewajiban sholat Zhuhurnya). Sehingga, tidak perlu lagi mereka melaksanakan sholat Zhuhur. Dibolehkan perempuan menunaikan sholat Jumat sangat membantu bagi mereka yang sedang menjadi musafir karena kelurga bermusafir di hari Jumat biasanya hanya dilakukan kaum laki-laki saja. Perempuan akan menunggu di mobil atau tempat istirahat dan setelah Sholat Jumat selesai digelar, barulah mereka menunaikan ibadah sholat Dzuhur. (mif) Baca juga :

Read More

Kisah Zainab binti Jahsy Dinikahkan Langsung Oleh Allah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Nama aslinya adalah Barrah. Namun kemudian diganti namanya menjadi Zainab oleh Rasulullah SAW. Shahabiyah (sahabat perempuan) satu ini dilahirkan di kota Makkah, 33 tahun sebelum Nabi SAW menerima wahyu. Seperti dikutip dari buku The Wonderful Ummahatul Mukminim oleh Erlan Iskandar, Zainab binti Jahsy masuk Islam karena diajak oleh saudara kandungnya sendiri, yaitu Abdullah bin Jahsy, yang merupakan salah seorang seorang sahabat yang syahid pada perang Uhud. Ibunya Zainab binti Jahsy bernama Umaimah binti Abdul Muththalib adalah bibinya Nabi. Itu artinya Zainab binti Jahsy juga merupakan saudara sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memiliki anak angkat yang bernama Zaid bin Haritsah. Karena telah cukup usia, Nabi mencarikan seorang yang pantas dinikahi oleh anak angkatnya ini. Beliau temui Zainab binti Jahsy, kemudian menawarkan pilihan supaya Zainab mau menikah dengan Zaid bin Haritsah. Zainab lantas menolak tawaran Nabi SAW. Zainab pun berkata, “Aku tidak tertarik menikah dengannya.” Rasulullah SAW kemudian secara tegas menyuruh Zainab untuk tetap mau menikah dengan Zaid bin Haritsah, “Hendaknya engkau menikah dengannya.” Mendengar ucapan Rasulullah tersebut, Zainab lantas bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda benar-benar yang memerintahkanku?” Saat Nabi SAW dan Zainab tengah berbincang, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ “Dan tidaklah patut bagi laki laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al Ahzab ayat 36). Zainab pun kemudian berkata, “Apakah Anda meridhai Zaid sebagai orang yang akan menikahiku, wahai Rasulullah?” Sejurus kemudian, Zainab berujar, “Jika demikian, aku tak akan bermaksiat (dengan tidak patuh pada perintahmu), wahai Rasulullah. Engkau telah menikahkan diriku denganya.” Akhirnya, Zainab binti Jahsy pun menikah dengan Zaid bin Haritsah. Meskipun rumah tangga mereka berdua tidak berlangsung lama, akan tetapi kita bisa melihat bagaimana Zainab begitu patuh menaati apa yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rumah tangga Zainab dan Zaid ternyata tak berlangsung lama. Diawali dengan sedikit perselisihan, lantas Zaid pun mengadukan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, Nabi menahan Zaid dan memerintahkan Zaid untuk tetap menjaga rumah tangganya, “Bertakwalah kepada Allah dalam ucapanmu. Tetaplah bersama dengan istrimu.” Namun Allah Maha berkehendak. Zaid pun bercerai dengan Zainab. Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menikahi Zainab, dengan tujuan mematahkan anggapan tidak bolehnya menikahi mantan istri anak angkat yang mana keyakinan ini telah menjadi tradisi jahiliyah. Allah SWT Ta’ala berfirman: فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنٰكَهَا “Tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia.” (QS Al Ahzab ayat 37) Zainab adalah satu satunya istri Nabi SAW, yang dinikahi Nabi SAW karena Allah SWT langsung yang menyuruh. Bahkan di hari pernikahannya tersebut, Allah SWT uga menurunkan ayat tentang hijab. Hari pernikahan yang penuh berkah. Zainab dengan penuh rasa syukur dan bangga berkata kepada para istri Nabi yang lainnya, “Kalian dinikahkan oleh bapak-bapak kalian. Sedangkan aku langsung dinikahkan oleh Allah dari atas langit ketujuh.” (HR Bukhari). (yat) Baca juga :

Read More

Wajibkah Menjawab Salam Dari Tamu Ketika Kita Sedang Sholat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Kita pasti sering mengalami, di saat sedang melaksanakan ibadah shalat, terutama sendirian di rumah atau di tempat lain, ada tamu yang berkunjung dan memberi salam. Apakah kita harus menjawab salam tersebut, ataukah kita harus membatalkan shalat, atau meneruskan shalat? Hadis berikut ini adalah contoh yang dilakukan Rasulullah SAW saat beliau sedang melaksanakan shalat dan salah seorang sahabat memberikan salam padanya. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنْتُ أُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَرُدُّ عَلَيَّ فَلَمَّا رَجَعْنَا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ وَقَالَ إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا “Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail dari Al A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari ‘Abdullah radhiallahu’anhu berkata, “Aku pernah memberi salam kepada Nabi SAW ketika beliau sedang salat maka beliau membalas salamku. Ketika kami kembali (dari negeri An-Najasyi), aku memberi salam kembali kepada beliau namun beliau tidak membalas salamku. Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya dalam salat terdapat kesibukan.” (HR. Bukhari 1140, Fathul Bari No. 1216). Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِنْظِيرٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ لَهُ فَانْطَلَقْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ وَقَدْ قَضَيْتُهَا فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَوَقَعَ فِي قَلْبِي مَا اللَّهُ أَعْلَمُ بِهِ فَقُلْتُ فِي نَفْسِي لَعَلَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ عَلَيَّ أَنِّي أَبْطَأْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَوَقَعَ فِي قَلْبِي أَشَدُّ مِنْ الْمَرَّةِ الْأُولَى ثُمَّ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ عَلَيَّ فَقَالَ إِنَّمَا مَنَعَنِي أَنْ أَرُدَّ عَلَيْكَ أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي وَكَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ مُتَوَجِّهًا إِلَى غَيْرِ الْقِبْلَةِ “Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinzhir dari ‘Atha’ bin Abu Rabah dari Jabir bin ‘Abdullah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah SAW mengutusku untuk menyelesaikan keperluan beliau. Maka aku berangkat kemudian kembali setelah menuntaskan tugasku itu, lalu aku menemui Nabi SAW, Aku memberi salam kepada beliau namun beliau tidak membalas salamku. Kejadian itu menimbulkan kegusaran dalam hatiku yang hanya Allah sajalah yang lebih mengetahuinya. Kemudian aku berkata dalam hatiku, barangkali Rasulullah SAW menganggap aku terlambat menunaikan tugas dari beliau. Kemudian aku memberi salam kembali dan lagi-lagi beliau tidak membalasnya. Timbul lagi kegusaran dalam hatiku yang lebih besar dari yang pertama. Kemudian aku memberi salam lagi, lalu beliau membalasnya seraya berkata, “Sesungguhnya yang menghalangiku buat menjawab salammu adalah karena aku sedang melaksanakan salat.” Saat itu beliau sedang berada di atas hewan tunggangannya yang tidak menghadap ke arah kiblat.” (HR. Bukhari No. 1141, Fathul Bari No. 1218). Dalam riwayat lain dikatakan, ketika sedang shalat, lalu ada yang memberi salam, maka dia hendaknya mengeraskan bacaannya dalam shalat itu, sebagai isyarat kepada orang yang memberi salam. Hal ini dimaksudkan bahwa yang bersangkutan sedang melaksanakan shalat, dan tidak diperkenankan menjawab salam atau kegiatan maupun perbuatan apapun di luar dari shalat. (yat) Baca juga :

Read More