Pesantren Tremas Pacitan, antara Sejarah dan Keunikan nya

Pacitan – 1miliarsantri.net : Meski letaknya yang berada di pelosok selatan Jawa, nama Pondok Tremas Pacitan cukup masyhur hingga ke penjuru dunia. Pesantren ini telah melahirkan banyak ulama yang tidak sekadar jago kandang di Jawa saja, tapi juga berhasil tandang unjuk gigi hingga ke Malaysia, Thailand, Al-Azhar Mesir hingga ke Mekah. Tidak hanya ulama hebat yang lahir dari Pondok Tremas, namun juga warisan keilmuan yang menjadi jejaring rantai intelektual ulama Nusantara. Sejarah Perguruan Islam Pondok Tremas tidak bisa lepas dari KH Abdul Mannan (1830-1862) sebagai pendiri. Pemilik nama kecil Raden Bagus Darso itu merupakan putra R. Ngabehi Dipomenggolo, seorang Demang di daerah Semanten pinggiran Kota Pacitan, Jawa Timur. Sejak kecil KH Abdul Manan dikenal cerdas dan tertarik pada problematika religius. Saat memasuki usia remaja, dikirim ke Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo untuk mendalami ilmu agama Islam di bawah bimbingan Kiai Hasan Besari. Ia terkenal sebagai santri yang cerdas, rajin, dan tekun dalam belajar. Tak heran ia menjelma sebagai santri teladan. Saat KH Abdul Mannan selesai menimba ilmu di Tegalsari, ia pulang ke Semanten. Ia menyelenggarakan pengajian dengan sangat sederhana. Warga Pacitan menyambut baik keberadaan majelis tersebut. Bermula dari situ, ia mendirikan pondok di sekitar masjid untuk para santri yang datang dari jauh. Namun beberapa waktu kemudian, pondok tersebut pindah ke daerah Tremas setelah KH Abdul Mannan menikah dengan Putri Demang Tremas R. Ngabehi Honggowijoyo. R. Ngabehi Honggowijoyo sebenarnya kakak kandung R. Ngabehi Dipomenggolo. Di antara penyebab pondok itu dipindahkan adalah pertimbangan kekeluargaan yang dianggap lebih baik jika pinda ke daerah Tremas. Mertua dan istri beliau menyediakan lokasi yang jauh dari keramaian atau pusat pemerintahan. Daerah itu dinilai kondusif bagi santri yang hendak memperdalam ilmu agama. Berbekal lokasi tersebut, KH Abdul Mannan mendirikan pondok pesantren yang kemudian dikenal ‘Pondok Tremas’ sekitar 1830 M. Selain menjadi salah satu santri terbaik KH Hasan Besari, KH Abdul Mannan termasuk ke dalam generasi pertama orang Indonesia di Al-Azhar Mesir. Dalam buku Jauh di Mata Dekat di Hati; Potret Hubungan Indonesia-Mesir terbitan KBRI Kairo disebutkan, KH Abdul Mannan merupakan salah satu pelajar pertama Indonesia yang tinggal di Mesir pada 1850-an. Itu ditandai dengan komunitas orang Indonesia yang dijumpai di komplek Masjid Al-Azhar. Ini diperkuat dengan adanya Ruwak Jawi (hunian bagi orang Indonesia) di masjid itu. Beliau tinggal di Mesir sekitar 1850-an. Dia berguru kepada Grand Syeikh ke-19, Ibrahim Al Bajuri. Jadi wajar di tahun-tahun itu ditemukan kitab Fath al-Mubin, syarah dari kitab Umm al-Barahin yang merupakan kitab karangan Grand Syeikh Ibrahim Bajuri mulai dibaca di beberapa pesantren di Indonesia. Pengembaraan KH Abdul Mannan itu diikuti generasi selanjutnya seperti KH Abdullah (Putra KH Abdul Manan Dipomenggolo), tiga kakak beradik Syaikh Mahfudz Attarmasi, KH Dimyathi Tremas, KH Dahlan Al Falaki Tremas, lalu putra KH Abdullah yang menuntut ilmu di Makkah. KH Abdul Manan berhasil meletakkan batu landasan sebagai pangkal berpijak ke arah kemajuan dan kebesaran, serta keharuman pondok pesantren di Nusantara. Selain itu, kegigihan dalam mendidik anaknya menjadi ulama terbilang sukses. Putra beliau menjadi ulama yang tak hanya menguasai kitab klasik, namun mampu menyusun berbagai macam kitab dengan kontribusi yang sangat besar di Indonesia seperti Syaikh Mahfudz, seorang ulama besar Nusantara yang dijadikan rujukan hingga Malaysia dan Thailand. Ia juga pernah menjadi Imam Masjidil Haram dan pemegang sanad Shahih Bukhari-Muslim. Maka tak berlebihan jika KH Abdul Manan disebut sebagai pelajar Indonesia pertama di Al-Azhar sekaligus peretas jejaring intelektual generasi ulama-ulama nusantara. Dalam kitab Al-Ulama’ Al-Mujaddidun karya KH Maimoen Zubair Sarang Rembang, KH Abdul Manan merupakan sosok yang pertama kali membawa, mengaji, dan mempopulerkan kitab Ithaf Sadat Al-Muttaqin, yaitu syarah dari kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Sepeninggal KH Abdul Mannan, Pondok Tremas diwarisi oleh putra-putra beliau yakni KH Abdullah (1862-1894), KH Dimyathie (1894-1934), dan Habib Dimyathi (1948-1997) & periode KH Haris Dimyathi (1948-1994). Setelah itu kepemimpinan dilanjutkan oleh KH Fuad Habib Dimyathi dan KH Luqman Haris Dimyathi. Hari ini, Pondok Pesantren Tremas Pacitan dalam pengembangan pendidikannya membuka beberapa unit pendidikan sebagai berikut TK Al Tarmasi jenjang 2 tahun, TPQ-Madin Al Tarmasi Jenjang 3 Tahun, Madrasah Salafiyah Tsanawiyah Jenjang 3 Tahun, MTs Pondok Tremas Jenjang 3 tahun, Madrasah Salafiyah Mu’adalah, Jenjang 3 tahun, Lembaga Vokasional Jenjang 1 Tahun, Ma’had Aly Al Tarmasi Jenjang 4 tahun, dan Tahfidzul Qur’an. Pondok Tremas juga memiliki ekstrakurikuler yakni tahsin dan tahfidz, takhassus kitab salaf, seni baca Al-Qur’an, khitobah 3 bahasa, hadroh, praktek ubudiyah, pramuka, beladiri, english club, komputer dan berbagai kegiatan olahraga seperti futsal, volley, basket, dan tenis meja. Selain itu, Pondok Tremas juga memiliki metode pengajaran klasik yakni pengajian weton dan pengajian sorogan. Dua metode ini marak ditemui di pesantren-pesantren salafiyah. Pertama yaitu pengajian wetonan merupakan salah satu sistem pendidikan di pondok tremas yang asli atau tradisional. Seorang kiai membacakan teks kitab tertentu sekaligus terjemahannya. Kemudian para santri (terdiri dari berbagai tingkatan) menyimak, mencatat, atau mengartikan hal-hal yang belum dimengerti dari arti kalimat yang dibacakan. Sistem ini bersifat bebas, karena tidak absensi santri. Santri boleh datang, boleh tidak. Semua santri pun digabung, jadi tidak ada kenaikan kelas. Maka itu santri yang aktif bisa menamatkan kitab lebih cepat dan lanjut ke kitab lain. Kedua, pengajian Sorogan yang merupakan sistem tradisional yang diselenggarakan secara sendiri (Individu, yaitu seorang santri satu persatu secara bergantian menghadap ustadz atau kyai yang akan membacakan kitab-kitab dan menerjemahkannya kedalam bahasa Jawa). Para santri kemudian diminta mengulangi dan menerjemahkan kitab kata demi kata seperti yang dibacakan oleh sang guru. Penerjemahan tersebut dapat dibuat sedemikian rupa dengan tujuan agar santri dapat belajar tata bahasa secara langsung di samping mengetahui arti kitab-kitab itu. Pondok pesantren memiliki beberapa tradisi unik bagi santri baru. Pertama, Tidak Tidur Siang Selama Satu Minggu. Satu pekan pertama santri baru Pondok Tremas akan menjalani tradisi unik yang sudah mengakar yakni tradisi tidak tidur siang selama tujuh hari sejak hari pertama kedatangan mereka di Tremas. Tidak tidur siang, suatu hal yang kelihatannya sepele dan ringan ini ternyata sangat sulit dilakukan. Dalam praktIknya, biasanya para santri baru selalu mendapat berbagai cobaan dan godaan, seperti merasakan kantuk yang sangat berat. Kedua, Ziarah 41 hari tanpa putus. Tradisi ini sudah berjalan sejak ratusan tahun yang lalu. Setiap santri baru “diusahakan”, bahkan ada…

Read More

Napak Tilas Masjid Jami’ Ba’alawi Jambi

Jambi – 1miliarsantri.net : Bagi anda yang pernah singgah di kota Jambi, khusus nya Wilayah seberang Kota Jambi (Sekoja) merupakan daerah yang sangat terkenal sebagai salah satu pusat peradaban dan penyebaran Islam di Kota Jambi sejak abad ke 17 Masehi. Hal itu ditandai dengan banyaknya pondok pesantren (ponpes), madrasah, dan masjid tua di Seberang Kota Jambi. Wilayah Seberang Kota Jambi juga menghasilkan banyak ulama terkenal yang berpengaruh, disamping karena disana juga menjadi pusat pendidikan dan perkembangan islam hingga dijuluki sebagai Kota Santri di Jambi. Salah satu masjid yang bersejarah dan menjadi salah satu yang tertua di wilayah Seberang Kota Jambi ialah Masjid Jami’ Ba’alawi yang berada di Kelurahan Arab Melayu, Kecamatan Pelayangan. Tidak diketahui kapan pasti berdirinya masjid ini, namun berdasarkan catatan, masjid ini sudah menjadi madrasah dan pusat penyebaran syariat Islam Jambi sejak abad 17-18 M. Pendiri Masjid Jami’ Ba’alawi Menurut catatan sejarah, Masjid ini didirikan Oleh al-Habib Husein bin Ahmad Baraqbah atau di Jambi lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Keramat Tambak. Beliau merupakan peletak Peradaban pertama Jambi sekitar abad 17 M, (sebagian pakar abad 18). Beliau hijrah dari Tarim Hadramaut Yaman. Berasal dari Kampun Ba’alawi sebelah Timur Kota Tarim. Tuanku Keramat Tambak wafat dan dikebumikan di Kelurahan Tahtul Yaman, tidak jauh dari masjid tersebut, yang kini disebut dengan Pemakaman Arab Melayu. Pemakamannya pun kini telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai Benda Cagar Budaya berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Sejarah Penamaan Masjid Jami’ Ba’alawi Ba’alawi adalah penisbahan nama marga keturunan Rasulullah yang Hijrah ke Yaman sekitar tahun 319 H. Yaman tempo dulu hanya di huni oleh dua suku saja, pertama Suku Arab asli Yaman keturunan Nabi Nuh as, dan Suku Ba’alawi Keturunan Rasulullah yang Hijrah Ke Yaman pada abad ke-3 H. Kemudian nama ini terkenal pada sebuah tarekat sufi Islam Sunni, tarekat ini didirikan oleh Imam Muhammad bin Ali Ba’alawi, bergelar al-Faqih al-Nuqaddam (lahir di Tarim Yaman 574 H / 1178 M – wafat 653 H / 1256 M). Tarekat ini berkembang pesat di tangan Imam Abdullah bin Alawi al-Hadad, penyebaran terbesar tarekat ini di Yaman, Indonesia, Singapura, Kenya, Tanzania, India, Pakistan, Hijaz dan sebahagian Uni Emirat Arab. Jadi, masjid Ba’alawi adalah sebuah masjid yang penamaannya dinisbahkan pada suku keturunan Rasullah yang menetap di Tarim Yaman di sebelah Timur kota Tarim. Masjid ini dibangun oleh regenerasi Ba’alawiyah yang ada di dunia. Satu Dari Lima Masjid Ba’alawi di Dunia Setidaknya hanya terdapat 5 buah bangunan masjid Ba’alawi saja yang ada di dunia. Pertama Masjid Ba’alawi Tarim Yaman, Kedua Masjid Ba’alawi Riadhah Yaman, Ketiga Masjid Ba’alawi Singapura, Keempat Masjid Jami’ Ba’alawi Jambi Indonesia, dan terakhir Masjid Ba’alawi di Aceh Timur Indonesia. Renovasi Oleh Gubernur Jambi Abdurrahman Sayoeti Berdasarkan penuturan H Mustofa, salah satu pengurus masjid Jami’ Ba’alawi, mulanya masjid tersebut berupa langgar yang berukuran tak begitu besar, dan hampir berbentuk segitiga yang berada tepat di pinggi jalan. Di era Gubernur Jambi Drs H Abdurahman Sayoti (1989-1999) langgar tersebut kemudian di renovasi pada tahun 1990 dan diresmikan jadi Masjid pada 17 Maret 1995. Tanda tangan peresmian masjid tersebut kini masih terpasang secara jelas di depan masjid dibalik tugu nama masjid. Awalnya sebelum di renovasi kata H Mustofa Langgar ini seperti tidak terawat lagi, sudah banyak yang mengalami kerusakan. H Mustofa juga mengaku ikut mengerjakan renovasi masjid tersebut yang uangnya berasal dari sumbangan masyarakat di sekitar masjid. Namun yang memberi sumbangan terbesar adalah Gubernur Jambi periode 1989-1999 Abdurrahman Sayoeti menggunakan dana pribadinya. “Tapi masjid ini yang paling kuat sepengetahuan saya dananya Abdurrahman Sayoeti, itu tidak boleh di catat sama dia, karena bukan duit proyek, tapi duit pribadi” ujarnya. Usai di renovasi, Gubernur Abdurrahman Sayoeti rutin melakukan ibadah sholat subuh di masjid Jami’ Ba’alawi, menyebrang dari rumah dinasnya di Tanggo Rajo. Desain Masjid Merujuk Masjid Demak Penuturan H Mustofa bahwa desain Masjid yang diresmikan 1995 ini jauh berbeda dengan desain masjid sebelum di renovasi. Sejak sudah berdiri masjid ini jauh beda dari yang dulu, masjid (langgar) dulu kecil orangnya sedikit kalau sekarang bisa menampung lebih banyak,” ucapnya. Desain masjid yang ada saat ini mencontoh masjid Demak dengan tetap mempertahankan material-material kayu dan papan dan ukiran ukiran khas Masjid Demak. Gubenur Jambi Al Haris pernah menyampaikan bahwa masjid Jami’ Ba’alawi merupakan satu-satunya masjid di Jambi yang masih mempertahankan material kayu dan papan. Peringatan Haul Habib Husein bin Ahmad Baraqbah Setiap tahun di Masjid Jami’ Ba’alawi diperingati Haul Al-Habib Husein bin Ahmad Baraqbah, terakhir dilaksanakan pada Desember 2022 lalu yakni Haul ke-270. Haul ini merupakan kegiatan ritual yang juga berupa wisata religi itu sudah menjadi agenda tahunan Pemerintah Kota Jambi pada kegiatan pengembangan Jambi Kota Seberang sebagai pusat wisata religi. Ribuan jamaah datang baik dari dalam maupun luar Provinsi Jambi. Bahkan ada peziarah yang berasal dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Pencerahan yang dihadirkan juga merupakan penceramah nasional, salah satu yang pernah mengisi ceramah dalam Haul Habib Husein bin Ahmad Baraqbah ini adalah Habib Rizziq. Karena selalu membludaknya peziarah yang datang dalam perayaan Haul setiap tahun, Masjid Jami’ Ba’alawi tak mampung menampung ribuah jamaah yang hadir. Atas hal tersebut Walikota Jambi Syarif Fasha beberapa waktu lalu memberikan bantuan dengan menambah ukuran masjid tersebut menjadi lebih besar, sehingga bisa menampung jamaah yang mengikuti haul di Masjid Jami’ Ba’alawi. (mik)

Read More

Forum Masyarakat Santri Nusantara Siap Dukung Anies Baswedan

Jombang – 1miliarsantri.net : Ketua Umum Forum Masyarakat Santri Nusantara (FormasNU), Ahmad Rouf Qusyairi menilai, Sosok capres Koalisi Perubahan Anies Rasyid Baswedan ternyata memiliki nilai yang sama dengan kalangan santri. Hal itu disampaikan ketika menghadiri Deklarasi FormasNU Kabupaten Jombang. Rouf menyampaikan, prinsip yang dipegang teguh kalangan santri dan Nahdliyin pada umumnya adalah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah. “Artinya adalah mempertahankan nilai-nilai lama yang relevan atau tradisi-tradisi yang yang relevan atau tradisi-tradisi yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman,” terang Rouf saat ditemui 1miliarsantri.net di Hotel Green Red Syari’ah Jombang, Kamis (18/05). Lebih lanjut Rouf menambahkan, saat ini kita butuh perubahan, seperti perubahan untuk keadilan sosial pemerataan pembangunan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Dia menuturkan, Anies adalah sosok yang representasi dan sekaligus menginspirasi bagi kalangan santri. Selain itu, menurut Rouf, Anies adalah satu-satu bakal calon presiden dari kalangan santri. “Karena Mas Anies ini pernah menjadi Rektor Universitas Paramadina.Kita semua tahu Paramadina dilahirkan oleh Cak Nur (Nurcholish Majid). Saat Orde Baru ada tiga tokoh penting yang kritis terhadap negara, yakni Gus Dur, Cak Nur, serta Cak Nun,” ujarnya. Menurut Rouf, Anies memiliki kedekatan kuat dengan kalangan Nahdliyin. Bahkan, kata dia, Anies selama memimpin Ibu Kota periode 2017-2022 sudah terbukti mampu menyatukan berbagai kelompok agama. “Kita bisa melihat rekam jejak beliau selama di DKI beliau itu sangat dekat dengan kalangan Nahdliyin. Kalangan kelompok agama tidak hanya Islam ya, tapi juga dengan kelompok-kelompok agama yang lain baik dari apa dari Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dan semua agama-agama yang ada di Indonesia” jelas Rouf. Dia menjelaskan, FormasNU hadir di Jombang ingin menyerap spirit kemanusiaan yang telah dicontohkan oleh KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yaitu puncak tertinggi dari politik adalah kemanusiaan agar aspirasi tersebut bisa disampaikan ke Anies. Hal itu tentu selaras dengan konsep trilogi ukhuwah. “Persaudaraan sesama Muslim, persaudaraan sesama bangsa (Indonesia) dan persaudaraan sesama manusia. Ini yang dijadikan spirit teman-teman FormasNU,” ucap Rouf. Selama di Jombang FormasNU melakukan ziarah, tabarrukan, tawasulan ke makam KH Asy’ari, ayahanda KH Hasyim Asy’ari. Setelah itu, ia ke Ponpes Tebu Ireng ziarah ke makam KH Hasyim Asy’ari dan Gus Dur, serta berlanjut ke Ponpes Denanyar nyekar ke makam KH Bisri Syamsuri. Tidak ketinggalan, sowan ke Ponpes Mamba’ul Ma’arif dan Tambak Beras ke makam KH Wabah Hasbullah, dan Ponpes Darul Ulum Rejoso Peterongan. (yat)

Read More

Pengertian Tawakal

Surabaya – 1miliarsantri.net : Arti tawakal menurut bahasa diambil dari bahasa arab tawakkul dari akar kata wakala artinya lemah. Adapun arti tawakal secara harfiah adalah menyerahkan atau mewakilkan. Contohnya seseorang mewakilkan suatu benda atau urusan kepada orang lain. Artinya, dia menyerahkan suatu perkara atau urusannya dan dia menaruh kepercayaan kepada orang itu mengenai perkara atau urusan tadi. Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin arti tawakal adalah bagian dari keimanan, dan seluruh bagian dari keimanan tidak akan terbentuk melainkan dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan. Begitupula dengan sikap tawakal, ia terdiri dari suatu ilmu yang merupakan dasar, dan perbuatan yang merupakan buah (hasil), dan keadaan yang merupakan maksud dari tawakkal. Tawakal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa dan hati yang tenang. Jadi tawakal adalah menjadikan nya wajib bersandar kepada-Nya dengan menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Ia merasa tenang dengan sikap demikian itu dan sangat tsiqah kepada-Nya. Ia juga yakin dengan kecukupan dari-Nya ketika ia bertawakal kepada-Nya dalam perkara itu. Adapun dalil tawakal berikut ini. Allah Swt berfirman dalam surah Ali Imran ayat 159: فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159). Firman Allah Swt surah Al-Anfal ayat 61: وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Anfal: 61) Tawakal merupakan manifestasi keyakinan di dalam hati yang memberi motivasi kepada manusia dengan kuat untuk menggantungkan harapan kepada Allah SWT dan menjadi ukur tingkat keimanan seseorang kepada Allah SWT. Disamping Islam mendidik umatnya untuk berusaha, Islam juga mendidik umatnya untuk bergantung dan berharap kepada Allah. Dalam kata lain, mereka menyerahkan iman dan keyakinannya kepada Allah di dalam suatu urusan, maka pada suatu saat mereka akan merasai keajaiban tawakal. Seorang yang bertawakal yakin tidak ada perubahan pada bagian- bagian rezeki yang telah ditentukan Allah, sehingga apa yang telah ditetapkan sebagai rezekinya tidak akan terlepas darinya, dan apa yang tidak ditakdirkan untuknya tidak akan ia peroleh, sehingga hatinya merasa tentram dengan hal tersebut dan yakin dengan janji Tuhannya, lalu mengambil (bagian) langsung dari Allah. Pengertian tawakal bukan berarti tinggal diam, tanpa kerja dan usaha, bukan menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib dengan tegak berpangku tangan duduk memekuk lutut, menanti apa-apa yang akan terjadi. Bukan merupakan pengertian dari tawakal yang diajarkan oleh al-Qur’an, melainkan bekerja keras dan berjuang untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu tercapai berkat, rahmat dan dan inayahnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Anfal ayat 61 menunjukan penting nya untuk berusaha dan kemudian baru bertawakal. Tawakal merupakan salah satu ibadah hati yang paling utama dan salah satu dari berbagai akhlak iman yang agung. Tawakal bagi orang Islam yang meniti jalan kepada Allah SWT merupakan keperluan pokok, terutama dalam masalah rezki. Masalah ini biasanya menyesakkan fikiran dan hati manusia, membuat badan menjadi letih, jiwa menjadi kusut dan gelisah pada waktu malam dan bertungkus-lumus pada waktu siang. Adakalanya di antara mereka yang sanggup menggadai maruah diri, melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama untuk mendapatkan sesuap nasi untuk meneruskan hidup. Cara untuk melepaskan diri dari melakukan perbuatan yang terlarang disisi agama adalah dengan bertawakal kepada Allah. Insan yang lebih memerlukan tawakal ini adalah jika dia seorang da’i, penyampai risalah dan orang yang biasa memberi nasihat. Mereka melihat tawakkal ini seperti sendi yang kukuh dan benteng yang teguh. Mereka bersandar pada tawakal dalam menghadapi taghut (syaitan), orang kafir, penguasa-penguasa zalim dan pemimpin-pemimpin yang tidak adil. Mereka memohon pertolongan dan perlindungan daripada Allah agar mereka sentiasa berada di bawah perlindungan Allah dan dipelihara daripada melakukan kemungkaran. Hubungan Usaha dan Tawakal Tawakal yang diperintahkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak menghendaki berhentinya usaha. Karena justru usaha itu yang akan menjadi sebab terjadinya perubahan. Allah telah mengatur alam ini dengan hukum sebab-akibat. Semua yang terjadi di alam ini mengikuti hukum sebab-akibat yang telah ditentukan oleh Allah, bahkan peraturan-peraturan Allah pun sangat berkaitan dengan hukum ini. Hadis masyhur yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, Telah datang seorang lelaki yang mengendarai unta kepada Rasulullah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku membiarkan unta ini dan bertawakal kepada Allah? Atau melepaskannya dan bertawakal kepada Allah?” Rasulullah kemudian menjawab, “Tambatlah unta tersebut dan bertawakallah kepada Allah!”. Al-Qur’an juga memerintahkan solat khauf ketika dalam kondisi perang. Al-Qur’an memerintahkan untuk membagi tentara menjadi dua bagian: satu bagian yang melakukan solat dibelakang imam, dan bagian yang lain bersiap siaga menghadapi musuh. Al-Qur’an juga mewasiatkan agar selalu waspada dan memegang senjata, hingga tak ada kesempatan sedikitpun bagi musuh untuk mencuri kesempatan ketika mereka sedang sibuk melaksanakan salat. Macam-Macam Tawakal Ditinjau dari sudut orang yang bersikap tawakal, tawakal itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu: tawakal kepada Allah dan tawakal kepada selain Allah. Tawakal kepada Allah dalam keadaan diri yang istiqamah serta dituntun dengan petunjuk Allah, serta bertauhid kepada Allah secara murni dan konsisten terhadap agama Allah baik secara lahir maupun batin, tanpa ada usaha yang memberikan pengaruh kepada orang lain. Ditambah dengan tawakal kepada Allah untuk menegakkan, membanteras bid’ah, memerangi orang-orang kafir dan munafik, serta memperhatikan kemaslahatan kaum muslim dengan memerintahkan kebaikan serta mencegah kemungkaran. Ini adalah sikap tawakalnya para nabi dan para ulama’ sesudah mereka, dan inilah sikap tawakal yang paling agung dan yang paling bermanfaat. Menurut Abdullah Umar ad-Dumaiji bahwa tawakal kepada selain Allah ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, tawakal syirik yaitu tawakal kepada selain Allah dalam urusan yang tidak bisa dilakukan kecuali Allah SWT. Seperti orang-orang yang bertawakal kepada…

Read More

Memiliki 16 Anak Kandung Hafiz semuanya

Kolaka Utara – 1miliarsantri.net : Siapa yang tidak bahagia dan merasa bangga memiliki anak yang Hafiz Qur’an, tentu hal itu akan menjadi keinginan setiap orang tua. Namun bisa dibayangkan tidak, jika mempunyai 16 anak kandung dan ternyata semua putra putri seluruh nya hafiz Qur’an. Hal itulah yang dirasakan pasangan suami istri Kamaruddin (57) dan Najrah Rasyid (49) warga Desa Katoi, Kecamatan Katoi, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, benar-benar memiliki kisah yang luar biasa. Pria yang sehar-hari menjadi guru sekolah dasar (SD) tersebut, memiliki 16 anak kandung, dan seluruhnya hafiz Al-Qur’an. Bulan Januari 1996, Kamaruddin menikahi istri tercintanya, Najrah Rasyid. Setelah keduanya bertemu di sebuah pesantren yang ada di Pangkep, Sulawesi Selatan. Usai menikah, anak pertamanya lahir di Pangkep. “Anak pertama saya Nurfaaiqah lahir pada 12 Oktober 1996. Sedangkan anak bungsu, Zayyan Aqif Rahmani lahir pada 29 Desember 2015 lalu,” terang Kamaruddin. Nurfaaiqah anak pertamanya kini sudah berusia 26 tahun. Sedang anak bungsunya berusia tujuh tahun. Anak pertama, kedua dan ketiga semuanya lahir di Pangkep. Selanjutnya pada 1999, Kamaruddin dan keluarganya memutuskan pindah ke Kolaka Utara. Saat itu, dia mengabdi menjadi guru honorer hingga kemudian diangkat menjadi ASN. Di Kolaka Utara inilah, anak keempat hingga ke-16 lahir. Banyak kisah saat kelahiran anak ke empat hingga 16, mengingat tempatnya tinggal masih sangat terbatas, sehingga proses kelahiran anaknya berlangsung serba darurat. “Enam anak saya dilahirkan sendiri tanpa bantuan petugas medis. Anak keenam sampai anak ke-14, saya ikut membantu persalinannya. Untuk memutus tali pusar, menggunakan silet yang dibakar. Itu terpaksa sy lakukan, karena waktu itu belum ada bidan,” terang Kamaruddin. Pria sederhana yang kini sudah menyandang status kakek tersebut, selalu menerima dengan hangat setiap orang yang datang bersilaturahmi di rumahnya. Kamaruddin yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) tersebut, sehari-hari mengajar pelajaran Agama Islam di SD Negeri 1 Katoi, dan di sebuah pondok pesantren. Hebatnya, ke-16 anak tersebut tumbuh dengan baik. Bahkan semua anaknya merupakan hafiz Al-Qur’an. Mereka kini sudah ada yang selesai kuliah dan yang lain menuntut ilmu mulai bangku SD hingga perguruan tinggi. “Anak-anak sekolahnya dapat beasiswa semua karena berprestasi. Tamat SD, anak saya masuk ke pesantren,” bebernya. Kamaruddin menuturkan, anak pertama, ketiga dan ke empat sudah selesai kuliah di Kendari, dan Makassar. Sedangkan anak kedua belum selesai kuliah karena keburu menikah. “Ada satu anak saya yang dibiayai Dinas Pendidikan Kolaka Utara, sekolah di Yogyakarta. Anak ketujuh,” sebutnya. Lantas dari mana pasutri ini menafkahi keluarganya. Ternyata selain jadi ASN guru agama, Kamaruddin mengajar di Pesantren 77 Desa Totalan, Kolaka Utara. Sedangkan istrinya, Najrah Rasyid di sela mengurus anak-anaknya, juga berjualan di kantin di SD Negeri 1 Katoi. “Alhamdulillah kebanyakan anak-anak saya ada yang jadi guru juga,,” pungkasnya bangga. (nal)

Read More

Peradaban Islam di tanah Papua

Papua – 1miliarsantri.net : Kedatangan pengaruh Islam ke Pulau Papua, yaitu ke daerah Fakfak, Papua Barat tidak terpisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Sebelum membahas proses masuknya Islam di daerah ini terlebih dahulu akan dibahas proses masuknya agama Islam di Maluku, Ternate, Tidore serta pulau Banda dan Seram karena dari sini Islam memasuki kepulauan Raja Ampat di Sorong, dan Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak. Sejarah masuknya Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari berbagai sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi mau pun sumber tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah mau pun golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak. Sedangkan menurut sumber lain Islam masuk ke Ternate di sekitar tahun jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit 1478, jadi sekitar akhir abad ke-15. Sumber lain berdasarkan catatan Antonio Galvao dan Tome Pires bahwa Islam masuk ke Ternate pada tahun 1460-1465. Dari beberapa sumber tadi dengan demikian dapat diperkirakan bahwa Islam masuk ke Maluku pada abad ke-15 selanjutnya masuk ke Papua pada abad ke-16, sebagain ahli memprediksikan bahwa telah masuk sejak abad ke-15 Sebagaimana disebutkan situs Wikipedia. Secara geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak mau pun Raja Ampat di Sorong. Keduanya telah lama menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak. Walau pun demikian tidak berarti bahwa Ternate tidak ada pengaruhnya, justru yang kedua ini dalam banyak hal sangat berpengaruh. Dengan adanya pengaruh kedua kesultanan Islam ini di Raja Ampat, Sorong dan Fakfak, maka telah dapat diduga (dipastikan) bahwa Islam masuk ke Raja Ampat dan Semenanjung Onim Fakfak serta sebagian besar wilayah pantai selatan daerah Kepala Burung pada umumnya termasuk kaimana di dalamnya adalah wilayah lingkup pengaruh kedua kesultanan itu. Kajian masuknya Islam di Tanah Papua juga pernah dilakukan oleh Thomas W Arnold seorang orientalis Inggris didasarkan atas sumber-sumber primer antara lain dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Dalam bukunya yang berjudul The preaching of Islam yang dikutip oleh Bagyo Prasetyo disebutkan bahwa pada awal abad ke-16, suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada Sultan Bacan salah seorang raja di Maluku. Kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai Semenanjung Onim (Fakfak), di barat laut Irian pada tahun 1606, melalui pengaruhnya dan pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk agama Islam meskipun masyarakat pedalaman masih menganut animisme, tetapi rakyat pesisir adalah Islam. Karena letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia Barat, maupun para pedagang lokal Indonesia sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang. Karena kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah maka terjadi hubungan politik dan perdagangan antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan Ternate dan Tidore, sehingga banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di daerah tersebut. Ambary Hasan, dalam tulisannya yang dikutif oleh Halwany Michrob mengatakan bahwa sejarah masuknya Islam di Sorong dan Fakfak terjadi melalui dua jalur. Salah satu bukti otentik keberadaan Islam di tanah papua yang masih terpelihara rapi adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat mengenal masjid ini sebagai Masjid Tua Patimburak. Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat ini dibangun pada tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian. Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar masjid. Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk kokas. (kaim)

Read More

UAS Geram dan meminta Pihak berwajib segera menangkap Panji Gumilang

Jakarta – 1miliarsantri.net : Belakangan ini marak beredar video tentang Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun Panji Gumilang yang mengajak dan mengenalkan salam gaya baru. Tentu saja hal tersebut mendapat beragam kritik dan respon negatif dari berbagai kalangan ulama, terutama para tokoh-tokoh Islam, termasuk dari ulama kenamaan Tanah Air, Ustadz Abdul Somad (UAS). Hal tersebut dikarenakan Panji memperkenalkan salam Yahudi kepada santri. UAS mengatakan bahwa yang demikian adalah hal bodoh dan sangat membahayakan. “Itu salam Yahudi bodoh!” ungkap UAS dalam unggahan ceramah nya di@sahabatuaschannel, Rabu, 17 Mei 2023 . Pada kesempatan itu, UAS menyebut Panji Gumilang telah menyalahi syariat Islam. UAS bahkan juga memerintahkan pihak Kepolisian untuk segera menangkap pimpinan Ponpes berusia 76 tahun itu. Seperti diketahui dalam video berdurasi pendek tersebut Panji mengajak dan mengajarkan Salam baru atau Salam Yahudi nya itu sambil bernyanyi kepada para santri, para tamu dan pengurus pondok nya agar tidak menggunakan Assalamu ‘alaikum saja, tetapi menggunakan Havenu shalom aleichem. “Saya mengajak saudara-saudara untuk mengucapkan salam yang tidak Assalamualaikum saja, sambil kita bernyanyi, saya kira yang hadir walaupun tidak pandai, tapi bisa bernyanyi. Kita ucapkan kepada sahabat kita “havenu shalom aleichem”, dalam bentuk bernyanyi. Silakan berdiri, karena ini satu syuro,” ujar Panji Gumilang dalam video nya. Setelah seluruh santri dan tamu undangan berdiri, pimpinan Ponpes Al-Zaytun itu mulai mencontohkan salam tersebut, agar dinyanyikan bersama. “Havenu shalom aleichem,” kata dia sambil meminta tamu undangan mengikutinya. UAS benar-benar merasa geram karena sudah jelas melanggar Syariat Islam dan itu tidak dibenarkan. Dihadapan para santri, UAS menyampaikan agar melihat tayangan video nya bagi yang belum melihat nya. UAS meminta pihak berwenang bisa segera menangkap Panji ini karena dikatakan antek Yahudi. “Udah dapat videonya? Saya sudah dapat, ini orang musti ditangkap ini, antek Yahudi. Kita ini ahlussunnah wal jamaah, sudah lebih setengah abad, bahkan hampir satu abad kenapa masih saja ada orang yang tak tahu kemana memasukkan anaknya,” sambungnya Kemudian, UAS mengimbau kepada masyarakat Muslim untuk lebih selektif dalam memilih lembaga pendidikan untuk anak. Menurutnya, tidak semua pondok pesantren yang memiliki bangunan megah, benar dalam menerapkan ajaran Islam kepada santri-santrinya. Jangan masukkan anak karena bangunan yang megah, rupanya aliran sesat. Bisa pula, tuan syekhnya, di depan santri di dalam masjid, anak-anak diajarkan lagu-lagu Yahudi,” pungkasya. (rif)

Read More

Empat Perkara Anjuran Menjaga Pandangan Menurut Imam Al Ghazali

Surabaya – 1miliarsantri.net : Setiap umat Muslim nantinya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat terhadap apapun yang diperbuatnya, mulai dari masa baligh hingga akhir hayat, termasuk untuk apa tubuhnya digunakan semasa hidup. Maka dari itu dianjurkan kita harus benar-benar menjaga semua tubuh agar tidak melakukan hal yang dilarang oleh ajaran agama, termasuk menjaga pandangan (mata) menjadi hal yang perlu dilakukan. Imam Al Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menjelaskan, mata diciptakan bagi manusia untuk dapat melihat sesuatu kebaikan serta keburukan dan menunaikan segala hajat yang dibutuhkan. Sehingga dalam hal ini, umat Islam dapat mengambil iktibar dari padanya. Al Ghazali berpesan agar umat Islam senantiasa memelihara mata (pandangannya) dari empat perkara: Pertama, melihat perempuan/laki-laki yang bukan mahram. Kedua, melihat gambar-gambar tak seronok yang membangkitkan syahwat. Ketiga, melihat keaiban orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Inna nazhrota sahmun min sihaami iblisa masmum,”. Yang artinya, “Pandangan mata itu (laksana) anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis,”. Dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan Al-Fadl Ibnu Abbas saat mengantarkan Rasulullah SAW dari Muzdalifah sampai ke Mina. Dalam perjalanan, melintas beberapa unta yang sedang membawa wanita. Al-Fadl memandangi mereka, kemudian Rasulullah memalingkan kepala Al-Fadhl ke arah lain. Ini menunjukan larangan sekaligus pengingkaran terhadap tindakan yang bisa berujung pada maksiat. Seandainya saja memandang wanita itu diperbolehkan maka Rasulullah tidak akan memalingkan pandangan Al-Fadl dari para unta yang sedang membawa para wanita itu. Menurut Ibnu Qayyim, lewat pandangan mata tersebut bisa berzina dan bermaksiat. (hud)

Read More

Nama-nama Kucing Rasulullah SAW

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Dalam berbagai macam kisah yang populer, Nabi Sulaiman bersahabat dengan beragam jenis hewan seperti burung hud-hud dan kucing. Akan tetapi dalam catatan sejarah, belum ada sumber tentang nama kucing Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman disebutkan memiliki keistimewaan dan kekuasaan atas hewan-hewan, termasuk burung-burung dan binatang-binatang lainnya. Nabi Sulaiman bisa berbicara dan berkomunikasi dengan semua jenis binatang. Kendati demikian, tidak ada penyebutan nama kucing Nabi Sulaiman secara lebih khusus, namun dari beberapa kisah tersebut lebih menekankan pada kebijaksanaan dan keistimewaan Nabi Sulaiman dalam berkomunikasi dengan hewan-hewan, termasuk kucing. Berbeda dengan Rasulullah SAW. Banyak riwayat yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW lebih suka memelihara kucinf dan salah satu kucing Rasulullah SAW bernama Muezza. Kucing kesayangan Rasulullah SAW ini diperlihara selama terjadi perang Uhud Jadi, dalam konteks sumber-sumber Islam, tidak ada nama kucing yang secara khusus dikaitkan dengan Nabi Sulaiman. Memelihara kucing merupakan kesenangan tersendiri dan menjadi budaya populer atau dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa nama kucing yang umum digunakan dalam komunitas Muslim atau umat Islam. Berikut ini nama kucing dalam Islam dan lebih umum bahasa arab: MuezzaNama kucing Nabi Muhammad, kucing bernama Muezza sangat disayangi Rasulullah dan sering terlihat bersama beliau kemana pun pergi, termasuk setia menunggu ketika Rasulullah SAW belum kembali ke rumah. Abu HurairahAbu Hurairah adalah nama seorang sahabat Nabi Muhammad perawi hadist yang populer. Nama Abu Hurairah disematkan oleh Rasul karena kecintaannya pada kucing. Nama Hurairah dijadikan nama kucing, sebab Abu Hurairah sering kali terlihat bersama dengan kucing. MishkaNama yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “rambut lebat” atau “mantel” dan digunakan untuk menggambarkan bulu lebat pada kucing. SimbaMeskipun bukan nama yang secara khusus terkait dengan Islam. Simba adalah nama yang populer dan sering digunakan untuk kucing dalam banyak budaya, termasuk di kalangan Muslim. Qamar (قمر)Artinya bulan sebab kucing seperti rembulan yang senantiasa memberikan penerang di dalam rumah. Bisa diajak bermain maupun berkomunikasi yang dapat menghilangkan stress. Bashaar (بشار)Kucing berarti bashaar artinya gembira, karena sifat kucing yang senantiasa bergembira ketika didekati. Terlebih lagi jika dikasih makan. Layla (ليلى)Kucing bisa diberi nama laila yang artinya malam. Pada waktu malam inilah kucing senantiasa memberikan kedamian kepada penghuni rumah Zahr (زهر)Kucing bisa dikasih nama zahra artinya bunga, ia bisa menjadi pengharum atau penghias rumah. Faris (فارس)Kucing salah satu binatang yang banyak disayang, dan ia akan menjaga penghuni rumah maka kucing tersebut bisa dikasih nama Faris yang artinya kesatria. Noor (نور)Kucing bisa dikasih nama Nur atau Noor yang berarti cahaya. Ia akan menjadi penerang saat gelap bagi penghuninya. Penting untuk diingat bahwa pemilihan nama kucing adalah pilihan pribadi dan dapat bervariasi tergantung pada preferensi individu dan budaya setempat. (fq)

Read More

Mengenal Penulis Kitab Al Hikam

Riyadh – 1miliarsantri.net : Siapa yang tidak kenal dengan Syekh Ibnu Atha’illah atau yang memiliki nama lengkap Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo pada 1309 M. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu. Ia adalah Penulis Kitab Al Hikam yang sangat populer di dunia Islam selama berabad-abad, sampai hari ini. Kitab ini juga menjadi bacaan utama di hampir seluruh pesantren di Nusantara Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili. Ibnu Atha’illah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab Al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibnu Ibad Ar-Rasyid-Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibnu Ajiba. Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syekhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu Atha’illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at. Ibnu Atha’illah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat. Ia dikenal sebagai master atau syekh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah pendirinya Abu Al-Hasan Asy-Syadzili dan penerusnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi. Dan Ibnu Atha’illah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat Syadziliyah tetap terpelihara. Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarikat saja. Buku-buku Ibnu Atha’illah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al-Hikam. Syekh Ibnu Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Guru besar spiritualisme ini menyalakan pelita untuk menjadi penerang bagi setiap salik, menunjukkan segala aral yang ada di setiap kelokan jalan, agar kita semua selamat menempuhnya. Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain seperti Al-Hallaj, Ibnul Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi. Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf pada ma’rifat. Adapun pemikiran-pemikiran tarikat tersebut adalah: Pertama, tidak dianjurkan kepada para muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan, dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan mengenal rahmat Illahi. “Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya,” kata Ibnu Atha’illah. Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat. Ketiga, zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. “Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi,” ujarnya. Keempat, tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha’illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta. Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik. Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha’illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh. Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya. (har)

Read More