Mahfud MD : Ya Lal Wathan Bermakna Menggugah Rasa Nasionalisme Dan Munculnya Dari Pesantren

Jakarta — 1miliarsantri.net : Bagi sebagian besar masyarakat, terutama jamaah Nadhlatul Ulama pasti sudah populer dengan lagu Syubbanul Wathan atau dikenal dengan judul lagu Ya Lal Wathan. Lirik syair Ya Lal Wathan yang digubah KH Abdul Wahab Chasbullah ini mempunyai makna nasionalisme dari semangat kepesantrenan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof H Mohammad Mahfud Mahmodin (MD) mengatakan, lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan setiap acara seremonial di lingkungan pesantren Nahdlatul Ulama sangat terasa ‘nyambung’ jika dilanjut dengan Ya Lal Wathan. Sebab kedua lagu tersebut merupakan tanda kecintaan kepada tanah air. “Ya Lal Wathan, Ya Lal Wathan. Hubbul wathan minal iman. Kalau diterjemahkan bebas: aduhai tanah airku, aduhai tanah airku, mencintai tanah air itu bagian dari iman. Itu nasionalisme yang paling tinggi, yang lahir dari semangat kepesantrenan,” terang Mahfud dalam Resepsi Puncak Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren Cirebon, Sabtu (05/08/2023) malam. Ia menegaskan, nasionalisme bagi warga pesantren bukan termasuk rukun iman. Sebab rukun iman sudah ditetapkan ada enam. Tetapi nasionalisme kepesantrenan itu merupakan bagian dari cabang-cabang iman. “Karena saya ingin beribadah harus punya tanah air, tanah air ini harus dicintai. Maka disebut Indonesia biladi anta unwanul fakhama: Indonesia negeriku, engkau adalah tanda kehormatanku. Kemudian kullu man ya’tika yauman thamihan yalqa himama: barangsiapa yang datang mengganggumu akan kusikat habis, kujatuhkan di bawah dulimu,” lanjut Mahfud. Ungkapan semangat nasionalisme melalui syair berbahasa Arab juga terdapat di Aceh. Syair ini muncul pada 1930 atau beberapa tahun setelah momentum Sumpah Pemuda. Ya abna anaa jimsana IndonesiaKummina minkum wandzur ilaa wadlnikumWathani anta abun liTsalitsun min abawainiWathani anta hayatiWa munaa nafsi wa aini “Wahai anak-anakku, kebangsaan kita ini adalah Indonesia. Wahai tanah airku, engkau adalah gantungan hidupku. Wahai tanah airku, engkau adalah orang tuaku. Orang tua yang ketiga sesudah ayah dan ibuku. Engkau adalah gantungan hidupku dan engkau adalah cita-citaku di dalam perjuangan hidup ini,” jelas Mahfud. Lagu tersebut merupakan refleksi kecintaan kepada tanah air yang lahir dari pesantren ke pesantren, sehingga jasa umat Islam di Indonesia tak diragukan lagi. “Jangan diragukan, umat Islam ini ikut punya andil sangat besar untuk membangun negara ini dan tidak boleh ada umat Islam yang mau merusak negara ini dengan secara ideologi dan bentuk negara kesatuannya. Itulah tanda kecintaan kepada tanah air,” katanya. Karena itu, setelah para santri dan kiai di pesantren berjuang habis-habisan untuk membuat Indonesia merdeka menjadi NKRI, lalu negeri ini memberikan tempat terbaik kepada para santri untuk ikut mengurus negara. “Ada (santri) yang jadi tentara, polisi, guru, hakim, dokter, menteri. Itulah hasil perjuangan para pendiri negara kita yang kemudian bergabung di dalam sebuah nasionalisme,” pungkasnya. (wink)

Read More

Karpet Yang Diinjak Aparat Kepolisian Bukan Karpet Yang Biasa Dibuat Sholat

Padang — 1miliarsantri.net : Mrnyikapi video yang beredar yang menanyangjan sejumlah aparat kepolisian masuk kedalam masjid dengan menggunakan sepatu dan menginjak karpet masjid, Pengurus Harian Masjid Raya Sumatra Barat, Yuzardi Ma’at, mengklarifikasi bahwa sajadah yang terinjak-injak saat aparat kepolisian memulangkan ratusan pendemo yang menginap di Masjid Raya Sumbar bukanlah sajadah yang dipakai lagi untuk sholat. Yuzardi menyebut yang diinjak-injak aparat kepolisian saat masuk kedalam masjid tu adalah sajadah bekas yang memang kerap dipinjamkan ke musafir yang singgah dan menginap di Masjid Raya Sumbar. “Itu (sajadah yang terinjak aparat) adalah sajadah bekas yang tidak pernah dipakai lagi untuk sholat. Dan kejadian itu di aula lantai satu, bukan tempat sholat,” kata Yuzardi, kepada media, Senin (07/08/2023). Sebagaimana diiketahui sebuah video menayangkan polisi menginjak sajadah sholat di Masjid Raya Sumbar viral di sosial media. Kejadian itu pada Sabtu (05/08/2023) kemarin saat aparat dari Brimob Polda Sumbar memulangkan paksa ratusan pendemo yang sudah berhari-hari menginap di Masjid Raya Sumbar. Yuzardi menceritakan, semula pada Senin (31/07/2023) lalu usai melakukan demonstrasi di depan kantor Gubernur Sumbar, ada ratusan pendemo yang meminta izin di lapangan parkir Masjid Raya Sumbar. Karena alasan kemanusiaan, pengurus melarang pendemo tersebut menginap di parkiran. Mereka disuruh masuk ke ruangan aula. Lantaran ruangan aula lantai satu Masjid Raya Sumbar hanya berlantai keramik, pengurus mengizinkan memakai sajadah bekas sebagai alas. “Sajadah yang kami pinjamkan memang bukan sajadah yang masih dipakai untuk sholat. Karena sajadah yang masih dipakai adalah sajadah ukuran besar di lantai dua,” imbuhnya. Yuzardi juga menjelaskan aula lantai satu Masjid Raya Sumbar tidak masuk area batas suci. Karena ketika hari-hari tertentu ketika ada acara, boleh masuk ke aula pakai sandal atau sepatu. Namun ketika sehari-hari ketika tidak ada acara, pengurus menyarankan agar masuk aula melepas alas kaki. Sebuah video beredar dan viral di sosial media yang memperlihatkan aparat kepolisian dari Brimob Polda Sumbar mengusir paksa warga dari Masjid Raya Sumatra Barat, Padang pada Sabtu (05/08/2023). Terlihat puluhan polisi masuk areal masjid tanpa membuka alas kaki. Dalam beberapa potongan video bahkan memperlihatkan polisi menginjak sajadah. Polisi sedang berusaha memulangkan paksa warga Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat yang sejak beberapa hari terakhir menginap di Masjid Raya Sumatera Barat. Massa yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 1000 orang, menjadikan masjid sebagai tempat tinggal. Tuntutan warga Jorong Pigoga, Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat melakukan aksi demo di depan Kantor Gubernur Sumbar adalah meminta Gubernur Sumbar mencabut usulan tentang proyek strategis nasional kepada Menko Kemaritiman dan Investasi, kedua, bebaskan lahan masyarakat Air Bangis dari kawasan hutan produksi. Ketiga bebaskan masyarakat dari Koperasi KSU ABS HTR Sekunder. Keempat bebaskan masyarakat menjual hasil sawitnya kemanapun. Warga bertahan hingga Sabtu (05/08/2023) di Padang untuk demo karena merasa tuntutan mereka belum dipenuhi Gubernur Sumbar Mahyeldi. (mei) Lihat juga :

Read More

Pelaksaan Operasional Haji 2023 Resmi Ditutup Menag, Terdapat 77 Jamaah Haji Masih Dirawat

Jakarta — 1miliarsantri.net : Aktifitas Penyelenggaraan ibadah haji 1444H/2023M telah berakhir dan telah resmi ditutup pelaksanaan operasional nya olej Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Namun demikian, masih ada 77 jamaah haji sakit yang masih dirawat di RS Arab Saudi. “Perawatan 77 jamaah yang sakit akan terus dilanjutkan di RS Arab Saudi sampai jamaah dinyatakan layak terbang untuk di antar pulang ke Tanah Air,” terang Menag, Sabtu (05/08/2023). Menag menambahkan, pemantauan jamaah sakit, akan dilanjutkan Tim Kantor Urusan Haji (KUH) KJRI Jeddah. Keluarga jamaah dapat mengupdate kondisi jamaah sakit secara berkala melalui Call Center Kementerian Agama di No 146. “Saya bersyukur, secara umum penyelenggaraan layanan haji tahun ini berjalan lancar. Alhamdulillah, hari ini saya baru saja menyambut kedatangan 355 petugas haji yang telah bertugas selama lebih dari 60 hari di Arab Saudi,” imbuhnya. Berakhirnya seluruh rangkaian haji 2023 ditandai dengan datangnya rombongan kelompok terbang 88 asal Embarkasi Surabaya (SUB 88) pada Jumat (04/08/2023). “Dengan kembalinya seluruh petugas dan jamaah haji Indonesia ke Tanah Air, maka masa operasional haji selesai. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu berlangsungnya penyelenggaraan ibadah haji,” pungkasnya. (rid)

Read More

Beberapa Tokoh Memberikan Apresiasi Dan Mendukung Langkah MUI Serta Mabes Polri Atas Penangkapan Panji Gumilang

Surabaya — 1miliarsantri.net : Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra) mendukung langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Mabes Polri dalam menyelesaikan masalah Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. “Mendukung sepenuhnya langkah MUI dalam menyikapi kasus Al Zaytun,” ungkap Sekretaris Bassra, KH Syafik Rofii, Jumat (04/08/2023). Bassra berpandangan, sebagian perbuatan atau kelakuan pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang adalah sesat dan menyesatkan. Sebagian lagi ajaran di Ponpes Al Zaytun tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Mantan Wabup Bangkalan ini menyebut, sudah sewajarnya MUI mengambil sikap tersebut. Tak lupa, Bassra mengucapkan terima kasih kepada institusi Polri yang telah menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka dengan pasal penistaan agama. “Kami berharap dengan penetapan tersengka ini, Panji Gumilang bisa menyadari kesalahan dan kembali ke jalan benar. Kembali ke jalan lurus yang diridhoi Allah SWT,” harapnya. Diketahui, Panji Gumilang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Direktorat Tindak Pidana Hukum (Dittipidum) Bareskrim Polri langsung menahan Panji. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menilai, hal tersebut harus diselesaikan lantaran dapat mempengaruhi psikolog masyarakat. Dia juga mendorong agar perkara tersebut diproses secara hukum yang berlaku. “Ikuti saja proses hukumnya dari awal saya sudah mengatakan juga bahwa masalah ini harus diselesaikan menurut hukum karena ini masalah yang secara substansial sebetulnya rawan dan bisa mempengaruhi psikologi masyarakat secara luas,” kata Gus Yahya. Wakil ketua MUI, Anwar Abbas juga mengapresiasi langkah Polri. Pihaknya berharap, dengan status tersangka untuk Panji Gumilang bisa meredam dan mengurangi keresahan di masyarakat. (wid)

Read More

Jejak Langkah Panji Gumilang Sebelum Berdirinya Ponpes Al Zaytun

Jakarta — 1miliarsantri.net : Setelah sekitar enam bulan menjadi kontroversi publik, akhirnya nasib Penji Gumilang ditetapkan tersangka dan ditahan di Mabes Polri. Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) Bareskrim Polri telah resmi menetapkan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Akibat perbuatannya, Panji Gumilang terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara. Uniknya, ketika berita ini diberitahukan kepada pengamat terosisme Al Chaidar yang pekan lalu baru saja mendapat gelar doktor antropologi dari Universitas Indonesia hanya mengucap kalimat pendek: Alhamdulillah. Mantan koman NII KW IX yang kini tinggal di sebuah kawasan di Jakarta Timur, mengucapakan kata yang sama dan pendek saja, yakni Alhamdulillah. Apa pun itu apa yang terjadi pada sosok Pemimpin Ponpes Al Zaytun tersebut keduanya lega bahwa akhirnya pihak kepolisian melalui Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan tersangka dikenakan Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 45a Ayat (2) Juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara,” kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (01/08/2023) malam. Menurut Djuhandhani, penetapan status ini dilakukan usai Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memiliki cukup alat bukti untuk menjadikan Panji Gumilang sebagai tersangka dan langsung dilakukan penangkapan. Penyidik juga telah memeriksa 40 saksi dan 17 ahli. Saat ini yang bersangkutan masih dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka 1×24 jam. “Saat ini penyidik masih mempunyai 1×24 jam, jadi proses penyidikan kami saat ini hanya melaksanakan proses penangkapan. Untuk lebih lanjut, kita lihat perkembangan penyidikan yang dilaksanakan malam ini,” kata Djuhandhani. Sebelumnya, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah menaikkan status kasus penistaan agama yang melibatkan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dalam pemeriksaan perdana, penyidik turut mendalami riwayat Pondok Pesantren Al-Zaytun itu sendiri. Dinaikkannya status perkara ke tahap penyidikan usai penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menemukan unsur pidana dalam kasus penistaan agama tersebut. Hal itu dilakukan setelah penyidik Dittipidum Bareskrim Polri melaksanakan gelar perkara sesaat setelah memeriksa para saksi, ahli, juga pelapor serta terlapor. Selanjutnya, mantan komandan NII KW IX Amirul Mukminin selain merasa lega Panji Gumilang sudah jadi tersangka di depan hukum, dia berhadap agar ke depan keadilan harus ditegakkan. Sebab, selama ini memang sudah banyak masalah terkait sosok tersebut. ”Keputusan Polri ini akan mendinginkan suasana. Apalagi, sekarang sudah dekat pelaksanaan pemilu. Jadi kalau tidak segera diatasi, mengurangi kesolidan negara ini dalam menyambut pesta demokrasi,” kata Amirul Mukmin, Kamis (03/08/2023) malam. Menurut dia, apa pun itu sosok Panji Gumilang adalah orang penting di kalangan pengikut NII. Dia adalah khalifah gerakan itu saat ini. Tujuan NII pun sudah jelas, yakni ingin mendirikan negara Islam di Indonesia. Lucunya meski begitu Panji Gumilang selama ini dibiarkan bahkan terlihat dapat perhatian khusus dari pihak tertentu. Sedangkan Al Chaidar yang mengikuti dan meneliti sepak terjang Panji Gumilang sejak puluhan tahun lalu, yakni semenjak dia melakukan penelitian untuk skripsi di UI soal Darul, dia mengatakan sudah tak heran. Bahkan, dirinya sempat dimarahi oleh seorang mendiang guru besar UI yang membimbingnya agar tidak keluar dari lingkaran Ponpes Al Zaytun. ”Beliau kala itu sekitar tahun 2000-an memarahi saya kenapa keluar. Saya hanya jawab: ‘saya sudah tak tahan, Pak?’” Lebih lanjut Chaidar menyampaikan terkait Panji Gumilang ditetapkn sebagai tersangka, dirinya sangat sepakat dan dinilai langkah tersebut sangat tepat. “Kalau soal Panji Gumilang dijadikan polisi sebagai tersangka kasus penodaan agama, saya pun sepakat. Itulah pasal yang sangat tepat dituduhkan kepadanya. Jadi siapa pun ke depan yang memain-mainkan dan menghina agama akan ditindak oleh hukum secara tegas,” imbuhnya. Sedangkan melalui penelitiannya soal Darul Islam hingga NII KW IX, Al Chaidar menemukan fakta bahwa bagi kalangan Darul Islam di Indonesia, perjuangan mereka tidak sia-sia meskipun mengalami kekalahan definitif pada tahun 1962 karena diserang oleh Republik Indonesia. Mereka merasa bahwa mereka telah berjuang untuk menegakkan syariat Allah di bumi Indonesia dan membela hak-hak umat Islam. Mereka juga merasa bahwa mereka telah menepati perjanjian mereka kepada Allah sebagai bagian dari darul ahdi dan mereka berusaha mencari refuge (tempat hijrah) di luar Indonesia yang berkenan memberikan suaka politik. “Bagi mereka, Republik Indonesia adalah musuh yang harus dilawan karena tidak menerapkan hukum syariah dan mengancam eksistensi umat Islam. Mereka melihat Republik Indonesia sebagai Leviathan yang menakutkan dan zalim,” ujarnya. Hal ini terlihat dari wawancara dengan Faisal Utomo, salah satu anggota Darul Islam di Depok, pada 17 Juni 2019. Beliau mengatakan: “Kami tidak takut mati karena kami yakin bahwa kami akan masuk surga sebagai syuhada. Kami tidak mau tunduk kepada pemerintah kafir yang tidak menghormati agama kami. Kami ingin hidup dalam negara Islam yang damai dan adil.” Baiat (sumpah setia) orang-orang Darul Islam, pertama dan utama adalah menegakkan kalimah Allah, dan orang-orang Darul Islam menyatakan kesiapan untuk bersatu dengan mempertahankan berdirinya Negara Islam Indonesia. Orang-orang Darul Islam selama ini telah membangun keyakinan agama, politik, dan kesejarahan di tengah-tengah radikalisasi gerakan-gerakan Islam politik transnasional, yang begitu kuat memengaruhi banyak kalangan Muslim fundamentalis, intoleran, juga kalangan radikal untuk mengadopsi pola-pola perjuangan yang bersifat teroristik yang kemudian ditolak oleh kalangan NII yang asli. Sementara itu, faksi-faksi NII yang palsu sudah diidentifikasi sebagai ‘musuh eksternal’ yang tidak mewakili mereka sama sekali. Tindakan terorisme yang dilakukan oleh beberapa kalangan NII selama ini dianggap sama seperti tindakan yang dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia), yang membakar rumah-rumah rakyat di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan menuduh gerombolan NII yang melakukannya. (fq)

Read More

Habib Kribo : Hapus Hukum Penistaan Agama Karena Dianggap Tidal Relevan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Akibat perbuatannya, Panji Gumilang terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun. Buntut penahanan Panji Gumilang, Pegiat media sosial Zen Assegaf atau akrab disapa Habib Kribo mengatakan, kasus Al Zaytun ini sudah sangat menyimpang dari apa yang diharapkan. Awalnya, Al Zaytun disebut ingin mendirikan negara dalam negara, anti-Pancasila, dan radikalisme. “Saya dukung itu, karena dari dulu saya dukung, tapi kemari yang dipersoalkan penistaan agama. Yang dibahas Fiqih ibadah itu kan furuiyah, itu debatable, Islam ini terpecah jadi 72 golongan, masing-masing berbeda cara ibadahnya,” terang Habib Kribo, Rabu (02/08/2023) Dirinya juga mempertanyakan pihak-pihak yang mempersoalkan shalat Al Zaytun karena shafnya berbeda dengan pada umumnya. “Di Makkah aja itu shalat bercampur dengan perempuan, masalah gini tak bisa ditanggapi dengan hukum ajak dialog,” tegasnya. Ia berpendapat masalah perbedaan ritual tak perlu dibawa ke polisi, apalagi jika sampai membawa-bawa isu penistaan agama. Sejak awal, ia mengaku tak sepakat jika masalah keimanan dibawa ke ranah hukum. “Kalau penisataan agama dibawa ke hukum saya tidak setuju karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi,” imbuhnya. Habib Kribo juga menegaskan bahwa Fatwa MUI tidak mutlak. Ia juga ingin hukum penistaan agama dihapus. Karena jika tidak dihapus, maka negeri ini akan mengalami gonjang-ganjing. “Saya di Makassaar dilaporkan karena penistaan agam. Maaf saya jelek-jelek gini juga habib. Saya gak akan jual agama Rasulullah. Banyak pemahamanan kita salah, kita merasa paling benar,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan tersangka Panji Gumilang dikenakan Pasal 156a KUHP san atau Pasal 45a Ayat (2) Juncto Pasal 28 Ayat (2) Undangan-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Undangan-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara,” tegas Djuhandhani kepada media di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (01/08/2023) malam. Menurut Djuhandhani, penetapan status ini dilakukan usai Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memiliki cukup alat bukti untuk menjadikan Panji Gumilang sebagai tersangka dan langsung dilakukan penangkapan. Penyidik juga telah memeriksa 40 saksi dan 17 ahli. Saat ini yang bersangkutan masih dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka 1X24 jam. “Saat ini penydik masih mempunyai 1×24 jam, jadi proses penyidikan kami saat ini hanya melaksanakan proses penangkapan. Untuk lebih lanjut kita lihat perkembangan penyidikan yang dilaksanakan malam ini,” jelas Djuhandhani. (wink)

Read More

Panji Gumilang Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Penistaan Agama Dan Langsung Ditahan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Bareskrim Mabes Polri akhirnya resmi menetapkan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Indramayu, Jawa Barat, Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penistaan agama dan langsung ditahan. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, menyampaikan, penetapan tersangka ini sejalan dengan naiknya status kasus ini ke penyidikan. “Semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara PG menjadi tersangka. Penyidik langsung memberikan surat perintah penangkapan disertai dengan penetapan sebagai tersangka,” ujar Djuhandani Rahardjo Puro kepada media di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (01/08/2023). Djuhandani menambahkan, Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama berdasakan hasil dalam proses gelar perkara semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara PG menjadi tersangka. “Penyidik sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap Panji usai menetapkannya sebagai tersangka,” tambahnya. Dia mengungkap Panji dijerat Pasal 156A tentang Penistaan Agama dan atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. (wink)

Read More

Tafsir Al-Qur’an dan Lanskap Kejawaan adalah Transmisi dan Strategi Budaya

Surakarta – 1miliarsantri.net : Melatar belakangi banyak nya terdapat karya tafsir Al-Qur’an yang diterjemahkan dan ditulis dalam bahasa Jawa. Namun sayangnya luput dari perhatian para peneliti, terlebih peneliti Barat. Padahal karya-karya itu memiliki kedalaman dan kekhasan. Hal itu menjadi pandangan sekaligus Pidato yang disampaikan Islah Gusmian bertajuk “Tafsir Al-Qur’an dan Lanskap Kejawaan: Resepsi, Transmisi dan Strategi Budaya”. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta itu dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Tafsir. “Al-Qur’an harus dipahami pesan-pesannya, bagaimana pergumulan yang terjadi, sejauh mana nilai dan tradisi Jawa berperan dalam membangun dan menghasilkan suatu tafsir serta bagaimana nilai-nilai Jawa dibawa dan Al-Qur’an diresapi, menjadi hal-hal yang menarik dikaji,” terang Islah dalam pidato pengukuhan nya sebagai Guru Besar ke-16 UIN Raden Mas Said Surakarta. Islah mengisahkan perhatiannya pada karya-karya mufasir yang mempublikasikan tafsir Al-Qur’an dengan sejumlah perangkat kebudayaan (bahasa) Jawa. Ia menyebut sejumlah nama: Kiai Salih bin Umar al-Samarani (1820-1903), Kiai Imam Ghozali Solo (1887-1969), ST. Cahyati, Raden Muhammad Qamar/Tafsir Anom V (1854-1927), Raden Muhammad Adnan (1889-1969), Bagus Ngarpah, Munawar Chalil (1908-1961), Kiai Bisri Mustafa (1916-1994), Kiai Mujab Mahalli (1958-2003), Bakri Syahid (1918-1994) hingga Kiai Shodiq Hamzah. Dalam pidatonya, Islah menceritakan minat dan ketertarikannya akan naskah-naskah tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa sejak ia menjadi dosen di UIN Surakarta. Hubungan antara Al-Qur’an dan tafsir dengan ruang batin Jawa yang terabaikan di tradisi akademik menjadi kegelisahan Islah. Ia pun mendirikan Pusat Kajian Naskah dan Khazanah Islam Nusantara di kampusnya. Islah lantas mengumpulkan satu persatu naskah keagamaan hingga mencapai ribuan untuk ia dokumentasi, digitalisasi dan teliti. Salah satu hasil dari ketekunannya adalah karya disertasi pada tahun 2014 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang dialektika tafsir Al-Qur’an dan praktik politik rezim Orde Baru (1968-1998). “Dalam riset itu saya menunjukkan bahwa sebagai produk ilmu pengetahuan, penafsiran Al-Qur’an dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor genealogi pengetahun penafsir, audiens, konteks sosial politik ketika tafsir ditulis dan dipublikasikan. Ada pengaruh latar belakang, peran sosial, budaya, dan politik penafsir,” ucap Islah. Dalam kajian tafsir Al-Qur’an yang menjadi pusat kajian tidak hanya pada teks (Al-Qur’an). Sejak era klasik, selain memahami dan mengacu teks Al-Qur’an dengan segala sistem kebahasaan di dalamnya, dalam penafsiran diperlukan juga pemahaman atas konteks di luar teks, baik konteks mikro (audien dan objek yang diajak berbicara saat teks Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad) maupun konteks makro (kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Arab), serta konteks sejarah sosial-budaya ketika penafsiran dilakukan. Di Jawa, penafsiran ayat Al-Qur’an telah lama dilakukan oleh para ulama. Dapat kita tengok misalnya naskah koleksi Syaikh Akhmad Mutamakkin (1645-1740) yang disebut Naskah Kajen. Naskah tersebut ditulis dengan aksara Pegon dan teknik makna gandul. Kita catat pula kontribusi Kiai Bagus Ngarpah yang mengelola madrasah Manbaul Ulum Surakarta, yang menerjemahkan tafsir Al-Jalalain dan menerjemahkan Al-Qur’an dalam Bahasa Jawa aksara Carakan berjudul Quran Jawen. Usaha Kiai Bagus Ngarpah disponsori Perkumpulan Sastrawan Waradama dan dibiayai Keraton Surakarta. Pada perkembangan berikutnya, kita dapat cermati Tafsir Soerat Wal ‘Asri karya St Chayati di Tulungagung yang dicetak oleh Penerbit Worosoesilo Surakarta pada 1925. Juga Tafsir Al-Qur’an Lengkap karya Moh Amin bin Ngabdul Muslim yang dicetak Penerbit Siti Sjamsijah Solo tahun 1932-1935. Kedua karya tersebut ditulis dalam aksara Carakan. Penerbit Siti Sjamsijah Solo juga menerbitkan Quran Jawen dan Tafsir Qur’an Pandam lan Pandoming Dumadi tahun 1928-1930. Masih di Solo, Imam Ghozali bin Chasan Oestadz (guru di madrasah Manbaul Ulum Surakarta) menerbitkan Tafsir Al-Balagh (1938) dengan aksara Pegon dan latin. Tafsir tersebut dipublikasikan dalam bentuk booklet secara serial serta dicetak dan diterbitkan Toko Kitab Al-Ma’moerijah Sorosejan Solo. Penulisan tafsir Al-Qur’an Bahasa Jawa berjalan dinamis dari masa ke masa. Pada kahir 1970-an, Dja’far Amir, guru di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), sekarang MAN 2 Surakarta, menerbitkan Al-Huda: Tafsir Al-Qur’an Basa Jawi. Cetakan pertama tafsir ini bertahun 1972. Terbaru, pada 2019, Kiai Shodiq Hamzah Usman menulis tafsir Al-Bayan fi Ma’rifati Ma’ani al-Qur’an dan terbit tahun 2020 di Yogyakarta. “Al-Qur’an dan Islam diresepsi, diadopsi, diadaptasi dan ditransformasikan para ulama di Jawa secara dinamis dan kreatif dalam ruang batin dan kesadaran masyarakat. Jowo digowo, Arab digarap, Barat diruwat mencerminkan praktik tersebut. Jowo digowo mengandung pesan jangan pernah meninggalkan nilai dan tradisi baik yang telah hidup dalam kesadaran mayarakat Jawa. Arab digarap artinya segala yang datang dari Arab sebaiknya dipelajari, dimengerti dan dipahami terlebih dahulu dengan baik. Sedangkan Barat diruwat artinya segala hal yang mengalir dari Barat selaiknya dipilah dan dipilih yang sesuai nilai kehidupan masyarakat. Dan para penulis tafsir Al-Qur’an Jawa telah membuktikannya secara elegan dalam beragam tafsir Al-Qur’an yang mereka tulis,” tutup Islah. (bib)

Read More

Pembacaan Sholawat Tibbil Qulub di Jombang Pecahkan Rekor Muri

Jombang — 1miliarsantri.net : Pembacaan Shalawat Tibbil Qulub massal yang diikuti sekitar 100.113 pelajar dan warga di Jombang berhasil pecahkan rekor Muri. Shalawat massal dibaca serentak ratusan ribu pelajar dan warga di Alun-Alun Kabupaten Jombang, Sabtu (29/07/2023). Di bawah iringan musik rebana, ratusan ribu pelajar dan warga itu bersama-sama mengumandangkan shalawat dengan koreografi bersama-sama. Gemuruh bacaan shalawat oleh para peserta pun membuat merinding, hingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Selain pembacaan shalawat, mereka juga memecahkan rekor Muri kategori jumlah peserta seni hadrah ishari terbanyak di Indonesia dan dunia. Rekor selanjutnya yakni aksi mengenakan sarung dan kopyah dengan jumlah peserta terbanyak di Indonesia dan dunia. Kegiatan shalawat massal oleh pelajar dan warga ini meneguhkan Kabupaten Jombang sebagai kota santri. Harapannya, seluruh aktivitas warga memiliki jiwa dan perilaku santri, jiwa dan perilaku yang berakhlakul karimah. Diketahui, shalawat tibbil qulub artinya adalah obat atau penyembuh hati. Shalawat tibbil qulub disebut juga dengan shalawat Nurul Abshar yang artinya adalah cahaya mata hati. Dalam buku Bingkai Pembiasaan Anak Saleh karya Neli Kurniawati dkk, shalawat tibbil qulub bisa menjadi obat hati atau batin dan juga sakit dhohir atau badan. Cara pengamalannya dengan bertawasul kepada Baginda Nabi Muhammad SAW terlebih dahulu, kemudian dikhususkan kepada hajat yang dikehendaki, terutama untuk mengobati segala macam bentuk penyakit yang ada dalam diri kita. (yan)

Read More