Imbas Boikot Produk Pro Israel, Banyak Yang Hengkang Keluar dari Maroko

Maroko — 1miliarsantri.net : Jaringan kedai kopi populer Amerika, Starbucks, dan brand pakaian siap pakai asal Swedia H&M menghentikan operasinya di Maroko pada Desember ini. Media lokal melaporkan bahwa anak perusahaan Maroko dari raksasa waralaba Kuwait, Alshaya Morocco, yang memiliki hak waralaba H&M dan Starbucks, sedang bergulat dengan dampak boikot komersial luas yang diprakarsai oleh warga Maroko. Kampanye boikot yang meluas, setelah serangan militer Israel di Jalur Gaza, berdampak buruk pada berbagai merek Barat di sejumlah negara Arab seperti Mesir, Yordania, Kuwait, dan Maroko. Raksasa makanan cepat saji seperti McDonald’s, Starbucks, dan KFC mengalami penurunan jumlah pelanggan yang signifikan, seperti dikutip dari Morocco World News, Selasa (05/12/2023). Kampanye boikot merupakan cerminan kemarahan dan kecaman yang meluas atas agresi Israel yang membabi buta ke Palestina. Boikot yang sebagian besar dipicu oleh seruan di media sosial, semakin meluas hingga mencapai puluhan perusahaan dan produk, kemudia memaksa konsumen untuk memilih alternatif lokal. Merek-merek ini dicurigai memberikan dukungan finansial kepada Israel di tengah agresinya di Gaza dan Tepi Barat. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut memberi pernyataan resmi dengan narasi yang berbeda. Mereka mengatakan keputusan untuk keluar dari pasar Maroko didorong oleh kurangnya daya tarik bagi bisnis mereka. Hanya saja, masyarakat Maroko mengaitkan hengkangnya perusahaan raksasa tersebut lantaran hubungan mereka dengan Israel. McDonald’s Maroko bahkan membela diri dengan menyebut informasi tersebut hanyalah rumor. Di sisi lain, aksi boikot tersebut malah mendapatkan fakta bahwa toko-toko dari perusahaan yang diduga pro Israel terlihat selalu kosong. Aksi boikot produk dan merek pro Israel seperti saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kampanye ini makin meluas hingga ke negara-negara Arab ditambah laporan penurunan pelanggan di Malaysia dan wilayah lain. (uty) Baca juga :

Read More

Begini Bentuk Propaganda yang Dilakukan Untuk Melumpuhkan Serangan Israel

Gaza — 1miliarsantri.net : Pelepasan sandera Israel selama gencatan senjata yang berakhir pada Jumat lalu benar-benar dimanfaatkan kelompok pejuang Palestina, Hamas. Sayap bersenjata mereka, Brigade Izzuddin Al-Qasam merekam utuh video pelepasan tersebut yang diwarnai dengan senyuman, jabat tangan, hingga pelukan. Kantor Berita asal Lebanon Al-Mayadeen menulis jika apa yang dilakukan para pejuang cukup untuk menghancurkan propaganda Israel di hadapan masyarakat international. Mereka merilis rekaman video kesepakatan pertukaran tawanan setiap hari. Dengan video-video tersebut, gerakan perlawanan menjadi pusat perhatian pengguna media sosial, yang mengambil screenshot dari video tersebut dan mengomentari rekamannya, baik dengan membuat meme, memuji cara Hamas memperlakukan para tawanan, atau bahkan mengungkapkan rasa takjub. atas gagasan tentang bagaimana para tawanan mengucapkan selamat tinggal kepada para pejuang Hamas. Adanya video tersebut menjadi bukti yang cukup jelas untuk membuktikan bahwa mereka semua dalam kondisi baik dan sehat. Video itu menunjukkan para tawanan melambaikan tangan sambil tersenyum lebar sambil mengucapkan “terima kasih” kepada para pejuang Perlawanan. Penyebaran video ini membuat pengguna media sosial yang pro-“Israel” menjadi putus asa. Kampanye senilai miliaran dolar untuk mencoba menjelek-jelekkan Perlawanan Palestina kini sia-sia belaka. Sekarang, mereka harus mengupayakan modifikasi terhadap propaganda mereka. Netizen pro Israel mengaitkan semua yang terjadi selama pertukaran dengan Sindrom Stockholm, tekanan dari Perlawanan, dan alasan serupa lainnya yang dibuat-buat. Mereka mencoba mengedit video sesuai keinginan mereka, mengambil gambar di luar konteksnya, dan mengarang berita dan gambar demi menyebarkan narasi palsu mereka. Salah satu contohnya adalah adalah postingan di X oleh mantan Penasihat Media Internasional untuk Presiden Israel Isaac Herzog Eylon Levy. Dia mengunggah bagian berdurasi lima detik dari salah satu video pembebasan tawanan Hamas dengan judul: “Jangan main-main dengan wanita Yahudi.” Video tersebut memperlihatkan hanya berdurasi 5 detik seorang wanita berbicara dengan ekspresi wajah serius kepada salah satu pejuang Hamas. Levy sepertinya telah memotong bagian di mana wanita yang sama tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal kepada para pejuang Perlawanan. Di bawah postingan tersebut, banyak yang membantah rekaman Levy, dengan mengatakan bahwa dia telah salah membingkai dan mengambil rekaman tersebut di luar konteks. Dalam sebuah artikel di surat kabar Israel Hayom, analis politik, Yaniv Peleg, mengakui bahwa mempublikasikan rekaman seperti itu di televisi “merugikan Israel.” Analis politik lainnya, Maya Lecker, menulis di Haaretz bahwa “banyak influencer pro-Palestina dan pengguna media sosial – kebanyakan dari mereka berasal dari luar Israel dan Palestina – menganggap penyerahan sandera setiap malam sebagai pertunjukan kemanusiaan dan moralitas yang menghangatkan hati di depan umum. oleh militan Hamas.” Dalam artikel di Times of Israel, penulis Michael Bachner berbicara tentang bagaimana Hamas memaksa para tawanan untuk tersenyum dan melambai ke arah kamera. Tidak hanya itu, ia juga mengklaim bahwa Hamas “tampaknya telah memaksa” seorang sandera bernama Danielle Alone untuk menulis surat ucapan terima kasih kepada para pejuang Hamas atas kemanusiaan mereka yang luar biasa di Gaza. Penulis bahkan tidak memberikan satu pun bukti untuk mendukung klaimnya. Seluruh tulisannya terkesan seperti seorang propagandis pro-Israel yang marah. Israel menyaksikan Hamas memenangkan perang propaganda sementara mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Efek bola salju terus bergulir. Alasan lain yang membuat mereka marah adalah karena mereka tidak pernah memandang perlakuan terhadap narapidana, tahanan, atau sandera sebagai hal yang berbeda. Kekejaman, ketidakmanusiawian, kebiadaban, dan penyiksaan adalah nama tengah mereka. Jika kita melihat kondisi para tahanan Palestina yang dibebaskan dan kondisi para tawanan Israel, jelas sekali perbedaannya sangat mencolok. Israa Jaabis dibebaskan dengan wajah dan tangannya terbakar habis. Beberapa perempuan Palestina yang telah dibebaskan berbicara kepada Al Mayadeen tentang penyiksaan tanpa akhir yang mereka alami selama di penjara. “Apakah kami mendapat kabar dari para tawanan Israel? Kami baru mendengar kabar dari Yocheved Lifshitz, tawanan Israel, yang dibebaskan oleh Brigade al-Qassam pada bulan Oktober. Dia menjelaskan bagaimana para pejuang al-Qassam sangat bersahabat dengan para tawanan, merawat mereka, dan memberi mereka obat-obatan,”kata dia. Di satu sisi, ada pesta yang terlihat melepaskan tawanannya dengan senyuman, pelukan, dan ucapan selamat tinggal yang hangat, sementara di sisi lain, tidak ada apa pun yang diperbolehkan atau disediakan untuk dilihat massa. Apakah “Israel” pernah mendokumentasikan video yang menunjukkan bagaimana mereka memperlakukan tahanan Palestina atau rekaman video pembebasan seorang tahanan Palestina? Ini tidak pernah terjadi. Mengapa? Karena “Israel” terkenal gemar menyiksa dan merampas hak-hak dasar tahanan Palestina. Aktivis di media sosial mulai mempertanyakan mengapa “Israel” menahan begitu banyak anak di penjara dan banyak dari mereka ditahan tanpa tuduhan apa pun. “Israel” tidak hanya membunuh anak-anak Palestina, tetapi juga menahan banyak dari mereka di penjara-penjara terkenalnya tanpa tuduhan apa pun. Dalam perang ini, “Israel” menemukan bahwa uang tidak dapat memperbaiki segalanya. Di awal Operasi Banjir Al-Aqsa, jurnalis Sophia Smith, di platform X, menyatakan bahwa pemerintah Israel menginvestasikan hampir $7,1 juta dolar AS secara eksklusif dalam iklan YouTube. Dengan menggunakan alat analisis Semrush, yang memperkirakan pengeluaran kampanye iklan, serta pusat transparansi iklan Google, penelitian Smith menyoroti bahwa kampanye tersebut secara khusus menargetkan negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Inggris. Mereka merilis total 88 iklan dalam waktu singkat dari 7 Oktober hingga 19 Oktober. Menggali lebih dalam metriknya, ditemukan bahwa kampanye tersebut memiliki jangkauan yang signifikan, mengumpulkan hampir satu miliar tayangan. Sekitar $1,1 juta dialokasikan untuk menargetkan Inggris saja. Bukan hanya uang yang tidak berfungsi untuk propaganda “Israel”, tetapi semua upaya retorika yang “Israel” berikan kepada “influencer” dan selebriti untuk menyuarakan dukungan mereka terhadap genosida Israel di Gaza mendapat reaksi balik. Pengguna media sosial mulai berhenti mengikuti selebriti yang “terinfeksi”, memaksa beberapa dari mereka untuk menghapus postingan mereka atau bahkan menjelaskan pendirian mereka yang salah. Sementara “Israel” terus mengalami kegagalan, baik di medan perang sebenarnya maupun di dunia maya, narasi Palestina nampaknya menang di tengah masyarakat. Baru-baru ini, Axios melaporkan bahwa penayangan konten pro-Palestina jauh melebihi penayangan konten pro-“Israel”. Laporan tersebut merinci bahwa postingan yang menggunakan hashtag #StandwithPalestine telah secara signifikan melampaui postingan yang menggunakan hashtag ‘#StandwithIsrael’ di AS dan secara global dalam dua minggu menjelang akhir Oktober (16 hingga 31 Oktober). Berkat kesalahan dan kegagalan Israel, masyarakat di seluruh dunia kini lebih sadar akan propaganda Israel. Berkat upaya yang dilakukan terus-menerus oleh masyarakat Gaza untuk menyampaikan gambaran sebenarnya kepada seluruh dunia, masyarakat kini dapat menyeka mata mereka dengan jernih dan melihat gambaran apa adanya. Kampanye Israel yang gagal…

Read More

Sebanyak 700 Warga Gaza Meninggal Akibat Serangan Beruntun Selama 24 Jam

Gaza — 1miliarsantri.net : Direktorat Jenderal Kantor Media Pemerintahan Gaza mengabarkan, sebanyak 700 warga Palestina di Gaza meninggal dunia akibat serangan bertubi-tubi Israel selama 24 jam sejak Sabtu (02/12/2023) hingga Minggu (03/12/2023) malam. Dengan jumlah korban jiwa itu, Israel tercatat telah meningkatkan serangannya terhadap daerah kantong-kantong di Gaza yang telah terkepung setelah berakhirnya gencatan senjata selama sepekan pada Jumat lalu. Di antaranya di lingkungan Sheikh Radwan dan Nassr. Akibat masih terus berlanjutnya serangan Israel ke Gaza, Hamas pun menyatakan, perundingan pertukaran tawanan tidak akan dilanjutkan sampai serangan Israel di Gaza berakhir. Hari ini pun dilaporkan sebanyak 600 warga negara asing dan warga Palestina dengan kewarganegaraan ganda di Gaza akan diizinkan masuk ke Mesir. Sebuah daftar diterbitkan oleh pejabat perbatasan Palestina yang memuat nama-nama orang yang diizinkan keluar dari wilayah kantong yang terkepung tersebut. “Lebih dari 300 orang dalam daftar berasal dari Amerika dan Kanada. Ada juga sejumlah orang Jerman, Norwegia, Yunani, Turki, dan Filipina,” ucap salah satu pejabat tersebut. Penyeberangan perbatasan Rafah telah dibuka untuk hampir 900 warga negara asing dan mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda sejak Israel memulai kembali serangan di Gaza pada hari Jumat, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA). Selain itu, 13 orang yang terluka diizinkan menyeberang ke Mesir pada Minggu pagi. (zul/AZ) Baca juga :

Read More

Warga Gaza Akan Bangun Tenda di Puing-puing Reruntuhan

Gaza — 1miliarsantri.net : Warga Jalur Gaza memiliki kesabaran tingkat tinggi, memilih mempertahankan tanah mereka sebagai bentuk penolakan terhadap pengusiran paksa dari teroris Israel. Salah satunya adalah Taghreed Al-Najjar (46 tahun) terlihat menyiapkan roti dan teh hangat di tengah reruntuhan rumahnya di Kota Gaza, Jalur Gaza utara. Saat pengumuman gencatan senjata pada Jumat (24/11/2023) lalu, dia berjalan bersama keluarga dari Khan Yunis ke Jalur Gaza utara. Perjalanan panjang disertai teror dari militer Israel. Namun, dia berhasil sampai ke tempat rumahnya pernah berdiri kokoh. Ada rasa sedih sebagai seorang manusia. Tapi, dia menegaskan, bertahan sebagai murabith merupakan pilihan mulia. Taghreed tak peduli dengan semua ancaman teroris Israel. “Kami harus hidup. Kami yang membangun rumah ini, dan kami bisa melakukannya lagi dari sisa-sisa jendela dan dinding yang masih berdiri. Kami memhuat kamar kecil. Kami tidur di mana saja,” terang Taghreed kepada wartawan, Ahad (03/12/2023). Meskipun dalam kondisi sulit, Taghreed tetap berbagi teh hangat dan roti kepada tetangganya, Jamil Abu Athrah (64 tahun), yang juga tinggal di reruntuhan rumah bersama 15 anggota keluarga. “Semua rumah kami hancur di sini, tapi kami lebih memilih untuk tetap tinggal meskipun cuaca dingin dan kehancuran. Bahkan Anak-anak mau tinggal di sini. Mereka tidur di mana saja,” kata Abu Athra. Di seberang jalan, Bassam Abu Taima berdiri di depan reruntuhan bangunan berlantai empat tempat ia tinggal bersama istri, tiga anak, dan empat saudara. Ada 40 orang di tempat itu. Sama seperti warga Jalur Gaza yang lain. Dia akan membangun rumah tersebut setelah perang selesai. “Saya telah tidur di sini bersama istri saya sejak gencatan senjata dimulai. Setelah perang, saya akan menyingkirkan puing-puing dan mendirikan tenda untuk untuk tinggal di sini,” ujarnya. Sementara, Naim Taimat (46 tahun) sedang mengencangkan tiang kayu sederhana untuk membangun tenda. Dia juga berusaha menyingkirkan reruntuhan agar bisa mengambil sisa-sisa pakaian dari bekas rumahnya. “Putriku Nevin akan menikah minggu depan. Rumah kami dan rumah tunangannya hancur. Aku mencoba mengeluarkan trousseau (barang pernikahan) agar dia bisa merasakan kegembiraan,” kata Naim. (zul/AZ) Baca juga :

Read More

Israel Serang dan Hancurkan Pusat Arsip di Gaza yang Sudah Berusia 150 tahun

Gaza — 1miliarsantri.net : Kepala Kotamadya Gaza, Yahya Al-Sarraj pada Jumat (01/12/2023) mengatakan, zionis Israel telah menghancurkan Pusat Arsip Gaza yang berisi ribuan dokumen sejarah berusia lebih dari 150 tahun. Al-Sarraj mengatakan, tentara zionis menargetkan Pusat Arsip untuk dihancurkan bisa menimbulkan bahaya besar bagi kota Gaza, karena di dalamnya terdapat ribuan dokumen bernilai sejarah bagi masyarakat “Dokumen-dokumen ini mewakili bagian integral dari sejarah dan budaya kita. Pusat Arsip memuat denah bangunan kuno bernilai sejarah dan dokumen tulisan tangan tokoh bangsa ternama,” terang Al-Sarraj. Al-Sarraj mengatakan, pendudukan Israel menargetkan banyak bangunan, termasuk pusat kebudayaan besar dan monumental, serta taman umum milik pemerintah kota. Sasarannya termasuk Pusat Kebudayaan Sejarah Rashad Al-Shawwa, sebuah pusat yang sangat penting yang mencakup teater dan perpustakaan pusat. Pendudukan Israel juga menargetkan Dewan Legislatif Palestina dan monumen peringatan di Taman Peringatan Prajurit Tak Dikenal (Al-Jundi Al-Majhol). Al-Sarraj mengatakan, upaya pendudukan Israel untuk menghancurkan segala sesuatu yang indah, menghapus ingatan orang Palestina, dan menerapkan kebijakan yang mengaburkan masyarakat, membuat kota-kota Palestina tidak dapat dihuni. “Dokumen-dokumen ini, yang sudah ada sejak lama, dibakar, menjadikannya abu, menghapus sebagian besar ingatan kita tentang Palestina,” ujar Al-Sarraj. Serangan yang dilakukan oleh Israel ini sebagai bagian dari penargetan terhadap rakyat Palestina dan segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai, warisan, budaya dan identitas mereka. Israel menargetkan tugu peringatan di beberapa provinsi sejak dimulainya perang awal bulan lalu, termasuk Tugu Peringatan Para Martir Kapal Marmara di Gaza Port, monumen peringatan mendiang jurnalis Shireen Abu Akleh di Kamp Pengungsi Jenin, dan monumen peringatan mendiang Presiden Yasser Arafat di Tulkarem, Tepi Barat. Perpustakaan utama di Jalur Gaza juga tak luput dari serangan mesin perang Israel yang mengebomnya saat penggerebekan yang menyasar Kota Gaza sejak pecahnya perang pada 7 Oktober. Perpustakaan, yang dikenal sebagai Gedung Kantor Umum, adalah yang terbesar di Jalur Gaza, yang berisi dokumen dan buku sejarah. Juru bicara Kotamadya Kota Gaza, Hosni Muhanna, penduduk Gaza menganggap perpustakaan itu sebagai kenangan negara dan masa kini. Tentara Israel telah mengubah sebuah bangunan Palestina menjadi sinagoga Yahudi selama operasi darat mereka di Gaza utara. The Jerusalem Post mengatakan, tentara Israel telah mendirikan sinagoga di jantung Jalur Gaza selama invasi darat. Jerusalem Post tidak merinci lokasi bangunan yang diubah menjadi sinagoga tersebut. Tetapi surat kabar itu menerbitkan foto pintu masuknya, yang dilengkapi dengan tanda besar bertuliskan “Kuil Abraham.” Sementara foto lainnya menunjukkan interior yang dilengkapi dengan kursi, meja, dan buku-buku agama Yahudi. “Para prajurit mengubah salah satu bangunan menjadi tempat mereka berdoa. Mereka menambahkan bangku dan meja untuk meletakkan buku doa mereka,” kata laporan Jerusalem Post. Menurut dokumentasi kantor pers pemerintah, sinagoga tersebut diberi nama Kuil Abraham dan di dalamnya terdapat tanda yang menunjukkan waktu ibadah yang diperbarui setiap hari. Jerusalem Post melaporkan, pada awal November, tentara IDF berdoa di sinagoga abad ke-6 di Gaza. Ini adalah pertama kalinya dalam hampir dua dekade orang Yahudi diizinkan beribadah di situs suci tersebut. Sinagoga kuno di Gaza, yang dibangun pada tahun 508 Masehi selama periode Bizantium, digali pada 1965. Sinagoga tersebut terletak di kota pelabuhan Gaza yang dulunya ramai, yang pada saat itu dikenal sebagai ‘Maiuma’ atau El Mineh (pelabuhan). Situs bersejarah ini sekarang berada di distrik Rimal Kota Gaza. Namun, menurut laporan Jerusalem Post, sinagoga yang didirikan oleh tentara Israel berada di gedung yang berbeda dari tempat mereka melakukan ibadah pada awal November. (zul) Baca juga :

Read More

Sekitar 6.500 Oang di Gaza Masih Dinyatakan Hilang

Gaza — 1miliarsantri.net : Kepala kantor media Gaza, Ismail al-Thawabta, meminta komunitas internasional untuk membantu otoritas lokal dalam melacak dan menyelamatkan ribuan warga Palestina yang hilang sejak 7 Oktober. Mereka diduga telah tertimbun reruntuhan bangunan akibat serangan Israel di Jalur Gaza. “Tim pertahanan sipil masih menemukan puluhan syuhada dari bawah reruntuhan, dan jalan dari selatan hingga utara Jalur Gaza,” terang Al-Thawabta kepada media, Jumat (01/12/2023). Menurut Al-Thawabta, ada sekitar 6.500 orang yang masih menghilang, termasuk lebih dari 4.700 anak-anak dan perempuan. Mereka mungkin berada di bawah reruntuhan atau masih belum diketahui nasibnya. Tim evakuasi Gaza membutuhkan peralatan, mesin, dan bahan bakar untuk menjangkau mereka yang berada di bawah reruntuhan. Namun, itu sangat sulit dengan kondisi yang saat ini terjadi di wilayah kantung itu, meski jeda pertempuran berlangsung. Al-Thawabta meminta masyarakat internasional untuk“mengintervensi dengan menyediakan alat berat dan tim khusus dalam pembersihan puing-puing. Bantuan tersebut sangat berguna untuk mengeluarkan orang-orang hilang atau jenazah dari bawah reruntuhan. Direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell sebelumnya menyatakan, 1.200 anak lainnya diyakini masih berada di bawah reruntuhan bangunan yang dibom atau belum ditemukan. “Selain bom, roket, dan tembakan, anak-anak Gaza berada pada risiko ekstrim akibat kondisi kehidupan yang sangat buruk,” lanjutnya. Departemen Pertahanan Sipil Palestina menyatakan, dua lusin orang dari pasukan pencarian dan penyelamatan utama di Gaza telah meninggal akibat serangan. Sedangkan 100 pekerja lainnya terluka. Lebih dari separuh kendaraannya kini kehabisan bahan bakar atau rusak. Direktur pertahanan sipil di wilayah tersebut Brigjen. Rami Ali al-Aidei menyatakan, lembaga yang dipimpinnya tidak memiliki alat berat yang berfungsi sama sekali, termasuk buldoser dan crane. Setidaknya lima buldoser besar diperlukan hanya untuk mencari serangkaian bangunan tinggi yang runtuh di kota pesisir Deir al-Balah. Kondisi itu berarti bahwa jenazah dan orang-orang yang putus asa mencarinya bukanlah fokusnya. “Prioritas setelah pemboman adalah bagi mereka yang selamat dibandingkan para martir,” kata al-Aidei. Dengan keterbatasan peralatan dan tenaga, warga Gaza mencari jenazah di bawah reruntuhan secara manual menggunakan tangan kosong atau dengan peralatan seadanya. (zul/AZ) Baca juga :

Read More

Kematian Diperkirakan Lebih Banyak Akibat Penyakit Pernafasan di Gaza

Kairo — 1miliarsantri.net : Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan jumlah orang yang meninggal di Jalur Gaza karena penyakit akan lebih banyak dibandingkan karena pengeboman. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ada peningkatan risiko wabah penyakit karena tempat penampungan yang penuh sesak dan kurangnya makanan, air, sanitasi dan obat-obatan yang tersedia. Ia mengatakan 111 ribu orang menderita infeksi saluran pernapasan dan 75 ribu lainnya menderita diare, lebih dari separuhnya berusia di bawah lima tahun. “Mengingat kondisi kehidupan dan kurangnya perawatan kesehatan, lebih banyak orang yang dapat meninggal karena penyakit daripada pengeboman,” terangnya, Kamis (30/11/2023) Ia menyerukan gencatan senjata yang berkelanjutan. “Ini adalah masalah hidup atau mati bagi warga sipil.” PBB mengatakan serangan Israel ke Gaza membuat 1,8 juta orang atau sekitar 80 persen dari populasi Gaza mengungsi. Sementara itu warga Palestina di Gaza khawatir perang Israel-Hamas, yang menyebabkan kematian, kehancuran, dan pengungsian yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut akan kembali pecah. “Kami sudah muak, kami ingin perang ini berhenti,” iba Omar al-Darawi, yang bekerja di rumah sakit Al-Aqsa Martyrs yang penuh sesak di pusat kota Deir al-Balah. Seorang ayah dari tiga anak yang tinggal bersama keluarga lain di selatan Gaza, Ihab Abu Auf mengatakan dua kali ia mencoba dua kali kembali ke rumahnya di utara, namun ditolak pasukan Israel. Kedua orang tersebut berbicara ketika mediator internasional bekerja untuk memperpanjang gencatan senjata yang telah menghentikan pertempuran selama hampir satu minggu. Keduanya mengatakan akan menjadi bencana besar jika Israel melanjutkan serangannya dan mengirim pasukan ke selatan, di mana ratusan ribu warga Palestina telah mencari perlindungan. “Ke mana kami akan pergi dengan perempuan dan anak-anak kami?. Mereka menginginkan Nakba yang lain,” ujar Abu Auf. Ia mengacu peristiwa yang memaksa ratusan ribu orang Palestina melarikan diri atau diusir dari wilayah yang sekarang disebut Israel selama perang tahun 1948 yang melatarbelakangi berdirinya negara tersebut. Mesir menolak menerima pengungsi Palestina dan Israel menutup perbatasannya sejak perang mulai pecah. (met/AP) Baca juga :

Read More

Surat Eks Sandera Israel Berterima Kasih kepada Hamas Atas Kebaikan Selama Menjadi Sandera

Gaza — 1miliarsantri.net : Dua warga Israel, Danielle Aloni dan putrinya Amelia (5), disandera Hamas selama 49 hari di Gaza. Keduanya dibebaskan pada Jumat (24/11/2023), sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel. Danielle dan Amelia dipertemukan kembali dengan kerabat mereka. Sebelum meninggalkan Gaza, Danielle Aloni menulis surat “terima kasih” untuk Hamas, yang berbunyi, “Saya berterima kasih dari lubuk hati yang terdalam atas rasa kemanusiaan luar biasa yang Anda tunjukkan terhadap putri saya, Emilia.” Brigade Qassam, yang merupakan sayap bersenjata Hamas, membagikan surat tersebut di akun Telegram resminya pada pukul 16.49 GMT pada Senin, 27 November 2023. Surat itu awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani dan disertai terjemahan bahasa Arab, bersama dengan foto ibu Israel dan putrinya. Dalam surat tulisan tangannya dalam bahasa Ibrani, Danielle berkata, “Dia (Emilia) mengakui bahwa Anda semua adalah temannya, bukan hanya teman, tapi benar-benar dicintai dan baik”. Danielle mengakui para sandera di Gaza mendapat perawatan yang baik dari Hamas. “Terima kasih atas waktu yang Anda habiskan sebagai perawat.” Lebih lanjut Danielle menyatakan putrinya tidak hanya terikat dengan Hamas tetapi juga merasa seperti seorang ratu. “Anak-anak seharusnya tidak disandera, namun terima kasih kepada Anda dan orang-orang baik lainnya yang kami temui selama ini, putri saya merasa seperti seorang ratu di Gaza. Dalam perjalanan panjang yang kami lalui, kami belum pernah bertemu dengan orang yang tidak baik padanya, Anda telah memperlakukannya dengan baik dan penuh kasih sayang.” ucapnya dalam surat tersebut. Danielle mengakhiri suratnya dengan belas kasih kepada Hamas, dengan menyatakan, “Saya akan mengingat perilaku baik Anda yang ditunjukkan meskipun dalam situasi sulit yang Anda hadapi dan kerugian besar yang Anda derita di sini di Gaza.” “Saya berharap di dunia ini kita benar-benar bisa menjadi teman baik,” tulisnya dan menambahkan ucapan selamatnya kepada warga Gaza. “Saya berharap Anda semua sehat dan sejahtera… kesehatan dan cinta untuk Anda dan anak-anak keluarga Anda.” Danielle dan Emilia Aloni termasuk di antara 24 sandera Israel yang dibebaskan oleh Hamas pada 24 November. Mereka mengunjungi saudara perempuan Danielle dan keluarganya di Kibbutz Nir Oz di Israel selatan sebelum disandera. (zul) Baca juga :

Read More

Jeda Waktu Gencatan Senjata Yang Harus Dimanfaatkan Warga Gaza

Gaza — 1miliarsantri.net : Tahani al-Najjar memanfaatkan jeda pengeboman Israel ke Gaza pada Sabtu (25/11/2023) untuk kembali ke rumahnya yang sudah menjadi puing-puing. Ia mengatakan, rumahnya hancur dalam serangan udara Israel yang menewaskan tujuh anggota keluarganya dan memaksanya tinggal di pengungsian. Selama 24 jam jeda pertempuran yang dijadwalkan berlangsung selama empat hari, ribuan warga Gaza melakukan perjalanan dari tempat pengungsian sementara ke rumah mereka. Mereka ingin melihat seperti apa rumah mereka setelah pengeboman berminggu-minggu. “Di mana kami akan tinggal? Di mana kami akan pergi? Kami mencoba untuk mengumpulkan kayu-kayu untuk membangun tenda kami tapi tidak berhasil, tidak ada apa-apa untuk keluarga melindungi satu keluarga,” kata Najjar sambil memilah-memilih puing-puing dan memelintir besi di rumahnya, Ahad (26/11/2023). Najjar yang merupakan ibu lima orang anak berasal dari Khan Younis di selatan Gaza. Perempuan berusia 58 tahun itu mengatakan, militer Israel juga meratakan rumahnya dalam dua konflik sebelumnya pada 2008 dan 2014. Ia mengambil beberapa cangkir yang masih utuh dari reruntuhan, di mana sebuah sepeda dan pakaian yang penuh debu tergeletak di antara puing-puing. “Kami akan membangun kembali,” katanya. Bagi sebagian besar dari 2,3 juta orang yang tinggal di Jalur Gaza yang kecil, jeda dalam serangan udara dan artileri yang nyaris konstan memberikan kesempatan pertama untuk bergerak dengan aman, memeriksa kerusakan, dan mencari akses untuk mendapatkan bantuan. Di pasar-pasar terbuka dan depot-depot bantuan, ribuan orang berdiri mengantre untuk mendapatkan bantuan yang mulai mengalir ke Gaza dalam jumlah yang lebih besar. Bantuan ini bagian dari kesepakatan gencatan senjata. Di tenda-tenda darurat di luar Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Mohammed Shbeir mengatakan sangat ingin membawa keluarganya kembali ke rumah ke kamp pengungsi al-Shati di utara. Mereka memutuskan untuk tidak melakukannya setelah mendengar desas-desus orang-orang yang mencoba melakukannya ditembaki pasukan Israel. “Saya tidak bisa tinggal di tenda seperti ini. Saya dulu punya rumah dan merasa nyaman dengan anak-anak saya,” katanya, sambil menyuapi anaknya yang masih bayi dengan sup miju-miju karena tidak ada susu formula yang tersedia, Selasa (28/11/2023). Sementara itu, blokade menambah krisis kemanusiaan. Hanya ada listrik untuk rumah sakit, sedikit air bersih, bahan bakar untuk ambulans, atau makanan dan obat-obatan. Di sebuah pasar jalanan di Khan Younis, di mana tomat, lemon, terong, paprika, bawang, dan jeruk berada di dalam peti, Ayman Nofal mengatakan ia dapat membeli lebih banyak sayuran daripada yang tersedia sebelum gencatan senjata dan harganya lebih murah. “Kami berharap gencatan senjata ini akan terus berlanjut dan permanen, bukan hanya empat atau lima hari. Orang-orang tidak dapat membayar biaya perang ini,” katanya. Selama tujuh pekan, Hussam Saleem hidup di bawah suara bom yang terus berdentum di sekitar rumahnya di Kota Gaza. Ketika gencatan senjata sementara yang disepakati antara Israel dan Hamas dimulai pada Jumat (24/11/2023), salah satu prioritas pertama pria berusia 60 tahun ini adalah tidur. “Kami sangat membutuhkan istirahat ini. Kami ingin tidur, pergi ke pasar, mencari kebutuhan dasar yang tidak dapat kami berikan kepada anak-anak kami selama beberapa minggu terakhir,” ujar Saleem, Selasa (28/11/2023). Akhirnya, Saleem dan 2,3 juta warga Palestina lainnya di Jalur Gaza akan mendapatkan jeda beberapa hari. Saleem percaya bahwa jeda waktu tersebut terlalu singkat. Ia mengatakan bahwa ia dan keluarganya berharap Israel dan Hamas menggunakan waktu ini untuk merundingkan gencatan senjata yang lebih lama untuk mengakhiri perang ini. “Kami tidak ingin jeda saja, kami ingin perang ini berakhir apapun yang terjadi. Kami sudah lelah, Jalur Gaza sudah hancur, kami tidak bisa menerima lebih banyak pembunuhan dan kehancuran,” sambungnya. Rimas Muhammad adalah seorang gadis berusia 13 tahun yang tetap tinggal di Kota Gaza bersama keluarganya meskipun ada ancaman dari tentara Israel, yang kini menduduki sebagian besar wilayah kota tersebut. Dia mengatakan kepada MEE bahwa jeda waktu akan memberinya kesempatan untuk mengunjungi teman-teman dan kerabatnya yang masih tersisa di sana. “Saya akan berjalan di jalan-jalan Gaza karena saya rindu berjalan-jalan tanpa rasa takut. Saya akan pergi ke toko-toko jika mereka buka,” katanya. Sejak serangan mendadak Hamas pada pada 7 Oktober lalu, Israel membombardir Gaza dalam serangan paling mematikan dan merusak yang pernah terjadi di Gaza yang memiliki panjang 40 kilometer. Para pejabat kesehatan Palestina di Gaza mengatakan pengeboman telah menewaskan lebih dari 14.000 orang, 40 persennya di antaranya adalah anak-anak, dan meratakan sejumlah distrik permukiman. Mereka mengatakan ribuan mayat lainnya mungkin masih berada di bawah reruntuhan, yang masih belum tercatat ke dalam total korban tewas resmi. Gencatan senjata atas mediasi Qatar dan Mesir dilakukan sejak Jumat lalu. Kedua pihak yang bertikai sepakat akan menghentikan serangan dengan imbalan pertukaran sandera selama empat hari. Setelah empat hari berakhir, gencatan senjata dapat diperpanjang satu hari untuk setiap 10 tawanan yang dibebaskan, dengan batas waktu sepuluh hari. Sekitar 240 orang yang diculik oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober diyakini masih berada di Gaza. Dengan jeda pertempuran selama empat hari tersebut, pertukaran 50 tawanan Israel dan 150 tawanan Palestina bisa dilakukan. Israel telah memutus sama sekali akses masuknya makanan, bahan bakar dan air ke daerah kantong pesisir tersebut, dan memaksa ratusan ribu warga Palestina di Gaza utara, termasuk Kota Gaza, untuk mengungsi ke daerah selatan. Perjanjian gencatan senjata akan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan serta kesempatan bagi warga Palestina untuk bergerak bebas lagi. Meskipun warga Gaza tidak dianjurkan kembali ke sektor utara yang diminta Israel untuk mengungsi. Meskipun jeda dari perang disambut baik, beberapa orang di Gaza merasa terganggu dengan persyaratan perjanjian tersebut. Seorang warga Gaza, yang tidak ingin disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata itu mengejutkan, karena tampaknya jelas-jelas lebih menghargai nyawa warga Israel daripada warga Palestina. “Empat hari gencatan senjata ini tidak sebanding dengan banyaknya orang yang terbunuh dan terluka, rumah-rumah yang hancur, dan banyaknya orang yang mengungsi atau kehilangan tempat tinggal,” urainya. Hamas mengatakan bahwa mereka mencapai kesepakatan tersebut karena “tanggung jawab” mereka terhadap rakyat Palestina, yang bertujuan untuk “meringankan penderitaan mereka, menyembuhkan luka-luka mereka” dan memperkuat tekad mereka untuk melawan Israel. Namun, warga Gaza itu mengatakan bahwa “sangat memalukan” mengetahui bahwa ia tidak dapat kembali ke rumahnya di utara sementara para pemimpin Hamas di luar daerah kantong dapat melakukan perjalanan dengan bebas antara Beirut dan Qatar. “Gencatan senjata ini hanyalah sebuah kebohongan besar. Ini akan memberi…

Read More

Otoritas Gaza Sebut Jumlah Korban Meninggal Sudah Tembus 15 Ribu Orang

Gaza — 1miliarsantri.net : Jumlah warga Palestina yang gugur sebagai syuhada akibat serangan mematikan Israel kini mencapai 15 ribu orang lebih. Otoritas Gaza mengatakan ribuan orang lainnya masih hilang belum ditemukan karena dipastikan masih di bawah reruntuhan bangunan pasca dibom bardir tentara zionis Israel. Pernyataan kantor media pemerintah yang berada di Gaza mengatakan jumlah korban wafat mencakup 6.150 anak dan 4.000 perempuan, ditambah lagi jumlah jasad yang berserakan di jalan-jalan. Menurut pernyataan kantor tersebut, ada sekitar 7.000 orang hilang di bawah reruntuhan, termasuk 4.700 anak dan perempuan. Disebutkan pula dari jumlah korban wafat, terdapat 207 staf medis, 26 anggota tim penyelamat pertahanan sipil, dan 70 jurnalis. Otoritas Gaza juga menyebutkan lebih dari 36.000 warga Palestina lainnya juga terluka, dengan 75 persen di antaranya adalah anak-anak dan perempuan. Sementara itu, hampir 50.000 unit rumah hancur total dan 240.000 unit rumah lainnya rusak parah.Total 88 masjid juga hancur lebur dan 174 lainnya hancur sebagian akibat pengeboman Israel di seluruh wilayah Gaza. Selain itu, tiga gereja menjadi sasaran Israel. Berdasarkan aturan perang, rumah-rumah ibadah dan tempat tinggal dilarang untuk diserang. Israel mengklaim kelompok perlawanan Hamas memanfaatkan bangunan-bangunan tersebut sebagai markas, namun hingga kini bukti yang ditunjukkan Israel terkait klaim itu masih membuat sebagian besar pengamat tidak percaya. Pasukan Israel melancarkan aksi militer besar-besaran di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober lalu. Hingga saat ini, korban tewas di pihak Israel mencapai 1.200 orang. (zul/AZ) Baca juga :

Read More