Merasakan Kedekatan dan Kehadiran Allah Di Sekeliling Kita

Surabaya — 1miliarsantri.net : Kurt Gödel merupakan seorang ahli logika, matematikawan, dan filsuf Amerika keturunan Austria. Sebagai salah satu ahli logika ikonik dalam sejarah, bersama dengan Aristoteles dan Gottlob Frege, karya Gödel diakui bertahun-tahun setelah kematiannya pada 1978. Teori-teori Gödel kemudian diambil oleh ilmuwan lain yang berusaha membuktikan keberadaan Tuhan melalui rumus matematika. Meski tampak sudah ada beberapa temuan tentang keberadaan Tuhan, ada banyak kekurangan dalam penelitian itu sendiri. Hal itu membutuhkan penyelidikan lebih lanjut dan mungkin uji coba. Maria Zain, penulis di About Islam, mengungkapkan, sebenarnya manifestasi keberadaan Allah SWT bisa dilihat di sekeliling kita dan tidak membutuhkan cara yang rumit untuk membuktikan hal tersebut. “Manusia dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk menyembah Sang Pencipta,” kata Maria dalam tulisannya di About Islam berjudul Manifestation of God Through Science All Around Us. Al-Qur’an sering berbicara tentang manusia yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, yakni kebutuhan bawaan untuk menyembah Tuhannya. Di dalam fitrah ini, terdapat pula kebaikan bawaan dalam diri manusia sebagai makhluk yang paling mulia yang diciptakan Tuhan. “Namun, karena pola asuh atau lingkunganlah manusia mulai menjauh dari fitrah ini,” kata Maria. Fitrah juga sangat erat kaitannya dengan alam. Anak-anak, yang paling dekat dengan fitrah, tidak tercemar dan tidak tersentuh oleh hal-hal negatif di sekitarnya, seringkali sangat dekat dengan alam. Dahulu, sudah menjadi kebiasaan orang Arab untuk mengirim anak-anak mereka ke alam bebas saat masih bayi. Saat dewasa mereka dapat menikmati padang pasir, daripada harus berlarian di jalanan kota yang padat. Nabi Muhammad (SAW) menghabiskan beberapa tahun hidupnya di padang pasir sebelum kembali ke Makkah. Itu membantu kesehatan fisik, mental, dan emosional Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut menjadi fondasi yang kuat sebelum diutus menjadi nabi. “Anak-anak melihat banyak hal di alam, dan manifestasi keberadaan Tuhan pada dasarnya ada di mana-mana di lingkungan. Anak-anak mungkin senang melihat burung-burung mematuk makanan; atau mereka mungkin senang memetik bunga; anak-anak di tepi pantai atau di tepi danau akan bermain air,” ujar Maria. Anak-anak juga terpesona oleh serangga: semut, lebah, dan sejenisnya. Mereka juga berbicara tentang struktur yang berbeda, seperti pohon dan gunung. Meskipun hal ini mungkin terlihat sederhana, namun bisa dipelajari dari rasa ingin tahu anak-anak yang cenderung sangat terhubung dengan alam. Kecenderungan itu juga terhubung kepada Tuhan. Salah satu contoh Al-Qur’an berbicara tentang sains bisa ditemukan dalam Surah An-Nahl ayat 79. Allah SWT berfirman, “Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dapat terbang di angkasa dengan mudah. Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (QS An-Nahl: 79). Para ilmuwan telah lama mempelajari penerbangan burung dan rute migrasi mereka. Mereka telah menemukan ketepatan dalam keberangkatan dan kedatangan burung dari satu tempat ke tempat lain. Para ilmuwan juga menemukan kemampuan burung untuk menavigasi, bahkan pada perjalanan perdana, sebagai burung yang masih sangat muda. Kemampuan mereka untuk melakukan hal tersebut hanya dapat terwujud jika Allah memegang kendali atas semua hal di atas, dan Dia memang memegang kendali atas semua itu. Madu merupakan obat yang sangat mujarab bagi para penggemar alam. Bahkan, para ilmuwan pun mengakui daftar panjang manfaatnya, mulai dari bahan untuk sistem kekebalan tubuh yang kuat hingga obat untuk pilek. Al-Qur’an juga menyebutkan air beberapa kali: “Maka apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya? Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka apakah mereka tidak beriman?” (QS Al-Anbya’: 30). Ilmu pengetahuan memperkuat kebutuhan manusia akan konsumsi air bersih untuk bertahan hidup. Para ilmuwan juga telah “menemukan” ketergantungan bumi terhadap unsur utama penyusunnya, yaitu air. Al-Qur’an juga berbicara tentang geologi: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS An-Naba’: :6-7). Pelajaran geologi dasar memberitahu tentang struktur kerak bumi yang tipis dan “pasak” diperlukan untuk menyatukan kerak bumi. Pohon-pohon melakukan hal itu pada tingkat mikro, tetapi gunung adalah pasak besar yang menahan bidang-bidang yang lebih besar di satu tempat dan mencegahnya runtuh dalam cuaca buruk. “Meskipun contoh-contoh ini mungkin tampak abstrak, tidak perlu ilmu roket untuk mengetahui bahwa keajaiban-keajaiban ini adalah bukti bahwa penciptaan mereka adalah dari jenis lain – jelas bukan buatan manusia! Dan meskipun ini bukan ilmu roket, hal ini membutuhkan refleksi yang mendalam dari seseorang,” tutur Maria. Jadi, semakin dekat manusia dengan alam, semakin terasah pula kecerdasannya, dan semakin dekat pula dengan Allah SWT. Penulis dan psikolog klinis, Kay Redfield Jamison, menulis tentang pentingnya anak-anak berada di luar ruangan untuk mengembangkan kecakapan intelektual mereka. “Di antara manfaat bermain di luar ruangan, termasuk: meningkatkan rangsangan multi-indera, merangsang kreativitas dan rasa ingin tahu, serta mengurangi kecemasan, sekaligus membangun kepercayaan diri dan harga diri,” ujar Maria. Anak-anak juga menjadi lebih terhubung dengan diri mereka sendiri dan orang lain hanya dengan menghabiskan waktu bersama alam. Hal itu menunjukkan berada di sekitar ciptaan Allah SWT menanamkan rasa empati dan kebaikan. Oleh karena itu, melihat hal-hal di alam dan terhubung dengan lingkungan terkait dengan kesehatan secara keseluruhan, termasuk kecakapan intelektual yang melihat melampaui logika matematika dan rumus ilmiah. “Penerimaan secara sadar dan penghormatan terhadap Allah SWT sebagai Pencipta dunia dan segala sesuatu di dalamnya tidak dapat diukur, tetapi tanda-tanda keberadaan Tuhan selalu ada,” kata Maria. (har)

Read More

Beberapa Tokoh Memberikan Apresiasi Dan Mendukung Langkah MUI Serta Mabes Polri Atas Penangkapan Panji Gumilang

Surabaya — 1miliarsantri.net : Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra) mendukung langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Mabes Polri dalam menyelesaikan masalah Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. “Mendukung sepenuhnya langkah MUI dalam menyikapi kasus Al Zaytun,” ungkap Sekretaris Bassra, KH Syafik Rofii, Jumat (04/08/2023). Bassra berpandangan, sebagian perbuatan atau kelakuan pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang adalah sesat dan menyesatkan. Sebagian lagi ajaran di Ponpes Al Zaytun tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Mantan Wabup Bangkalan ini menyebut, sudah sewajarnya MUI mengambil sikap tersebut. Tak lupa, Bassra mengucapkan terima kasih kepada institusi Polri yang telah menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka dengan pasal penistaan agama. “Kami berharap dengan penetapan tersengka ini, Panji Gumilang bisa menyadari kesalahan dan kembali ke jalan benar. Kembali ke jalan lurus yang diridhoi Allah SWT,” harapnya. Diketahui, Panji Gumilang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Direktorat Tindak Pidana Hukum (Dittipidum) Bareskrim Polri langsung menahan Panji. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menilai, hal tersebut harus diselesaikan lantaran dapat mempengaruhi psikolog masyarakat. Dia juga mendorong agar perkara tersebut diproses secara hukum yang berlaku. “Ikuti saja proses hukumnya dari awal saya sudah mengatakan juga bahwa masalah ini harus diselesaikan menurut hukum karena ini masalah yang secara substansial sebetulnya rawan dan bisa mempengaruhi psikologi masyarakat secara luas,” kata Gus Yahya. Wakil ketua MUI, Anwar Abbas juga mengapresiasi langkah Polri. Pihaknya berharap, dengan status tersangka untuk Panji Gumilang bisa meredam dan mengurangi keresahan di masyarakat. (wid)

Read More

Prof Quraish Shihab Membantah Pernyataan Panji Tentang Al Quran Bukan Kalamullah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Alquran adalah Kalamullah, perkataan Allah yang merupakan wahyu suci. Tiada satu pun makhluk yang menciptakan Alquran, termasuk Nabi Muhammad SAW. Namun, dikutip dari akun youtube resmi Al Zaytun dengan tema Manusia dan Kemanusiaan part 1, Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang yang ditetapkan tersangka kasus penistaan agama sejak Selasa (01/08/2023), pernah mengatakan demikian: “Saya sejak awal tahun berdiri Ma’had ini sudah menganjurkan baca, baca, mengapa? Nabi Muhammad juga sudah mendeclare dzalikal kitab la roib. Itu nabi Muhammad yang mendeclare itu atas Wahyu Ilahi, bukan Kalam Allah. Kalam Nabi Muhammad yang didapat daripada wahyu. Nah kalau Allah berbahasa Arab, susah nanti ketemu dengan orang Indramayu. Prewek ngga ngerti, Gusti Allah ngga ngerti kalau, artinya bacalah semua itu saudara-saudara dzalikal kitab la roibaz, Alkitab, Alkitab ini mungkin Perjanjian Lama.” Benarkah Alquran bukan perkataan Allah SWT? Sekali lagi, Alquran adalah Kalamullah, perkataan Allah yang merupakan wahyu suci. Tiada satu pun makhluk yang menciptakan Alquran, termasuk Nabi Muhammad SAW. Buktinya adalah ketika Rasulullah SAW pernah ditegur Allah SWT sebagaimana yang diabadikan dalam Alquran. Namun demikian yang perlu digarisbawahi adalah, teguran ini sama sekali tidak melunturkan akhlak Nabi yang mulia dan tiada bandingannya dari makhluk apapun. Teguran itu dilakukan sebagai tindak ucapan beliau yang dinilai Allah SWt sebagai hal yang kurang wajar lahir dari seorang yang dijadikan teladan. Prof Quraish Shihab dalam buku Mukjizat Alquran mengatakan, teguran-teguran kepada Nabi Muhammad SAW yang ditemukan dalam Alquran ada yang keras dan tegas serta ada pula yang ringan lagi halus. Salah satu contohnya adalah suatu ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkumpul bersama pemuka-pemuka musyrik untuk menjelaskan ajaran Islam kepada mereka. Tiba-tiba dalam pertemuan itu masuk seorang buta, yakni Abdullah bin Ummi Maktum sambil bersuara keras. Dia berbicara dengan suara keras kepada Nabi, “Muhammad, Muhammad, ajarkanlah aku sebagian yang diajarkan Tuhan kepadamu.” Tentu saja, kedatangan dan suaranya yang lantang itu mengganggu Nabi yang sedang menghadapi tokoh-tokoh musyrik yang diharapkan keislamannya. Melihat dan mendengar kedatangan Abdullah bin Ummi Maktum, wajah Nabi menjadi kusut dan berpaling tidak menghiraukan kedatangannya. Sikap ini dinilai Allah SWT tidak wajar dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan karena itulah turun teguran Allah SWT sebagaimana yang diabadikan dalam Alquran Surah Abasa ayat 1-12. عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَىٰ وَهُوَ يَخْشَىٰ فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّىٰ كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ Yang artinya, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan diri (dari dosa) atau (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat baginya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada celaan atasmu apabila dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk memperoleh pengajaran), sedangkan dia takut (kepada Allah) maka engkau mengabaikannya. Sekali-kali jangan (berbuat demikian), sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan adalah suatu peringatan, maka siapa yang menghendaki tentulah dia memperhatikannya.” Contoh lainnya dari teguran Allah SWT kepada Nabi adalah ketika terjadi saat Perang Uhud. Puluhan sahabat Nabi gugur sedangkan Nabi sendiri terluka hingga giginya patah dan wajah beliau berlumuran darah. Saat itu Nabi bersabda: كيف يفلح قوم خضبوا وجه نبيهم بالدم، وهو يدعوهم إلى ربهم Yang artinya, “Bagaimana mungkin suatu kaum akan memperoleh kebahagiaan, sedangkan mereka melukai wajah Nabi mereka sehingga berlumuran darah, padahal dia mengajak mereka ke jalan Tuhan.” Prof Quraish menjelaskan bahwa dalam kesempatan itu pula konon Nabi SAW bermohon kepada Allah SWT untuk mengutuk mereka.Ucapan Nabi ini kemudian ditegur dengan tegas dan keras oleh Allah SWT melalui firman-Nya yang diabadikan dalam Surat Ali Imran ayat 128. Allah SWT berfirman: لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ Yang artinya, “Tidak ada sedikit pun kewenangan dalam urusan mereka. Allah mengampuni mereka atau menyiksa mereka karena sesungguhnya mereka itu orang yang berlaku aniaya.” Tentunya, Prof Quraish menjelaskan, teguran yang dilakukan Allah kepada Nabi ini dapat diambil hikmahnya. Apakah seseorang menduga bahwa teguran-teguran itu akan terdengar apalagi diabadikan jika ayat-ayat tersebut Nabi sendiri yang menyusunnya? Adakah seorang pemimpin yang rela kesalahan-kesalahannya dipaparkan bahkan diabadikan dalam catatan resmi? Pasti tidak ada. Namun di sini Alquran, menurut Prof Quraish, mengabadikan itu karena memang Alquran bukanlah karangan Nabi Muhammad SAW sehingga salah satu hikmah yang barangkali ingin ditampakkan Allah SWT dari teguran itu kepada umat manusia adalah bahwa Alquran benar-benar murni Kalamullah. (lim)

Read More

Jejak Langkah Panji Gumilang Sebelum Berdirinya Ponpes Al Zaytun

Jakarta — 1miliarsantri.net : Setelah sekitar enam bulan menjadi kontroversi publik, akhirnya nasib Penji Gumilang ditetapkan tersangka dan ditahan di Mabes Polri. Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) Bareskrim Polri telah resmi menetapkan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Akibat perbuatannya, Panji Gumilang terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara. Uniknya, ketika berita ini diberitahukan kepada pengamat terosisme Al Chaidar yang pekan lalu baru saja mendapat gelar doktor antropologi dari Universitas Indonesia hanya mengucap kalimat pendek: Alhamdulillah. Mantan koman NII KW IX yang kini tinggal di sebuah kawasan di Jakarta Timur, mengucapakan kata yang sama dan pendek saja, yakni Alhamdulillah. Apa pun itu apa yang terjadi pada sosok Pemimpin Ponpes Al Zaytun tersebut keduanya lega bahwa akhirnya pihak kepolisian melalui Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan tersangka dikenakan Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 45a Ayat (2) Juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara,” kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (01/08/2023) malam. Menurut Djuhandhani, penetapan status ini dilakukan usai Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memiliki cukup alat bukti untuk menjadikan Panji Gumilang sebagai tersangka dan langsung dilakukan penangkapan. Penyidik juga telah memeriksa 40 saksi dan 17 ahli. Saat ini yang bersangkutan masih dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka 1×24 jam. “Saat ini penyidik masih mempunyai 1×24 jam, jadi proses penyidikan kami saat ini hanya melaksanakan proses penangkapan. Untuk lebih lanjut, kita lihat perkembangan penyidikan yang dilaksanakan malam ini,” kata Djuhandhani. Sebelumnya, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah menaikkan status kasus penistaan agama yang melibatkan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dalam pemeriksaan perdana, penyidik turut mendalami riwayat Pondok Pesantren Al-Zaytun itu sendiri. Dinaikkannya status perkara ke tahap penyidikan usai penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menemukan unsur pidana dalam kasus penistaan agama tersebut. Hal itu dilakukan setelah penyidik Dittipidum Bareskrim Polri melaksanakan gelar perkara sesaat setelah memeriksa para saksi, ahli, juga pelapor serta terlapor. Selanjutnya, mantan komandan NII KW IX Amirul Mukminin selain merasa lega Panji Gumilang sudah jadi tersangka di depan hukum, dia berhadap agar ke depan keadilan harus ditegakkan. Sebab, selama ini memang sudah banyak masalah terkait sosok tersebut. ”Keputusan Polri ini akan mendinginkan suasana. Apalagi, sekarang sudah dekat pelaksanaan pemilu. Jadi kalau tidak segera diatasi, mengurangi kesolidan negara ini dalam menyambut pesta demokrasi,” kata Amirul Mukmin, Kamis (03/08/2023) malam. Menurut dia, apa pun itu sosok Panji Gumilang adalah orang penting di kalangan pengikut NII. Dia adalah khalifah gerakan itu saat ini. Tujuan NII pun sudah jelas, yakni ingin mendirikan negara Islam di Indonesia. Lucunya meski begitu Panji Gumilang selama ini dibiarkan bahkan terlihat dapat perhatian khusus dari pihak tertentu. Sedangkan Al Chaidar yang mengikuti dan meneliti sepak terjang Panji Gumilang sejak puluhan tahun lalu, yakni semenjak dia melakukan penelitian untuk skripsi di UI soal Darul, dia mengatakan sudah tak heran. Bahkan, dirinya sempat dimarahi oleh seorang mendiang guru besar UI yang membimbingnya agar tidak keluar dari lingkaran Ponpes Al Zaytun. ”Beliau kala itu sekitar tahun 2000-an memarahi saya kenapa keluar. Saya hanya jawab: ‘saya sudah tak tahan, Pak?’” Lebih lanjut Chaidar menyampaikan terkait Panji Gumilang ditetapkn sebagai tersangka, dirinya sangat sepakat dan dinilai langkah tersebut sangat tepat. “Kalau soal Panji Gumilang dijadikan polisi sebagai tersangka kasus penodaan agama, saya pun sepakat. Itulah pasal yang sangat tepat dituduhkan kepadanya. Jadi siapa pun ke depan yang memain-mainkan dan menghina agama akan ditindak oleh hukum secara tegas,” imbuhnya. Sedangkan melalui penelitiannya soal Darul Islam hingga NII KW IX, Al Chaidar menemukan fakta bahwa bagi kalangan Darul Islam di Indonesia, perjuangan mereka tidak sia-sia meskipun mengalami kekalahan definitif pada tahun 1962 karena diserang oleh Republik Indonesia. Mereka merasa bahwa mereka telah berjuang untuk menegakkan syariat Allah di bumi Indonesia dan membela hak-hak umat Islam. Mereka juga merasa bahwa mereka telah menepati perjanjian mereka kepada Allah sebagai bagian dari darul ahdi dan mereka berusaha mencari refuge (tempat hijrah) di luar Indonesia yang berkenan memberikan suaka politik. “Bagi mereka, Republik Indonesia adalah musuh yang harus dilawan karena tidak menerapkan hukum syariah dan mengancam eksistensi umat Islam. Mereka melihat Republik Indonesia sebagai Leviathan yang menakutkan dan zalim,” ujarnya. Hal ini terlihat dari wawancara dengan Faisal Utomo, salah satu anggota Darul Islam di Depok, pada 17 Juni 2019. Beliau mengatakan: “Kami tidak takut mati karena kami yakin bahwa kami akan masuk surga sebagai syuhada. Kami tidak mau tunduk kepada pemerintah kafir yang tidak menghormati agama kami. Kami ingin hidup dalam negara Islam yang damai dan adil.” Baiat (sumpah setia) orang-orang Darul Islam, pertama dan utama adalah menegakkan kalimah Allah, dan orang-orang Darul Islam menyatakan kesiapan untuk bersatu dengan mempertahankan berdirinya Negara Islam Indonesia. Orang-orang Darul Islam selama ini telah membangun keyakinan agama, politik, dan kesejarahan di tengah-tengah radikalisasi gerakan-gerakan Islam politik transnasional, yang begitu kuat memengaruhi banyak kalangan Muslim fundamentalis, intoleran, juga kalangan radikal untuk mengadopsi pola-pola perjuangan yang bersifat teroristik yang kemudian ditolak oleh kalangan NII yang asli. Sementara itu, faksi-faksi NII yang palsu sudah diidentifikasi sebagai ‘musuh eksternal’ yang tidak mewakili mereka sama sekali. Tindakan terorisme yang dilakukan oleh beberapa kalangan NII selama ini dianggap sama seperti tindakan yang dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia), yang membakar rumah-rumah rakyat di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan menuduh gerombolan NII yang melakukannya. (fq)

Read More

Beberapa Ormas Islam Yang Sudah Berdiri Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Jakarta — 1miliarsantri.net : Ada banyak teori yang menyebutkan awal mula sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia. Teori-teori tersebut juga memiliki bukti, sehingga dipercaya sejarah masuknya Islam ke Indonesia sesuai dengan teori-teori yang ada. Berbagai teori sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia tersebut, dapat dipelajari dalam Ensiklopedi Sejarah Islam oleh Dr Raghib As-Sirjani. Misalnya teori India (Gujarat) yang dicetuskan oleh GWJ. Drewes lalu dikembangkan oleh Snouck Hurgronje dan kawan-kawan. Ada pula teori Arab (Mekah). Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab (Mekah) pada masa kekhalifahan. Teori ini didukung oleh J.C. van Leur hingga Buya Hamka atau Abdul Malik Karim Amrullah. Teori Persia (iran) menyatakan asal mula sejarah masuknya Islam ke Indonesia dari Negara Persia (yang sekarang bernama Negara Iran). Teori ini didukung oleh Husen Djadjadiningrat dan Umar Amir Husen. Terdapat juga teori Cina yang menyebutkan asal mula sejarah masuknya agama islam ke Indonesia berasal dari Cina. Dalam buku Islam in Cina yang ditulis oleh Jean A. Berlie (2004) menyebutkan, relasi antara orang-orang Islam dari Arab dengan orang-orang di Cina terjadi pada tahun 713 Masehi. Di balik teori-teori tersebut, sejarawan sepakat Islam masuk ke Indonesia tanpa ada peperangan. Bahkan, umat Islam memiliki peran besar dalam kemerdekaan Indonesia. Dalam perkembangannya, agama Islam di Indonesia telah mengalami lika-liku perjalanan. Jika membaca perkembangan Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan secara garis besar dapat dibagi dalam dua masa, yaitu pra-kolonialisme Barat dan Jepang, lalu masa kolonialisme Barat dan Jepang. Pada periode pertama, perkembangan Islam di Indonesia mulai berkembang pesat sejak awal abad ke-13 M. Para pendakwah mulai banting setir metode dakwah dengan mengakulturasikan antara budaya Nusantara dan agama Islam, sehingga Islam dapat diterima dengan baik karena bergandengan dengan budaya lokal yang telah dimodifikasi. Pada masa kolonialisme Barat, khususnya Belanda, Islam menghadapi tantangan yang luar biasa. Mereka datang tidak hanya membawa misi perdagangan, tetapi di sisi lain juga mengemban misi Kristenisasi. Ada tiga semboyan mereka yang terkenal, gold, glory, dan gospel (harta, kuasa, dan agama). Pada masa ini muncul berbagai gerakan-gerakan Islam di Indonesia yang melahirkan banyak organisasi Islam. Bahkan, ormas itu masih eksis hingga saat ini. Di antaranya: Sarekat Dagang Islam berdiri di Surakarta pada 16 Oktober 1905 M/16 Sya’ban 1323 H, yang dipelopori oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan organisasi rahasia, karena penjajahan Pemerintah Kolonial Belanda yang sangat menekan masyarakat untuk bertindak melawan mereka. Haji Samanhudi melihat kebijakan politik dan para pengambil keputusan dipengaruhi oleh masalah pasar dan ekonomi. Berdirinya SDI merupakan salah satu bentuk kesadaran umat Islam untuk menguasai kembali pasar dan perekonomian yang menjadi sarana masuknya Pemerintah Kolonial Belanda ke Indonesia. Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI) yang ruang lingkup keanggotan serta tujuannya juga diperluas. Perubahan nama ini berawal pada 10 September 1912 di Surabaya, H.O.S Tjokroaminoto sebagai wakil dari pengurus SDI di Solo, membuat anggaran dasar organisasi yang baru. Dalam anggaran dasar itu, salah satunya berisi keputusan perubahan nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Pada 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah secara resmi diumumkan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat dan kerabat Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Tujuan utama dari organisasian ini adalah menegakkan dakwah Islamiah dalam arti seluas-luasnya. Hingga saat ini, organisasi masyarakat tertua di Indonesia ini masih eksis dan terus berupaya mengembangkan dakwah islam ke seluruh penjuru dunia. Fokus pergerakan Al Irsyad Al Islamiyah di bidang pendidikan dan dakwah. para tokoh di balik Al Irsyad Al Islamiyah adalah Ahmad Surkati, Syaikh Umar Mangqush, Said Mash’abi, Saleh Ubayd Abat dan Salim bin Alwad Bawa’i. Al-Irsyad lalu mendirikan ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal di seluruh Indonesia. Kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka Nahdlatul ulama didirikan lebih sistematis mengantisipasi perkembangan zaman. Akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar. Dalam AD/ART NU tercantum, tujuan NU adalah untuk menjaga berlakunya ajaran Islam yang menganut paham ahlussunnah wal jamaah (aswaja). Lebih lanjut, Nahdlatul Ulama (NU) juga bertujuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta alam. Di gang ini awal mulanya berdiri sebuah organisasi pembaharuan Islam yang bersemboyan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah, serta membersihkan Islam dari khurafat, bid’ah dan seluruh pemahaman yang mengotori kesakralannya”. Organisasi ini didirikan pada 12 September 1923 oleh Haji Zamzam dan Haji Mohamad Yunus di Bandung. Organisasi ini sering berkecimpung dalam penerbitan buku-buku dan pendidikan lainnya. Organisasi ini mempunyai satu badan yang bernama “Sending Islam” yang sangat besar jasanya dalam pengislamisasikan masyarakat di Tanah Karo, Tapanuli Utara/Tengah dan Simelungun. Pemuda di organisasi ini diberi nama Washliyah. (fq)

Read More

Habib Jindan : Rasulullah Membangun Pradaban Umat Dari Masjid

Tangerang — 1miliarsantri.net : Pimpinan Yayasan Al-Fachriyah, Habib Jindan bin Novel, meminta umat Islam, terutama para pemimpin negeri, untuk meneladani Rasulullah SAW membangun peradaban dari masjid. Menurut Habib Jindan, Rasulullah SAW berhasil menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan spritual, pemikiran, dan aktivitas kemasyarakatan. Selanjutny, Rasulullah membentuk budaya dan peradaban melalui Masjid Nabawi. “Rasulullah SAW berhasil mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang terbaik (Khaira Ummah),” ujar Habib Jindan, Rabu (02/08/2023). Rasulullah SAW juga berhasil mengubah kampung kecil bernama Yatsrib (Madinah) yang tidak dikenal dan tidak masuk dalam peta menjadi Madinatul Munawaroh. Madinah bisa menjadi pusat peradaban yang gemanya sampai keseluruh dunia. Sebagaimana di Indonesia, pembangunan peradaban dan pendidikan juga dibangun bermula dari keberadaan sebuah masjid yang digunakan oleh para kiai mengajar. Kemudian, karena bertambahnya masyarakat yang ingin belajar dan datang dari tempat yang jauh, maka secara bertahap dibangunlah pondok-pondok tempat mereka menginap. “Pada akhirnya, berdirilah sebuah pesantren tempat mencetak para ulama dan menjadi pusat pengembangan dan pendidikan Islam,” ungkap Habib Jindan. Di Indonesia, banyak pondok pesantren yang bermula dari berdirinya sebuah masjid sebagai tempat para kiai mengajar. Masjid lalu menjadi basis pembangunan peradaban Islam di Tanah Air. “Sehinggam dakwah bebasis kemasjidan yang Rasululllah ajarkan dapat berperan terus dalam mendidik, mencerdaskan dan membangun peradaban umat Islam,” tutur Habib Jindan. (rid)

Read More

Habib Kribo : Hapus Hukum Penistaan Agama Karena Dianggap Tidal Relevan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Akibat perbuatannya, Panji Gumilang terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun. Buntut penahanan Panji Gumilang, Pegiat media sosial Zen Assegaf atau akrab disapa Habib Kribo mengatakan, kasus Al Zaytun ini sudah sangat menyimpang dari apa yang diharapkan. Awalnya, Al Zaytun disebut ingin mendirikan negara dalam negara, anti-Pancasila, dan radikalisme. “Saya dukung itu, karena dari dulu saya dukung, tapi kemari yang dipersoalkan penistaan agama. Yang dibahas Fiqih ibadah itu kan furuiyah, itu debatable, Islam ini terpecah jadi 72 golongan, masing-masing berbeda cara ibadahnya,” terang Habib Kribo, Rabu (02/08/2023) Dirinya juga mempertanyakan pihak-pihak yang mempersoalkan shalat Al Zaytun karena shafnya berbeda dengan pada umumnya. “Di Makkah aja itu shalat bercampur dengan perempuan, masalah gini tak bisa ditanggapi dengan hukum ajak dialog,” tegasnya. Ia berpendapat masalah perbedaan ritual tak perlu dibawa ke polisi, apalagi jika sampai membawa-bawa isu penistaan agama. Sejak awal, ia mengaku tak sepakat jika masalah keimanan dibawa ke ranah hukum. “Kalau penisataan agama dibawa ke hukum saya tidak setuju karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi,” imbuhnya. Habib Kribo juga menegaskan bahwa Fatwa MUI tidak mutlak. Ia juga ingin hukum penistaan agama dihapus. Karena jika tidak dihapus, maka negeri ini akan mengalami gonjang-ganjing. “Saya di Makassaar dilaporkan karena penistaan agam. Maaf saya jelek-jelek gini juga habib. Saya gak akan jual agama Rasulullah. Banyak pemahamanan kita salah, kita merasa paling benar,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan tersangka Panji Gumilang dikenakan Pasal 156a KUHP san atau Pasal 45a Ayat (2) Juncto Pasal 28 Ayat (2) Undangan-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Undangan-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara,” tegas Djuhandhani kepada media di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (01/08/2023) malam. Menurut Djuhandhani, penetapan status ini dilakukan usai Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memiliki cukup alat bukti untuk menjadikan Panji Gumilang sebagai tersangka dan langsung dilakukan penangkapan. Penyidik juga telah memeriksa 40 saksi dan 17 ahli. Saat ini yang bersangkutan masih dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka 1X24 jam. “Saat ini penydik masih mempunyai 1×24 jam, jadi proses penyidikan kami saat ini hanya melaksanakan proses penangkapan. Untuk lebih lanjut kita lihat perkembangan penyidikan yang dilaksanakan malam ini,” jelas Djuhandhani. (wink)

Read More

Quraish Shihab : Orang Tua Harus Bisa Menjadi Sahabat Bagi Anak

Jakarta — 1miliarsantri.net : Cendekiawan Muslim Indonesia dan juga mantan Menteri Agama pada tahun 1998, Prof Quraish Shihab, menyebutkan sejumlah prinsip yang harus dilakukan para orang tua dalam mendidik anak, diantaranya yakni mau mendengarkan apa yang disampaikan anak, bisa menjadi sahabat yang baik, dan tidak membentak anak begitu saja. “Jangan membebaninya di luar kemampuan. Jangan pula memaki saat anak salah. Sebaiknya hubungan orang tua dengan anak bagaikan hubungan dengan sahabat,” urai Buya Quraish kepada 1miliarsantri.net, Selasa (01/08/2023) Menurutnya, jika hubungan orang tua dengan anak sudah baik, niscaya anak tidak segan dan canggung dalam menyampaikan rahasia terdalamnya kepada orang tua. Dia tidak akan lagi menyampaikan itu kepada temannya yang bisa saja tidak mengerti persoalan. “Orang tua harus pandai-pandai mendengar pendapat anaknya dan berdiskusi mencari solusi,” tuturnya. Menurut pengarang Tafsir Al-Misbah ini, orang tua harus sadar bahwa sebenarnya anak yang salah itu karena terpengaruh oleh faktor luar. Pada dasarnya seorang anak itu masih bersih, sehingga prinsip dasar dalam mendidik anak adalah jangan sekali-kali memukul anak, baik fisik maupun non fisik seperti memaki. “Sebutkan kesalahannya dan doakan agar Allah menjaga dan melindunginya. Di saat marah yang terjadi jalinan cinta itu tidak terputus dan jalinan dengan Tuhan juga tidak terputus,” tandasnya. Orang tua, sambungnya, harus mampu mendidik anak-anaknya, menjelaskan bahaya-bahaya yang mungkin dialami anak seperti saat ini yang sedang marak, yakni isu LGBT. Agama tidak menyetujui itu. Namun, kita bisa bergandengan tangan untuk memberi tahu bahwa hal tersebut berdampak buruk, bukan justru diam. “Orang yang diam dalam menghadapi keburukan itu seperti setan yang membisu. Jadi kita bisa memberitahu anak dengan cara yang baik. Jangan bersikap seperti bangau yang meletakkan matanya di tanah atau menyembunyikan kepalanya. Orang tua harus memberitahu sesuatu yang dirasa ada kekeliruan sehingga dapat diobati,” tuturnya. Buya Quraish menegaskan, yang paling bertanggung jawab atas anak adalah orang tuanya, kemudian baru sekolah. Anak memang semestinya lebih dekat dengan orang tua dibanding gurunya. Prof Quraish melanjutkan, orang tua menjadi salah jika merasa malu tidak mau memberikan pelajaran sekalipun terkait seks. Kita jangan mengandalkan orang lain meskipun itu adalah guru agama. “Di dalam Al-Qur’an cara mengajarkan seksualitas adalah dengan berterus terang tetapi dengan bahasa yang bersih. Kemudian menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang normal pada waktunya, sehingga ada pembatasan yang harus dilakukan manusia. Karena kalau tidak dibatasi akan berbahaya,” pungkasnya. (rim)

Read More

Pemerintah Saudi Mengecam Keras Perbuatan Pembakaran Kitab Suci

Riyadh — 1miliarsantri.net : Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menegaskan bahwa penodaan Al-Qur’an dengan alasan apapun tidak dapat diterima. Melalui Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan, menegaskan perlu ada langkah-langkah praktis untuk mengakhiri pengulangan insiden pembakaran kitab suci. Hal tersebut disampaikan Pangeran Faisal pada pembukaan sidang Dewan Luar Biasa Menteri Luar Negeri (CFM) Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yang beranggotakan 57 negara Muslim, pada Senin (31/7/2023). Pertemuan tersebut diadakan untuk membahas langkah-langkah yang harus diambil terkait insiden berulang penodaan dan pembakaran salinan Al-Qur’an di sejumlah Negara Barat, seperti Swedia dan Denmark. Pangeran Faisal mengecam keras atas aksi penodaan Al-Qur’an secara berulang. Ia menekankan tindakan provokatif melanggar perjanjian internasional yang menyerukan keharmonisan, perdamaian dan pemulihan hubungan. “Dan bertentangan langsung dengan upaya internasional yang berusaha menyebarkan nilai-nilai toleransi dan moderasi, dan menolak ekstremisme, dan merusak prinsip saling menghormati yang diperlukan untuk mempertahankan hubungan yang lebih baik antara masyarakat dan negara,” kata Pangeran Faisal kepada media, Rabu (02/08/2023). Menlu Saudi menekankan bahwa OKI memiliki peran terbesar dalam koordinasi, kerja sama dan integrasi dengan berbagai organisasi Islam lainnya. Peran tersebut untuk mempertahankan nilai-nilai toleransi dan perdamaian, melindungi dan menyebarkan citra Islam yang sebenarnya, serta menolak dan memerangi intoleransi, ekstremisme, dan penyebaran kebencian serta kekerasan. Ia juga menyoroti upaya negara-negara anggota OKI dalam mengadopsi resolusi Dewan HAM PBB pada 12 Juli 2023 yang ditujukan untuk memerangi kebencian agama, seperti hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan. Pangeran Faisal meminta negara-negara anggota OKI untuk menyatukan upaya untuk mengambil langkah-langkah praktis dan efektif untuk menghadapi serangan-serangan ini. Ia menggarisbawahi bahwa Piagam OKI menekankan perlindungan dan mempertahankan citra Islam yang sebenarnya, menghadapi distorsi citra Islam, dan mendorong dialog antara peradaban dan agama. Menlu Faisal menegaskan bahwa kebebasan berekspresi harus dianggap sebagai nilai moral yang menumbuhkan rasa hormat dan koeksistensi di antara bangsa-bangsa dan bukan alat untuk menyebarkan kebencian dan bentrokan antar budaya dan bangsa. Ia juga mencontohkan perlunya menyebarkan nilai-nilai toleransi dan moderasi serta menolak segala bentuk praktik yang menimbulkan kebencian, kekerasan dan ekstrimisme. (dul)

Read More

Napak Tilas Pangeran Purbaya, Purba Sultan Agung Mataram Dalam Mesyiarkan Islam Hingga Akhir Hayat

Tegal — 1miliarsantri.net : Dahulu kala, sebuah pesantren diyakini pernah berdiri di Desa Kalisoka, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pesantren inilah yang menjadi cikal bakal dan pusat penyebaran Islam di Tegal hingga daerah lain di sekitarnya. Tak jauh dari pesantren tersebut, terdapat sebuah masjid yang terbuat dari kayu jati. Kini keberadaan pesantren itu sudah tak berbekas. Hanya bangunan masjid yang masih kokoh berdiri dengan beberapa bagian bangunan masih asli dan digunakan masyarakat setempat untuk beribadah. Di masjid inilah jejak Pangeran Purbaya, pendiri pesantren masih bisa dijumpai. Pangeran Purbaya adalah salah satu putra dari Sultan Agung, raja Mataram yang berpusat di Yogyakarta. Pangeran Purbaya diyakini pernah hidup di Kalisoka untuk menyiarkan Islam hingga akhir hayatnya. Sosoknya juga dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki karomah atau kesaktian yang bersumber dari Allah SWT. Di Kalisoka, Pangeran Purbaya mendirikan masjid dan pesantren untuk mendukung kegiatan syiarnya. Di masjid dan pesantrean itu rutin digelar pengajian untuk masyarakat. Keberadaan masjid dan pesantren ini membuat Desa Kalisoka juga dikenal dengan nama Kalisoka Pesantren. Pangeran Purbaya wafat dan dimakamkan di Kalisoka. Kini, makamnya masih diziarahi puluhan ribu orang setiap malam Jumat kliwon untuk berdoa dan ngalap (minta) berkah. Para peziarah datang berbagai daerah di Tanah Air. Juru kunci makam Pangeran Purbaya, Ahmad Agus Hasan Ali Sosrodiharjo (64) menjelaskan,, kedatangan Pangeran Purbaya ke Kalisoka bermula ketika dia meyanggupi tantangan ayahnya untuk menangkap Pasingsingan, orang Budha dari Jawa Barat. Raja Mataram mengeluarkan perintah penangkapan karena Pasingsingan dianggap mengganggu ketenteraman keraton. “Pada saat itu di keraton, keluarga besar Mataram mau makan diganggu oleh Pasingsingan dari luar keraton dengan kesaktiannya. Semua makanan dibuat hilang. Kanjeng Sultan Agung marah besar,” tuturnya. Lalu beliau mengumpulkan putra-putrinya dan bertanya siapa yang bisa menangkap Pasingsingan. Yang mengangkat tangan Pangeran Purbaya. Masih berdasarkan versi cerita yang didengar Ahmad leluhurnya yang juga menjadi juru kunci, Pangeran Purbaya dengan nama samaran Ki Jadug Silarong kemudian berangkat ke arah utara untuk menangkap Pasingsingan dengan membawa dua batalion pasukan keraton. Setelah melewati sejumlah daerah seperti Purworejo, Purbalingga, dan Purwokerto, Pangeran Purbaya akhirnya bertemu dengan Pasingsingan di sebuah tegalan yang kini masuk wilayah Kota Tegal. Keduanya lalu bertarung dengan kesaktian yang dimiliki masing-masing hingga Pasingsingan kewalahan dan kabur ke arah selatan Tegal, ke sebuah daerah yang kini masuk wilayah Brebes. Di daerah yang berupa pesawahan, Pasingsingan sujud dan minta maaf kepada Pangeran Purbaya. Pangeran Purbaya kemudian memaafkan. Sedangkan perjanjian dengan ayahnya, kalau tidak bisa menangkap Pasingsingan, Pangeran Purbaya tidak boleh kembali lagi ke keraton. “Akhirnya Pangeran Purbaya jalan lagi ke utara, dan sampai di daerah yang sekarang bernama Kalisoka. Saat itu Kalisoka masih berupa hutan. Jadi Pangeran Purbaya babat alas,” katanya. Ahmad menambahkan, Pangeran Purbaya memiliki istri yang merupakan anak dari Ki Gede Sebayu, sosok ulama yang dipercaya sebagai pendiri Kabupaten Tegal. Sebelum bisa mempersunting putri Ki Gede Sebayu, Pangeran Purbaya lebih dulu harus mengikuti sayembara bersama 24 raja dari sejumlah daerah. Sayembaranya adalah merobohkan pohon jati di sebuah wilayah yang kini bernama Adiwerna. “Sayembaranya merobohkan pohon jati tanpa alat. Tangan kosong. Ternyata yang 24 orang enggak mampu. Yang mampu hanya Pangeran Purbaya. Akhirnya Pangeran Purbaya dinikahkan dengan putri Ki Gede Sebayu, oleh Anggowono, putra Ki Gede Sebayu yang lain,” terangnya. Menurut Ahmad, pohon jati yang berhasil dirobohkan dengan cara ditendang itu kemudian diminta Anggowono untuk dibawa Pangeran Purbaya ke Kalisoka dan kayunya digunakan untuk membangun masjid. “Jadi masjid peninggalan Pangeran Purbaya terbuat dari jati yang digunakan dalam sayembara. Jati itu sangat besar. Tidak ada yang tahu bagaimana Pangeran Purbaya membawanya ke sini,” kata Ahmad yang sudah 17 tahun menjadi juru kunci ini. Ahmad mengatakan, dalam proses pembangunan masjid, Pangeran Purbaya juga berhubungan dengan Wali Songo. Bahkan dia meyakini Pangeran Purbaya adalah wali kesembilan. “Pangeran Purbaya itu wali yang kesembilan dengan nama Sayid Syekh Abdul Ghofar Assegaf,” ucapnya. Selain makam Pangeran Purbaya, di dalam kompleks makam juga terdapat makam sejumlah keturunan dan murid Pangeran Purbaya dari Brebes, Tegal, dan Pemalang. Pangeran Purbaya sendiri memiliki enam anak, namun tidak seluruhnya terlacak jejaknya. “Anak-anak Pangeran Purbaya bernama Ki Ageng Umar, Ramidin, Khanafi, Hasan Mukmin, Kiai Abdul Ghoni, dan Kiai Basar,” pungkasnya. (hud)

Read More