Reaksi Rasulullah SAW Ketika Menerima Wahyu Pertama

Surabaya — 1miliarsantri.net : Syekh Said Ramadhan al-Buthy dalam The Great Episodes of Muhammad mengutip kesaksian ummul mukminin, ‘Aisyah. Menurut putri Abu Bakar itu, wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mimpi yang baik (al-ru’ya al-shalihah) ketika beliau tidur. Sesudah bangun dari tidur itu, sosok yang berjulukan al-Amin tersebut diberikan oleh Allah rasa senang untuk melakukan perenungan atau menyendiri (tahannuts). Beliau lantas memilih Gua Hira sebagai tempatnya. Demikianlah keadaannya, Rasulullah Muhammad SAW senang melakukan tahannuts di sana. Sampai pada akhirnya, Malaikat Jibril turun dengan membawa awal surah al-‘Alaq. Jibril mengatakan kepada Rasulullah Muhammad SAW: “Bacalah!” Beliau menjawab “Aku tidak bisa membaca.” Kemudian, Jibril meraih dan memeluk Rasulullah SAW hingga dirinya merasa payah. Setelah melepaskan pelukan, Jibril kembali mengatakan, “Bacalah!” “Aku tidak bisa membaca,” jawab al-Amin lagi. Untuk ketiga kalinya, malaikat itu meraih dan mendekap Muhammad. Akhirnya, beliau bertanya, apa yang harus kubaca? اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَ‌ۚ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ‌ۚ‏ اِقۡرَاۡ وَرَبُّكَ الۡاَكۡرَمُۙ الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” Setelah itu, Rasulullah SAW pulang dengan hati yang kacau. Beliau langsung menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid. “Selimuti aku. Selimuti aku,” katanya. Maka Khadijah menyelimuti Rasulullah SAW hingga kegelisahannya mereda. Rasulullah Muhammad SAW memberi tahu Khadijah tentang kejadian itu dan mengatakan “Aku sungguh mengkhawatirkan diriku.” Khadijah menjawabnya, “Sama sekali tidak. Demi Allah, selamanya Allah tidak akan menghinakanmu. Engkau selalu menjalin kekerabatan, memikul beban, menolong orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membantu pihak yang benar.” Selanjutnya, Khadijah mengantarkan Rasulullah ke sepupunya Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul bin Uzza yang merupakan penganut Nasrani. Khadijah mengatakan, “Wahai sepupuku, dengarlah cerita anak saudaramu ini.” Waraqah, yang ketika itu sudah sangat tua dan buta, pun bertanya kepada Rasulullah Muhammad SAW, “Wahai anak saudaraku, apa yang kau lihat?” Maka Rasulullah menceritakan apa yang beliau lihat. Menanggapi itu, Waraqah mengatakan, “Itu adalah an-namus yang berarti wahyu yang turun kepada Musa. Seandainya aku masih muda dan kuat dan andai saja aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu.” Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Dia menjawab “Ya. Setiap kali seseorang membawa apa yang kau bawa, pastilah dia dimusuhi. Apabila masamu itu kualami, niscaya aku akan menolongmu sekuat tenaga.” Tak lama setelah itu, Waraqah meninggal dunia lantara usianya sudah terlalu tua. Sementara itu, wahyu tidak turun dalam waktu lama. Mengenai jarak waktu antara wahyu pertama dan kedua, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengemukakan tiga tahun. Ada yang mengatakan, kurang dari tiga tahun. Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah yang bercerita tentang masa kekosongan wahyu itu. Dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Maka aku melihat ke atas. Ternyata itu adalah malaikat yang pernah datang menemuiku di gua.” “Dia duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku merasa takut terhadapnya sehingga aku bergegas pulang. Aku berkata ‘Selimuti aku. Selimuti aku.’ Lantas Allah Azza wa Jalla menurunkan firman ‘Hai orang yang berselimut,’ hingga firman-Nya. ‘dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.’ Sejak itu, wahyu diturunkan secara sambung-menyambung.” (jeha) Baca juga :

Read More

Kesederhanaan Rasulullah SAW Patut Dicontoh

Surabaya — 1miliarsantri.net : Kesederhanaan hidup Rasulullah Muhammad SAW merupakan salah satu ciri yang paling mencolok dari kepribadian beliau. Misinya di dunia ini sama sekali tidak didorong oleh kepentingan pribadi atau ambisi duniawi. Ini sangat kontras dengan banyak pemimpin agama palsu dan figur berpengaruh dalam sejarah, yang sering kali memanfaatkan posisi mereka untuk menikmati kemewahan. Pada akhir hayatnya, Rasulullah Muhammad SAW telah berhasil menyatukan seluruh Jazirah Arab di bawah kepemimpinannya. Namun, meskipun memegang kekuasaan yang begitu besar, beliau tetap hidup dalam kesederhanaan yang luar biasa. Di Madinah, beliau memiliki ribuan pengikut yang sangat setia dan juga sangat mencintainya. Pengikut-pengikut ini bersedia melakukan apa pun demi beliau. Namun, hal itu tidak membuat Nabi Saw tergoda untuk menjalani hidup dalam kemewahan. Berbeda dengan raja-raja atau penguasa pada umumnya yang menikmati kemegahan istana dan kekayaan berlimpah, Nabi Saw memilih hidup dalam sebuah rumah yang sederhana, bahkan sangat sempit. Ketika Rasulullah SAW ingin melaksanakan salat di dalam rumah, beliau harus mengetuk kaki istrinya, ‘Aisyah, untuk membuat ruang yang cukup bagi beliau agar bisa bersujud. Kehidupan Rasulullah SAW diisi dengan aktivitas sehari-hari yang sederhana. Untuk minum dan mandi, beliau menggunakan kantung air kulit kecil yang tergantung di rumahnya. Selama berbulan-bulan, tidak ada api yang dinyalakan di rumah beliau untuk memasak, dan keluarganya bertahan dengan makan kurma dan minum air, kecuali jika ada yang memberi mereka hadiah berupa susu. Kesederhanaan Rasulullah SAW ini berpengaruh bagi para sahabatnya. Suatu ketika, Umar bin Khattab berkunjung ke rumah Rasulullah SAW dan mendapati beliau berbaring di atas tikar kasar yang meninggalkan bekas di tubuhnya. Umar melihat sekeliling dan memperhatikan bahwa persediaan makanan Rasulullah SAW hanya sedikit gandum dan beberapa daun. Pemandangan ini membuat Umar menangis. Ketika Rasulullah SAW bertanya mengapa dia menangis, Umar menjawab bahwa ia tidak dapat menahan tangisannya setelah melihat betapa sedikitnya barang yang dimiliki Rasulullah SAW, sementara penguasa seperti Caesar dan Khosrau hidup dalam kemewahan yang berlimpah. Dalam jawabannya yang tenang, Nabi Saw berkata kepada Umar, “Apakah tidak membuatmu bahagia bahwa mereka diberi kemewahan di dunia ini, sementara kita akan diberi nikmat yang lebih besar di akhirat?” Jawaban Rasulullah SAW ini tidak hanya menjadi penghibur bagi Umar, tetapi juga menjadi pengingat bagi kita semua tentang nilai kesederhanaan dan kehidupan akhirat. Rasulullah SAW tidak pernah tergoda oleh gemerlap dunia, meskipun kekuasaan berada di tangannya. Kesederhanaan ini datang secara alami bagi beliau, bukan sesuatu yang dipaksakan atau dilakukan demi mendapatkan pujian dari orang lain. Sikap hidup sederhana Rasulullah Muhammad SAW juga telah diakui oleh banyak sejarawan non-Muslim. Edward Gibbon, seorang sejarawan Inggris terkenal, menulis bahwa Rasulullah Muhammad SAW tidak pernah terpengaruh oleh kemewahan atau keinginan untuk hidup dalam kekuasaan yang gemerlap. Beliau Saw menjalankan tugas-tugas rumah tangga sendiri seperti menyalakan api, menyapu lantai, memerah susu kambing, bahkan memperbaiki sepatu dan pakaiannya sendiri (Edward Gibbon, 2001: 252). Washington Irving, seorang biografer Amerika, mencatat bahwa Rasulullah Muhammad SAW tetap mempertahankan sikap sederhana ini bahkan setelah beliau mencapai kekuasaan terbesar. Kemenangan-kemenangan militer dan politik yang diraihnya tidak pernah membuat beliau menjadi sombong atau terjebak dalam kebanggaan pribadi. Bahkan, jika para sahabatnya ingin memberikan penghormatan lebih ketika bertemu dengannya, beliau Saw akan menolak dengan halus (Washington Irving and Bertram R. Davis, 1850: 186-187). Kesederhanaan dan kerendahan hati Rasulullah SAW menjadi pelajaran penting bagi umat manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. Hingga hari ini, khutbah-khutbah Jumat dan literatur etika Islam dipenuhi dengan contoh-contoh bagaimana Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan utama dalam hal kerendahan hati. Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang pendidik yang tidak pernah malu untuk mengakui jika tidak tahu sesuatu, seorang jenderal yang berbagi hewan tunggangannya dengan orang lain, dan seorang pemimpin yang selalu memperhatikan kebutuhan orang-orang paling lemah di masyarakatnya. Selain memberikan contoh dalam hal kepemimpinan, Rasulullah Muhammad SAW juga teladan dalam kehidupan keluarga. Sebagai suami yang penuh perhatian, beliau peka terhadap perasaan istrinya dan selalu berusaha menjaga keharmonisan rumah tangganya. Sikap rendah hati ini juga terlihat dalam cara beliau menekankan kepada umatnya untuk tidak memujanya secara berlebihan. Rasulullah SAW memperingatkan umatnya agar tidak memujinya seperti umat Kristen memuji Isa Al-Masih. Rasulullah Muhammad SAW selalu menegaskan bahwa dirinya hanyalah seorang hamba Allah dan utusan-Nya. Kesederhanaan, kerendahan hati, dan keteguhan iman Rasulullah Muhammad SAW adalah warisan abadi yang terus menjadi teladan bagi umat manusia. Kesederhanaan hidup beliau merupakan cerminan dari misi luhur yang diembannya. Di dunia yang semakin terobsesi dengan kekayaan dan status sosial, teladan hidup Rasulullah Muhammad SAW mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kerendahan hati, fokus pada akhirat, dan menjalani kehidupan yang bermanfaat bagi orang lain. (yat) Baca juga :

Read More

Keluhan Nabi Muhammad tentang Umat yang Meninggalkan Alquran

Surabaya — 1miliarsantri.net : Surat Al-Furqan ayat 30 berisi tentang keluhan Nabi Muhammad kepada Allah tentang orang-orang Makkah yang meninggalkan Alquran. Menurut pakar tafsir Alquran KH Abdul Ghofur Maimun atau Gus Ghofur, indikasi orang yang meninggalkan Alquran itu tidak hanya secara fisik, tapi juga secara maknawi. Allah SWT berfirman: وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا Artinya: Rasul (Nabi Muhammad) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Alquran ini (sebagai) sesuatu yang diabaikan.” (QS Al-Furqan [25]: 30). Melalui ayat tersebut, menurut dia, generasi zaman sekarang bisa berkaca pada zaman Nabi tentang orang-orang yang mengabaikan atau meninggalkan Alquran. “Orang akan mengaca bahwa yang dihadapi Kanjeng Nabi adalah umat yang meninggalkan Alquran. Jadi, orang boleh mengaca apakaj zaman sekarang umatnya sudah meninggalkan Alquran atau tidak,” ujar Gus Ghofur beberapa waktu lalu. Pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar Sarang, Rembang menuturkan, ayat tersebut bercerita tentang Nabi Muhammad saat berada di Makkah. Saat itu, Nabi menyampaikan ajaran Alquran dan banyak yang tertarik dan terpesona. Bahkan, karena sangat tertarik, mereka mendengarkan Nabi membaca Alquran pada malam hari secara sembunyi-sembunyi. Namun, para pembesar Quraisy di Makkah melarang masyarakat untuk mendengarkan Alquran. Mereka pun menutup telinga mereka dan mulai meninggalkan Alquran secara fisik. “Kalau mendengarkan itu ya secara fisik atau secara kasat mata. Tapi mereka ini meninggalkan Alquran dan itu yang dikeluhkan oleh Nabi Muhammad. Karena, mereka tidak mau mendengarkan Alquran,” kata Gus Ghafur. Selain itu, menurut dia, ada juga yang meninggalkan Alquran secara maknawi, yaitu mereka yang mengabaikan ajaran-ajaran Alquran, seperti tentang ketuhanan, tentang Nabi Muhammad, tentang syariat, dan hal baik lainnya yang terdapat dalam Alquran. “Mereka tidak terima dengan ajaran-ajaran Alquran, bahkan Nabi Muhammad dianggap gila,” ucap Gus Ghafur. Pada saat itu, menurut dia, Nabi Muhammad tidak hanya menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang Makkah, tapi juga kepada orang-orang luar Makkah yang datang pada musim Haji. Namun, orang-orang Makkah yang tidak menyukai Nabi juga menyampaikan kepada mereka bahwa Nabi Muhammad adalah orang gila. “Jadi memang secara fisik itu mereka tidak mau mendengarkan. Nah, secara maknawi ajaran-ajaran itu juga dinafikan,” jelas putra almarhum KH Maimoen Zubair ini. “Pokoknya ajaran-ajaran tentang bahasa Alquran yang indah juga diperolok-olok,” ujar dia. Namun, menurut Gus Ghafur, meskipun mengeluhkan umat yang mengabaikan Alquran itu, Nabi Muhammad tidak sampai mengecamnya. Lalu, pada surat Al Furqan ayat 31, Allah SWT menjelaskan kepada Nabi Muhammad bahwa nabi-nabi sebelumnya juga menghadapi orang-orang seperti itu. Allah SWT berfirman: Allah SWT berfirman: وَكَذٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِيْنَۗ وَكَفٰى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَّنَصِيْرًا Artinya: “Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari para pendosa. Cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS Al-Furqan [25]:31) Dalam ayat tersebut, menurut Gus Ghafur, Nabi Muhammad mendapatkan balasan dari Allah SWT bahwa setiap Nabi itu pasti akan mengalami situasi seperti itu dari kaumny. “Nah berarti kalau disimpulkan, setiap generasi pasti ada yang seperti ini,” jelas doktor lulusan Universitas al-Azhar (Mesir). Pada zaman sekarang pun, menurut Gus Ghafur, selalu ada orang-orang yang meninggalkan Alquran, baik secara fisik maupun secara maknawi. “Secara maknawi itu misalnya ada sesuatu yang kelihatannya tidak cocok langsung dinafikan. Misalnya, ada yang mengatakan ini Alquran sudah ketinggalkan zaman, Alquran sudah tidak bisa menyikapi orang modern. Nah itu dalam hal-hal meninggalkan secara maknawi. Atau, mereka tetap membaca 30 juz setiap Ramadhan, tapi tidak mau melakukan kontemplasi lebih lanjut,” kata Gus Ghafur. Menurut Gus Ghofur, generasi zaman sekarang sudah mulai ada indikasi untuk mengabaikan ajaran-ajaran Alquran seperti itu, seperti tidak mentadabburi Alquran dan tidak memahami maknanya. “Jadi kalau (meninggalkan) secara maknawi misalnya, Alquran hanya untuk dibaca, tidak untuk dipahami. Pengajian-pengajian Alquram tidak mendapatkan tempat,” ujar dia. Karena itu, menurut dia, umat Islam sekarang perlu sebuah gerakan untuk mengajak masyarakat kembali pada Alquran, baik secara fisik maupun secara maknawi. “Ya itu harus menjadi gerakan ya. Kalau menurut ulama-ulama kita itu kan ada prioritas-prioritas,” ujar Gus Ghafur. Ketua STAI Al-Anwar Sarang, Rembang ini memahami bahwa umat Islam memiliki banyak amalan-amalan baik yang bisa dikerjakan, seperti membaca dzikir atau sholawat sebanyak-banyaknya. Namun, menurut dia, umat Islam harus memiliki prioritas dalam mengerjakan amalan-amalan tersebut. “Kalau ornag gak punya sekala prioritas, Alqurannya sendiri tidak pernah dibaca. Padahal kita itu kan diingatkan berkali-kali bahwa salah satu dzikir terbaik bagi umat Islam itu sebetulnya membaca Alquran, walaupun mislanya satu lembar atau setengah lembar setiap hari,” pungkas Gus Ghafur. (yat) Baca juga :

Read More

4 Janji Allah untuk Pecinta Shalat Tahajud

Jakarta — 1miliarsantri.net : Bangun di tengah malam untuk beribadah ternyata bukan hanya bermanfaat secara spiritual, tetapi juga membawa berkah luar biasa dalam karier dan kehidupan sehari-hari. Ustad Adi Hidayat mengungkapkan empat kunci kesuksesan yang dijanjikan Allah bagi mereka yang konsisten melakukan ibadah malam, berdasarkan tafsir Surat Al-Isra ayat 79 dan 80. Dalam ceramahnya, Ustad Adi Hidayat menjelaskan bahwa Allah SWT menjanjikan empat hal istimewa bagi hamba-Nya yang rajin bangun malam untuk beribadah. Keempat hal tersebut mencakup bimbingan karier, kemudahan dalam menjalani aktivitas, solusi terbaik dalam menghadapi masalah, dan perlindungan langsung dari Allah SWT. “Kata Allah, bangun malam, aku berikan empat hal. Satu, asā ay yab’aṡaka rabbuka maqāmam maḥmụdā. Kalau engkau konsisten, aku bimbung karirmu ke tempat kedudukan terbaik dan terhormat yang orang lain memuliakannya,” ujar Ustad Adi Hidayat. Kunci pertama yang disampaikan oleh Ustad Adi adalah jaminan Allah untuk membimbing karier seseorang ke tempat yang terhormat, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Isra ayat 79. Ini menunjukkan bahwa ibadah malam memiliki pengaruh positif terhadap kesuksesan profesional seseorang. Kedua, Allah menjanjikan bimbingan dalam menjalani kegiatan sehari-hari dengan cara terbaik. Hal ini tercermin dalam ayat 80 dari surat yang sama, yang berbicara tentang jalan masuk yang benar. Kunci ketiga adalah solusi terbaik dalam menghadapi persoalan, juga diambil dari ayat 80 yang menyebutkan tentang jalan keluar yang benar. Ustad Adi menegaskan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar terbaik bagi hamba-Nya yang konsisten beribadah di malam hari. Yang terakhir dan mungkin yang paling menarik adalah janji Allah untuk memberikan perlindungan langsung, yang juga disebutkan di akhir ayat 80. Ustad Adi menjelaskan bahwa semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar pula tantangan yang dihadapi. Namun, Allah berjanji untuk langsung turun tangan melindungi hamba-Nya yang setia beribadah malam. “Semakin tinggi jabatan, semakin besar tantangan. Kata Allah, aku yang akan langsung menolong hamba aku itu. Allah yang langsung menolongnya tanpa perantara,” tambah Ustad Adi. Penjelasan Ustad Adi Hidayat ini memberikan perspektif baru tentang pentingnya ibadah malam dalam mencapai kesuksesan dunia dan akhirat, sesuai dengan yang tertuang dalam Al-Qur’an. Bagi mereka yang sedang berjuang dalam karier atau menghadapi berbagai tantangan hidup, ajaran ini bisa menjadi motivasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah malam. Meski demikian, penting untuk diingat bahwa konsistensi adalah kunci utama untuk mendapatkan keempat berkah tersebut. Bangun malam untuk beribadah bukanlah hal yang mudah, terutama di tengah padatnya aktivitas sehari-hari. Namun, dengan niat yang kuat dan keyakinan akan janji Allah yang tertuang dalam Al-Qur’an, hal ini bisa menjadi rutinitas yang membawa keberkahan luar biasa dalam hidup. (yan) Baca juga :

Read More

Mencari Kedamaian Hati Versi Hanan Attaki

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dai muda Indonesia, Ustad Hanan Attaki dalam sebuah ceramah nya membagikan wawasan mendalam tentang kekuatan doa dalam menyembuhkan luka batin. Beliau menekankan pentingnya memanggil Allah saat kita sedang mengalami kekecewaan dan sakit hati. “Ya Allah, Ya Jabbar, salah satu doa minta disembukan kecewa dan sakit hati di dalam sholat adalah rabbighfirli warhamni wajburni,” ungkap Ustad Hanan Attaki. Ustad Hanan Attaki menjelaskan makna mendalam di balik kata “wajburni” dalam doa tersebut. Beliau menegaskan bahwa “Jabbar” memiliki tiga makna, dan dalam konteks doa ini, maknanya adalah “yang mengobati sakit hati”. “Jadi ketika kita berdoa rabbighfirli warhamni wajburni warfa’ni warzukni wahdini wa’afini, wajburni itu artinya kalau kita terjemahin sembuhkanlah sakit hati saya,” lanjut Ustad Hanan Attaki. Ustad Hanan Attaki mengajak umat Islam untuk lebih memahami makna dari setiap kata dalam doa yang sering dibaca. Beliau menekankan bahwa dengan memahami arti dari doa-doa yang kita panjatkan, kita dapat merasakan kedekatan yang lebih dalam dengan Allah SWT. Ceramah ini mengingatkan kita akan kekuatan penyembuhan yang ada dalam ibadah, khususnya sholat. Ketika kita merasa terluka atau kecewa, kita dianjurkan untuk berpaling kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya melalui doa-doa yang penuh makna. Pesan Ustad Hanan Attaki sangat relevan di tengah kehidupan modern yang penuh tantangan dan potensi kekecewaan. Beliau mengingatkan bahwa dalam setiap kesulitan, Allah selalu ada untuk menyembuhkan dan menguatkan hamba-Nya yang beriman. Ceramah ini juga menekankan pentingnya introspeksi diri dan pemahaman yang lebih dalam tentang ibadah yang kita lakukan sehari-hari. Dengan memahami makna dari setiap doa yang kita ucapkan, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah kita dan merasakan kedamaian batin yang lebih besar. Doa yang dibahas oleh Ustad Hanan Attaki ini memiliki arti yang mendalam: Akhirnya, Ustad Hanan Attaki mengajak kita semua untuk selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan, terutama saat kita merasa terluka atau kecewa. Dengan berpaling kepada-Nya dan memohon pertolongan-Nya, kita dapat menemukan kekuatan untuk menghadapi segala tantangan hidup. (yan) Baca juga :

Read More

Beberapa Hal Menyebabkan Mandi Wajib

Jakarta — 1miliarsantri.net : Mandi menurut bahasa berarti menuangkan air pada sesuatu. Sedang menurut istilah mandi (al-Ghuslu) adalah menuangkan air sampai merata kepada seluruh tubuh dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’. Dasar hukum mandi wajib ialah firman Allah, “Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kami sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) …” (Q.S.al-Maidah/5: 6). Selain itu dalam hadis disebutkan, “Rasulullah SAW. bersabda: Apabila datang bulan (menstruasi), maka tinggalkanlah salat dan apabila telah selesai haid, maka mandilah kamu”. (H.R. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad). Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi Wajib Pertama, telah melakukan hubungan seksual (baik mengeluarkan atau tidak mengeluarkan sperma). Hal ini didasarkan kepada hadis Nabi SAW diriwayatkan Abu Hurairah RA: “Dari Nabi SAW. Beliau bersabda: Apabila seseorang duduk di antara cabang yang empat kemudian bersungguh-sungguh, maka ia wajib mandi”. (H.R. Al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad). Kedua, mengeluarkan sperma (air mani) baik ketika tidur (mimpi) atau dalam keadaan terjaga. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW diriwayatkan ‘Aisyiyah RA: Dari Aisyah ra. dari Nabi SAW. beliau bersabda: Apabila salah seorang diantara kamu bangun tidur kemudian ia melihat sesuatu yang basah sedang ia tidak tahu apakah ia mimpi, maka baginya wajib melakukan mandi (besar). Dan apabila ia sadar bahwa dirinya mimpi tapi tidak mengeluarkan sperna, maka ia tidak terkena wajib mandi (besar)”. (H.R. Ibnu Majah). Ketiga, terhentinya darah haid atau nifas. Seorang wanita yang telah kedatangan bulan (menstruasi) kemudian setelah melalui beberapa waktu darah haidnya terhenti (tidak keluar lagi), maka baginya wajib melakukan mandi (besar). Begitu pula apabila seorang wanita yang telah melahirkan, dan setelah ± 40 hari darahnya berhenti, maka baginya wajib melakukan mandi (besar). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW yang disampaikan kepada Aisyah RA: “Nabi SAW bersabda: Apabila datang bulan, maka tinggalkanlah salat dan apabila darah haid telah selesai, maka mandilah dan salatlah”. (H.R. al-Bukhari). Keempat, menghadiri salat Jumat. Berdasarkan hadis riwayat ‘Aisyah RA: “Manusia datang menghadiri Jum’at dari rumahrumah mereka yaitu dari Al-‘Awaaliy. Mereka datang dengan mengenakan mantel dan debu juga menimpa mereka. Maka keluarlah bau tidak sedap dari badan mereka. Salah satu di antara mereka mendatangi Rasulullah SAW, yang saat itu beliau ada di sisiku. Lalu Rasulullah SAW bersabda: Seandainya kalian bersuci (mandi) untuk hari kalian ini”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim). Tata Cara Mandi Wajib Cara mandi tersebut didasarkan pada hadis Rasulullah SAW sebagai berikut: “Dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah SAW. apabila beliau mandi janabat, maka memulai dengan membasuh kedua tangannya kemudian menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri lalu membersihkan kemaluannya. Setelah itu berwudu seperti berwudu akan melakukan salat. Kemudian beliau megambil air dan memasukkan jari-jarinya dipangkal rambutnya sehingga apabila beliau merasa bahwa sudah merata, kemudian beliau menyiramkan air untuk kepalanya tiga tuangan, lalu meratakan keseluruh badannya kemudian membasuh kedua kakinya”. (H.R. Bukhari Muslim). Berdasarkan keterang hadis di atas dan hadis lainnya, tata cara pelaksanaan mandi wajib adalah sebagai berikut, yaitu: Baca juga :

Read More

UAH : Istighfar, Kunci Surga yang Sering Terlupakan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam sebuah ceramah yang menyentuh hati, Ustad Adi Hidayat mengungkapkan rahasia amalan yang jarang dibicarakan namun memiliki kekuatan luar biasa dalam kehidupan seorang muslim. Amalan tersebut adalah istighfar, yang tidak hanya membuka pintu cinta dan ridha Allah SWT, tetapi juga memberikan berbagai kemudahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ustad Adi Hidayat yang biasa disebut UAH ini menekankan bahwa istighfar memiliki peran penting dalam membentuk hubungan yang kuat antara hamba dan Sang Pencipta. “Istighfar bukan hanya dapat mengantarkan kita kepada cinta Allah SWT, pada keridhaan Allah SWT, pada rahmat dan surganya Allah SWT, tetapi juga memberikan beragam kemudahan dalam berkehidupan,” terang Ustad Adi Hidayat, Rabu (11/9/2024). Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa amalan istighfar memiliki dampak yang nyata dalam kehidupan duniawi. Mulai dari kelancaran rezeki, kedamaian hati, ketenangan jiwa, hingga berbagai keringanan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Bahkan, istighfar dipercaya dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan. Pentingnya istighfar dalam kehidupan seorang muslim sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Nuh ayat 10-12, yang artinya: “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’” Ayat tersebut menggambarkan bagaimana istighfar dapat membuka pintu keberkahan dan kemudahan dalam hidup. Ustad Adi Hidayat menegaskan bahwa amalan ini seringkali terlupakan, padahal memiliki keutamaan yang begitu besar. “Teman-teman, amalan itu adalah istighfar, amalan itu adalah istighfar,” tegas Ustad Adi Hidayat, mengingatkan akan pentingnya menjadikan istighfar sebagai rutinitas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran Islam, istighfar tidak hanya sebatas memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Lebih dari itu, istighfar merupakan bentuk pengakuan akan kelemahan diri sebagai manusia dan penegasan akan kebesaran Allah SWT. Dengan melakukan istighfar secara konsisten, seorang muslim diharapkan dapat meningkatkan kualitas spiritualnya dan memperkuat hubungannya dengan Allah SWT. Para ulama juga sepakat bahwa istighfar memiliki banyak keutamaan. Selain membersihkan jiwa dari dosa, istighfar juga dapat menenangkan hati, melapangkan dada, dan bahkan diyakini dapat mendatangkan rezeki yang tidak disangka-sangka. Dalam konteks kehidupan modern yang penuh tantangan, amalan istighfar menjadi semakin relevan. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang seringkali membuat kita lupa akan tujuan hidup yang sesungguhnya, istighfar dapat menjadi pengingat akan kebesaran Allah SWT dan keterbatasan diri kita sebagai manusia. Ustad Adi Hidayat mengajak umat Islam untuk menjadikan istighfar sebagai amalan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Beliau meyakini bahwa dengan membiasakan diri beristighfar, seorang muslim tidak hanya akan mendapatkan ketenangan batin, tetapi juga kemudahan dalam menjalani berbagai aspek kehidupan. Dia juga mengingatkan bahwa istighfar bukanlah amalan yang sulit dilakukan. Setiap muslim dapat memulainya dengan mengucapkan “Astaghfirullah” (aku memohon ampun kepada Allah) secara rutin, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Dengan konsistensi dan keikhlasan, insya Allah keutamaan istighfar akan dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. (yan) Baca juga :

Read More

Fungsi Pakaian Menutup Aurat

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia untuk menutupi auratnya. Allah SWT dalam Alquran telah menjelaskan berbagai fungsi dari pakaian. Anggota Komisi Fatwa MUI, DR Faizah Ali Syibromalisi mengatakan, perihal pakaian dalam Alquran tidak terlepas dari apa yang dilakukan Nabi Adam AS dan pasangannya sesaat setelah melanggar perintah Allah SWT untuk tidak mendekati pohon larangan. Setelah tipu daya setan berhasil membujuk agar keduanya mencicipi pohon larangan tersebut, sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS Al-A’raf ayat 22: فَدَلّٰىهُمَا بِغُرُورٍۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْاٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ وَنَادٰىهُمَا رَبُّهُمَآ اَلَمْ اَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَاَقُلْ لَّكُمَآ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ Artinya: “Dia (setan) membujuk mereka dengan tipu daya. Ketika mereka mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah oleh mereka auratnya, maka mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun surga. Tuhan menyeru mereka. “Bukankah Aku telah melarang kamu dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” “Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Adam dan pasangannya segera menutupi auratnya dengan daun. Namun tidak sekadar menutupi aurat mereka dengan selembar daun,” katanya. Meski begitu, sambungnya, jika melihat redaksi ayat di atas dipahami bahwa aurat sementara yang mereka gunakan adalah daun diatas daun sebagaimana dipahami dari kata yakhshifaani diatas. Hal tersebut mereka lakukan agar aurat mereka benar-benar tertutup. “Ayat ini menunjukkan bahwa menutup aurat adalah merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh Adam dan istrinya,” ujarnya. Dia mengatakan, hal itu terjadi pada saat kesadaran mereka muncul bahwa memakan buah larangan telah menelanjangi aurat mereka. Dia menambahkan, apa yang dilakukan Adam, nenek moyang kita dinilai sebagai usaha manusia -secara spontan dan dengan ilham dari Allah- menutupi auratnya, adalah awal dari lahirnya budaya menutup aurat atau berpakaian. Pakaian juga memiliki tiga fungsi. Pertama, menutup aurat. Kedua, sebagai hiasan. Ketiga, pakaian ketakwaan. Hal ini sebagaimana dalam QS Al-A’raf ayat 26: يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ Artinya: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” Selain itu, kata dosen UIN Jakarta ini, ada juga ayat yang mengisyaratkan fungsi pakaian sebagai pemelihara manusia dari sengatan panas dan dingin serta membentengi manusia dari hal-hal yang bisa mengganggu ketentramannya. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS An-Nahl ayat 81: وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّمَّا خَلَقَ ظِلَٰلًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ ٱلْجِبَالِ أَكْنَٰنًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَٰبِيلَ تَقِيكُمُ ٱلْحَرَّ وَسَرَٰبِيلَ تَقِيكُم بَأْسَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri.” (kepada-Nya). Selain itu, tuturnya, ayat lain menjelaskan bahwa fungsi pakaian sebagai pembeda antara seseorang dengan yang lainnya dalam sifat dan profesinya. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT dalam QS Al-Ahzab ayat 59: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” “Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Mahapengampun, Mahapenyayang.” Dari tiga ayat di atas, jelasnya, menemukan fungsi pakaian jasmani sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT yakni pakaian sebagai penutup aurat dan pakaian sebagai hiasan. “Yang sering kali menjadi masalah bagi sementara orang adalah memadukan antara fungsi pakaian sebagai hiasan dengan fungsinya sebagai penutup aurat,” paparnya. Menurutnya, tidak jarang orang melakukan kesalahan, sehingga mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan dan hiasan. Dia menjelaskan, agama Islam menghendaki agar kita berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Hal ini karena penampakan aurat dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakkannya dan bagi yang melihatnya. Dari sini lahir pembahasan tentang batas-batas aurat yang harus dipeliharapria maupun wanita. Penekanan dalam fungsi ini (pakaian sebagai penutup aurat) menjadikan sementara umat Islam mengabaikan unsur keindahan dan pembeda tersebut. “Padahal menjadi sangat ideal dan indah apabila kesemua fungsi yang disebutkan di atas dapat diterapkan,” tutupnya. (Iin) Baca juga :

Read More

Makna Pengulangan Ayat dalam Surat Ar Rahmaan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Alquran adalah pedoman universal bagi seluruh manusia. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ini tidak hanya menakjubkan dari segi isinya, melainkan juga bahasa yang digunakannya. Banyak ulama dan ahli sejarah sepakat, Kalamullah ini merupakan puncak paripurna penggunaan bahasa Arab. Di antara sisi keindahan Alquran ialah pengulangan kata-kata yang sama. Hal ini dijumpai dalam surah ar-Rahmaan. Menurut Prof Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Tafsir al-Munir, surah ini dinamai ar-Rahman lantaran dibuka dengan salah satu dari nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna), yaitu ar-Rahmaan–‘Zat Yang Mahapengasih.’ Bahkan, makna ar-Rahmaan “lebih kuat” daripada kata ar-Rahiim, ‘Yang Mahapenyayang.’ Dikatakan demikian, lanjut az-Zuhaili, sebab ar-Rahmaan bermakna ‘Dia Yang mengaruniai nikmat-nikmat besar dan kepada semua makhluk.’ Adapun ar-Rahiim bermakna ‘Dia Yang memberi nikmat-nikmat kecil dan pemberian itu adalah pemberian yang khusus kepada kaum Mukminin.’ Dalam surah ar-Rahmaan, terdapat pengulangan (tikrar) yakni ayat berikut. فَبِاَىِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ Ini diulang sebanyak 31 kali dalam surah tersebut. Arti dari ayat ini adalah, ‘Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?’ Ungkapan pertanyaan retoris ini ditujukan kepada bangsa jin dan manusia. Dalam surah ar-Rahman, Allah menyebutkan nikmat-nikmat yang banyak sekali, yang Dia limpahkan kepada jin dan manusia. Itu agar mereka bersyukur dan tidak kufur. Banyaknya nikmat yang Allah limpahkan itu menunjukkan kekuasaan dan rahmat-Nya. Dia sudah sepantasnya dijadikan sebagai satu-satunya yang berhak disembah. Adapun hikmah di balik pengulangan ayat ini, antara lain, untuk menunjukkan tingginya kualitas bahasa Arab yang digunakan dalam Alquran. Gaya penyampaian (uslub) adalah pengulangan (tikrar). Ini dipakai untuk menguatkan kesan dan mendalamkan pemahaman. Al-Suyuthi dalam kitabnya, Al-Itqan fi Ulumil Qur`an, menyebutkan bahwa tikrar untuk memantapkan pemahaman. Fungsi lainnya adalah memberikan tekanan terhadap masalah yang sedang dijelaskan, mengingatkan kembali, serta menunjukkan betapa besar dan pentingnya masalah itu. Hal itu sama seperti perkataan seseorang kepada orang yang selalu ditolongnya, tetapi si penerima manfaat kerap mengingkarinya. “Bukankah kamu dahulu fakir kemudian saya berikan kamu harta? Bukankah kamu dahulu tidak punya pakaian, kemudian saya beri kamu pakaian?” Gaya bahasa seperti ini biasa digunakan oleh orang-orang Arab. Pengulangan ayat dalam surah ar-Rahmaan ini juga bertujuan mengingatkan hamba Allah untuk selalu ingat dan bersyukur kepada-Nya tanpa harus menunggu dan menghitung nikmat-nikmat Allah. Lagipula, nikmat Allah yang tidak akan bisa dihitung. (yat) Baca juga :

Read More

Reaksi Nabi Saat Anak Pejabat yang Berbuat Jahat Lolos dari Hukuman

Surabaya — 1miliarsantri.net : Rasulullah Muhammad SAW dalam sabdanya menyampaikan bahwa yang membinasakan orang-orang terdahulu adalah hukum yang tidak ditegakkan dengan adil. Maksudnya, jika pejabat yang berkuasa dan anaknya melanggar hukum tidak dihukum, tapi jika rakyat biasa yang melanggar hukum maka hukum ditegakan dengan tegas. عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا Aisyah Radhyalahu anha berkata bahwa orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata siapa yang bisa bicara kepada Rasulullah SAW? Mereka menjawab bahwa tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid yang dicintai Rasulullah SAW. Maka Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah SAW. Tetapi Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau memberi syafaat (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?” Rasulullah SAW pun berdiri dan berkhutbah, “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Imam Bukhari). Demikian disampaikan Rasulullah Muhammad SAW kepada umat manusia. Hadits tersebut menyindir orang berkuasa dan memiliki kedudukan yang tinggi, jika berbuat salah cenderung dibiarkan atau tidak dihukum. Sebaliknya, jika orang lemah atau rakyat biasa yang berbuat maka hukum ditegakkan. Rasulullah SAW dalam sabdanya menegaskan bahwa jika anaknya yakni Fatimah berbuat salah, pasti Rasulullah SAW yang akan menghukumnya langsung dengan tegas. Hal ini menggambarkan bahwa Rasulullah SAW adalah pemimpin yang sangat adil. Tidak serta merta karena Fatimah anak dari Rasulullah SAW maka Fatimah dibebaskan walau bersalah. Dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa manusia yang paling dicintai Allah SWT adalah pemimpin yang adil. Sementara manusia yang dibenci Allah SWT adalah pemimpin yang zalim. Ini sebagaimana hadits riwayat Abu Said al-Khudri RA. عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم : إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَقْرَبَهُمْ مِنْهُ مَجْلِساً إِمَامٌ عَادِلٌ وَإِنَّ أَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَشَدَّهُ عَذَاباً إِمَامٌ جَائِرٌ Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah SWT dan paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia paling dibenci oleh Allah dan paling jauh tempat duduknya adalah pemimpin yang zalim.” (HR Imam At-Tirmidzi). (yat) Baca juga :

Read More