seniman

Boleh Nggak Sih Muslim Jadi Seniman? Ini Jawaban & Batasannya!

Jakarta Timur – 1miliarsantri.net: Pernah nggak kamu denger komentar kayak, “Ngapain sih jadi seniman, nggak ada manfaatnya buat akhirat!” atau “Muslim kok bikin musik?” Padahal, kalau kita lihat sejarah Islam, justru banyak tokoh yang berkarya dengan penuh estetika dan spiritualitas. Pertanyaannya, emang bener Muslim nggak boleh jadi seniman? Yuk kita cari tahu jawabannya melalui penjelasan ini. Islam Itu Cinta Keindahan Pertama, Islam nggak pernah menolak seni. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim) Keindahan itu bisa dalam bentuk apa pun, mulai dari suara, warna, tulisan, desain, atau gerak. Lihat aja kaligrafi di masjid, arsitektur megah Andalusia, atau syair-syair indah para ulama zaman dulu. Itu bukti nyata bahwa Islam menghargai seni, selama nggak melanggar syariat. Seni Itu Netral, Niat yang Menentukan Sama seperti uang, teknologi, atau waktu, seni itu netral. Yang membuatnya bernilai baik atau buruk tergantung siapa yang menggunakannya dan untuk apa. Kalau karya seni digunakan buat menyebarkan kebaikan, membangun empati, atau mengingatkan manusia pada Allah, maka itu bernilai ibadah. Tapi kalau dipakai buat maksiat, merusak moral, atau memprovokasi keburukan, jelas dilarang. Jadi, sebelum berkarya, tanya dulu ke diri sendiri: “Apa yang aku buat ini akan mendekatkan orang ke kebaikan, atau malah menjauhkan?” Baca juga: Hukuman Apa yang Pantas Bagi Pelaku Koruptor Dalam Pandangan Islam Jadi Seniman Bisa Jadi Jalan Dakwah Banyak orang belajar tentang Islam bukan dari ceramah, tapi dari karya. Ada yang tersentuh lewat film, lagu, puisi, bahkan ilustrasi. Dakwah nggak harus selalu lewat mimbar, bisa juga lewat seni. Misalnya: Seni bisa menyentuh hati, dan itulah kekuatannya. Jadi, jangan remehkan potensi seniman Muslim dalam menyebarkan pesan kebaikan. Seniman yang Baik, Tetap Ada Batasannya Tentu aja, semua hal ada batasnya. Jadi seniman bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Ada adab dan nilai yang tetap harus dijaga. Lalu di bawah ini, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, seperti: Bahkan dalam berkarya, niat dan cara tetap harus dijaga. Kalau bisa menghibur tanpa merusak, kenapa nggak? Kreativitas Sebagai Wujud Syukur Allah SWT ngasih bakat dan imajinasi bukan tanpa alasan. Kreativitas adalah amanah. Dengan berkarya, kamu sedang mensyukuri nikmat itu. Setiap ide yang muncul bisa jadi bentuk dzikir, kalau digunakan dengan niat baik. Misalnya, melukis keindahan alam sambil mengingat kebesaran Allah, atau menulis lirik lagu yang menenangkan hati pendengar. Seni yang bersumber dari hati yang ikhlas akan memancarkan kebaikan. Baca juga: Ngaji Online vs Ngaji Offline: Mana yang Lebih Efektif untuk Generasi Z Muslim?  Seniman Muslim, Pionir Dunia Modern Zaman sekarang, justru dunia butuh lebih banyak seniman Muslim. Dunia hiburan sering didominasi narasi yang jauh dari nilai spiritual. Nah, di sinilah peran kamu. Bayangin kalau makin banyak seniman Muslim yang menghadirkan karya keren tapi beradab, dunia kreatif akan jadi ruang yang menenangkan, bukan toxic. Seni bisa jadi cara untuk memperbaiki budaya, bukan sekadar hiburan. Karya yang Baik sama dengan Amal Jariyah Satu hal yang sering dilupakan, karya yang bermanfaat bisa jadi amal jariyah. Bayangin kalau ilustrasimu menginspirasi orang untuk berhijrah, atau lagu yang kamu tulis bikin orang semangat kembali berdoa. Selama karya itu terus memberi manfaat, pahala terus mengalir, bahkan setelah kamu nggak ada. Jadi, boleh banget Muslim jadi seniman asal tahu batas dan arah karyanya. Islam nggak menutup pintu kreativitas, malah mendukungnya selama tujuannya baik. Kuncinya adalah berkarya dengan niat ibadah. Seni yang indah bukan yang cuma enak dilihat, tapi yang membuat hati manusia semakin dekat dengan Sang Pencipta keindahan. Penulis : Vicky Vadila Muhti Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
Ramadhan

Ramadhan 2026 Sudah Di Depan Mata! Ini Tips Biar Ibadah Tetap Jalan Meski Banyak Kerjaan

Jakarta Timur – 1miliarsantri.net: Setiap kali Ramadhan datang, banyak dari kita punya niat besar, mulai dari mau khatam Al-Qur’an, rajin tarawih, ikut kajian, dan sedekah tiap hari. Tapi begitu minggu pertama lewat, semua rencana mulai kacau. Bukan karena malas tapi karena sibuk. Deadline kerjaan numpuk, tugas kuliah datang bareng sahur, bahkan buka puasa sering sambil ngetik laporan. Akhirnya, ibadah jadi disisipin di sela-sela waktu luang, bukan jadi prioritas utama. Pertanyaannya, gimana caranya tetap bisa maksimal beribadah meski hidup lagi padat banget? Nah, biar sama sama khusyuk dan fokus ibadah meski banyak pekerjaan, kita kasi tipsnya di artikel ini, biar bisa dipraktekkan bersama-sama. Yuk, langsung intip! 1. Pahami Dulu Jika Ramadhan Itu Bukan Penghalang, Tapi Penyembuh Banyak orang ngerasa Ramadhan bikin waktu kerja atau belajar jadi berantakan. Padahal, kalau dipikir-pikir, Ramadhan justru momen buat reset rutinitas hidup. Puasa bukan sekadar nahan lapar dan haus, tapi latihan buat ngatur waktu, nafsu, dan emosi. Kalau dijalani dengan niat benar, puasa malah bikin kita lebih fokus dan produktif. Contohnya, waktu makan jadi lebih teratur, waktu tidur lebih disiplin, dan waktu luang bisa diisi hal bermanfaat. Jadi, mindset-nya ubah dulu, Ramadhan bukan halangan buat produktif, justru motivasi tambahan buat jadi versi terbaik diri sendiri. 2. Bikin Jadwal Realistis, Bukan Perfeksionis Banyak yang niatnya bagus tapi kebablasan: bikin jadwal super padat yang ujung-ujungnya gagal. Misalnya, “Aku mau khatam Qur’an 3 kali bulan ini!”  padahal kerja dari pagi sampai malam. Akhirnya, hari ke-5 udah nyerah. Lebih baik realistis. Misalnya: Kuncinya bukan seberapa banyak, tapi seberapa konsisten. Rasulullah SAW bersabda: “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Muslim) 3. Atur Waktu Sesuai Golden Hour Ramadhan Ramadhan punya jam-jam emas yang sayang banget kalau dilewatin, bahkan buat orang sibuk. Biar gak bingung, kita kasi rinciannya juga di bawah ini: Kalau bisa memanfaatkan momen-momen ini, kamu nggak cuma dapat pahala besar, tapi juga mental recharge di tengah padatnya aktivitas. Baca juga: Hukum Khalwat Menurut Al Qur’an dan Hadist! Muslim Wajib Paham dan Waspada Diri!  4. Ubah Tempat Kerja Jadi Ruang Pahala Kalau kamu kerja kantoran atau kuliah, mungkin susah banget cari waktu buat ibadah. Tapi ternyata, kamu bisa tetap beramal tanpa meninggalkan tempat kerja. Contohnya: Senyum dan bersikap ramah ke rekan kerja, itu sedekah! Nahan emosi saat lagi stres, itu juga ibadah. Nggak curang dalam pekerjaan, nggak menunda tanggung jawab, itu bentuk takwa juga. Ingat, Islam nggak memisahkan dunia dan akhirat. Selama niatnya karena Allah, pekerjaan sehari-hari pun bisa bernilai ibadah. 5. Ibadah Bukan Kompetisi, Tapi Perjalanan Kadang kita merasa bersalah karena nggak seaktif orang lain. Teman bisa tarawih tiap malam, sedekah besar, sementara kita cuma sempat baca Qur’an selembar sebelum tidur. Tenang, Allah SWT nggak menilai dari seberapa banyak, tapi dari seberapa tulus. Setiap orang punya kondisi berbeda, dan Allah tahu batas kemampuan hamba-Nya. Daripada iri, lebih baik fokus pada peningkatan diri. Mungkin kamu nggak sempat tarawih di masjid, tapi kamu bisa bantu masak buat buka keluarga. Bisa jadi pahala kamu malah lebih besar karena dilakukan dengan ikhlas dan tulus. 6. Gunakan Teknologi untuk Kebaikan Zaman sekarang, alasan nggak sempat ngaji udah nggak valid lagi. Semua bisa kamu akses lewat HP. Teknologi bukan penghalang Ramadhan, justru bisa jadi alat bantu kalau digunakan dengan niat baik.Cuma hati-hati juga, jangan kebablasan scrolling media sosial sampai lupa waktu berbuka. Disiplin tetap penting. 7. Rawat Fokus & Niat Sibuknya aktivitas sering bikin niat ibadah bergeser dari “karena Allah” jadi “sekadar rutinitas.” Makanya, penting banget buat menjaga hati tetap terhubung dengan Allah, walau cuma lewat doa singkat di sela kerja. Kamu bisa mulai dari hal sederhana: Sebelum kerja: “Bismillah, semoga pekerjaanku hari ini jadi amal baik.” Saat capek: “Ya Allah, kuatkan aku menjalani Ramadhan ini dengan sabar.” Koneksi spiritual kecil seperti ini bisa menjaga semangat ibadah di tengah kesibukan. Baca juga: Anak Zaman Sekarang Susah Lepas HP? Yuk Terapkan Pola Parenting Islami di Era Digital 8. Libatkan Orang Sekitar Biar ibadah makin ringan, ajak orang lain bareng-bareng. Misalnya, ajak teman kantor buat sedekah kolektif, buka puasa bareng sambil kajian singkat, atau buat challenge “baca 1 juz bareng tiap minggu.” Selain nambah pahala, kamu juga nambah semangat dan rasa kebersamaan. Ramadhan itu momen membangun komunitas kebaikan, bukan dijalani sendirian. Nggak apa-apa kalau Ramadhan kamu nggak sempurna. Yang penting, kamu tetap berusaha mendekatkan diri pada Allah di tengah kesibukan yang luar biasa. Islam itu fleksibel dan penuh kasih. Kamu boleh punya banyak deadline, tapi jangan sampai lupa deadline terbesar, yakni akhirat. Ibadah nggak selalu butuh waktu lama dan yang penting, hati dan niatnya tetap hidup. Kalau Ramadhan kali ini terasa berat, ingat: Allah nggak minta kesempurnaan, Dia cuma minta kesungguhan. Penulis : Vicky Vadila Muhti Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
Parenting Islami

Anak Zaman Sekarang Susah Lepas HP? Yuk Terapkan Pola Parenting Islami di Era Digital

Jakarta Timur – 1miliarsantri.net: Pernah nggak sih kamu ngerasa anak zaman sekarang kayak lahir bareng HP? Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, tangannya nggak pernah jauh dari layar. Main game, nonton YouTube, scroll TikTok, chatting, bahkan belajar pun lewat gadget. Kadang sebagai orang tua, kamu pengen nyuruh berhenti, tapi ujung-ujungnya malah berujung drama dan tangisan. Masalahnya, teknologi sekarang udah bukan sekadar hiburan, tapi bagian dari hidup. Dunia anak-anak sekarang memang beda banget dari zaman dulu. Tapi, Islam ternyata punya cara yang bijak banget buat menghadapi perubahan ini. Parenting Islami nggak berarti melarang total, tapi mengajarkan cara mengendalikan, bukan dikendalikan oleh teknologi. Emang gimana sih pola parenting Islami di zaman digital ini? Kita ada tips nih, yuk langsung intip dan terapkan! 1. Mulai dari Teladan, Bukan Teguran Anak itu peniru yang luar biasa. Apa yang dia lihat setiap hari, itu yang dia tiru. Kalau orang tuanya sibuk main HP, terus berharap anaknya nggak pegang HP, ya itu agak mustahil. Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam mendidik dengan teladan. Beliau nggak hanya berkata, tapi juga mencontohkan. Jadi, langkah pertama dalam parenting islami di era digital adalah menjadi role model yang baik bagi anak. Misalnya seperti hal-hal kecil berikut: Anak nggak butuh ceramah panjang, mereka butuh panutan yang nyata. Kalau mereka melihat kamu bisa hidup tenang tanpa terus-menerus online, mereka akan belajar hal yang sama. Baca juga: Ngaji Online vs Ngaji Offline: Mana yang Lebih Efektif untuk Generasi Z Muslim? 2. Ajak Anak Ngobrol, Bukan Ngomel Kadang orang tua lupa kalau komunikasi dua arah jauh lebih efektif daripada sekadar perintah. Daripada ngomel, coba ajak ngobrol santai. Tanyakan kenapa mereka suka main HP, aplikasi apa yang paling mereka suka, atau siapa influencer favoritnya. Dari situ, kamu bisa paham dunia mereka dan pelan-pelan mengarahkan. Rasulullah  SAW juga selalu berdialog dengan penuh kelembutan. Beliau nggak pernah membentak anak muda, tapi menasihati dengan penuh kasih sayang. Nah, parenting Islami bisa meniru cara ini, menasihati dengan hati, bukan emosi. 3. Manfaatkan Teknologi Sebagai Media Belajar & Dakwah Kebanyakan anak suka bermain HP karena banyak hal seru di dalamnya. Tapi, bukan berarti semua hal itu buruk. Tugas orang tua adalah mengalihkan perhatian, bukan mematikan rasa ingin tahu sang anak. Ajak anak pakai HP untuk hal positif, seperti: Dengan begitu, anak akan belajar bahwa teknologi bukan musuh, tapi alat untuk mendekatkan diri pada Allah kalau digunakan dengan niat baik. 4. Ciptakan Zona Tanpa Gadget di Rumah Salah satu trik efektif agar anak tidak kecanduan HP adalah bikin aturan ringan di rumah, misalnya nggak main HP waktu makan, dan HP disimpan di luar kamar sebelum tidur. Ada satu hari dalam seminggu tanpa gadget, misalnya “Jumat Offline”. Kegiatan offline bisa diganti dengan hal-hal seru kayak masak bareng, piknik kecil, atau main board game keluarga. Tujuannya bukan melarang, tapi ngajak anak ngerasain bahwa kebahagiaan sejati bukan dari layar. 5. Doakan dan Dukung, Bukan Bandingkan Kadang, tanpa sadar, orang tua suka bilang “Lihat tuh anak si A, nggak kecanduan HP kayak kamu.” Padahal, perbandingan justru bikin anak ngerasa kecil dan nggak merasa dihargai. Parenting Islami menekankan kasih sayang dan doa, bukan perbandingan dan tekanan. Setiap malam, luangkan waktu sebentar buat mendoakan anak. Doa orang tua adalah senjata paling kuat. Nggak selalu langsung kelihatan hasilnya, tapi pasti bekerja. Baca juga: Hukuman Apa yang Pantas Bagi Pelaku Koruptor Dalam Pandangan Islam 6. Bangun Kegiatan Dunia Nyata yang Menyenangkan Anak-anak suka dunia digital karena dunia nyata seringkali membosankan. Maka, tugas orang tua adalah membuat dunia nyata jadi lebih seru, misalnya: Ketika mereka merasa hidup di dunia nyata juga menyenangkan, ketergantungan pada layar akan berkurang dengan sendirinya. 7. Bimbing, Bukan Menghakimi Ingat, dunia digital juga tempat anak mencari identitas dan ekspresi diri. Jangan langsung menghakimi kalau mereka posting foto atau nonton hal tertentu. Arahkan dengan sabar. Tunjukkan bahwa menjadi Muslim di dunia digital itu bukan berarti ketinggalan zaman, tapi justru keren, karena mereka tahu batas. Parenting Islami di era digital bukan berarti menjauh dari teknologi, tapi mengajarkan anak bagaimana hidup seimbang dengan teknologi. Islam mengajarkan wasathiyah (moderasi), dan itu berlaku juga di dunia digital. Anak-anak kita nggak butuh larangan tanpa alasan, tapi butuh bimbingan dengan cinta. Dengan keteladanan, komunikasi, dan doa, insyaallah mereka bisa tumbuh jadi generasi yang cerdas digital tapi tetap kuat imannya. Penulis : Vicky Vadila Muhti Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
ngaji online

Ngaji Online vs Ngaji Offline: Mana yang Lebih Efektif untuk Generasi Z Muslim?

Jakarta Timur – 1miliarsantri.net:  Generasi Z Muslim tumbuh di era digital di mana hampir semua aktivitas bisa dilakukan lewat smartphone, termasuk belajar ilmu agama. Terdapat banyak platform ngaji online, mulai dari aplikasi ngaji online, kajian YouTube, hingga kelas interaktif via Zoom, semua tersedia hanya dengan sekali klik tanpa harus keluar rumah. Namun, pertanyaannya, apakah ngaji online benar-benar lebih efektif dibanding ngaji offline yang sudah ada sejak dulu? Oleh sebab itu, artikel ini akan membahas kelebihan dan kekurangan keduanya, serta memberikan gambaran bagaimana anak muda Muslim bisa memilih metode yang paling sesuai untuk memperdalam ilmu agama serta mengamalkannya di kehidupan sehari-hari. Ngaji Online: Belajar Agama di Ujung Jari Kemajuan teknologi membuat ngaji online semakin populer di kalangan Generasi Z Muslim. Platform seperti aplikasi Qur’an digital, kelas ngaji via Zoom, hingga channel YouTube ustadz ternama memberikan kemudahan untuk mengakses ilmu agama kapan saja. Selain itu, ada beberapa kelebihan lainnya dari Ngaji Online, seperti: Tapi meski begitu ada kekurangan juga dari Ngaji Online, seperti: Baca juga: Lagi Jalan-jalan? Awas! Jangan Sampai Paspor Ada di Koper Kabin, Ini Alasannya! Ngaji Offline: Aktivitas yang Tak Lekang Waktu Ngaji offline masih menjadi pilihan utama banyak kalangan, terutama di pesantren, masjid, dan majelis taklim. Metode tatap muka ini telah diwariskan turun-temurun dan terbukti efektif dalam menjaga kualitas bacaan dan pemahaman. Selain itu, Ngaji Offline punya beberapa kelebihan yang tidak ada di Ngaji Online, seperti: Di balik kelebihan sudah pasti ada kekurangan, dan Kekurangan Ngaji Offline bisa berupa: Untuk Generasi Z Muslim: Mana yang Lebih Cocok? Generasi Z dikenal multitasking, digital native, dan cepat bosan dengan metode konvensional. Oleh karena itu, ngaji online sering jadi pilihan utama karena lebih praktis dan sesuai dengan gaya hidup mereka. Akan tetapi, tetap ada hal-hal yang hanya bisa diperoleh lewat ngaji offline, terutama interaksi langsung dan keberkahan suasana majelis ilmu. Idealnya, anak muda Muslim tidak perlu memilih salah satu, tetapi menggabungkan keduanya dengan optimal. Gunakan ngaji online untuk memperluas wawasan, mendengarkan ceramah tematik, atau mengulang materi yang telah dipelajari. Sementara itu, ikuti ngaji offline secara rutin untuk menjaga kualitas bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan bimbingan langsung dari ustadz atau ustadzah. Baca juga: Hukum Khalwat Menurut Al Qur’an dan Hadist! Muslim Wajib Paham dan Waspada Diri! Tips Mengoptimalkan Ngaji Online & Offline Agar hasil ngaji lebih maksimal, baik secara online maupun offline, Generasi Z Muslim bisa menerapkan beberapa langkah berikut: Perdebatan antara ngaji online vs ngaji offline sebenarnya bukan soal mana yang lebih baik, melainkan bagaimana mengoptimalkan metode keduanya. Generasi Z Muslim bisa memanfaatkan teknologi untuk belajar agama lebih luas, sambil tetap menjaga tradisi tatap muka yang penuh keberkahan. Ingat, tujuan utama dari ngaji bukan sekadar metode, tapi bagaimana ilmu-ilmu agama, Al-Qur’an, dan hadis bisa meresap dalam hati, diamalkan dalam hidup, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi, yuk mulai kombinasikan ngaji online dan ngaji offline agar perjalanan spiritualmu semakin kuat dan mantap di era digital ini. Jangan lupa niatkan hanya kerena Allah ya! Penulis : Vicky Vadila Muhti Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
hukum khalwat

Hukum Khalwat Menurut Al Qur’an dan Hadist! Muslim Wajib Paham dan Waspada Diri!

Mayoritas ulama sepakat bahwa khalwat dilarang dalam Islam Bandung – 1Miliarsantri.net – Di tengah kesibukan kerja, studi, hingga hubungan sosial zaman sekarang, isu khalwat (خلوة) atau berduaan antara laki-laki dan perempuan non-mahram sering jadi pertanyaan besar bagi banyak Muslim. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam soal hukum khalwat ini? Apa batasannya? Dan bagaimana cara menerapkannya di era digital seperti sekarang? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Artinya, khalwat bukan sekadar soal duduk berdua di ruang tertutup, tapi juga terkait kondisi yang membuka peluang munculnya fitnah atau godaan. Apa Itu Khalwat? Secara bahasa, khalwat berarti menyendiri atau menyepi. Bahkan, dalam makna spiritual, khalwat bisa berarti menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ sendiri pernah melakukan khalwat di Gua Hira sebelum turunnya wahyu. Nabi Musa ‘alaihis-salam juga melakukan khalwat dengan beribadah dan berdoa, begitu pula Maryam ‘alaihas-salam yang menyendiri untuk beribadah. Namun, ketika konteksnya laki-laki dan perempuan non-mahram, khalwat punya hukum berbeda. Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, maka setanlah yang menjadi orang ketiganya.” (HR. Tirmidzi) Inilah sebabnya ulama menegaskan bahwa berduaan yang benar-benar tertutup, tanpa bisa dilihat atau dimasuki orang lain, sangat berbahaya bagi iman dan bisa membuka jalan dosa. Khalwat di Zaman Sekarang Nah, tantangannya makin besar di era modern. Banyak yang bertanya: Para ulama menjelaskan bahwa khalwat baru terjadi jika: Jadi, ngobrol lewat grup, bertemu di ruang publik, atau berdiskusi di kelas terbuka tidak termasuk khalwat. Tapi tetap, adab Islam harus dijaga dan bicara seperlunya, menundukkan pandangan, dan menjaga batasan. Baca juga: Memasak jadi Ibadah? Yuk Terapin Halal Home Cooking dari Sekarang! Contoh Kasus dari Al-Qur’an Kisah Nabi Yusuf ‘alaihis-salam jadi pelajaran penting. Beliau pernah digoda istri pembesar Mesir yang menutup pintu rapat-rapat. Allah ﷻ abadikan kisah ini dalam Al-Qur’an: ﴿وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۖ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ﴾ “Dan perempuan yang tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya. Ia menutup pintu-pintu rapat-rapat lalu berkata: ‘Marilah mendekat kepadaku.’ Yusuf berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah! Sesungguhnya tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.’” (QS. Yusuf: 23) Kisah ini menunjukkan betapa bahayanya khalwat, bahkan untuk seorang nabi sekalipun. Baca juga: Lagi Jalan-jalan? Awas! Jangan Sampai Paspor Ada di Koper Kabin, Ini Alasannya! Khalwat dalam Konteks Modern Untuk bisa terus berjaga-jaga diri, cobalah memahami konteks khalwat yang ada di zaman modern, dan sudah sering terjadi di lingkungan kita sehari-hari: Komunikasi antar lawan jenis sebaiknya seperlunya. Kalau bisa, pilih ruang publik seperti perpustakaan atau kelas terbuka. Banyak lembaga Islam juga memasang pembatas di ruang belajar agar lebih terjaga. Meeting bisa dilakukan di ruang kaca atau tempat umum. Kalau makan siang bersama tim, selama suasana terbuka dan bukan berduaan saja, insyaAllah tidak termasuk khalwat. Komunikasi boleh lewat chat atau video call, tapi sebaiknya ada wali yang di-CC atau ikut memantau. Kalau bertemu, pilih tempat umum seperti restoran atau museum, bukan ruang tertutup. Hati-hati dengan DM, komentar, atau obrolan tanpa tujuan jelas. Tanyakan pada diri sendiri, “perlu nggak aku ngobrol ini?” Kalau sekadar basa-basi, lebih baik ditahan. Khalwat bukan sekadar aturan kaku, tapi bentuk perlindungan Allah untuk menjaga kehormatan dan keselamatan kita. Islam bukan ingin menyulitkan, tapi justru menjaga kita dari fitnah dan dosa yang bisa berawal dari hal kecil. Dengan memahami batasan khalwat lewat Al-Qur’an, Sunnah, dan nasihat para ulama, kita bisa tetap berinteraksi dengan lawan jenis secara sehat, profesional, dan tetap sesuai syariat. Semoga bermanfaat! Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber: muslimmatters.org

Read More
Paspor

Lagi Jalan-jalan? Awas! Jangan Sampai Paspor Ada di Koper Kabin, Ini Alasannya!

Bandung 1Miliarsantri.net – Paspor adalah dokumen paling penting saat bepergian ke luar negeri. Tanpa paspor, seorang traveler bisa kesulitan melewati imigrasi, bahkan terancam ditolak masuk ke negara tujuan. Karena itu, menyimpan paspor dengan aman adalah hal yang wajib diperhatikan setiap Muslim yang melakukan safar. Banyak orang beranggapan aman-aman saja menyimpan paspor di koper kabin. Padahal, pakar perjalanan menegaskan bahwa itu kesalahan besar. Apalagi bila koper kabin harus dititipkan di bagasi mendadak (gate-check) karena aturan maskapai. Lalu, apa bahayanya dan bagaimana sebaiknya Muslim traveler menyikapinya? Yuk, kita cari tahu bersama melalui penjelasan di bawah ini! 1. Risiko Tertahan di Imigrasi Proses imigrasi biasanya dilakukan sebelum penumpang bertemu kembali dengan bagasi. Jika paspor berada di koper kabin yang dititipkan, Anda bisa ditolak masuk, dikenai denda, atau kehilangan penerbangan lanjutan. Dalam Islam, safar bukan sekadar perjalanan, tapi juga amanah. Menjaga dokumen penting seperti paspor berarti menjaga amanah agar perjalanan tetap lancar dan bernilai ibadah. Baca juga: Meningkatnya Perceraian, Benarkah Menikah Itu Menakutkan atau Jalan Terbaik Untuk Ibadah? 2. Ancaman Kehilangan & Pencurian Meski jarang disadari, pencurian di dalam pesawat memang terjadi. Jika koper kabin disimpan jauh dari pandangan, risiko kehilangan meningkat. Bahkan yang lebih sering terjadi adalah lupa mengambil barang di kabin karena terburu-buru. Paspor adalah tanggungan pribadi kita yang wajib dijaga. 3. Menghindari Masalah Biaya & Waktu Kehilangan paspor bukan hanya memakan biaya besar untuk mengganti, tapi juga memerlukan waktu panjang untuk mengurus dokumen baru. Dalam perjalanan, hal ini bisa merusak tujuan safar, baik itu untuk ibadah, bisnis, maupun wisata. Menaruh paspor di tempat aman adalah bentuk ikhtiar untuk menghindari mudarat. Baca juga: Memasak jadi Ibadah? Yuk Terapin Halal Home Cooking dari Sekarang! 4. Simpan Paspor Dekat dengan Diri Solusi paling aman adalah menyimpan paspor di tas kecil yang selalu melekat di tubuh, misalnya sling bag, belt bag, atau tas selempang dengan resleting. Jangan letakkan di saku terbuka. Dengan begitu, paspor mudah dijangkau saat melewati pemeriksaan, naik pesawat, atau di pos imigrasi. Ini sesuai dengan ajaran Islam tentang ihtiyath (kehati-hatian), agar sesuatu yang penting tidak hilang atau merugikan. Perjalanan seorang Muslim seharusnya tidak hanya aman secara fisik, tapi juga memberi ketenangan batin. Dengan menjaga paspor di tempat yang benar, kita bukan hanya menghindari masalah teknis, tetapi juga menjaga nilai safar sebagai ibadah yang diridhai Allah SWT. Semoga bermanfaat! Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber : https://www.travelandleisure.com/why-you-should-never-put-your-passport-in-your-carry-on-11752877

Read More
liburan

Jangan Lupkan Hal Ini Ketika Liburan! Dijamin Perjalanan Lebih Menyenangkan!

Bandung – 1Miliarsantri.net – Bagi seorang Muslim, perjalanan (safar) untuk liburan bukan sekadar berpindah tempat, tapi juga bagian dari ibadah. Rasulullah SAW bahkan memberi banyak adab safar, mulai dari doa keluar rumah hingga menjaga akhlak dan kebersihan selama perjalanan. Namun, salah satu hal yang sering terlupakan ketika akan bepergian adalah di mana kita menaruh koper saat menginap di hotel. Meski terlihat sepele, ternyata hal ini berhubungan erat dengan kebersihan, kesehatan, bahkan keberkahan safar kita. Dan selain itu, agar perjalanan lebih menyenangkan dan tetap dapat pahala, maka ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan, seperti: 1. Kebersihan Sebagian dari Iman Islam menekankan pentingnya menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, maupun tempat. Rasulullah SAW bersabda: “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim). Meletakkan koper di lantai hotel yang penuh jejak sepatu, kotoran, atau bekas tumpahan, bisa membuat pakaian kita ikut tercemar. Padahal, pakaian yang kita kenakan bukan hanya untuk jalan-jalan, tapi juga untuk shalat. Menjaga kebersihan koper berarti menjaga pakaian tetap suci agar ibadah tidak terganggu. Baca juga: Wujud Cinta kepada Allah! Self Love dalam Islam Sangat Dianjurkan! 2. Hindari Najis dan Hal yang Mengganggu Shalat Lantai hotel, terutama yang berkarpet, bisa menyimpan banyak hal najis atau kotoran yang tak kasat mata. Jika koper kita terkena itu lalu pakaian di dalamnya terkontaminasi, bisa jadi tanpa sadar kita shalat dengan pakaian yang kotor. Dalam fiqih, kebersihan pakaian termasuk syarat sah shalat. Dengan menghindari lantai, kita sudah menjaga agar ibadah tetap sah dan terjaga dari hal-hal yang merusak. 3. Waspada “Penumpang Gelap” yang Merugikan Kutu kasur (bed bugs) atau serangga kecil sering bersembunyi di lantai dan bisa masuk ke koper. Jika terbawa pulang, bukan hanya merepotkan, tapi juga bisa mengganggu ketenangan rumah. Islam mengajarkan agar rumah menjadi tempat yang bersih, nyaman, dan menenangkan hati untuk beribadah. Membawa pulang hama tentu berlawanan dengan itu. Baca juga: Keutaman Syukur Bagi Umat Islam! Jangan Sampai Lalai, Ya! 4. Menjaga Barang Aman dan Tertib Rasulullah SAW mencontohkan kerapian dalam segala hal. Menaruh koper di tempat yang semestinya, seperti rak, lemari, atau bahkan bathtub jika darurat, yang merupakan bentuk tanzhim (pengaturan) agar barang lebih aman, terjaga, dan tidak tercecer. Barang yang tertata rapi juga memudahkan kita saat bersiap shalat, tidak membuat waktu habis mencari perlengkapan ibadah yang tercampur dengan pakaian lain. Sampai di sini, maka kita wajib sadar bahwa perjalanan seorang Muslim bukan hanya perjalanan biasa, tapi juga harus membawa manfaat, pengalaman baru, sekaligus menjaga hubungan dengan Allah SWT. Dengan langkah kecil seperti tidak meletakkan koper di lantai hotel, kita bukan hanya melindungi barang, tapi juga menjalankan nilai-nilai Islami: kebersihan, ketertiban, dan kehati-hatian. Semua itu membuat safar terasa lebih berkah dan menenangkan. Semoga informasinya bermanfaat! Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber : https://www.travelandleisure.com/why-you-shouldn-t-leave-luggage-on-hotel-floors-11794220

Read More
syukur

Keutaman Syukur Bagi Umat Islam! Jangan Sampai Lalai, Ya!

Bandung – 1Miliarsantri.net – Pernahkah kamu merasa suasana hati langsung berubah hanya karena satu ucapan sederhana, “terima kasih”? Rasa syukur kecil bisa membuat hidup terasa lebih ringan. Dalam Islam, syukur bukan sekadar sopan santun, melainkan kekuatan besar yang memengaruhi emosional, sosial, dan spiritual kita. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an: ﴿لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ﴾ “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…” (QS. Ibrahim: 7). Janji ini menunjukkan bahwa syukur membuka pintu keberkahan hidup, bukan hanya harta, tetapi juga ketenangan hati dan kedekatan dengan Allah. Makna Syukur dalam Islam Syukur berarti mengakui nikmat Allah dengan hati, lisan, dan perbuatan. Hati yang bersyukur membuat kita sadar bahwa semua kebaikan datang dari-Nya. Dari sinilah tumbuh ketenangan, iman yang kuat, dan rasa dekat dengan rahmat Allah. Sebaliknya, kufur nikmat menjadikan hati keras, gelap, dan jauh dari keberkahan. Inilah yang sering dijadikan celah oleh syaitan, dengan menanamkan rasa iri, dengki, serta ketidakpuasan. Baca juga: Wujud Cinta kepada Allah! Self Love dalam Islam Sangat Dianjurkan! Manfaat Syukur bagi Kehidupan Mengapa kita diwajibkan untuk bersyukur? Karena dengan bersyukur, kita akan mendapatkan beberapa manfaat, seperti: 1. Menenangkan Hati dan Pikiran Dengan bersyukur, fokus kita bergeser dari kekurangan menuju kelimpahan. Setiap pagi saat mengucap alḥamdulillāh, hati lebih ringan, dan hari terasa penuh semangat. 2. Meningkatkan Iman dan Kedekatan dengan Allah Syukur memperkuat keyakinan bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Hal ini menumbuhkan cinta, tawakal, dan kerendahan hati dalam beribadah. 3. Menjadi Perisai dari Bisikan Syaitan Syaitan berusaha melemahkan manusia dengan menumbuhkan rasa iri dan tidak puas. Dengan syukur, hati terlindung dari penyakit tersebut. 4. Memberi Dampak Psikologis Positif Penelitian modern membuktikan bahwa orang yang rajin bersyukur lebih bahagia, tenang, dan sehat secara mental. Mereka juga memiliki hubungan sosial yang lebih harmonis. 5. Menyebarkan Energi Positif ke Sekitar Syukur itu menular. Saat kita menghargai orang lain, energi positif ikut menyebar dan membuat suasana lebih hangat serta penuh kebersamaan. Baca juga: Memasak jadi Ibadah? Yuk Terapin Halal Home Cooking dari Sekarang! Cara Melatih Syukur dalam Kehidupan Sehari-Hari Dan agar lebih mudah untuk melatih syukur, yuk mari kita terapkan beberapa cara di bawah ini untuk tetap istiqomah melatih syukur tiap hari: Dengan langkah kecil ini, hati lebih lapang, hubungan lebih erat, dan iman semakin kuat. Jadikan Syukur sebagai Gaya Hidup Syukur dalam Islam bukan sekadar ucapan, tetapi latihan, pilihan, dan ibadah. Setiap kali kita mengucap alḥamdulillāh dan menghargai nikmat yang ada, kita sedang membangun hidup penuh keberkahan. Sebaliknya, kufur nikmat hanya menutup pintu rahmat Allah. Mulai sekarang, mari biasakan melihat sekitar, temukan nikmat sekecil apa pun, lalu ucapkan syukur. Dengan begitu, Allah akan menambahkan kebaikan bukan hanya pada apa yang kita miliki, tapi juga pada siapa diri kita menjadi. Semoga informasi ini bermanfaat, dan membuat kita selalu istiqomah dalam menjaga syukur! Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber : https://www.islamicity.org/105610/the-ripple-of-gratitude-how-thankfulness-transforms-your-life/

Read More
halal home cooking

Memasak jadi Ibadah? Yuk Terapin Halal Home Cooking dari Sekarang!

Bandung – 1miliarsantri.net: Pernahkah terpikir kalau dapur rumahmu bisa jadi tempat ibadah? Bayangkan, setiap kali mengupas bawang dengan niat baik, menyebut nama Allah sebelum memasak, hingga menyajikan makanan dengan penuh cinta, semua itu bisa bernilai pahala. Inilah konsep halal home cooking, sebuah tren yang makin banyak digemari muslim di berbagai belahan dunia. Banyak orang menganggap halal itu sekadar tidak makan babi, tidak minum alkohol, atau memastikan daging sudah disembelih sesuai syariat. Padahal, dalam Al-Qur’an, halal selalu berdampingan dengan kata ṭayyib (طَيِّب), yang artinya suci, baik, dan penuh kebaikan. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 168: يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168) Artinya, makanan halal bukan hanya tentang “boleh dimakan,” tapi juga harus tayyib, tidak merusak tubuh, tidak mencemari lingkungan, tidak berasal dari penipuan, dan tidak diproduksi dengan cara yang zalim. Baca juga: Teladan Mulia Nabi Memberantas Korupsi dalam Islam untuk Menegakkan Keadilan Mengapa Halal Home Cooking Semakin Populer? Kini, makin banyak muslim yang mulai berhati-hati dengan makanan. Meski restoran halal semakin banyak, kepercayaan sering goyah. Ada yang memakai daging halal tapi dimasak di panggangan yang sama dengan bacon, atau restoran cepat saji yang masih diragukan pemasoknya. Karena itulah, banyak keluarga muslim memilih kembali ke dapur. Dengan memasak sendiri, mereka bisa lebih tenang: tahu asal bahan, memastikan semua halal, dan mengawali masakan dengan bismillah. Selain lebih aman, ini juga jadi sarana mendidik anak-anak. Anak belajar bahwa halal bukan cuma label, tapi juga gaya hidup dan nilai yang dijalani setiap hari. Jujur saja, halal home cooking butuh usaha ekstra. Harus teliti baca label, mengenal kode bahan tambahan seperti E120 (pewarna dari serangga), memastikan keju tidak mengandung rennet haram, bahkan terkadang rela meninggalkan es krim favorit karena kandungan emulsifier yang meragukan. Tapi, setiap usaha itu bernilai ibadah. Ketika niatnya untuk Allah, membaca label pun bisa jadi zikir. Membersihkan peralatan masak agar bebas najis juga menjadi bagian dari menjaga ṭaharah (kesucian). Salah satu sunnah yang jarang dihidupkan kembali adalah memberi makan orang lain. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa memberi makan tetangga, menjamu tamu, atau berbagi makanan sederhana sekalipun adalah amalan besar. Baca juga: Meningkatnya Perceraian, Benarkah Menikah Itu Menakutkan atau Jalan Terbaik Untuk Ibadah? Dengan halal home cooking, setiap orang bisa menghidupkan sunnah ini. Bayangkan, semangkuk sup buatan rumah yang dibagikan ke tetangga atau makanan sederhana untuk tamu bisa membawa keberkahan yang luas. Inilah sisi paling indah dari halal home cooking, yakni memasak bisa menjadi ibadah. Ketika setiap potongan sayur dipersiapkan dengan dzikir, ketika hati dipenuhi syukur saat masakan jadi, atau ketika anak-anak belajar arti halal lewat hidangan keluarga, semua itu menjadikan dapur rumah sebagai ruang spiritual. Rasulullah ﷺ sendiri pernah membantu pekerjaan rumah, termasuk menyiapkan makanan. Jadi, memasak bukan sekadar pekerjaan domestik, tapi juga bagian dari meneladani sunnah beliau. Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber : https://www.halaltimes.com/what-is-halal-home-cooking/

Read More
Perceraian

Meningkatnya Perceraian, Benarkah Menikah Itu Menakutkan atau Jalan Terbaik Untuk Ibadah?

Surabaya – 1miliarsantri.net: Beberapa waktu lalu di media sosial berseliweran  kabar perceraian beauty vlogger Tasya Farasya. Dia sering mewarnai konten kecantikan dengan tampilan yang anggun bak bidadari, karirnya melejit dan keluarga harmonis. Kehidupannya  sangat diidamkan oleh banyak netizen. Namun nyatanya rumah tangga berakhir di meja pengadilan. Bagi penulis yang berada di usia produktif untuk menikah, jadi overthinking untuk menikah. Bahkan muncul dialog-dialog dilematis “Kalau artis sekelas Tasya  yang cantik, mandiri saja bisa bercerai, bagaimana dengan kita yang biasa-biasa saja?. Pertanyaan itu wajar muncul, hingga akhirnya berkembang jadi ketakutan, dan timbullah tag line menikah itu menakutkan. Tapi apakah benar menikah itu menakutkan?. Fitrah Manusia untuk Mencintai Di era meningkatnya perceraian, membuat banyak orang bertanya-tanya, pentingkah menikah kalau akhirnya menderita.  Padahal dalam fitrahnya, pernikahan adalah kebutuhan manusia. Ia menjadi wadah untuk menyalurkan hasrat dengan cara yang aman, menjaga kelangsungan generasi, dan menumbuhkan kasih sayang.  Selain itu Islam memandang pernikahan bukan sekadar formalitas sosial, melainkan ibadah. Rasulullah pernah bersabda: “Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang sudah sanggup untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Namun siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat meredakan syahwatnya.” (HR. Bukhari No. 4703) Hadis itu memberikan perspektif bahwa menikah adalah jalan terbaik untuk menyalurkan fitrah syahwat manusia. Islam tidak menutup mata terhadap kebutuhan biologis, justru memberikan jalan yang terhormat agar manusia tidak terjerumus pada zina. Puasa pun disediakan sebagai alternatif pengendalian diri bagi yang belum mampu menikah. Disisi lain dalam Al-Qur’an memberikan perspektif bahwa pernikahan adalah bentuk untuk memenuhi kebutuhan psikologis kasih sayang. وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. Ayat ini memberi pesan bahwa pernikahan adalah tanda kasih sayang Allah. Rumah tangga yang dibangun di atas mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) akan menjadi tempat berlabuh dari kerasnya kehidupan. Namun jika nilai-nilai itu luntur, maka pernikahan bisa kehilangan ruhnya. Di balik perceraian selebriti di media sosial, kita sebaiknya kembali berefleksi bahwa pernikahan bukan sekadar tren sosial atau simbol status. Menikah adalah fitrah, ibadah, dan jalan kasih sayang. Baca juga: Yuk Cobain! Bisnis Sampingan (Side Hustle) Halal Ini Bikin Dompet Tebal Tanpa Takut Riba! Teladan Rasulullah Menikah itu Mendamaikan Dibalik banyaknya berita menikah itu menakutkan, masih ada realitas menikah itu memberikan ketenangan seperti yang pernah dialami oleh Aisyah yang ditanyai oleh Urwah. “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah jika ia bersamamu di rumah?”. Aisyah menjawab: “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya; ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember.” (HR. Ibnu Hibban) Dari hadist diatas jadi belajar bahwa dalam menjalani biduk rumah tangga dibutuhkan saling kerjasama antara istri dan suami dalam mengurus kehidupan agar terasa lebih mudah/tidak membebani. Dan dalam membangun keharmonisan tidak selalu ditunjukkan lewat hal besar, tapi bisa seperti sikap Nabi Muhammad yang memberikan kepedulian terhadap hal kecil sehari-hari. Aisyah juga meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan (istri), tidak juga pada pembantu, kecuali dalam perang di jalan Allah. Nabi ﷺ juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah, maka ia akan membalas atas nama Allah.” (HR. Muslim No. 6195) Hadis ini mengajarkan bahwa rumah tangga harus dibangun dengan kasih sayang, bukan kekerasan. Rasulullah tidak pernah menjadikan tangan sebagai alat untuk melukai, melainkan untuk menebar kelembutan. Cinta yang Menguatkan Sejarah mencatat banyak pasangan yang menjadikan pernikahan sebagai jalan berkarya dan tumbuh bersama menjadi manusia seutuhnya. Pasangan Habibie dan Ainun menjadi simbol cinta sejati  yang selalu setia hingga maut memisahkan. Habibie, yang dikenal sebagai ilmuwan besar, selalu menyebut Ainun sebagai mata air kehidupannya. Hingga akhirnya, ketika Ainun berpulang, Habibie tetap setia menunggu pertemuan di akhirat. Ada pasangan Hanung Bramantyo dan Zaskia Mecca yang saling mendukung dalam kebaikan. Ada satu cerita ketika Zaskia terjun menjadi relawan di negeri konflik. Hanung tidak menghalangi, justru memberi izin dengan doa dan restu karena ia percaya kebaikan istrinya adalah bagian dari jalan hidup mereka bersama. Ada pula Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, merupakan pasangan yang saling bertumbuh dalam karya. Mereka berdua berkolaborasi  menulis novel yang sering best seller bahkan difilmkan dan menjadi inspirasi banyak orang untuk lebih mengenal Allah dan islam. Keharmonisan mereka hadir bukan semata dari cinta, melainkan dari semangat berbagi visi dan misi hidup. Kisah rumah tangga mereka membuktikan memberikan sudut pandang baru bahwa  pernikahan bisa menjadi energi yang melahirkan banyak kebaikan. Baca juga: Wujud Cinta kepada Allah! Self Love dalam Islam Sangat Dianjurkan! Jadi, Apakah Menikah Masih Menakutkan? Memang benar, angka perceraian meningkat. Memang benar, ada pernikahan yang penuh luka. Tapi itu bukan alasan untuk takut menikah. Justru, Islam mengajarkan kita menyiapkan diri dengan iman, memilih pasangan dengan bijak, dan meneladani akhlak Rasulullah. Menikah bukan sekadar status, melainkan ibadah yang menyelamatkan. Ia wadah kasih sayang, tempat belajar sabar, dan jalan melahirkan generasi penerus yang lebih baik. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More