Bacalah Doa Setelah Mengaji

Jakarta — 1miliarsantri.net : Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang dengan membacanya kita akan mendapat banyak keutamaan. Salah satu keutamaan dari membaca Al-Quran adalah satu hurufnya diganjar dengan 10 kebaikan. عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ». “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469). Setelah membaca Al-Qur’an dianjurkan untuk berdoa. Sebab doa-doa yang dipanjatkan usai mengaji berpeluang diijabah Allah SWT. “Kalau habis ngaji, habis baca Qur’an jangan segera ditutup lalu kita lanjut aktivitas. Doa dulu. Berdoa minta sama Allah. Allahummarhamna Bil Quran’ Ya Allah rahmati kami dengan Al-Qur’an dan jadikan Qur’an ini petunjuk buat kami, cahaya buat kami,” kata Ustad Irfan Rizki Haas dalam penggalan video yang dibagikan, dikutip Jumat (30/8/2024). Setelah itu, kata Ustad Irfan Rizki, mintalah pada Allah Ta’ala beberapa hal ini. “Jadi habis baca Qur’an, doa. Minta sama Allah yang terbaik. Minta agar hidup kita diperbaiki. Minta agar kita istiqomah sampai husnul khotimah, minta agar kita bisa tobat sebelum wafat. Minta agar rezeki yang Allah karuniai kepada kita jadi rezeki yang barokah. Berdoa sama Allah. Habis baca Qur’an minta sama Allah SWT,” pungkas Ustad Irfan Rizki. (yan) Baca juga :

Read More

Siapa yang Mendapat Kedudukan Terhormat di Hari Kiamat?

Jakarta — 1miliarsantri.net : Ada keutamaan bagi seseorang yang mencintai orang lain karena Allah. Dia akan diganjar kedudukan terhormat di hari kiamat. Rasulullah shollallohu’alaihi wasallam bersabda: الْمُتَحَابُّونَ فِي اللَّهِ عَلَى كَرَاسِيَّ مِنْ يَاقُوتٍ حَوْلَ الْعَرْشِ “Orang-orang yang saling mencinta karena Alloh, mereka berada pada kursi-kursi Yaqut (permata) di sekitar ‘Arsy.” Buya H Muhammad Alfis Chaniago dalam Indeks Hadits dan Syarah I menjelaskan, di antara orang yang mendapat kedudukan terhormat kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang saling mencintai di antara mereka karena Allah. Dan, bukan karena hal lainnya. “Karena pada dasarnya rasa cinta itu berasal dari Allah, maka cintailah saudara kita, istri kita dan anak kita karena Allah,” tulis Buya Alfis. Menurut Buya Alfis, mencintai seseorang karena Allah adalah cinta yang tulus. Sedangkan cinta yang didasari bukan karena Allah adalah cinta yang bersifat materi. “Cinta seperti ini hanya akan melahirkan kerusakan dan permusuhan,” tutup Buya Alfis. (Iin) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Sangat Merindukan Umatnya Akhir Zaman

Jakarta — 1miliarsantri.net : Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat menyayangi umatnya. Meski mereka yang hidup pada masa setelah beliau wafat. Lantas bagaimana Nabi Muhammad SAW mengenali mereka? Sejumlah riwayat menjelaskan tentang hal ini. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, menukilkan riwayat dari Abdullah bin Abi Auwfa RA, bahwa Rasulullah SAW pernah besabda: ﺇﻧﻰ ﻟﻣﺸﺘﺎﻕ ﺇﻟﻰ ﺇﺧﻮاﻧﻰ ﻓﻘﺎﻝ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎﺏ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺃﻟﺴﻨﺎ ﺇﺧﻮاﻧﻚ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺃﻧﺘﻢ ﺃﺻﺤﺎﺑﻰ ﺇﺧﻮاﻧﻰ ﻗﻮﻡ ﺁﻣﻨﻮا ﺑﻰ ﻭﻟﻢ ﻳﺮﻭﻧﻰ “Sungguh aku rindu pada saudara- saudaraku”. Umar berkata “Bukankah kami saudaramu?” Nabi menjawab: “Bukan. Kalian adalah Sahabatku. Saudaraku adalah orang-orang yang iman kepadaku tapi tidak pernah melihatku.” Lantas bagaimana Rasulullah SAW akan mengenali umatnya yang tidak pernah bertemu selama ratusan tahun, terhalang ruang dan waktu? Allah SWT telah menjadikan orang-orang beriman memiliki sifat dan karakteristik yang membedakan mereka dari orang lain di akhirat, dan yang dengannya Nabi (SAW) akan mengenali para pengikutnya di Hari Kiamat, seperti efek wudhu, yang merupakan cahaya yang terlihat pada organ wudhu. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ فَقَالُوا كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah mendatangi pekuburan lalu bersabda, “Semoga keselamatan terlimpahkah atas kalian penghuni kuburan kaum mukminin, dan sesungguhnya insya Allah kami akan bertemu kalian, “Sungguh aku sangat gembira seandainya kita dapat melihat saudara-saudara kita.” Para Sahabat bertanya, ‘Tidakkah kami semua saudara-saudaramu wahai Rasulullah? ‘ Beliau menjawab dengan bersabda: “Kamu semua adalah sahabatku, sedangkan saudara-saudara kita ialah mereka yang belum berwujud.” Sahabat bertanya lagi, ‘Bagaimana kamu dapat mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan umatmu wahai Rasulullah? ‘ Beliau menjawab dengan bersabda, “Apa pendapat kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di dahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu? ‘ Para Sahabat menjawab, ‘Sudah tentu wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda lagi, ‘Maka mereka datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat’. Aku memanggil mereka, ‘Kemarilah kamu semua’. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat’. Maka aku bersabda: “Pergilah jauh-jauh dari sini.” (HR Muslim) (yan) Baca juga :

Read More

Ketika Malaikat Memandikan Jenazah Hanzhalah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Sahabat Rasulullah SAW yang bernama Hanzhalah bin Abi Amir bin Malik Al-Anshari meninggal dalam perang Uhud. Ia adalah syuhada yang dalam sejarah Islam terkenal sebagai sahabat Nabi SAW yang dimandikan langsung oleh malaikat. Hingga kemudian kalangan sahabat memberinya julukan Hanzhalah Al-Ghasil atau Ghasil Al-Malaikah (orang yang dimandikan Malaikat). Karena julukan itu juga orang-orang lalu memanggil keturunannya dengan Banu Ghasil Al-Malaikah. Dikutip dari buku “40 Sahabat Nabi yang Memiliki Karomah” karya Abdul Wadud Kasyful Humam, Hanzhalah bin Abi Amir merupakan anak seorang pendeta Yastrib, Abu Amir bin Shaify. Ia adalah salah satu petinggi suku Aus yang sangat benci dan memusuhi Islam. Pada masa jahiliah, ia mendapat julukan Abu Amir Ar-Rahib, namun kemudian diganti oleh Rasulullah saw., dengan julukan Abu Amir Al-Fasiq. Julukan tersebut Rasulullah berikan karena dulunya dia adalah scorang pendeta (rahib) yang mengakui akan datangnya seorang Nabi dan berpegang pada agama hanif. Tapi, ketika Muhammad sudah menjalankan risalah kenabiannya, ia justru membenci dan memusuhinya. Bahkan, dalam perang Uhud ia berada di garda depan bersama pasukan Quraisy untuk memerangi Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Pada waktu pembukaan kota Makkah, Abu Amir pergi ke Romawi menemui raja Heraklius hingga akhirnya meninggal dunia pada 9 H. Tidak lama kemudian, anak Hanzhalah masuk Islam dan menjadi muslim yang baik. Bahkan ia pernah meminta izin Rasulullah untuk membunuh ayahnya, tetapi beliau tidak mengizinkan. Setelah memeluk Islam, Hanzhalah menikahi Jamilah binti Abdullah bin Ubay bin Salul, satu hari sebelum terjadinya Perang Uhud. Malam harinya, ia meminta izin kepada Rasulullah saw untuk bermalam bersama istrinya. Nabi saw mengizinkan Hanzhalah untuk bersama dengan istri yang baru saja dinikahinya itu. Setelah melaksanakan salat Subuh, ia ingin secepatnya bergabung dengan pasukan Nabi ke Uhud. Namun sebelum berangkat, ia sempat bersenggama terlebih dahulu dengan istrinya. Tiba-tiba, ia mendengar seruan untuk berjihad, maka ia segera keluar memenuhi seruan itu dalam kondisi masih junub, belum sempat mandi besar. Dalam peperangan itu, Abdullah bin Zubair memberikan kesaksian bahwa Hanzhalah berduel dengan Abu Sufyan bin Harb. Ketika Abu Sufyan hampir dikalahkan oleh Hanzhalah, dengan pedangnya yang siap menghunus dan merobek leher Abu Sufyan, namun Abu Sya’ub atau Syadad bin Al-Aswad melihat hal itu. Abu Sya’ub lalu mengayunkan pedangnya kepada Hanzhalah hingga membuatnya jatuh tersungkur dan akhirnya gugur sebagai syuhada.Dalam syariat, orang yang mati syahid bisa langsung dimakamkan tanpa harus dimandikan, kecuali jika ia dalam keadaan junub. Karena para sahabat tidak mengetahui Hanzhalah dalam keadaan junub, mereka pun hendak langsung menguburkannya tanpa dimandikan. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku melihat malaikat sedang memandikan Hanzhalah bin Abi Amir di antara langit dan bumi dengan air dari awan di sebuah tempat yang terbuat dari perak.” Abu Sa’id Sai’di, RA berkata, “Ketika Baginda Rasulullah SAW berkata demikian, aku pergi melihat jenazahya. Kulihat bulir-bulir air bekas mandi menetes dari kepala Hanzhalah.” Sepulang dari perang Uhud, para sahabat lalu bertanya kepada Istri Hanzhalah mengenai kabar suaminya. Istri Hanzhalah menjawab, “Ketika mendengar panggilan perang, Hanzhalah segera keluar dalam keadaan junub dan belum sempat mandi…” (yan) Baca juga :

Read More

Tidur Adalah Kenikmatan dari Allah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Selalu ada yang unik dalam perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada HUT RI tahun ini, terdapat masyarakat Indonesia menggelar Lomba Tidur Nasional yang diikuti ribuan pendaftar. Lomba ini digelar oleh Davi Gadjali bersama Posbloc untuk memeriahkan bulan kemerdekaan. Tidur sendiri juga memiliki arti tersendiri dalam Islam. Lalu bagaimana hakikat tidur dalam Islam? Dalam Islam, tidur dianggap sebagai salah satu anugerah dari Allah yang memiliki banyak hikmah dan manfaat. Ada beberapa panduan dan ajaran mengenai tidur yang diajarkan dalam Islam, yang berkaitan dengan kesejahteraan fisik dan spiritual seorang Muslim. Dalam Islam tidur disebut sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah dan merupakan nikmat yang diberikan-Nya kepada manusia untuk beristirahat setelah beraktivitas. Dalam Alquran, Allah berfirman: وَمِنْ اٰيٰتِهٖ مَنَامُكُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاۤؤُكُمْ مِّنْ فَضْلِهٖۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّسْمَعُوْنَ Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang serta usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) bagi kaum yang mendengarkan.” (QS Ar rum [30]:23). Dalam Tafsir Tahlili Kemenag dijelaskan, ayat ini masih membicarakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, alam semesta dan hubungannya dengan keadaan manusia, pergantian siang dan malam, serta tidur manusia di malam hari dan bangunnya mencari rezeki di siang hari. Manusia tidur di malam hari agar badannya mendapatkan ketenangan dan istirahat, untuk memulihkan tenaga-tenaga yang digunakan waktu bangunnya. Tidur dan bangun itu silih berganti dalam kehidupan manusia, seperti silih bergantinya siang dan malam di alam semesta ini. Dengan keadaan yang silih berganti itu, manusia akan mengetahui nikmat Allah serta kebaikan-Nya. Di waktu tidur manusia mengistirahatkan tubuhnya. Dia akan mendapatkan pergerakan anggota tubuhnya dengan leluasa di waktu bangun. Dalam ayat ini, tidur didahulukan daripada bangun, padahal kelihatannya bangun itu lebih penting daripada tidur karena ketika bangun orang bekerja, berusaha, dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam hidup, sebagaimana terkandung dalam firman-Nya, “dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya”. Pada umumnya manusia itu sedikit sekali yang memperhatikan kenikmatan tidur. Kebanyakan mereka memandang tidur itu sebagai suatu hal yang tidak penting. Ini adalah pengertian yang salah dalam memahami nikmat besar yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Tidur merupakan pengasingan manusia dari kesibukan-kesibukan hidup, dan terputusnya hubungan antara jiwa dengan zatnya sendiri, seakan-akan identitasnya hilang waktu itu. Ketika tidur atau dalam keadaan antara bangun dan tidur, manusia pergi ke mana saja yang ia sukai dengan akal dan rohnya. Ia bisa melanglang buana ke balik alam materi yang tidak mempunyai belenggu dan halangan. Di sana dia dapat merealisir apa yang tidak dapat direalisasikannya di dalam dunia serba benda ini. Dalam alam mimpi itu dia akan mendapat kepuasan. Berapa banyak orang yang miskin, tapi dalam mimpinya ia dapat memakan apa yang diinginkannya. Berapa banyak orang yang teraniaya, tapi dalam mimpinya ia dapat mengobati jiwanya dari keganasan dan kezaliman. Berapa banyaknya orang yang berjauhan tempat tinggal, tetapi dalam mimpi mereka dapat berjumpa dengan sepuas hatinya. Menurut ahli ilmu jiwa, mimpi yang dialami pada waktu tidur merupakan penetralisir, yakni pemurni dan penawar bagi jiwa. Bagi orang-orang yang sedang lapar umpamanya, mereka dapat mewujudkan apa yang diinginkan atau dikhayalkannya di waktu bangun. Demikian pula halnya dengan orang-orang yang teraniaya, haus, dan sebagainya. Dengan situasi itu jiwa akan lega dan tenteram. Kalau tidak demikian, tentu akan terjadi ketegangan-ketegangan jiwa yang sangat berbahaya. Jadi dalam dunia tidur, manusia akan mendapat kepuasan akal, rohani, dan jiwanya. Hal mana tidak dapat diperolehnya di waktu bangun atau jaga. Apabila tubuh manusia memerlukan makan dan minum, maka roh, jiwa, dan akal pun memerlukan makan dan minum. Kedua hal itu dilakukannya di waktu tidur. Tidur itu tidak lain merupakan belenggu bagi tubuh, tetapi kebebasan bagi jiwa. Dengan demikian, segi kejiwaan mendapatkan kebahagiaannya di waktu tidur, serta bebas dari kebendaan, tekanan, dan kezaliman. Kalau tidak demikian, roh itu akan selalu terbelenggu dalam tubuh dan cahayanya akan pudar. Orang-orang yang menganggap tidur sebagai suatu hal yang remeh, kemestian yang berat dan diharuskan bagi tubuh manusia, serta suatu obat yang mencekam kepribadiannya, seperti pada masa kanak-kanak dan masa tua, maka anggapan demikian itu disebabkan karena mereka tidak mengetahui kecuali apa yang dapat diraba oleh tangan, atau dilihat oleh mata sendiri. Adapun yang di balik itu, mereka tidak mengetahui atau mempercayainya, atau karena mereka materialistis, yang hanya melihat kepada materi saja. Mereka bergaul dengan manusia hanyalah atas dasar materi. Apabila tidur dianggap sebagai nikmat yang nyata, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan malam sebagai waktu yang tepat untuknya. Tidur adalah nikmat yang jelas, seperti dalam firman Allah: قُلْ اَرَءَيْتُمْ اِنْ جَعَلَ اللّٰهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ مَنْ اِلٰهٌ غَيْرُ اللّٰهِ يَأْتِيْكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُوْنَ فِيْهِ ۗ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ ٧٢ (القصص) Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS al-Qasas [28]: 72) Malam itu tidak ubahnya sebagai layar yang menutupi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia. Lalu dia mengantarkan mereka kepada ketenangan, kemudian tidur. Sesungguhnya malam merupakan sesuatu yang tidak terelakkan datangnya, sebagaimana juga siang. Malam adalah waktu untuk istirahat dan siang adalah waktu untuk bekerja. Adapun bagi mereka yang bekerja pada malam hari, baginya tetap dituntut untuk memelihara hak badannya dalam arti mengistirahatkannya. Allah berfirman: وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيْهِ لِيُقْضٰٓى اَجَلٌ مُّسَمًّىۚ ثُمَّ اِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ ٦٠ (الانعام) Artinya: “Dan Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. Kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya tempat kamu kembali, lalu Dia memberitahukan ke-padamu apa yang telah kamu kerjakan.” (al-An‘am [6]: 60) Karena malam adalah waktu yang penting dan tepat untuk tidur, Allah banyak sekali bersumpah dalam Alquran dengan malam, seperti Surah al-Lail (Malam), sebagai penghargaan bagi waktu malam. Dalam surah ini terdapat isyarat bahwa di kala malam itu datang, tertutuplah cahaya siang, dan terjadilah kegelapan dan keheningan yang merata. Waktu semacam itu sesuai betul untuk tidur dan beristirahatnya tubuh dan jiwa. Apabila siang datang, maka terang benderanglah alam ini dan waktu semacam itu…

Read More

Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu

Jakarta — 1miliarsantri.net : Menghadiri majelis ilmu memiliki keutamaan yang besar. Hal ini disebutkan dalam hadis sebagaimana diungkapkan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Saad Ibrahim saat mengisi kajian. Menurutnya, betapa besar keutamaan bagi mereka yang berkumpul di rumah Allah untuk mempelajari kitab-Nya. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan: “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikelilingi para malaikat, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR. Muslim, no. 2699). Menurut Saad, terdapat beberapa keutamaan, di antaranya ialah meraih ketenangan. Dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk dan kekhawatiran, ketenangan adalah anugerah yang langka. Majelis ilmu menjadi tempat di mana hati yang gelisah bisa menemukan keteduhan. Ketenangan ini bukan hanya sekadar rasa damai, tetapi juga landasan bagi kesehatan jiwa yang akan mempengaruhi kesejahteraan fisik. “Kesehatan tidak dimulai dari fisik, tetapi dari jiwa. Ketenangan jiwa inilah yang menjadi dasar bagi kesehatan fisik,” sambung Saad. Selain itu, mereka yang duduk di majelis ilmu akan dinaungi dengan rahmat Allah. Rahmat ini adalah wujud kasih sayang Allah yang melingkupi setiap individu yang mencari ilmu. Dalam rahmat-Nya, Allah melindungi, memelihara, dan memberikan bimbingan kepada mereka yang berusaha mendekatkan diri kepada-Nya melalui ilmu. “Rahmat Allah itu untuk semua makhluk, baik yang mencari ilmu maupun tidak. Tapi ketika kita ngaji seperti ini, rahmat Allah akan terus berlanjut sampai akhirat kelak. Rahmat yang di akhirat itu hanya diberikan kepada orang-orang beriman,” lanjut Saad. Keutamaan selanjutnya ialah Allah akan menyebut nama mereka di hadapan makhluk-makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya. Ini adalah keutamaan yang luar biasa, di mana Allah, dengan segala keagungan-Nya, menyebut dan memuliakan hamba-Nya yang tekun dalam menuntut ilmu. Penghormatan ini menunjukkan betapa tinggi derajat orang-orang yang mencintai ilmu dan berusaha mengamalkannya. “Jadi berdasarkan hadis ini, sekarang ini Allah membangga-banggakan kita (yang sedang berkumpul di majelis ilmu), dan ini maknanya, bisa jadi, kita diampuni (dosa-dosa) oleh Allah,” urai Saad. Karenanya, majelis ilmu bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga arena untuk mendapatkan ketenangan, rahmat, di akhirat dan kehormatan di sisi Allah. Betapa besar anugerah yang diberikan kepada mereka yang dengan ikhlas duduk di rumah Allah, mendalami kitab-Nya, dan saling mengajarkan satu sama lain. (yan) Baca juga :

Read More

Waspada Tanda-tanda Bahaya Syirik

Jakarta — 1miliarsantri.net : Banyak orang percaya bahwa sesuatu yang terjadi adalah pertanda bahwa hal baik ataupun buruk akan menimpa kita. Misal, tangan kanan gatal tanda mau dapat duit, menabrak kucing bisa dapat sial, dan ada burung gagak berbunyi tanda ada yang meninggal. Hati-hati, percaya hal tersebut bisa menimbulkan syirik. Seorang yang beriman harus meyakini sepenuhnya bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik yang berkaitan dengan dirinya maupun kejadian alam, semumanya terjadi atas izin Allah Swt. Tidak ada hubungan antara suatu peristiwa yang kita alami dengan prasangka kita, seolah-olah kejadian berikutnya pasti akan terjadi sesuai prasangka tersebut. Melansir dari video tausyiah Ustadz Khalid Basalamah, “seperti kasus di Indonesia percaya tangan kanan gatal mau dapat duit, tangan kiri gatal mau keluar duit. Lalu mata kedap-kedip mau dapat gembira atau dapat sedih dan masih banyak lagi.” Pemikiran seperti ini jelas tidak benar. Karena tidak ada hubungan sebab akibat yang dapat dibenarkan secara syar’i atau ilmiah; ini hanya mengikuti dugaan semata. “Ini semua tidak ada hubungan suara (gagak) itu, atau benda-benda lain dengan nasib kita, tidak ada sama sekali,” ucap Ustadz Khalid dalam video yang dilihat pada Kamis (22/8/2024). Perbuatan semacam ini dalam Islam disebut sebagai tathayyur, yang telah diingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tathayyur termasuk perbuatan syirik, yang seharusnya tidak diyakini dan harus dijauhi oleh seorang muslim. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: الطِّيَرَةُ شِركٌ ، الطِّيَرَةُ شِركٌ ، الطِّيَرَةُ شِركٌ ، وما منا إلا ، ولكنَّ اللهَ يُذهِبُه بالتَّوَكُّلِ “Thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan. Dan setiap kita pasti pernah mengalaminya. Namun Allah hilangkan itu dengan memberikan tawakkal (dalam hati)” (HR. Abu Daud no. 3910, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud). Ath thiyarah disebut juga At tathayyur. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: التطـيُّر: هو التشاؤم من الشيء المرئي أو المسموع “At tathayyur artinya merasa sial karena suatu pertanda yang dilihat atau didengar” (Miftah Daris Sa’adah, 3/311). Sebagian ulama membedakan ath thiyarah dengan at tathayyur. Al Qarafi rahimahullah mengatakan: فالتطير: هو الظن السيّئُ الكائن في القلب، والطِّـيَرة: هو الفعل المرتَّب على هذا الظن من فرار أو غيره “At tathayyur artinya sangkaan dalam hati bahwa akan terjadi kesialan. Sedangkan at thiyarah adalah perbuatan yang dihasilkan dari tathayyur, yaitu berupa lari atau perbuatan lainnya” (al Furuq, 4/1367). Begitu melekatnya mitos-mitos seperti disebut di atas bagi masyarakat terutama di Indonesia. Sampai-sampai bagi yang mempercayai mitos bahwa akan terjadi sial pada diri mereka, maka mereka mengurungkan niat melakukan sesuatu. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ. “Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya:“Lalu apakah tebusannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (yang dijadikan objek tathayyur) melainkan makhluk-Mu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.’” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kisah nabi Musa: فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَٰذِهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُ ۗ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: ‘Ini disebabkan (usaha) kami.’ Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [Al-A’raaf: 131] Maka berhati-hatilah dengan segala sangkaan. An Nawawi rahimahullah mengatakan: والتطير: التشاؤم، وأصلُهُ الشيءُ المكروه من قول، أو فعل، أو مرئي “At tathayyur artinya merasa sial, dan landasannya pada perkara-perkara yang buruk, baik berupa perkataan, perbuatan atau sesuatu yang dilihat” (Syarah Shahih Muslim, 4/2261). Semua bentuk merasa sial yang muncul dalam sangkaan, baik yg dilihat atau didengar, yang tidak ada hubungan sebab-akibat secara syar’i atau qadari (ilmiah), maka itu thiyarah. Setelah mengetahui tentang apa itu tathayyur atau thiyarah, lantas bagaimana sikap kita seharusnya?. Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan seperti: وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّـهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan” (QS. An Nahl: 53).Allah Ta’ala juga berfirman: وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ “jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17). Baca juga :

Read More

Lima Resep Doa Untuk Orang Sakit

Jakarta — 1miliarsantri.net : Sakit adalah ujian yang diberikan Allah kepada manusia sebagai bagian dari kehidupan. Rasulullah SAW, sebagai utusan Allah, memberikan pengajaran yang berharga tentang bagaimana menghadapi dan berdoa untuk kesembuhan orang sakit. Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya bahwa doa memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menyembuhkan penyakit. Dengan memanjatkan doa-doa yang tulus dan penuh keyakinan, seseorang dapat memohon kepada Allah untuk kesembuhan orang yang sedang sakit, sekaligus mendapatkan pahala kebaikan. Berikut lima doa untuk orang sakit yang berasal dari Sunnah Rasulullah SAW: Pertama, doa untuk kesembuhan keluarga kita اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِهُ وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا “Hilangkanlah kesukaran atau penyakit itu, wahai Tuhan manusia. Sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan. Tak ada kesembuhan, kecuali kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah). Kedua, doa untuk orang sakit yang kita jenguk أَسْأَلُ اللهَ العَظِيْمَ رَبَ العَرْشِ العَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ “Hamba memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan pemilik Arsy yang Agung, semoga Dia menyembuhkan engkau.” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi Ketiga, doa dalam rangka ruqyah orang sakit امْسَحِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِك الشِّفَاءُ لَا كَاشِفَ لَهُ إلَّا أَنْتَ “Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, sapulah penyakit ini. Di tangan-Mu lah kesembuhan itu. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali Engkau.” Keempat, doa untuk kesembuhan kerabat yang kita jenguk Doa di bawah ini boleh mengganti nama Sa’ad dengan nama orang yang sedang sakit. اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا “Ya Allah, sembuhkan Sa’ad. Ya Allah, Sembuhkan Sa’ad. Ya Allah, Sembuhkan Sa’ad. (HR. Muslim). Kelima, doa untuk kesembuhan orang asing yang kita jenguk لَا بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ “Semoga tidak apa-apa kamu sakit, semoga kamu akan suci dengan kehendak Allah.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas). Itulah lima doa yang dianjurkan ketika menjenguk orang sakit. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk menghayati ajaran Rasulullah SAW tentang doa untuk kesembuhan orang lain. Dengan berdoa dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan, kita dapat menjadi saluran bagi rahmat dan penyembuhan dari Allah bagi orang yang membutuhkannya. (yan) Baca juga :

Read More

Ciri Orang yang Celaka dengan Shalatnya

Jakarta — 1miliarsantri.net : Shalat lima waktu adalah ibadah fardhu bagi setiap Muslim. Saat melaksanakan ibadah shalat, hendaknya setiap Muslim melakukannya dengan kesungguhan hati, yaitu hanya mengharapkan ridha Allah SWT. Pendakwah sekaligus pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhiid, Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym menyebut shalat sebagai shalat ada dzikir yang paling lengkap. “Shalat itu adalah dzikir yang paling lengkap. Mulai dari takbir, tahmid, tahlil, tasbih, ada Al-Fatihah, ada ayat-ayat Qur’an, ada doa di antara dua sujud, ada tasbih sambil ruku’, tasbih sambil sujud, ada shalawat, ada salam. Lengkap sekali. Maka kalau kita ingin menjadi ahli dzikir yang baik, perbaiki shalat,” kata Aa Gym dalam tausiyah “Orang yang Celaka dengan Shalatnya”, dilihat di chanel Aagym Official, Rabu (21/8/2024). Namun, di balik keutamaan ibadah shalat, Aa Gym mengingatkan ada 6 ciri orang yang shalatnya celaka dan merugi. “Ciri orang yang shalatnya celaka, rugi. Satu, dia merasa berat untuk shalat. Shalat dianggap beban, jadi mau melaksanakan shalat itu berat tidak gembira, tidak sukacita. Ini ciri orang yang jelek dalam shalatnya,” lanjutnya. Tanda kedua dari orang yang celaka dalam shalatnya adalah riya atau suka pamer. Kata Aa Gym, tipe orang seperti ini senang bila shalatnya diketahui orang lain. “Kalau ada orang lain tahu dia shalat, dia gembira dan agak semangat. Tapi kalau tidak ada yang tahu, dia malas. Dan dia (orang riya) kecenderungan shalatnya untuk dipamerkan,” jelas Aa Gym. Kemudian, dai berdarah Sunda ini menyebut orang yang suka menunda waktu shalat termasuk yang merugi. Padahal, lanjut Aa Gym, Allah SWT menyukai orang yang menyegerakan shalat atau mengerjakannya di awal waktu. “Keempat, cepat shalatnya. Tidak ada tuma’ninah. Jadi baca Alfatihahnya, dari takbirnya saja sudah kelihatan,” terang Aa Gym. Tuma’ninah sendiri adalah sikap tenang dan tidak terburu-buru dalam shalat. Tuma’ninah merupakan kesempurnaan shalat baik pada ruku’, i’tidal, sujud, maupun duduk di antara dua sujud. “Tidak ada nikmatnya. Padahal salah satu kenikmatan dalam shalat adalah tuma’ninah. Benar-benar menikmati ketenangan dalam shalat,” lanjut pendakwah kelahiran 29 Januari 1962 ini. “Kelima cirinya adalah sedikit sekali ingat Allahnya dalam shalat. Jadi dalam shalat itu segala diingat selain Allah. Justru yang harusnya untuk Allah, malah selain Allah yang diingatnya,” tambahnya. Terakhir atau ciri keenam adalah malas berjamaah. Aa Gym mengatakan shalat jamaah memiliki keistimewaan yang sangat besar yaitu pahalanya 27 kali lipat. “Orang-orang yang lalai tidak peduli tentang jumlahnya pahala, terutama lelaki,” tutup Aa Gym. (yan) Baca juga :

Read More

Gus Mustain: Pembagian Alat Kontrasepsi Jangan Diartikan Melegalkan Seks Bebas

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pembagian alat kontrasepsi kepada remaja yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, sebaiknya jangan diartikan melegalkan seks bebas. Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Ahmad Muhamad Mustain Nasoha “Saya berhusnudzon pemerintah kita tidak mungkin memiliki niat tidak baik yaitu melegalkan seks bebas melalui terbitnya PP ini,” terang pria yang akrab dipanggil Gus Musta’in ini. Wakil presiden kita, lanjutnya, adalah ulama dan bahkan Mantan Ketua Umum MUI Pusat yang sangat paham mana yang halal dan mana yang haram. Tentunya pendapat beliau menjadi pertimbangan penting bagi presiden dan pejabat lainnya l, untuk menetapkan setiap kebijakan khususnya PP ini. Seperti diberitakan, pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Menurut Gus Mustain, peraturan ini sering kali disalahartikan sebagai regulasi yang berpotensi melegalkan seks bebas khususnya pada pasal berikut ini: Pasal 103 ayat (1): “Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi.” 
Pasal 103 ayat (2): “Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai: a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi; b. menjaga Kesehatan reproduksi; c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya; d. keluarga berencana; e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.”
Pasal 103 ayat (3): “Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.” 
Pasal 103 ayat (4): “Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atau skrining; b. pengobatan; c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alat kontrasepsi.” Pasal 103 ayat (4): “Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya.” Bahkan ia mengutip pernyataan pakar masyarakat Dr. F.X. Hadisoemarto, bahwa pemberian informasi yang benar kepada remaja dapat mengurangi perilaku seksual yang tidak aman. Hal ini sejalan dengan tujuan PP Nomor 28/2024, yang menyatakan dalam Pasal 103 ayat (2) bahwa edukasi tersebut harus mencakup informasi tentang risiko seksual dan cara melindungi diri. Gus Mustain menegaskan, jadi jelaslah bahwa Peraturan Pemerintah tersebut sama sekali tidak bertujuan untuk melegalkan seks bebas bagi masyarakat, khususnya remaja. “Untuk mencegah persepsi kurang baik dari masyarakat atas PP ini, saya memberikan 5 saran sebagai solusi dalam masalah ini,” imbuhnya. 4 saran tersebut adalah: “Saya mengajak untuk kita bersabar sejenak, dengan tetap mengawal untuk menunggu Peraturan turunan yang nanti akan menjelaskan secara lebih detail dan terperinci tentang PP ini,” tutup Gus Mustain. (rid) Baca juga :

Read More