Bagaimana Hukum Menangis Disaat Mengerjakan Sholat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Kerap kita mendapati orang menangis saat shalat. Lalu, apakah menangis saat shalat diperbolehkan atau justru membatalkan shalat? Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah, Prof Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya), menjelaskan, menangis saat adalah adalah karunia dari Allah SWT. Asal tangisan tersebut tidak dibuat-buat. “Sehingga apapun yang terjadi, maka itu tidak membatalkan,” terang Buya Yahya dalam tausiahnya, dikutip Sabtu (3/2/2024). Namun ada catatan yang harus diperhatikan saat seseorang tiba-tiba menangis dalam shalat, yakni air mata tidak tertelan. Air mata yang masuk ke dalam mulut bisa membatalkan shalat. “Dengan catatan kita tidak menelan tetesan air mata, air mata ke mulut lalu kita telan, menjadi batal, batalnya karena menelan,” lanjut Buya Yahya. Buya Yahya mengatakan, seseorang yang menangis dalam shalat juga bisa menyeka air mata. Tapi, jika tidak sampai ke mulut, maka tidak perlu diusap dan tetap dibiarkan jatuh. Jika sampai ke mulut dan khawatir tertelan, maka boleh diseka asal tidak sampai tiga kali gerakan berturut-turut. “Anda usap dan cara mengusapnya pun adalah boleh berulang ulang asalkan tidak dengan tiga gerakan berturut turut, yang penting jangan 3 kali berturut-turut karena gerakan tersebut dapat membatalkan shalat,” ucap Buya Yahya. Di sisi lain, menangis saat shalat adalah sebuah tanda ketulusan. Maka, orang yang bisa mendapatkan karunia itu harus bersyukur kepada Allah SWT. Jika menangis karena mengingat dosa, maka harus ditindaklanjuti dengan memohon ampun kepada Allah. Bila ingat dosa kepada manusia, maka segera meminta maaf. Sementara, bagi orang yang sering menangis dalam shalat dan susah menyeka air mata menggunakan tissue, maka memanfaatkan sorban di leher. “Kemudian masalah tisue dan sebagainya mungkin anda susah, mungkin anda bisa pakai sorban di leher, kalau nangis lap pakai sorban, nanti jemur, karna air mata tidak najis nanti bisa dipakai lagi untuk shalat,” tutup Buya Yahya. (yat) Baca juga :

Read More

Kisah Isam bin Yusuf Sebagai Seorang yang Wara, Tawadlu, dan Taat Beribadah.

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Ada seorang ahli ibadah yang bernama Isam bin Yusuf. Ia terkenal sebagai seorang yang wara’ (hati-hati), tawadlu (rendah hati), taat beribadah, dan senantiasa khusyu’ dalam shalatnya. Karena kehati-hatiannya, ia selalu khawatir bila ibadahnya tidak diterima oleh Allah SWT. Berkenaan dengan ini, Isam pun senantiasa menjaga dirinya dan ibadahnya dari hal-hal yang menyebabkan tertolaknya ibadah yang dikerjakan. Sebab, akan sia-sialah apa yang dikerjakannya, bila ibadahnya tidak diterima oleh Allah SWT. Suatu hari, saat menghadiri pengajian yang diajarkan oleh seorang sufi ternama, Hatim Al-Asham Isam bin Yusuf bertanya kepada gurunya itu. ‘’Wahai Abu Abdurrahman (panggilan Hatim), bagaimanakah cara Anda shalat?” Hatim menjawab; “Apabila waktu shalat telah tiba, maka aku berwudhu secara lahir dan batin.” Isam bertanya lagi. “Bagaimanakah wudhu batin itu?” “Wudhu lahir adalah membersihkan anggota wudhu sebagaimana yang diajarkan Alquran dan hadis Nabi SAW. Sedangkan wudhu batin itu adalah membasuh anggota badan dengan tujuh cara, yakni (1) senantiasa bertobat kepada Allah atas segala dosa, (2) kemudian menyesali segala dosa-dosa yang dikerjakan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. (3) Membersihkan diri dari cinta dunia (hubbuddunya); (4) menghindarkan diri dari segala pujian manusia; (5) meninggalkan sifat bermegah-megahan; (6) tidak berkhianat dan menipu; (7) serta menjauhi perbuatan iri dengki,” jawab Hatim. “Kemudian, aku pergi ke masjid, lalu kuhadapkan wajahku ke arah kiblat dan hatiku kepada Allah. Selanjutnyua, aku berdiri dengan penuh rasa malu di hadapan Allah. Aku bayangkan bahwa Allah ada di hadapanku dan sedang mengawasiku, sementara surga ada di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut di belakangku. Dan aku membayangkan pula, seolah-olah aku berada di atas jembatan Shirat al-Mustaqiem, dan aku anggap shalat yang akan aku kerjakan adalah shalat terakhir bagiku. Kemudian aku bertakbir, dan setiap bacaan dalam shalat senantiasa aku pahami maknanya. Aku juga ruku dan sujud dengan menganggap diriku sebagai makhluk yang paling kecil dan tak punya kemampuan apapun di hadapan Allah. Selanjutnya aku akhiri dengan tasyahud (tahiyat) dengan penuh penghambaan dan pengharapan kepada Allah dan aku memberi salam. Demikianlah shalatku selama 30 tahun terakhir ini,” ujar Hatim. Mendengar penjelasan Hatim ini, Isam bin Yusuf pun tertunduk lesu dan menangis. Ia membayangkan bahwa ibadahnya selama ini masih belum seberapa dibandingkan dengan ibadah yang dikerjakan Hatim Al-Asham. Alangkah indah dan menakjubkannya ibadah yang dilakukan oleh Hatim Al-Asham. Kita semua, tentunya menginginkan ibadah yang dikerjakan selalu bernilai ibadah dan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Inilah yang kita harapkan. Wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dan seluruh ibadah yang kita kerjakan, senantiasa diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan ampunan atas segala kesalahan dan kekhilafan. Dan wudhu, merupakan pintu masuk menuju ibadah yang terbaik, yakni shalat dan berdialog dengan Allah SWT. Sebab, wudhu merupakan bentuk kesucian lahir. Tanpa kesucian lahir, maka mustahil pula akan tercapai kesucian batin. (mif) Baca juga :

Read More

Perbedaan Suasana Subuh di Era Nabi Muhammad

Surabaya — 1miliarsantri.net : Ulama besar penulis buku fenomenal La Tahzan, Syekh Aidh Al Qarni, membandingkan bagaimana perbedaan mencolok antara suasana subuh di masa Rasulullah SAW dengan di akhir zaman. Suasana subuh di Kota Madinah era Rasulullah SAW memiliki ciri khas yang unik dan syahdu, berbeda jauh dengan suasana subuh di mayoritas kota-kota Muslim saat ini. Syekh Aidh Al-Qarni dalam buku Sentuhan Spiritual menjelaskan, terdapat kisah yang dinukil dari para sahabat dan tabi’in. Konon jika ada orang berlalu melewati rumah-rumah para sahabat dan tabi’in di waktu subuh, maka terdengar gemuruh seperti suara lebah. Suara tersebut tidak lain berupa bacaan doa, tangisan, dan tartil Alquran. Inilah yang terjadi di Kota Madinah era Rasulullah SAW. Syekh Aidh Al-Qarni pun lantas membandingkannya dengan suasana subuh yang terjadi di mayoritas kota-kota umat Muslim saat ini. Apakah umat Islam saat ini di waktu subuh tidak berhenti menangis, berdoa, dan membaca Alquran? Doa, tangisan, dan bacaan Alquran yang terwujud karena takut kepada Allah, menurut beliau, sekarang berganti dengan gemuruh suara musik, nyanyi-nyanyian, dan goyangan. Dari Abu Hatim bahwa Rasulullah pernah suatu malam berjalan untuk mencari tahu bagaimana para sahabatnya menjalankan sholat. Bagaimana mereka berdoa dan bagaimana mereka menangis. Hingga beliau mendengar seorang wanita tua membaca ayat Alquran sambil menangis. Wanita itu membaca Surat Al-Ghasiyah ayat 1, Allah berfirman, “Hal ataaka haditsul-ghaasyiyah,”. Yang artinya: “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” Wanita itu membaca berulang-ulang dan selalu menangis. Mendengar bacaan tersebut, Rasulullah hanya bisa menangis dan menyandarkan kepalanya di daun pintu rumahnya. Kemudian Nabi berkata, “Ya, telah datang kepadaku berita itu.” Melalui kisah ini, Syekh Aidh Al-Qarni kemudian mencoba mengingatkan kembali kepada umat Islam saat ini, khususnya anak muda yang masih gagah perkasa memiliki kesempatan dan kekuatan fisik, untuk tidak henti beribadah dan memohon pengampunan dari Allah SWT. (yat) Baca juga :

Read More

Motif Di Balik Serangan Abrahah ke Ka’bah

Surabaya — 1miliarsantri.net : Di tahun kelahiran Rasulullah SAW, pasukan gajah yang dipimpin Abrahah menyerang Kabah. Meski serangan tersebut gagal, sebetulnya apa motif di balik penyerangan itu? Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, Abrahah bermaksud mengalihkan masyarakat Arab berkiblat dari Makkah menuju Yaman. Sebab dia sadar bahwa kedudukan Kabah di kalangan masyarakat Arab sangat istimewa. Salah satu dampaknya adalah giat dan berkembangnya perdagangan di sana, khususnya pada musim haji. Inilah yang kemudian diincar oleh Abrahah, sebab itulah dia membangun di Shan’a, ibu kota Yaman, suatu bangunan guna menandingi Kabah guna menarik masyarakat Arab ke sana. Bangunan yang dibangun untuk menandingi Kabah itu dalam bahasa Arab disebut Al-Qullais, kata ini berasal dari bahasa Yunani Ekklesia yang bermakna gereja. Abrahah bermaksud menjadikan Yaman sebagai pusat agama Kristen, sekaligus jembatan guna menguasai jazirah Arab secara keseluruhan. Prof Quraish menjelaskan bahwa gereja tersebut dibangun dengan sangat besar dan megah pada masanya. Batu-batu marmer dan granit peninggalan istana ratu Balqis yang berlokasi tidak jauh dari sana dijadikan bahan bangunannya. Pekerja-pekerja Yaman dipaksa hingga disiksa untuk mengerjakan pembangunannya. Kemudian, upaya untuk mengajak masyarakat Arab berkunjung ke sana pun dilakukan dengan berbagai cara. Namun demikian upaya tersebut sia-sia sebab masyarakat Arab sangat menghormati Ka’bah dan sangat kuat mempertahankan tradisi leluhur mereka. Pada akhirnya di saat Abrahah melakukan penyerangan bersama tentara bergajahnya di tahun kelahiran Nabi, Allah menggagalkan aksi tercelanya itu. Salah satu faktor kegagalan Abrahah menyerang Kabah adalah hadirnya burung ababil. Kisah burung ababil ini diabadikan dalam Alquran Surat Al Fiil ayat 3-5: Allah SWT berfirman, وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ Yang artinya, “Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan mengenai riwayat kisah burung ababil yang menjadi pasukan Allah SWT dalam melawan pasukan gajah. Burung ababil muncul dari laut dengan cepat laksana burung walet, paruh dan kedua cakar mereka berwarna hitam. Kemudian Allah mengutus mereka untuk menghancurkan tentara gajah Abrahah. Setiap ekor burung membawa tiga buah batu, satu batu terletak pada paruhnya, dan dua lainnya dalam cengkeraman kakinya. Burung-burung tersebut datang bersaf-saf. Mereka mengeluarkan suara dan menjatuhkan batu-batu yang ada di paruh dan kaki mereka. Setiap orang yang tertimpa batu itu akan binasa. Sehingga burung ini bukanlah burung biasa. (yat) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Selalu Tersenyum Sekalipun Disakiti atau Diperlakukan Tidak Sopan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dikisahkan, Rasulullah SAW diperlakukan tidak sopan atau disakiti oleh musuh-musuhnya, namun Rasulullah SAW tetap tersenyum kepada orang yang menyakitinya agar hatinya tetap baik. Rasulullah SAW tidak pernah marah karena dirinya, akan tetapi ia marah karena Allah SWT. Sebagaimana dilansir dari Sa’atan Sa’atan (Semua Ada Saatnya) yang ditulis Syekh Mahmud Al-Mishri diterjemahkan Ustaz Abdul Somad diterbitkan Pustaka Al-Kautsar, inilah beberapa peristiwa yang menggugah yang diriwayatkan kepada kita tentang bagaimana Rasulullah SAW tidak pernah marah karena dirinya. Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, Anas bin Malik Radhiayalahu anhu berkata, “Aku berjalan bersama Rasulullah, beliau mengenakan selendang dari Najran yang tepinya kasar. Tiba-tiba datang seorang Arab Badui dari belakang Rasulullah, (orang Arab Badui itu) menarik selendang (Rasulullah) dengan keras, hingga aku melihat ada bekas tepi ujung selendang di tengkuk Rasulullah karena kuatnya tarikan orang Arab Badui itu.” “Kemudian orang Arab Badui itu berkata, ‘Wahai Muhammad, perintahkanlah agar aku diberi sebagian dari harta Allah yang ada padamu.’ Rasulullah menoleh kepada (orang Arab Badui itu) sambil tertawa. Kemudian Rasulullah memerintahkan agar ia (orang Arab Badui itu) diberi suatu pemberian.” (HR Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) Demikian kisah Rasulullah SAW yang penyabar dan suka tersenyum meski diperlakukan tidak sopan atau disakiti oleh orang Arab Badui itu. Rasulullah SAW juga menganjurkan kepada seluruh kaum muslimin agar tersenyum dengan menampilkan wajah yang cerah dan mengucapkan kata-kata yang baik agar hati kaum muslimin bertaut dan menjadi erat. Rasulullah bersabda sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim. لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهِ طَلْقٍ. “Janganlah kamu menyepelekan perbuatan baik walaupun kecil, meskipun hanya dengan menemui saudaramu dengan wajah yang cerah.” (HR Imam Muslim) Rasulullah memberitahukan bahwa hanya sekadar senyuman di wajah ketika menemui saudara Muslim adalah sedekah. Rasulullah bersabda, “Senyumanmu ke wajah saudaramu adalah sedekah bagimu.” (HR Imam At-Tirmidzi). (yat) Baca juga :

Read More

Beragam Penyembuhan Penyakit Dengan Menggunakan Tasbih

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW menegaskan, zikir kepada Allah SWT merupakan obat bagi manusia dan memiliki keutamaan yang lebih bernilai dari emas dan perak. Untuk mencapai tujuan ini, banyak umat Islam membawa sibhah atau tasbih. Secara tradisional, tasbih digunakan untuk melacak berapa kali seseorang telah mengucapkan Subhanallah, Alhamdulliah dan Allahu Akbar. Cara yang paling populer adalah dengan menggunakannya setelah salat wajib untuk melafalkan dzikir. Diriwayatkan dari Abu Ma’bad: Ibnu Abbas berkata kepadaku, “Pada masa hidup Nabi, merupakan kebiasaan untuk merayakan pujian kepada Allah dengan suara keras setelah salat wajib.” Ibnu Abbas lebih lanjut berkata, “Ketika saya mendengar zikir, saya akan mengetahui bahwa salat berjamaah wajib telah selesai” (HR Bukhari). Namun, meskipun dzikir kepada Allah telah diucapkan sejak zaman Nabi, sibhah seperti yang kita kenal sekarang belum tercatat ada pada saat itu. Beberapa catatan sejarah menunjukkan , umat Islam mengadopsi sibhah dari India pada abad ke-2 Hijriah. Mengutip About Islam, sebelum adanya tasbih atau sibhah, umat Islam kerap menggunakan batu-batu sebagai alat bantu dzikir. Agama-agama lain menggunakan tali yang diikat atau selendang anyaman untuk melacak bacaan. Akan tetapi, teknologi modern telah menambahkan dimensi baru pada tasbih ketika sibhah elektronik ditemukan. Banyak orang bahkan memilih untuk tidak menggunakan sibhah sama sekali. Padahal, menggunakan sibhah tidak hanya membantu dalam melacak zikir, tetapi juga dapat menyembuhkan, tergantung dari kayu atau batu yang digunakan untuk membuat tasbih. Di situs Islamic Shopping Network, banyak jenis tasbih yang tersedia mulai dari batu Pirus dan Mata Harimau hingga manik-manik Cendana dan Rosewood. Pencarian di situs-situs lain mengungkapkan sejumlah situs yang didedikasikan untuk membuat tasbih batu khusus. Sepanjang sejarah, berbagai budaya telah menggunakan batu permata dan kayu untuk penyembuhan. Robert Frost, seorang dokter di Basel, Swiss, baru-baru ini mempelajari sifat-sifat ilmiah dari permata dan kayu ini dan menciptakan sebuah metode pengujian kayu dan batu permata yang mengungkapkan khasiat penyembuhannya secara ilmiah. Dalam penelitian klinisnya, Dr. Frost dalam “Gems and Woods” menemukan, menggunakan batu permata atau kayu yang tepat dapat mengurangi rasa sakit, mencegah reaksi alergi, meningkatkan koordinasi, dan bahkan meningkatkan kekuatan otot. Sebagai contoh; Mata harimau secara tradisional digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan memperkuat keyakinan. Batu ini dapat menyembuhkan area perut dan sering digunakan untuk membantu masalah ginjal, pankreas, hati, usus kecil atau perut. Batu ini juga ditemukan memiliki efek menenangkan bagi orang yang memegangnya. Pirus menjaga perasaan cinta tanpa syarat di dalam hati seseorang dan membantu seseorang merasa lebih terhubung dengan Allah. Pirus juga membantu pencernaan protein dan dengan demikian membantu pencernaan. Pirus juga membantu mengeluarkan perasaan negatif seperti iri hati atau kemarahan dari diri seseorang. Membantu penyembuhan penyakit tiroid, tenggorokan, telinga, leher dan sistem pernapasan. Ini juga dapat membantu memerangi alergi atau masalah jantung. Manik-manik amber dapat membantu mengangkat beban berat, kecubung dapat membangkitkan semangat atau menyembuhkan perut atau hati, dan onyx hitam membantu seseorang untuk mengubah kebiasaan buruk. Ada banyak buku dan situs web yang membahas tentang kekuatan penyembuhan permata. Berhati-hatilah dalam pencarian Anda, karena beberapa situs bersifat mistis dan firasat. Namun ada juga buku-buku ilmiah dan situs web yang menawarkan informasi tentang permata kepada masyarakat umum. Kekuatan penyembuhan tasbih kayu sering kali terletak pada aromanya, yang dilepaskan dan dihidupkan kembali saat digunakan. Aroma rosewood secara tradisional digunakan untuk mengatasi ketegangan saraf, frigiditas, dan sakit kepala. Aroma ini juga membantu sistem kekebalan tubuh, membantu melawan virus dan meregenerasi sel. Baik untuk mengatasi jet lag dan radang kulit serta memiliki kemampuan untuk membuat seseorang rileks tanpa membuatnya mengantuk. Manik-manik yang terbuat dari kayu cendana mengeluarkan aroma yang telah digunakan untuk penyembuhan sejak zaman nabi. Kayu cendana merupakan kayu antidepresan, antiseptik, insektisida, dan obat penenang. Kayu ini dapat membantu penyembuhan sel dan digunakan untuk membantu sistem kekebalan tubuh dalam proses penyembuhan atau mencegah penyakit. Dalam Tafsir Ibnu Juzayy, dikatakan bahwa Nabi Muhammad berkata dalam sebuah pesan dari Allah, “Aku ada dalam pendapat hamba-Ku tentang Aku dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku.” Untuk alasan ini dan alasan kemudahan transportasi, tasbih merupakan hadiah yang populer dari satu Muslim ke Muslim lainnya. Dengan sedikit pemikiran, hadiah ini dapat memberikan semangat secara fisik dan juga spiritual. (yat) Baca juga :

Read More

Bulan Rajab Secara Makna Adalah Bulan yang Mulia, Guna Persiapan Menuju Ramadhan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al Washliyah, Dr KH Masyhuril Khamis membeberkan apa itu bulan Rajab dan berbagai keutamaannya. Bulan Rajab secara makna adalah bulan yang mulia. Bulan Rajab juga salah satu dari empat bulan yang dimuliakan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ [ التوبة: 36] “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (At Taubah ayat 36) Imam At-Thabari dalam tafsirnya menukil perkataan sahabat Ibnu Abbas RA, perihal kemuliaan yang Allah SWT berikan untuk bulan-bulan haram ini: خصَّ من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حُرُمًا، وعظّم حُرُماتهن، وجعل الذنبَ فيهن أعظم، والعمل الصالح والأجر أعظم. “Allah SWT memberikan keistimewaan untuk empat bulan haram di antara bulan-bulan yang ada, dan diagungkan kemuliaannya bulan itu, dan menjadikan dosa yang terbuat serta amal ibadah yang dilaksanakan menjadi lebih besar ganjaran dosa dan pahalanya.” (Tafsir At-Thabari 14/238) Karena itu, di bulan yang dimuliakan ini kita diperintahkan untuk memperbanyak ibadah secara umum dan lebih kuat dalam menahan untuk tidak bermaksiat. Salah satu ibadah yang baik dan bisa dilakukan oleh hampir semua orang di bulan haram atau mulia ini, adalah puasa. Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan mereka, meriwayatkan hadits dari salah seorang dari suku al-Bahilah: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَنَا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتُكَ عَامَ الْأَوَّلِ قَالَ فَمَا لِي أَرَى جِسْمَكَ نَاحِلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا بِالنَّهَارِ مَا أَكَلْتُهُ إِلَّا بِاللَّيْلِ قَالَ مَنْ أَمَرَكَ أَنْ تُعَذِّبَ نَفْسَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَقْوَى قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا بَعْدَهُ قُلْتُ إِنِّي أَقْوَى قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمَيْنِ بَعْدَهُ قُلْتُ إِنِّي أَقْوَى قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ “Aku mendatangi Nabi SAW lalu aku berkata kepada beliau, “Wahai Nabi, aku adalah orang yang pernah datang kepadamu di tahun pertama.” Nabi kemudian bertanya, “Kenapa badan kamu menjadi kurus?” Dia menjawab, “Aku –selama ini- tidak makan dalam sehari kecuali malam saja.” Nabi bertanya, “Siapa yang menyuruhmu menyiksa tubuhmu seperti ini?” Aku –al-Bahiliy- menjawab, “Wahai Nabi, aku ini orang yang kuat bahkan lebih kuat.” Nabi SAW bersabda, “Puasalah bulan sabar –bulan Ramadhan- saja, dan sehari setelahnya!” Lalu aku menjawab, “Aku lebih kuat dari itu ya Nabi!” Nabi menjawab, “Kalau begitu, puasa Ramadhan dan 2 hari setelahnya!” Aku menjawab lagi, “Aku lebih kuat dari itu wahai Nabi!” Nabi berkata, “Kalau begitu, puasa Ramadhan, kemudian 3 hari setelahnya, dan puasalah pada bulan-bulan haram!” Kiai Masyhuril menjelaskan, dalam bulan rajab ini juga terdapat satu peristiwa yang sangat monumental dalam Islam, yaitu peristiwa Isra Miraj. Banyak hal yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut. Inti dari Isra Miraj adalah dikukuhkannya tugas utama manusia sebagai hamba di dunia ini, yaitu disyariatkannya ibadah sholat. “Ibadah sholat adalah ibadah yang paling utama karena akan ditanyakan pertama kali di akhirat,” jelas Kiai Masyhuril. Nabi bersabda: ((إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ –: اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا)) “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba di hari kiamat adalah sholatnya. Maka, jika sholatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika sholatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari sholat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari sholat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i) Dengan demikian, Kiai Masyhuril mengatakan, hal paling penting di kehidupan ini adalah sholat, sehingga jangan pernah merasa tenang dan bangga ketika anak keturunan sukses secara duniawi tapi masih berani meninggalkan sholat. Begitu pula sebaliknya, meski anak keturunan masih belum mapan, tapi jika sudah disiplin tidak pernah meninggalkan shalat dalam kondisi apapun, maka patut untuk bersyukur kepada Allah. “Marilah kita jadikan bulan Rajab ini selain sebagai persiapan menuju bulan mulia (Ramadhan), kita jadikan sebagai bulan perbaikan sholat kita dan anak keturunan kita. karena di dalamnya ada peristiwa agung Isra Miraj yang merupakan disyariatkannya sholat 5 waktu,” pungkasnya. (yat) Baca juga :

Read More

Gus Mus Memberikan Pesan Kepada Warga NU Harus Tetap Rukun, Tenang dan Tidak Berlebihan

Renbang — 1miliarsantri.net : Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, memberikan pesan masyarakat, khususnya warga NU untuk tetap rukun, tenang, dan tidak berlebihan dalam dukung mendukung capres dan cawapres pada pemilu 2024. “Nasihat saya, kalau kalian setuju. Di tahun politik ini, tenang saja. Ini sesuatu yang rutinan setiap 5 tahun sekali. Kalau teman kalian tidak sama pilihan sama kalian, ya tidak apa-apa,” terang Gus Mus dalam kegiatan Lailatul Ijtima’ PWNU Jawa Tengah, dikutip dari Youtube Kanal Mata Air, Sabtu (27/1/2024). Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini, perbedaan pilihan sesuatu yang alamiah dan akan berulang setiap ada pemilu. Penyebabnya tentu ada banyak faktor, bisa karena kedekatan emosional, perbedaan sudut pandang, hingga beda dalam tujuan. Namun, ciri dari tokoh NU dan Nahdliyin sejak dulu selalu berpendapat berdasarkan dalil-dalil atau dasar yang kuat sehingga dalam setiap gerak-geriknya ada landasan yang kuat. “Karena ketidaksamaan tersebut sesuatu yang alamiah. Beda itu fitrah, tidak ada salahnya beda,” tegas Gus Mus. Gus Mus juga mengingatkan, jangan sampai perbedaan pilihan dalam pemilu yang lima tahun sekali merusak pernikahan yang sudah dibangun puluhan tahun. Begitu juga pemilu tersebut tidak boleh merenggut persaudaraan dan memutuskan silaturahim. “Suami istri beda pilihan itu tidak dosa, jangan bertengkar. Kenapa harus bertengkar, yang enak adalah calonnya. Kalian dapat apa ketika harus ngotot-ngototan?” sambung Gus Mus. Menurut Gus Mus, untuk menyikapi ketika ada yang meminta dukungan maka jika cocok, dukung dengan tanpa merusak hubungan suami istri dan persaudaraan. Karena nanti lima tahun kemudian akan ada calon baru lagi, beda kembali calonnya, calon yang didukung akan berbeda lagi. “Jadi ketika ada yang minta dukungan ya didukung, biasa saja. Jadi tenang saja, tidak perlu tegang-tegangan, santai aja. Tidak perlu merengut (cemberut) terus-menerus. Hidup akhir zaman jangan banyak gaya. Syukur yang diperbanyak,” lanjutnya. Gus Mus juga mengingatkan pengurus Nahdlatul Ulama yang ada di Jawa Tengah untuk lebih fokus ke politik kebangsaan dan kerakyatan. Memikirkan nasib petani yang belum sejahtera. Gus Mus sepakat jika pengurus NU Jawa Tengah fokus penguatan akar rumput. Penguatan ekonomi masyarakat kecil. Warga NU harus disiapkan secara kolektif untuk kapasitas dan keilmuannya. Jangan hanya ikut-ikutan atau hura-hura saja, kata Gus Mus. “Kesimpulannya, NU balik ke awalnya, tujuan awalnya menyantuni masyarakat, mengelola masyarakat, mengurus masyarakat, pengurus-pengurus NU harus ingat ini,” pungkasnya. (hud) Baca juga :

Read More

Sudahkah Kita Melunasi Hutang Puasa Sebelum Berakhir Rajab

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Bulan Rajab telah tiba, menyisakan waktu yang singkat menuju bulan suci Ramadan. Sebagai persiapan menghadapi bulan penuh berkah tersebut, ada satu kewajiban yang sebaiknya segera dilaksanakan: melunasi utang puasa tahun lalu. Meskipun tidak ada batasan waktu tertentu untuk mengganti puasa yang tertinggal, akan lebih baik jika tindakan ini dilakukan sebelum pintu Ramadan terbuka. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 184, terdapat kelompok-kelompok yang diberikan keringanan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan. Salah satunya adalah orang yang sakit atau dalam perjalanan. Mereka diizinkan untuk tidak berpuasa selama Ramadan, namun diwajibkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan tersebut pada hari-hari di luar bulan suci Ramadan. Tidak hanya itu, setara dengan golongan perempuan yang sedang mengalami haid, orang yang sakit atau dalam perjalanan juga dianjurkan untuk melaksanakan kewajiban mengganti puasa pada hari-hari yang bukan bagian dari bulan Ramadan. Hal ini menciptakan keseimbangan dalam pelaksanaan ibadah, seperti yang dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra: “Aisyah r.a. menceritakan bahwa perempuan pada masa itu kadang-kadang mengalami haid. Maka, mereka diperintahkan untuk mengganti puasa yang tertinggal, namun tidak diwajibkan untuk mengganti salat.” (HR. Muslim) Dengan demikian, menjelang Ramadan, penting bagi umat Islam untuk memastikan utang puasa tahun sebelumnya segera dilunasi. Dengan menyegerakan pembayaran utang puasa, kita dapat memasuki bulan Ramadan dengan hati yang bersih dan siap menyambut berkah bulan penuh keberkahan tersebut. Membayar Utang Puasa: Apakah Harus Berturut-turut? Dalam persiapan menyambut bulan Ramadan, penting untuk membahas cara melunasi utang puasa yang tertinggal. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pembayaran utang puasa harus dilakukan secara berturut-turut atau apakah memungkinkan untuk menyicil pembayaran tersebut. Dalam mengatasi ketidakjelasan ini, ayat 184 Surah Al-Baqarah memberikan petunjuk yang penting: “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” Beberapa mungkin bertanya apakah pembayaran utang puasa harus dilakukan secara berturut-turut, seperti pada bulan Ramadan. Untuk menjawab pertanyaan ini, Fatwa Tarjih yang tercantum dalam buku Tanya Jawab Agama jilid II menyatakan bahwa dalam ayat tersebut tidak disebutkan kewajiban untuk membayar utang puasa secara berturut-turut, sebagaimana yang diwajibkan dalam membayar kaffarah puasa dua bulan, yang disebut “mutatabiat” atau berturut-turut. Maka dari itu, menyaur puasa yang ditinggalkan karena sakit atau perjalanan dapat dilakukan dengan fleksibilitas. Tidak ada kewajiban untuk membayar utang puasa secara berturut-turut. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki utang puasa selama 10 hari, memungkinkan untuk membayarnya secara terpisah-pisah, misalnya pada hari Kamis dan Senin setiap minggu. Hal ini sesuai dengan pemahaman bahwa QS. Al-Baqarah ayat 184 tidak mengharuskan pembayaran utang puasa secara berurutan. Dengan demikian, umat Islam diberikan kelonggaran dalam membayar utang puasa, memungkinkan mereka menyesuaikan pembayaran dengan keadaan dan kesempatan yang ada, tanpa harus membebani diri dengan kewajiban membayar secara berturut-turut. (yus) Baca juga :

Read More

Imam Al Ghazali Menyampaikan Sesuatu Yang Sangat Dahsyat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menyampaikan sesuatu yang sangat dahsyat sehingga sesuatu itu bobot atau beratnya melebihi tujuh lapis langit atau tujuh lapis bumi. Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali mengutip beberapa sabda Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW pernah berpesan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya tiap-tiap amal kebaikan yang kalian kerjakan akan ditimbang kelak di hari kebangkitan (hari kiamat/akhirat), kecuali kalimat La ilaha illallah tidak akan ikut ditimbang.” “Sebab, jika (kalimat La ilaha illallah) diletakkan di salah satu bagian pada timbangan sebelah (kiri), di mana tujuh petala (lapis) langit maupun tujuh petala bumi diletakkan pada posisi timbangan yang sebelah kanan, niscaya posisi timbangan kalimat La ilaha illallah masih jauh lebih berat.” (HR Imam An-Nasa’i dalam kitab Amalul Yaum Wal Lailah) Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Seandainya seseorang melakukan dosa seluas langit, maka setelah mengucapkan kalimat La ilaha illallah, Allah akan mengampuninya.” (HR Imam At-Tirmidzi) Nabi Muhammad SAW juga pernah berpesan, “Wahai Abu Hurairah, ucapkanlah La ilaha illallah bagi orang yang akan meninggal dunia, niscaya dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah SWT.” Abu Hurairah bertanya, “Ya Rasulullah, jika itu merupakan pahala bagi orang yang meninggal dunia, lalu bagaimana pahala bagi orang yang masih hidup dan mengucapkannya?” Rasulullah pun menjawab, “Akan lebih menghapuskan lagi dan lebih menghapuskan dosa.” (HR Abu Manshur ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus) Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan sebagian ulama di kalangan sahabat dan tabi’in ada yang mengatakan, Allah ‘Azza Wa Jalla telah berfirman, “Apabila Aku melihat seorang hamba yang qalbunya terus-menerus ingat kepada-Ku, Aku akan mengurusi (mencukupi) segala kebutuhannya, dan Aku menjadi sahabat, penasihat, sekaligus kawan dekatnya.” Selalu ingat kepada Allah SWT maksudnya selalu berdzikir. Karena dzikir dan sholat termasuk aktivitas mengingat Allah SWT. Al-Hasan al-Bashri Rahimahullah juga pernah mengatakan, “Ada dua jenis dzikir. Pertama, dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla yang dilakukan di dalam qalbu. Kedua, dzikir yang lebih baik, yaitu ingat kepada Allah ‘Azza Wa Jalla saat terdorong hendak melakukan maksiat, sehingga tidak jadi melakukannya.” Sebagian ulama lainnya ada yang mengatakan setiap jiwa akan keluar dari dunia ini dengan rasa dahaga yang luar biasa, kecuali orang yang selalu ingat kepada Allah Azza wa Jalla. Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiaylahu anhu juga pernah mengatakan, “Para penghuni surga nanti tidak akan bersedih oleh apapun, kecuali disebabkan oleh waktu yang terbuang ketika berada di alam dunia tanpa diisi dengan berdzikir.” (yat) Baca juga :

Read More