Begini Hukum nya Orang Dalam Keadaan Junub Menunda Mandi Wajib

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Salah satu syarat untuk beribadah seperti shalat, itikaf, thawaf, menyentuh mushaf dan lainnya adalah suci dari hadats kecil dan besar. Wudhu adalah cara untuk menghilangkan hadats kecil. Sementara untuk menyucikan diri dari hadats besar adalah dengan mandi wajib atau mandi junub. Namun, bagaimana hukumnya jika seseorang dalam keadaan junub tapi malah menunda mandi wajib? Orang dalam keadaan junub tidak harus segera mandi baik. Seperti disebutkan dalam sebuah hadits. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ لَقِيَهُ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم فِى طَرِيقٍ مِنْ طُرُقِ الْمَدِينَةِ وَهُوَ جُنُبٌ. فَانْسَلَّ، فَذَهَبَ فَاغْتَسَلَ. فَتَفَقَّدَهُ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم. فَلَمَّا جَاءَهُ قَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقِيتَنِى وَأَنَا جُنُبٌ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسَكَ حَتَّى أَغْتَسِلَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ. (متفق عليه “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sungguh Nabi saw bertemu dengannya di salah satu jalan kota Madinah, padahal ia masih dalam kondisi junub. Lalu ia segera pergi menghindar dan segera mandi. Rasulullah SAW pun mencari-carinya. Kemudian saat ia mendatanginya. Rasulullah SAW bersabda, ‘Kamu dari mana wahai Abu Hurairah?’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah, tadi Anda menjumpaiku saat itu dalam kondisi junub, maka aku tidak senang untuk duduk-duduk bersamamu sehingga aku mandi dahulu.’ Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Subhanallah, sungguh orang mukmin itu tidak najis,’” (Muttafaqun ‘alaih). Menurut Ibnu Hajar, hadits ini menjadi petunjuk bahwa orang junub boleh menunda mandi junub dari waktu wajibnya meskipun sebenarnya yang lebih baik adalah segera melaksanakannya. (Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari [Beirut, Darul Ma’rifah:1379 H], juz I, halaman 391). Namun perlu diketahui, diperbolehkannya menunda mandi wajib ini memiliki batasan yaitu selama waktu shalat tidak hampir habis. Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan: أن الجنب لَهُ تاخير غسل الجنابة ما لَم يضق عليهِ وقت الصلاة “Sungguh orang junub boleh mengakhirkan mandi junubnya selama waktu shalat tidak hampir habis baginya.” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Fathul Bari, [Madinah al-Munawarah, Maktabah al-Ghuraba al-Atsriyah: 1996] juz I, halaman 345). Misalnya orang junub yang baru bangun di akhir waktu subuh maka harus segera mandi wajib dan tidak boleh menundanya lagi. Kemudian dilanjutkan dengan berwudhu dan bersegera mendirikan shalat subuh agar waktunya tidak terlewat. Seseorang yang nekat menunda mandi wajib dan tidak melaksanakan shalat pada waktunya maka hukumnya tentu berdosa. Rasulullah SAW bersabda: لَيْسَ التَّفْرِيطُ فِي النَّوْمِ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ. رواه أحمد. صحيح “Tidak ada kecerobohan saat tidur, kecerobohan itu terjadi saat orang bangun dari tidur.” (HR Ahmad. Shahih). Kesimpulannya, menunda mandi wajib dan dalam keadaan junub hukumnya boleh namun tetap memiliki batasan, yaitu tidak sampai melewati waktu shalat. (mif) Baca juga :

Read More

Jin Juga Seperti Manusia Ada yang Laki-laki dan Perempuan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Diantara makhluk ciptaan Allah SWT adalah Jin, dimana makhluk ini banyak disebutkan di dalam Alquran. Dan manusia juga sering membicarakan makhluk satu ini. Namun apakah jin juga mempunyai jenis kelamin seperti manusia? M Quraish Shihab dalam bukunya “Yang Tersembunyi Jin, Iblis, Setan & Malaikat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, Serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini” mengatakan beberapa ulama berpendapat bahwa jin sama seperti manusia yakni berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Surat al-Jinn ayat 6 salah satu rujukan yang diambil oleh beberapa ulama tentang jin yang juga berjenis kelamin seperti manusia. Ayat tersebut berbunyi: وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ Wa annahū kāna rijālum minal insi ya‘ūżūna birijālim minal-jinni fa zādūhum rahaqā(n). Artinya: “Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari (kalangan) manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin sehingga mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” Dalam Tafsir Ringkas Alquran Kemenag, ayat tersebut menjelaskan ada ucapan jin bahwa ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia di antaranya adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam masyarakatnya yang meminta perlindungan kepada beberapa tokoh laki-laki dari jin, tetapi jin tersebut menjadikan manusia bertambah sesat. Ada di antara orang-orang Arab apabila mereka melintasi tempat yang sunyi, mereka minta perlindungan kepada jin yang mereka anggap berkuasa di tempat itu. Quraish menambahkan petunjuk tentang jin yang juga berjenis kelamin terdapat dalam sebuah hadits antara lain yang diriwayatkan melalui sahabat Nabi SAW, Anas Ibnu Malik ra yang berkata bahwa Nabi SAW apabila masuk ke toilet membaca: اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ Allahumma Inni Audzubika minal Khubtsi wal khabaits. Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan al-khubuts dan al-Khabaits.” Menurut pakar hadits, Ibnu Hajar dalam bukunya, Fath al-Bari bahwa al-Khubutsi adalah bentuk jamak dari Khabaits yakni jin lelaki. Dan al-Khabaits adalah bentuk jamak dari al-Khabitsah yakni jin perempuan. Maka jika jin juga berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, kata Quraish, mereka pun melakukan hubungan seks seperti manusia. Para ulama mengisyaratkan ini merujuk pada Surat ar-Rahman ayat 56: فِيْهِنَّ قٰصِرٰتُ الطَّرْفِۙ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ اِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَاۤنٌّۚ Fīhinna qāṣirātuṭ-ṭarf(i), lam yaṭmiṡhunna insun qablahum wa lā jānn(un). Artinya: “Di dalamnya ada (bidadari) yang membatasi pandangan (hanya untuk pasangannya) yang tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka dan tidak (pula) oleh jin.” Dan jika mereka melakukan hubungan seksual, lanjut Quraish, maka juga pasti mempunyai keturunan. Dan isyarat itu juga terdapat dalam Alquran Surat al-Kahf ayat 50: وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ اَفَتَتَّخِذُوْنَهٗ وَذُرِّيَّتَهٗٓ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِيْ وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۗ بِئْسَ لِلظّٰلِمِيْنَ بَدَلًا Wa iż qulnā lil-malā’ikatisjudū li’ādama fa sajadū illā iblīs(a), kāna minal-jinni fa fasaqa ‘an amri rabbih(ī), afa tattakhiżūnahū wa żurriyyatahū auliyā’a min dūnī wa hum lakum ‘aduww(un), bi’sa liẓ-ẓālimīna badalā(n). Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu semua kepada Adam!” Mereka pun sujud, tetapi Iblis (enggan). Dia termasuk (golongan) jin, kemudian dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai penolong449) selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Dia (Iblis) seburuk-buruk pengganti (Allah) bagi orang-orang zalim.” (yan) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Mengajarkan Lima Doa Untuk Orang Sakit

Surabaya — 1miliarsantri.net : Sakit adalah ujian yang diberikan Allah kepada manusia sebagai bagian dari kehidupan. Rasulullah SAW, sebagai utusan Allah, memberikan pengajaran yang berharga tentang bagaimana menghadapi dan berdoa untuk kesembuhan orang sakit. Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya bahwa doa memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menyembuhkan penyakit. Dengan memanjatkan doa-doa yang tulus dan penuh keyakinan, seseorang dapat memohon kepada Allah untuk kesembuhan orang yang sedang sakit, sekaligus mendapatkan pahala kebaikan. Berikut lima doa untuk orang sakit yang berasal dari Sunnah Rasulullah SAW: Pertama, doa untuk kesembuhan keluarga kita اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِهُ وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا “Hilangkanlah kesukaran atau penyakit itu, wahai Tuhan manusia. Sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan. Tak ada kesembuhan, kecuali kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah). Kedua, doa untuk orang sakit yang kita jenguk أَسْأَلُ اللهَ العَظِيْمَ رَبَ العَرْشِ العَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ “Hamba memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan pemilik Arsy yang Agung, semoga Dia menyembuhkan engkau.” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi) Ketiga, doa dalam rangka ruqyah orang sakit امْسَحِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِك الشِّفَاءُ لَا كَاشِفَ لَهُ إلَّا أَنْتَ “Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, sapulah penyakit ini. Di tangan-Mu lah kesembuhan itu. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali Engkau.” Keempat, doa untuk kesembuhan kerabat yang kita jenguk Doa di bawah ini boleh mengganti nama Sa’ad dengan nama orang yang sedang sakit. اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا “Ya Allah, sembuhkan Sa’ad. Ya Allah, Sembuhkan Sa’ad. Ya Allah, Sembuhkan Sa’ad. (HR. Muslim). Kelima, doa untuk kesembuhan orang asing yang kita jenguk لَا بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ “Semoga tidak apa-apa kamu sakit, semoga kamu akan suci dengan kehendak Allah.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas). Itulah lima doa yang dianjurkan ketika menjenguk orang sakit. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk menghayati ajaran Rasulullah SAW tentang doa untuk kesembuhan orang lain. Dengan berdoa dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan, kita dapat menjadi saluran bagi rahmat dan penyembuhan dari Allah bagi orang yang membutuhkannya. (yat) Baca juga :

Read More

Ingin Terhindar dari Fitnah Manusia yang Membinasakan, Baca 3 Doa dari Alquran dan Hadits ini

Surabaya — 1miarsantri.net : Menurut KBBI, fitnah merupakan perkataan bohong yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang dan merugikan kehormatan orang lain. Bahkan disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 191, bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mengapa demikian? Fitnah memang tidak membuat seseorang kehilangan nyawanya, tetapi karena fitnah justru dapat membuat kehidupan seseorang menjadi hancur karenanya. Karena itu, agar kita terhindar dari bahaya fitnah, agar selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT. Berikut ini doa memohon perlindungan dari bahaya fitnah: Doa pertama رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَاۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ Rabbanaa laa taj‘alnaa fitnatal lilladziina kafaruu waghfir lanaa rabbanaa, innaka antal-‘aziizul-hakiim “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS al-Mumtahanah ayat 5) Doa kedua رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ، وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ Robbana la taj’alna fitnatan lilqaumizzholimina wa najjina birahmatika minal qaumil kaafirin.” Terjemah: “Ya Tuhan, jangan Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zhalim, dan selamatkanlah kami dengan curahan rahmat-Mu dari tipu daya orang-orang kafir.” (QS Yunus ayat 84-86). Doa ketiga اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ Allaahumma innii a’uudzu bika min ‘adzaabi jahannama wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal. Terjemah: Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab Jahannam, azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Dajjal.” (HR Bukhari Muslim). Dalam hadis riwayat Imam Ashhabus-Sunan dari Ibnu Abbas diterangkan, bahwa Rasulullah SAW senantiasa membiasakan diri membaca doa tersebut. Beliau berharap agar bisa selamat dari segala bentuk fitnah dan musibah, baik ketika masih hidup maupun sesudah mati. Buya H Muhammad Alfis Chaniago dalam Indeks Hadits dan Syarah yang diterbitkan oleh Pustaka Kalbu, menjelaskan, doa adalah senjatanya orang beriman. Setiap kita punya kebutuhan, maka hendaklah manusia berdoa kepada Allah SWT, mohonlah kepada Allah SWT agar keinginan terpenuhi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah ayat 186). Sebanyak apa pun kebutuhan manusia, mintalah kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya. Dalam surat Al Mumin ayat 60, Allah SWT berfirman: وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” Buya Alfis Chaniago menjelaskan, janganlah manusia berdoa kepada selain Allah SWT. Karena, tidak ada satu pun yang mengabulkan doa manusia selain Allah SWT. Dalam surat Al Ahqaf ayat 5, Allah SWT berfirman: وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ وَهُمْ عَن دُعَآئئِهِمْ غَٰففِلُونَ “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)-nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (yat) Baca juga :

Read More

Rasulullah SAW Berpesan Tentang Hakikat Harta di Dunia

Surabaya — 1miliarsantri.net : Rasulullah Muhammad SAW telah menyebut tanda – tanda seseorang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar. Hal ini termasuk salah satu yang dikhawatirkan Rasulullah SAW sepeninggal beliau. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri RA, disebutkan sebagai berikut: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَكْثَرَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مَا يُخْرِجُ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ قِيلَ وَمَا بَرَكَاتُ الْأَرْضِ قَالَ زَهْرَةُ الدُّنْيَا فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ هَلْ يَأْتِي الْخَيْرُ بِالشَّرِّ فَصَمَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يُنْزَلُ عَلَيْهِ ثُمَّ جَعَلَ يَمْسَحُ عَنْ جَبِينِهِ فَقَالَ أَيْنَ السَّائِلُ قَالَ أَنَا قَالَ أَبُو سَعِيدٍ لَقَدْ حَمِدْنَاهُ حِينَ طَلَعَ ذَلِكَ قَالَ لَا يَأْتِي الْخَيْرُ إِلَّا بِالْخَيْرِ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ وَإِنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَ الرَّبِيعُ يَقْتُلُ حَبَطًا أَوْ يُلِمُّ إِلَّا آكِلَةَ الْخَضِرَةِ أَكَلَتْ حَتَّى إِذَا امْتَدَّتْ خَاصِرَتَاهَا اسْتَقْبَلَتْ الشَّمْسَ فَاجْتَرَّتْ وَثَلَطَتْ وَبَالَتْ ثُمَّ عَادَتْ فَأَكَلَتْ وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِي حَقِّهِ فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ Abu Said Al Khudri RA menceritakan bahwa suatu hari Nabi SAW duduk di atas mimbar dan para sahabat pun duduk di dekatnya. Lalu beliau SAW, “Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan terjadi pada kalian sepeninggalku adalah sesuatu yang Allah keluarkan untuk kalian dari berkahnya bumi.” Kemudian ditanyakan kepada beliau SAW, “Apa maksud dari berkahnya bumi?” Beliau SAW menjawab, “Perhiasan dunia.” Seseorang kemudian bertanya kepada beliau SAW, “Wahai Rasulullah, apakah mungkin kebaikan akan mendatangkan keburukan?” Rasulullah SAW kemudian diam sejenak, sampai beberapa sahabat mengira telah turun wahyu kepada beliau. Setelah itu, beliau mengusap keningnya lalu bersabda, “Di manakah orang yang bertanya tadi?” Lelaki itu berkata, “Saya.” Perawi Abu Said berkata, “Kami sempat memujinya ketika dia tiba-tiba muncul.” Beliau SAW bersabda, “Sungguh kebaikan itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan. Sungguh harta dunia ini adalah hijau dan manis. Setiap sesuatu yang ditumbuhkan pada musim semi akan mematikan atau membinasakan, kecuali pemakan hijau-hijauan, dia makan sampai lambungnya melebar. Kemudian menghadap matahari lalu buang air besar, kencing dan kembali, dan makan. Sungguh harta itu terasa manis, maka siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar dan meletakkan dengan cara yang benar pula, maka dia beruntung. Dan siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, maka dia ibarat orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.” (HR. Bukhari) Matan atau isi hadits tersebut juga diriwayatkan dari sanad atau jalur lainnya. Di antaranya dari jalur Said bin Al Musayyib, dari Hakim bin Hizam, yang juga tercantum dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW mengumpamakan orang yang makan tapi tidak pernah merasa kenyang. Makna dari hal tersebut ialah adanya rasa lapar palsu yang dirasakan oleh orang yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar. Sesuatu yang dia makan sebenarnya adalah penyakit, dan penyakit inilah yang membuat orang tersebut kelak mengalami penderitaan, karena terus-menerus makan tetapi tidak merasa kenyang. Mengapa demikian? Karena dia meraih kekayaan secara zalim, dan dampaknya dia akan kehilangan nikmat. Allah SWT menghilangkan dan mencabut nikmat orang tersebut sehingga sebetulnya ia berada dalam kemiskinan selamanya. Ia seperti orang lapar yang tidak merasa puas dengan makanannya, betapapun banyaknya dia memakannya. Di Hari Kiamat kelak, ia digambarkan sebagai orang yang serakah dan boros karena hartanya digunakan untuk berbagai hal yang tidak diridhai Allah SWT. (yat) Baca juga :

Read More

Dari Keturunan Siapakah Imam Mahdi Tersebut

Surabaya — 1miliarsantri.net : Dalam hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib RA, disebutkan mengenai Imam Mahdi. Hadits ini menyatakan Imam Mahdi berasal dari Ahlul Bait. Namun bagaimana penjelasannya? Apa maksud dari ahlul bait ini? عن على قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “المهدى منا أهل البيت يصلحه الله فى ليلة” رواه أحمد وابن ماجه، وصححه أحمد شاكر Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Al Mahdi adalah berasal dari golongan kami, ahlul bait. Allah memperbaikinya dalam satu malam.” (HR Ahmad, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Ahmad Syakir) Ibnu Katsir dalam kitab ‘an-Nihayah fii al-Fitani wa al-Malahim’ menjelaskan, Ahlul Bait di sini merujuk pada pengertian bahwa Al Mahdi lahir dari keturunan Fatimah putri Nabi Muhammad SAW. Namanya pun sama dengan Nabi Muhammad, yaitu Muhammad bin Abdullah. Landasan atas penjelasan ini adalah hadits berikut: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا تذهب -أو لا تنقضي- الدنيا حتى يملك العرب رجل من أهل بيتي، يواطئ اسمه اسمي، واسم أبيه اسم أبي. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dunia tidak akan berakhir, sampai orang Arab diperintah oleh seorang pria dari keluargaku, namanya sama dengan namaku, dan nama ayahnya nama ayahku.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Abu Daud) Setelah kehadiran Imam Mahdi, Allah SWT memperbaikinya dalam satu malam. Artinya, Allah memperbaiki urusannya dan mengangkat takdirnya dalam satu malam. Sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir, bahwa Allah SWT mengampuni dan membimbing Al Mahdi. Ini menunjukkan bahwa Al Mahdi adalah manusia biasa tetapi diberikan keutamaan untuk menebarkan keadilan di muka bumi. Adapun ‘yushlihu’ (memperbaiki) dalam hadits tersebut adalah: قال ابن كثير فى كتابه النهاية فى الفتن والملاحم: (أى يتوب الله عليه، ويوفقه ويلهمه، ويرشده بعد أن لم يكن كذلك). “Maksudnya yaitu Allah SWT memberikan ampunan kepadanya, menuntunnya, dan memberikan ilham kepadanya, serta mengarahkannya, setelah dia tidak seperti itu.” Dari hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib itu, Nabi Muhammad SAW menceritakan tentang cobaan dan kejahatan yang akan terjadi di akhir zaman. Ini menandakan bahwa Allah SWT memperbaiki berbagai urusan orang-orang beriman. (yat) Baca juga :

Read More

Habib Husein Ja’far Al Hadar Salah Satu Pendakwah Muda Milenial Yang Menjadikan Warisan dan Nilai-nilai Luhur dari Sang Ayah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Habib Husein Ja’far Al Hadar dikenal sebagai salah satu pendakwah muda milenial. Dia telah menjadikan warisan dan nilai-nilai luhur dari sang ayah, Habib Ja’far Al Hadar, sebagai pilar utama dalam perjalanan dakwahnya. Dalam serial dokumenter “Kisah Para Pendakwah” Episode 4, Habib Husein Ja’far berbagi pesan-pesan dan teladan sang ayah yang telah membimbingnya untuk mewakafkan umur dan mengabdikan hidupnya dalam pengembangan bangsa, agama, dan kemanusiaan. “Pesan orang tua yang paling ingat jangan bodoh karena orang bodoh ngerepotin. Makanya, seluruh keluarga disuruh belajar filsafat, kemudian wakaf umur mendedikasikan diri untuk bangsa untuk agama untuk kemanusiaan,” ungkapnya. Lulusan Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengungkapkan, sang ayah merupakan sosok yang mengabdikan hidupnya untuk dakwah tanpa mengharapkan imbalan finansial. “Ayah saya itu orang yang mewakafkan umurnya, seumur hidup kepada dakwah kebangsaan, keindonesiaan, kemudian keislaman keagamaan, kemudian toleransi dan kemanusiaan. Ayah saya belum pernah menerima gaji dari siapa pun. Beliau 40 tahun mengurus yayasan tanpa digaji tanpa apa pun, duitnya beliau keluar untuk itu. Makanya, saya sering bilang saya bukan orang baik, tapi alhamdulillah saya dididik oleh seorang ayah yang baik,” jabarnya. Habib Husein Ja’far tumbuh dikelilingi dengan bacaan orang tuanya yang beragam. Hal ini membawanya pada berbagai sudut pandang dan pemikiran, baik dari dalam maupun luar Islam. Mulai dari pemikiran Sayyid Qutb, Hasan Al Banna, hingga buku-buku moderat serta literatur agama dan filsafat lainnya. “Pokoknya, beragam jenis buku-buku filsafat banyak sekali, buku-buku non-Muslim banyak sekali, ayah saya banyak punya buku-buku Kristen, buku-buku Buddha,” sambung Habib Husein Ja’far. Keinginan untuk membantu sesama yang telah ditanamkan sejak kecil oleh ayahnya pun menjadi salah satu pendorong utama bagi Habib Husein Ja’far. Bahkan dalam memanfaatkan platform digital seperti Youtube, ia memilih untuk tidak menggunakan iklan. Hal ini sebagai bentuk kepedulian terhadap pengalaman pengguna. “Makanya, saya terpapar betul, ingin betul membantu orang lain. Makanya, Youtube saya enggak pakai adsense itu kan karena ayah saya ingin saya tidak membebani orang lain, minimal biar orang pernah merasa dirinya kaya tanpa harus Youtube premium, tanpa harus Youtube premium, tapi enggak ada iklannya,” pungkasnya. (Iin) Baca juga :

Read More

Gaya Dakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar Mengakui Terinspirasi Cak Nun dan Gus Mus

Surabaya — 1miliarsantri.net : Pendakwah milenial, Habib Husein Ja’far Al Hadar mengakui gaya dakwahnya yang menonjolkan unsur budaya teraebut sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh inspiratif seperti Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dan KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). “Sebenarnya kalau diperhatikan corak dakwah saya itu lebih bersifat kultural sehingga lebih banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh kultural. Salah satu yang sangat berpengaruh itu adalah Emha Ainun Nadjib, Cak Nun,” ungkap Habib Husein kepada 1miliarsantri.net, Sabtu (27/4/2024). Dia menambahkan bahwa sejak SD sudah mendengarkan kaset-kasetnya Cak Nun, kemudian membaca bukunya Cak Nun Surat Buat Kanjeng Nabi itu di usia yang sangat kecil, karena ayah nya memiliki buku-bukunya Cak Nun. Kehadiran di majelis-majelis Maiyah yang dipimpin oleh Cak Nun dari Jawa Timur hingga Jakarta, melalui Kenduri Cinta, juga turut memberikan pengaruh yang kuat dalam perjalanan dakwah Habib Husein Ja’far. “Kemudian saya menjadi jamaah Maiyah. Hadir di majelis-majelisnya Cak Nun itu secara intensif sejak di Jawa Timur sampai di Jakarta melalui Kenduri Cinta. Jadi itu sangat berpengaruh,” lanjutnya. Lulusan Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengaku mengagumi sosok Syekh Mutawalli Sya’rawi, seorang ulama yang terkenal dengan gaya dakwah yang memukau dan sarat makna. Habib Husein Ja’far mengagumi cara Syekh Mutawalli membangun suasana dan menyampaikan pesan-pesan spiritual dengan kata-kata yang singkat, tetapi penuh daya gedor emosional dan spiritual. “Kalau harus menyebut pendakwah saya itu dari dulu menggemari gaya dakwahnya Syekh Mutawalli Sya’rawi. Bagaimana cara beliau membangun suasana, memakai diksi-diksi, kemudian dalam tanda petik ‘menyihir’ pendengarnya itu dengan kata-katanya yang singkat padat dan betul-betul punya daya gedor emosional dan spiritual yang sangat kuat,” ungkapnya. Dalam hal penulisan, Habib Husein Ja’far mengaku banyak terinspirasi dari karya-karya para sufi seperti Sayyed Hossein Nasr, Annemarie Schimmel, dan Karen Armstrong, baik yang berasal dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. “Saya mungkin banyak terpengaruhi oleh penulis-penulis Sufi seperti Sayyed Hossein Nasr, Annemarie Schimmel, kemudian Karen Armstrong, baik Muslim maupun non-Muslim,” tuturnya. Habib Husein Ja’far menilai, buku-buku tersebut telah menjadi konsumsi penting bagi kelas menengah Muslim pada era 1990-an di Indonesia, di antaranya karya-karya dari cendekiawan seperti Kuntowijoyo dan KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. “Saya kira ya, kalau orang hidup di era 90-an itu ada kelas menengah Muslim yang membaca buku-buku cendekiawan Muslim seperti itu, di antaranya juga kalau nama-nama di Indonesia ada Kuntowijoyo kemudian Gus Mus,” jelasnya. Namun, ia juga menyayangkan bahwa kelas menengah Muslim saat ini cenderung lebih fokus pada aspek ekonomi dibandingkan dengan aspek keagamaan atau keislaman. Nama-nama besar yang dahulu banyak diakses oleh masyarakat kini mulai jarang terdengar, sehingga kelas menengah Muslim menjadi kosong dalam hal konsumsi intelektual keagamaan. “Itu nama-nama yang kayaknya dulu diakses oleh mayoritas Muslim di Indonesia yang kemudian entah kenapa, nama-nama itu kemudian sekarang tidak ada lagi, sehingga kelas menengah Muslim itu menjadi kosong. Kelas menengah itu sekarang lebih ke bersifat ekonomi itu ketimbang keagamaan apalagi keislaman gitu,” pungkasnya. (har) Baca juga :

Read More

Beberapa Jalur Rejeki Yang Didatangkan Oleh Allah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (2344), disebutkan, ”Kalaulah kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, maka kalian akan diberikan rizki seperti halnya seekor burung. Burung tersebut pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” Hadis ini memberikan keyakinan kepada umat beragama untuk tidak meragukan bagaimana Allah akan melimpahkan rizki kepada hambanya yang memang memiliki kepercayaan yang besar kepada Allah. Begitu pun dalam alquran, ada beberapa jalur rizki yang juga sudah ditetapkan oleh Allah. Jalur jalur ini diinfokan dengan jelas agar hambanya memiliki keyakinan yang besar dan optimisme yang kuat bahwa rizki itu adalah ketentuan yang akan diberikan kepada hamba hambanya. Seperti yang tergambar di bawah ini: Ada jalur rizki yang sudah dijamin. Jalur ini terdapat dalam surat Hud, ayat 6. Ada juga rizki yang diberikan melalui jalur usaha. Ketentuan ini seperti dijelaskan secara gamblang dalam surat An-Najm ayat 39. Ada jalur bersyukur. Rizki itu akan dilewatkan jalur bersyukur. Ketentuan ini seperti yang termaktub dalam alquran surat Ibrahim ayat 7. Ada juga jalur rizki yang diberikan melalui jalur yang tidak terduga atau tidak disangka sangka. Ketentuan ini seperti tergambar dalam alquran surat At-talaq ayat 2-3. Ada juga jalur karena istighfar. Rizki itu akan dialirkan melalui jalur istighfar seperti yang sudah dijelaskan dalam alquran surat Nuh ayat 10-11. Ada juga rizki dialirkan melalui jalur menikah. Ketentuan ini seperti yang tergambar dalam alquran surat An-Nur ayat 32. Jalur lain, rizki itu dilewatkan melalui jalur anak. Ini seperti tergambar dalam alquran surat Al-Israa ayat 31. Dan jalur lain, rizki itu didatangkan dari jalur karena sedekah. Ketentuan ini termuat di dalam alquran surat Al-bakoroh ayat 245. (yan) Baca juga :

Read More

Beberapa Penyesalan Manusia Ketika Sudah di Akhirat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Keberadaan manusia di dunia ini adalah suatu kesempatan yang diberikan untuk melakukan amal baik dan berbuat kebajikan. Manusia, sebagai makhluk yang diberi akal dan hati, memiliki tanggung jawab moral untuk memperbanyak amal baik demi menciptakan kedamaian di dunia ini dan mempersiapkan diri untuk kehidupan di akhirat. Allah telah memberikan penjelasan yang banyak dalam Alquran terkait dengan balasannya terhadap setiap manusia yang tidak taat dan beriman kepada Allah. Oleh karena itu, setiap manusia perlu menyiapkan bekal untuk di akhirat sebelum merasakan penyesalan-penyesalan seperti berikut ini: Pertama menyesal karena tidak berbuat baik dan beramal soleh selama di dunia Kehidupan dunia bagi umat Muslim bukanlah hanya sekadar tempat untuk mencari kesenangan duniawi semata, melainkan juga merupakan ladang amal untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jika semasa hidup umat Muslim tidak pernah berbuat baik dengan sesama, beramal sholeh, dan beriman kepada Allah, maka ia akan mendapatkan siksaan yang pedih di akhirat. Sebagaimana penyesalan manusia digambarkan dalam ayat berikut: يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْۚ Dia berkata, “Oh, seandainya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini!” (QS Al Fajr: 24). Begitu pula digambarkan tentang manusia yang menyesali perbuatannya semasa di dunia tidak beriman kepada Allah. Berikut bunyi surat Al An’am ayat 27: وَلَوۡ تَرٰٓى اِذۡ وُقِفُوۡا عَلَى النَّارِ فَقَالُوۡا يٰلَيۡتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِاٰيٰتِ رَبِّنَا وَنَكُوۡنَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ Seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman. (QS Al An’am: 27). Ayat ini menerangkan keadaan mereka di hari akhir nanti yang akan disaksikan oleh umat manusia. Ketika mereka dihadapkan ke muka api neraka, barulah mereka menyadari azab yang akan diterima dan timbul penyesalan dalam diri mereka atas kekafiran dan kelancangan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya selama di dunia. Maka pada saat yang sangat mengerikan dan dahsyat itu mereka mengajukan permohonan kepada Allah agar berkenan mengembalikan mereka ke dunia untuk bertobat dan beramal saleh serta beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak lagi mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka berjanji akan menjadi orang mukmin. Ketika seorang Muslim tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam kehidupan dunia, dia membuka diri terhadap konsekuensi yang serius, baik di dunia maupun di akhirat. Ketidaktaatan ini tidak hanya mempengaruhi hubungan individu dengan penciptanya, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan spiritualnya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Ahzab bahwa setiap manusia yang semasa hidupnya tidak taat terhadap ajaran Allah dan Rasul, maka akan mendapatkan siksaan yang pedih di akhirat. Sehingga mereka yang mendapat siksaan akan menyesali perbuatannya. يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِى النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يٰلَيْتَنَآ اَطَعْنَا اللّٰهَ وَاَطَعْنَا الرَّسُوْلَا۠ Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikkan dalam neraka. Mereka berkata, “Aduhai, kiranya dahulu kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” (QS Al Ahzab: 66). Ketiga, menyesal karena tidak mengikuti ajaran Rasulullah dan memilih ajaran temannya yang membawanya ke jalan buruk Manusia yang memilih mengikuti ajaran temannya yang sesat daripada mengikuti ajaran Rasulullah pasti akan merasakan kepahitan penyesalan di kemudian hari. Mereka akan menyadari bahwa pilihan yang mereka ambil telah membawa mereka ke dalam kegelapan dan jauh dari cahaya petunjuk Allah SWT. Penyesalan itu akan menyiksa jiwa mereka karena mereka menyadari bahwa mereka telah melewatkan kesempatan untuk mendapatkan petunjuk yang benar. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 28, yang berbunyi: يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا Oh, celaka aku! Sekiranya (dahulu) aku tidak menjadikan si fulan sebagai teman setia. (QS Al Furqan: 28). Pada hari kiamat, orang-orang zalim akan merasa penyesalan yang mendalam karena telah melalaikan kewajiban-kewajiban agama mereka selama hidup di dunia. Mereka menyesal karena dengan sombong mereka telah berpaling dari kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mereka meratap dan menangis tersedu-sedu, menginginkan bahwa mereka telah mengikuti ajaran Rasulullah dengan tulus dan ikhlas di dunia. Namun, pada saat itu, penyesalan mereka tidak akan berguna lagi. Mereka juga menyesal karena telah salah memilih teman dan pengaruh dalam hidup mereka. Mereka menyadari bahwa kesalahan dalam memilih teman telah membawa mereka ke dalam kesesatan dan kebinasaan. Sehingga, mereka merasa bersalah karena telah membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh orang-orang yang tidak membawa mereka ke jalan yang benar. Keempat, menyesal karena telah menyekutukan Allah dengan yang lainDalam surat Al Kahfi ayat 42 terdapat kisah seorang pekebun yang memiliki dua kebun subur. Namun, lama kelamaan ia menyombongkan apa yang ia miliki, sehingga Allah mengambil semua nikmatnya dengan merusak semua kebun-kebunnya. وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِۦ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَآ أَنفَقَ فِيهَا وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَٰلَيْتَنِى لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّىٓ أَحَدًا Harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”. (QS Al Kahfi: 42). Melalui ayat ini, Allah menegaskan bahwa setiap orang yang menyekutukan Allah dengan apa pun, akan mendapatkan balasannya di akhirat. (yat) Baca juga :

Read More