UMKM Syariah Laris Manis Di FESyar Jawa, Omzet Tembus Hingga Rp6,8 Miliar

Surabaya – 1miliarsantri.net        : Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Jawa 2025 mencatatkan capaian penting dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) syariah. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa total transaksi penjualan produk UMKM syariah pada ajang yang digelar di Surabaya tanggal 12 hingga 14 September 2025 mencapai Rp6,8 miliar. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa produk berbasis syariah memiliki daya tarik tinggi di pasar sekaligus memberikan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan Ekonomi Syariah Di Jawa Semakin Nyata Tema FESyar Jawa 2025 adalah “Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah Memperkuat Stabilitas dan Kemandirian Ekonomi Regional,” dengan fokus utama pada pertumbuhan, inklusi, dan digitalisasi. Kepala Perwakilan BI Jawa Timur, Ibrahim, menyampaikan bahwa “Konsistensi dan inovasi melalui sinergi pentahelix akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media menjadi kunci dalam memperkuat perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di wilayah Jawa. Penyelenggaraan FESyar Jawa 2025 ini menjadi momentum untuk terus mendorong hal itu,” ujarnya. Selain omzet, BI juga melaporkan komitmen pembiayaan melalui business matching senilai Rp 29,66 miliar dan komitmen perdagangan sebesar Rp 25,66 miliar. Partisipasi yang didapat mencakup 203 UMKM syariah, baik secara offline maupun online. Antusiasme masyarakat tinggi dengan jumlah pengunjung langsung mencapai 49.320 orang dan pengunjung daring sebanyak 207.076 orang. Baca juga: PBB Sebut 562 Pekerja Bantuan Tewas di Gaza Sejak 2023, Termasuk 376 dari Staf PBB Produk Unggulan dan Dukungan Daerah Di area pameran, panitia menghadirkan galeri “Sharia Fair” yang menampilkan beragam produk kreatif dari UMKM Jawa. Produk unggulan terdiri dari kategori Halal Food, Fashion, dan Kerajinan, yang terbukti menarik minat pengunjung. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam sambutan pembukaan mengungkapkan bahwa ekonomi syariah di wilayahnya sudah ditopang oleh infrastruktur kuat. Ia menyebut bahwa Jawa Timur memiliki lebih dari 7.300 pondok pesantren, dengan sekitar 4.400 di antaranya telah membuka rekening syariah. Selain itu, terdapat lebih dari 460.000 sertifikasi halal yang telah dikeluarkan, mencakup lebih dari satu juta produk termasuk pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) bersertifikasi halal. Menurutnya, angka tersebut membuktikan kesiapan Jawa Timur menjadi motor penggerak ekonomi syariah nasional. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) melalui Direktur Eksekutifnya, Sholahudin Al Aiyub, mengatakan bahwa FESyar Jawa memiliki makna strategis bagi peta jalan ekonomi syariah nasional. “Arah pengembangan ekonomi syariah telah tertuangkan dalam RPJPN, RPJMN, dan MEKSI 2025-2029, dengan KNEKS dan Komite Daerah Ekonomi Syariah memastikan implementasinya terukur di pusat maupun daerah,” ujarnya. Tidak hanya pameran, acara ini juga diisi dengan berbagai forum bisnis, seminar, hingga temu usaha. Kehadiran pelaku industri halal, pesantren, serta lembaga keuangan syariah menjadikan FESyar Jawa 2025 sebagai ajang kolaborasi lintas sektor. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa potensi ekonomi syariah di Indonesia, khususnya di Jawa, masih sangat besar untuk terus berkembang. Antusiasme pengunjung yang tinggi, ditambah omzet miliaran rupiah, memperlihatkan bahwa ekonomi berbasis syariah bukan sekadar tren, melainkan fondasi baru bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan capaian ini, UMKM syariah diharapkan semakin berdaya saing dan mampu merambah pasar global, sejalan dengan target Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Baca juga: Hari Santri Nasional Apakah Libur? Cek Daftar Libur Nasional 2025 Berikut Ini! Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona Ilustrasi by AI

Read More

Ekspor Nikel RI ke China Capai US$ 2,73 Miliar, Tantangan Diversifikasi Masih Mengemuka

Jakarta – 1miliarsantri.net : Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor nikel Indonesia ke China mencapai US$ 2,73 miliar sepanjang Januari-Mei 2025. Angka ini menempatkan nikel sebagai salah satu komoditas unggulan ekspor non-migas ke China, bersama besi baja dan bahan bakar mineral. Secara total, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China untuk periode Januari-Juni 2025 mencapai US$ 29,31 miliar, atau sekitar 22,83 persen dari keseluruhan ekspor non-migas RI. Ketergantuan Pada Pasar Tunggal Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam keterangan resmi menegaskan bahwa kontribusi sektor nikel terhadap devisa negara sangat signifikan, tetapi Indonesia tidak boleh dicap bergantung pada China. “Keliru kalau disebut tergantung. Ekspor kita ke China kurang lebih sekitar US$ 20 miliar, itu bukan berarti kita bergantung. Negara mana pun boleh beli dari kita,” ujarnya. Namun, catatan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menunjukkan adanya selisih data ekspor-impor nikel antara catatan BPS dan otoritas Tiongkok. Selama 2020-2024, misalnya, ekspor feronikel Indonesia tercatat 29,08 juta ton, sementara impor yang masuk ke data China hanya 27,67 juta ton, sehingga terdapat selisih 1,41 juta ton yang nilainya diperkirakan mencapai Rp10 triliun. Baca Juga: Sudah Dibuka! Begini Syarat dan Cara Daftar Program Magang Berbayar Pemerintah Dampak pada Daya Beli dan Kondisi Kerja Secara makro, lonjakan ekspor nikel memperkuat cadangan devisa dan memperbesar penerimaan negara. Namun, bagi masyarakat, dampaknya tidak sesederhana itu. Di daerah penghasil nikel seperti Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, masuknya investasi smelter menciptakan ribuan lapangan kerja baru. Tetapi sebagian besar posisi yang tersedia masih untuk pekerja operator dengan tingkat upah relatif terbatas. Situasi ini beriringan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar rata-rata 6,5% disbanding UMP DKI Jakarta misalnya mencapai Rp 5,39 juta. Kenaikan ini diharapkan menjaga daya beli pekerja, tetapi inflasi pangan dan biaya hidup tetap menekan rumah tangga berpendapatan rendah. Pemerintah juga menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahap I tahun 2025 kepada 2,45 juta pekerja, masing-masing Rp 600.000 untuk dua bulan. Kebijakan ini diarahkan untuk menjaga konsumsi masyarakat di tengah fluktuasi ekonomi global. Meski demikian, ketergantungan ekspor pada pasar China membuat stabilitas pekerjaan dan pendapatan masyarakat lokal rentan, terutama jika terjadi perlambatan permintaan dari negeri tirai bambu. Sedikit menarik ke belakang, Faisal Basri, Ekonom Senior dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), pernah mengomentari hilirisasi nikel dan dampaknya terhadap Indonesia dibanding China. Menurutnya, hilirisasi nikel saat ini “nyata-nyata mendukung industrialisasi di China”, karena sebagian besar nikel olahan Indonesia diekspor ke negeri tersebut. Ia juga menambahkan bahwa “nilai tambah yang dinikmati negara tak lebih dari sekitar 10 persen”, sementara sisanya banyak dinikmati pihak luar seperti China. Jika diperhatikan, kebijakan hilirisasi nikel memang berhasil mendongkrak nilai ekspor hampir 12 kali lipat dibandingkan 2017, tetapi manfaat bagi kesejahteraan warga baru terasa terbatas. Tantangannya adalah bagaimana menjembatani keberhasilan makro ke peningkatan kualitas kerja, penghasilan layak, serta keberlanjutan daya beli masyarakat. Baca Juga: Taliban Ingatkan AS soal Perjanjian Doha Usai Trump Desak Ambil Alih Pangkalan Bagram Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona Ilustrasi by AI

Read More

BI Jaga Momentum, Bunga Acuan Diturunkan Bertahap dari 5 hingga 4,75 Persen

Jakarta – 1miliarsantri.net  : Bank Indonesia (BI) terus menunjukkan sikap konsisten dalam menjaga stabilitas moneter sekaligus memberi ruang bagi pertumbuhan ekonomi domestik. Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,00 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, “Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang tetap rendah dalam sasaran 2,5±1 persen, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai kapasitas perekonomian.” Sebelum pengumuman RDG, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan BI akan menahan BI Rate pada level 5,00 persen untuk September 2025, meskipun ada ruang bagi penurunan jika inflasi dan kondisi nilai tukar mendukung. Namun prediksinya tidak terpenuhi, karena BI akhirnya memangkas ke 4,75 persen. Konsistensi Kebijakan Agustus-September Langkah ini diambil setelah inflasi Agustus tercatat hanya 2,31 persen (YoY), relatif terkendali dan masih berada dalam sasaran target BI. Selain itu, nilai tukar rupiah yang bergerak di kisaran Rp 16.200-16.300 per dolar AS dinilai masih stabil meskipun tetap menghadapi tekanan eksternal. Perry menambahkan, pemangkasan bunga ini menjadi sinyal bahwa BI tetap mendukung pertumbuhan dengan tetap menjaga keseimbangan makro. Tidak berhenti di sana, pada RDG September 2025, BI kembali menurunkan bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Perry menyatakan, “Keputusan ini sejalan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan menjaga proyeksi inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1 persen serta mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah.” Baca juga: Rupiah Menguat, Apa Dampaknya bagi Dunia Usaha di Indonesia? Dampak ke Masyarakat dan Prospek ke Depan Pemangkasan bertahap ini memberi dampak langsung ke masyarakat. Bagi rumah tangga, penurunan bunga acuan bisa mengurangi beban cicilan kredit berbunga mengambang, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pinjaman konsumtif. Sementara bagi pelaku usaha, terutama UMKM, bunga kredit yang lebih rendah dapat memperingan biaya modal kerja sekaligus mendorong ekspansi usaha. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menyatakan, “Kita terus mencermati ruang penurunan BI rate lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi, tetap memperhatikan prakiraan inflasi yang rendah, stabilitas nilai tukar, serta kapasitas perekonomian yang masih bisa didorong lebih tinggi lagi.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kebijakan moneter BI tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga strategis untuk memberi kepastian arah ekonomi. Namun, BI tetap menyadari tantangan yang ada. Transmisi penurunan suku bunga ke bunga kredit perbankan biasanya membutuhkan waktu, sehingga manfaatnya baru akan dirasakan secara bertahap oleh masyarakat. Selain itu, risiko global, seperti arah kebijakan moneter Amerika Serikat, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan gejolak harga komoditas, bisa memengaruhi stabilitas pasar keuangan domestik. Ke depan, BI berkomitmen menjaga inflasi tetap dalam sasaran, memperkuat ketahanan nilai tukar, serta mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif. Dengan pemangkasan beruntun dari 5,25 persen pada Juli, menjadi 5,00 persen di Agustus, dan 4,75 persen di September, BI menegaskan strategi berimbang: menjaga stabilitas moneter tanpa mengabaikan kebutuhan mempercepat pertumbuhan. Baca juga: Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia dalam Persaingan Global Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona Foto by AI

Read More

Rupiah Menguat, Apa Dampaknya bagi Dunia Usaha di Indonesia?

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Penguatan rupiah selalu jadi headline yang bikin pelaku usaha buru-buru ngecek spreadsheet. Nilai tukar yang naik tidak hanya memengaruhi angka-angka di laporan, tapi juga strategi impor, ekspor, pricing, dan arus kas harian perusahaan. Artikel ini mengurai dampak utama penguatan rupiah terhadap berbagai segmen usaha, peluang yang bisa dimaksimalkan, serta langkah praktis yang sebaiknya diambil pelaku bisnis sekarang juga. Dampak Langsung pada Biaya dan Margin Ketika rupiah menguat terhadap dolar dan mata uang asing lain, biaya impor otomatis turun karena perusahaan bisa membeli barang atau bahan baku dengan lebih sedikit rupiah. Untuk importir, ini momen emas untuk memperbaiki margin atau menurunkan harga jual agar lebih kompetitif. Di sisi lain, eksportir menghadapi tekanan margin karena pendapatan dalam dolar dikonversi menjadi rupiah yang lebih sedikit. Sektor manufaktur yang bergantung pada bahan baku impor berpotensi menikmati penurunan biaya produksi, sedangkan perusahaan yang mengandalkan pendapatan ekspor perlu mengevaluasi strategi hedging atau penetapan harga dalam mata uang asing. Untuk bisnis yang punya kontrak jangka panjang, fluktuasi nilai tukar dapat memengaruhi proyeksi cash flow. Oleh karena itu perusahaan perlu mengkalkulasi ulang break-even dan margin operasional sesuai rate terbaru dan mempertimbangkan penyesuaian harga ke pelanggan bila memungkinkan. Baca juga: Digitalisasi Perbankan Indonesia: Masa Depan Transaksi Tanpa Batas Peluang dan Tantangan untuk Segmen Usaha Berbeda Penguatan rupiah menciptakan peluang berbeda berdasarkan model bisnis. Retail dan e-commerce yang menjual produk impor bisa menekan harga promosi dan memperkuat pangsa pasar. UMKM yang menggunakan bahan impor skala kecil juga akan merasakan manfaat langsung dalam biaya produksi. Sektor pariwisata domestik berpotensi mendapat angin segar karena biaya perjalanan internasional jadi relatif lebih mahal bagi turis asing, sehingga permintaan pasar lokal bisa naik. Namun, ada tantangan nyata: investasi asing yang mengandalkan keuntungan konversi valas mungkin menahan ekspansi jika profitabilitas menurun. Perusahaan yang membayar utang dalam valuta asing harus tetap waspada, penguatan rupiah menurunkan beban utang dalam rupiah, tapi jika pendapatan utama dalam mata uang asing, arus kas dan kemampuan bayar bisa terdampak. Secara makro, penguatan rupiah menekan inflasi impor sehingga memberi ruang bagi bank sentral untuk kebijakan moneter yang lebih longgar, namun terlalu kuatnya rupiah bisa menurunkan daya saing ekspor jangka panjang. Langkah Praktis yang Disarankan bagi Pelaku Usaha Perusahaan harus tetap agile, sekalipun rupiah sedang menguat, kondisi bisa berbalik cepat karena faktor global seperti kebijakan The Fed, harga komoditas, atau gejolak geopolitik. Jadi, strategi harus fleksibel dan terukur. Penguatan rupiah bukan sekadar angka di layar itu sinyal untuk merevisi strategi bisnis, mengunci keuntungan, dan menyiapkan mitigasi risiko. Pelaku usaha yang responsif dan memiliki manajemen risiko nilai tukar yang matang akan bisa memetik manfaat sambil menjaga stabilitas operasional. Baca juga: Generasi Z dan Transformasi Gaya Bisnis di Indonesia Penulis: Glancy Verona Editor: Toto Budiman Ilustrasi by AI

Read More

Digitalisasi Perbankan Indonesia: Masa Depan Transaksi Tanpa Batas

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Perbankan Indonesia sedang mengalami percepatan transformasi digital yang mengubah cara orang menabung, membayar, dan mengakses kredit. Perpaduan mobile-first, open banking, dan kecerdasan buatan membuat transaksi semakin cepat, aman, dan personal. Artikel ini membahas peluang, tantangan, dan langkah strategis yang perlu diambil bank serta fintech untuk mewujudkan ekosistem finansial tanpa batas yang inklusif. Tren Teknologi dan Pengalaman Nasabah Digital-first menjadi standar baru. Aplikasi mobile dan layanan omnichannel menempatkan kenyamanan pengguna di garis depan dengan proses onboarding cepat, verifikasi biometrik, dan antarmuka yang sederhana. Open banking dan API mempercepat kolaborasi antara bank, merchant, dan penyedia layanan fintech sehingga produk finansial bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan pengguna. Di sisi lain, AI dan analitik data memungkinkan rekomendasi produk yang relevan, scoring kredit alternatif untuk UMKM tanpa riwayat kredit, serta otomatisasi layanan pelanggan lewat chatbot yang semakin natural. Pengalaman nasabah yang mulus bukan lagi sekadar fitur tambahan melainkan penentu loyalitas dan pertumbuhan. Baca juga: Generasi Z dan Transformasi Gaya Bisnis di Indonesia Peluang Ekonomi dan Inklusi Keuangan Digitalisasi membuka jalur baru untuk inklusi finansial. Akses layanan perbankan kini menjangkau daerah terpencil lewat aplikasi dan agen digital, sementara produk mikro dan kredit berbasis data alternatif membantu UMKM mendapatkan modal lebih mudah. Kolaborasi bank dengan e-commerce, dompet digital, dan payment gateway menciptakan ekosistem transaksi yang terintegrasi sehingga arus kas usaha kecil lebih stabil dan transparan. Untuk generasi muda digital-native, fitur like budgeting tools, investasi mikro, dan tabungan berfitur membuat layanan perbankan relevan dan menarik. Bank yang mampu menyesuaikan produk dengan segmentasi perilaku pengguna akan meraih pangsa pasar yang lebih besar. Risiko, Kepatuhan, dan Strategi Implementasi Transformasi cepat membawa risiko tersendiri. Ancaman siber semakin canggih sehingga investasi pada keamanan, enkripsi, dan incident response wajib dilakukan. Integrasi sistem legacy harus dilakukan bertahap supaya operasi berjalan lancar tanpa mengganggu layanan nasabah. Regulasi yang dinamis menuntut bank untuk adaptif namun tetap patuh agar inovasi berjalan aman. Untuk mengatasi tantangan ini, bank perlu strategi yang jelas yakni modernisasi infrastruktur dengan pendekatan cloud-hybrid, implementasi API governance untuk kolaborasi aman, serta program literasi digital untuk meningkatkan adopsi di segmen dengan literasi rendah. Metrik yang harus dipantau meliputi waktu pemrosesan transaksi, tingkat adopsi fitur, churn rate, serta rasio kredit macet pada kredit digital. Baca juga: Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia dalam Persaingan Global Strategi praktis yang direkomendasikan meliputi penguatan UX design, penyederhanaan flow onboarding, dan penerapan prinsip least-privilege dalam akses API. Kolaborasi strategis dengan startup fintech mempercepat go-to-market produk baru tanpa beban biaya pengembangan penuh. Selain itu, program edukasi nasabah dan UMKM yang terukur meningkatkan kepercayaan dan penggunaan layanan digital. Khusus untuk UMKM, solusi kredit yang mengandalkan data transaksi digital dan integrasi dengan POS membuat penilaian risiko lebih realistis dan meminimalkan biaya administrasi. Masa depan perbankan di Indonesia adalah ekosistem yang lebih terintegrasi, personal, dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Bank yang mengutamakan keamanan sekaligus berani berinovasi akan memimpin era transaksi tanpa batas. Transformasi ini bukan sekadar upgrade teknologi melainkan perubahan budaya organisasi yang menempatkan kebutuhan nasabah di pusat setiap keputusan produk. Penulis: Glancy Verona Editor: Toto Budiman Ilustrasi by AI

Read More

Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia dalam Persaingan Global

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Ekonomi kreatif kini menjadi pilar penting pertumbuhan ekonomi Indonesia, bergerak dari sekadar seni dan budaya menuju industri bernilai tinggi yang menggabungkan teknologi, desain, dan kewirausahaan. Dengan keunggulan sumber daya budaya, populasi muda yang kreatif, dan ekosistem digital yang berkembang, sektor ini berpotensi meningkatkan ekspor, menyerap tenaga kerja, dan memperkuat citra Indonesia di pasar global. Potensi Ekonomi Kreatif dan Kontribusi Terhadap Ekonomi Nasional Sektor kreatif mencakup subsektor luas seperti fesyen, kuliner, kriya, musik, film, desain, game, dan aplikasi digital. Keunikan budaya lokal menjadi nilai tambah yang sulit ditiru, sehingga produk kreatif Indonesia punya peluang menembus pasar internasional dengan narasi otentik. Pertumbuhan e-commerce dan platform streaming mempercepat akses ke konsumen global sehingga skala pasar tidak lagi terbatas secara geografis. Dampak ekonomi muncul lewat penciptaan lapangan kerja baru, terutama bagi pelaku UMKM dan pekerja kreatif lepas. Peluang ekspor meningkat pada produk fesyen muslim, kerajinan, dan konten digital yang mulai digemari pasar Asia dan Eropa. Investasi dalam infrastruktur digital, logistik, dan pelatihan keterampilan akan memperbesar multiplier effect dari sektor ini terhadap PDB dan ketahanan ekonomi daerah. Peran Teknologi dan Generasi Muda dalam Mendorong Inovasi Transformasi digital menjadi katalisator utama ekonomi kreatif. Alat desain berbasis AI, platform marketplace, solusi pembayaran digital, dan teknologi produksi on-demand menurunkan hambatan masuk bagi pengusaha kreatif. Blockchain mendukung pelindungan hak cipta dan transparansi rantai pasok, sementara augmented reality dan virtual reality membuka cara baru untuk pemasaran pengalaman produk budaya. Generasi milenial dan Gen Z adalah pembuat perubahan: mereka bukan hanya konsumen tetapi juga kreator, influencer, dan pendiri startup kreatif. Kreativitas mereka dipadukan dengan kemampuan digital menghasilkan produk hybrid, misalnya kolaborasi fashion dengan game, musik dengan teknologi interaktif, atau paket wisata budaya digital. Pendidikan dan inkubasi bisnis yang fokus pada skill ekonomi kreatif mempercepat konversi ide menjadi usaha yang layak skala. Baca juga: Properti Indonesia 2026: Surga Investasi atau Ladang Risiko? Tantangan dan Strategi Memperkuat Daya Saing Global Meskipun potensial, ekonomi kreatif menghadapi hambatan nyata: keterbatasan akses pembiayaan bagi pelaku kecil, rendahnya pemahaman tentang hak kekayaan intelektual, kurangnya standar kualitas untuk ekspor, dan infrastruktur logistik yang belum merata. Selain itu, pemasaran internasional memerlukan branding profesional dan jaringan distribusi yang kuat. Strategi memperkuat daya saing meliputi: Dengan pendekatan terpadu, ekonomi kreatif dapat menjadi alat diplomasi budaya sekaligus mesin pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Menggabungkan kreativitas lokal, inovasi teknologi, dan dukungan kebijakan akan menjadikan produk Indonesia tidak hanya kompetitif tetapi juga bernilai tambah tinggi di pasar global. Baca juga: Generasi Z dan Transformasi Gaya Bisnis di Indonesia Penulis: Glancy Verona Editor: Toto Budiman Ilustrasi by AI

Read More

Generasi Z dan Transformasi Gaya Bisnis di Indonesia

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Generasi Z mengubah wajah dunia kerja dan bisnis di Indonesia dengan preferensi, nilai, dan keterampilan digital yang khas. Lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, kelompok ini memadukan literasi teknologi tinggi dengan harapan akan fleksibilitas, makna kerja, dan dampak sosial. Dampaknya terasa mulai dari model pemasaran, struktur organisasi, hingga cara produk dan layanan dikembangkan dan didistribusikan di pasar lokal. Preferensi Konsumen dan Model Pemasaran Baru Generasi Z menuntut autentisitas, transparansi, dan interaksi cepat. Mereka lebih percaya pada rekomendasi peer-to-peer, micro-influencer, dan konten user-generated dibanding iklan tradisional. Untuk merek di Indonesia, strategi pemasaran yang efektif kini berfokus pada storytelling otentik, micro-moment engagement, dan pemanfaatan platform visual seperti TikTok, Instagram Reels, dan platform streaming pendek. Kampanye yang menonjol adalah yang menggabungkan nilai sosial, keberlanjutan, dan pengalaman personalisasi. Model pemasaran berbasis data menjadi standar. Pengiklan memanfaatkan analitik perilaku untuk mengidentifikasi micro-segmen dan mengoptimalkan pesan real-time. Konten interaktif, AR try-on, hingga live commerce menjembatani jarak antara brand dan pembeli muda. Brand yang gagal beradaptasi dengan format ini menghadapi risiko kehilangan relevansi, sedangkan yang sukses mendapatkan loyalitas yang lebih cepat dan biaya akuisisi pelanggan yang lebih rendah. Baca juga: Kemenag Buka Bantuan Perpustakaan Masjid 2025, Begini Syarat dan Cara Daftarnya Gaya Kerja, Kepemimpinan, dan Struktur Organisasi Generasi Z membawa ekspektasi kerja yang berbeda: fleksibilitas waktu dan lokasi, keseimbangan kehidupan kerja, kesempatan pengembangan cepat, dan budaya kerja inklusif. Perusahaan Indonesia yang ingin menarik talenta Gen Z mengadopsi model hybrid, program mentorship yang intensif, dan jalur karier berbasis kompetensi daripada senioritas semata. Feedback berkala dan transparansi kompensasi menjadi nilai jual penting. Kepemimpinan yang efektif kini mengutamakan kepemimpinan servicer, komunikasi dua arah, dan pemberdayaan tim. Struktur organisasi cenderung menjadi lebih datar untuk mempercepat pengambilan keputusan dan memberi ruang inisiatif individu. Praktik kerja agile, tim lintas fungsi, dan penggunaan alat kolaborasi digital membantu meningkatkan produktivitas dan memuaskan kebutuhan Gen Z akan kontribusi nyata dan merasa dihargai. Di sisi kewirausahaan, generasi ini menunjukkan minat tinggi terhadap startup dan bisnis kecil karena hambatan masuk yang semakin rendah. Ekosistem startup Indonesia merespons dengan lebih banyak inkubator, program akselerator, dan akses modal ventura untuk ide-ide yang memadukan teknologi, ekonomi kreatif, dan tujuan sosial. Inovasi Produk, Teknologi, dan Dampak Ekonomi Generasi Z mempercepat adopsi teknologi di berbagai sektor seperti fintech untuk inklusi keuangan, e-commerce untuk akses produk niche, edtech untuk pembelajaran cepat, dan healthtech untuk layanan kesehatan yang terjangkau. Preferensi pada produk yang mudah digunakan, mobile-first, dan cepat membuat perusahaan Indonesia fokus mengembangkan antarmuka yang intuitif dan proses checkout yang sederhana. Dampak ekonomi dari pergeseran ini terlihat pada meningkatnya permintaan layanan on-demand, pertumbuhan ekonomi gig, dan pembentukan pasar niche berbasis komunitas. Perusahaan yang mengintegrasikan umpan balik pengguna melalui iterasi produk cepat meningkatkan retensi dan meminimalkan biaya pengembangan. Selain itu, prinsip keberlanjutan dan etika bisnis menjadi faktor penentu dalam keputusan pembelian, mendorong perusahaan untuk transparan mengenai rantai pasok dan praktik lingkungan. Peluang besar muncul bagi UMKM yang mampu memanfaatkan platform digital untuk memperluas jangkauan dan efisiensi operasional. Pembayaran digital, logistik yang lebih terintegrasi, dan pelatihan online membuka jalan bagi pelaku usaha kecil untuk bersaing di pasar nasional maupun global. Regulasi yang mendukung, akses pembiayaan mikro, dan investasi infrastruktur digital akan mempercepat inklusi ekonomi yang dipimpin oleh generasi muda. Generasi Z bukan sekadar konsumen baru; mereka adalah penggerak perubahan budaya bisnis di Indonesia yang menuntut kecepatan, makna, dan teknologi. Perusahaan yang mengadopsi pendekatan customer-centric, struktur organisasi yang adaptif, dan inovasi produk berkelanjutan akan memenangkan perhatian dan loyalitas generasi ini. Mereka yang bertahan pada model lama berisiko kehilangan talenta, pangsa pasar, dan relevansi dalam ekonomi digital yang bergerak cepat. Baca juga: Properti Indonesia 2026: Surga Investasi atau Ladang Risiko? Penulis: Glancy Verona Editor: Toto Budiman Ilustrasi By AI

Read More

Properti Indonesia 2026: Surga Investasi atau Ladang Risiko?

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Pergerakan pasar properti Indonesia pada 2026 menghadirkan kombinasi peluang apresiasi dan risiko sistemik. Urbanisasi, pembangunan infrastruktur, dan perubahan pola kerja mendorong permintaan di segmen tertentu, sementara suku bunga, pasokan berlebih, dan dinamika regulasi menambah ketidakpastian. Artikel ini merinci peluang utama, risiko yang harus diwaspadai, dan strategi praktis bagi investor yang ingin masuk pasar pada 2026. Peluang Investasi Properti Indonesia yang Menonjol Pertumbuhan infrastruktur dan konektivitas tetap menjadi pendorong utama nilai properti di banyak koridor. Proyek transportasi massal, jalan tol, dan pengembangan kawasan industri meningkatkan daya tarik lokasi di sekitar koridor tersebut. Segmen dengan permintaan struktural kuat meliputi gudang logistik untuk e-commerce, hunian terjangkau dekat pusat pekerjaan, dan ruko yang melayani ekonomi mikro dan UMKM. Permintaan sewa di kota-kota besar dan kota penyangga terus stabil karena mobilitas pekerja dan kebutuhan hunian temporer. Investor yang menargetkan aliran kas sewa jangka menengah hingga panjang berpeluang mendapatkan return yang lebih terukur dibandingkan spekulasi apresiasi cepat. Selain itu, semakin banyak developer menawarkan skema pembiayaan fleksibel, pra-lauching dengan diskon, serta produk green building yang mulai menarik premium harga bagi pembeli sadar lingkungan. Diversifikasi produk properti juga membuka ruang seperti mixed-use development, co-living untuk pekerja muda, dan fasilitas logistik kecil untuk bisnis e-commerce lokal. Memilih segmen yang sesuai dengan permintaan lokal akan meningkatkan peluang penghuni stabil dan apresiasi nilai. Baca juga: Cek! Ini Daftar 108 Santri Melaju ke Semifinal MQK Internasional 2025, Namamu Termasuk? Risiko dan Tantangan yang Harus Dikelola Suku bunga tetap menjadi faktor penentu. Kenaikan suku bunga mengerek biaya KPR, menekan daya beli konsumen, dan meningkatkan biaya modal developer, yang berpotensi menunda proyek dan menurunkan penjualan. Over-supply di beberapa segmen, khususnya apartemen menengah ke bawah di koridor tertentu, mendorong persaingan harga dan menurunkan tingkat hunian. Volatilitas harga bahan bangunan dan ketergantungan pada impor material dapat memperpanjang waktu konstruksi dan meningkatkan biaya proyek. Perubahan kebijakan tata ruang, revisi zonasi, atau peningkatan ketentuan lingkungan di tingkat daerah juga bisa mengubah kelayakan finansial proyek hampir tanpa peringatan panjang. Selain itu, likuiditas properti lebih rendah dibandingkan aset finansial; proses penjualan memakan waktu dan biaya transaksi tinggi, membuat properti kurang cocok bagi investor yang membutuhkan likuiditas cepat. Risiko operasional seperti manajemen properti yang buruk, biaya perawatan yang tidak diantisipasi, dan potensi kehilangan penyewa juga harus dimasukkan dalam perhitungan total return. Investasi tanpa due diligence yang memadai berisiko mengalami erosi modal ketika skenario makro berbalik. Strategi Investasi Cerdas untuk 2026 Akses transportasi, keberadaan pusat ekonomi, fasilitas publik, dan rencana tata ruang yang jelas. Lakukan analisis permintaan lokal, jangan tergoda oleh hype proyek tanpa data serapan pasar. Fokus pada segmen dengan permintaan nyata seperti gudang untuk logistik, rumah terjangkau dekat pusat kerja, dan ruko untuk UMKM. Cicilan, pajak, asuransi, biaya perawatan, dan kemungkinan renovasi. Buat proyeksi arus kas skenario optimis, moderat, dan pesimis untuk menguji ketahanan investasi terhadap fluktuasi suku bunga atau periode kekosongan penyewa. Manfaatkan pembiayaan dengan rasio LTV yang bijak dan pertimbangkan fixed rate jika prospek kenaikan suku bunga tinggi. Campurkan properti fisik dengan instrumen real estate alternatif seperti REIT, dana real estate, atau platform crowdfunding yang menawarkan eksposur properti dengan modal lebih kecil dan likuiditas relatif lebih baik. Gunakan jasa manajemen properti profesional untuk meningkatkan tingkat hunian dan menjaga nilai aset. Cek izin, legalitas lahan, riwayat developer, dan proyeksi permintaan. Hindari keputusan berbasis FOMO; berpegang pada angka dan rencana keluar yang jelas meningkatkan peluang hasil positif. Baca juga: Kemenag Buka Bantuan Perpustakaan Masjid 2025, Begini Syarat dan Cara Daftarnya Penulis: Glancy Verona Editor: Toto Budiman Ilustrasi by AI

Read More

Bisnis Halal Indonesia 2024-2030: Dari UMKM Pesantren ke Pusat Industri Global!

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Indonesia kini berada di persimpangan ambisi besar industri halal global. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan jumlah UMKM yang melimpah, negeri ini memiliki potensi nyata untuk menjadi salah satu pusat industri halal dunia. Namun untuk itu, kesiapan regulasi, kapasitas produksi, branding, dan sinergi pemangku kepentingan harus dimantapkan. Tren Global yang Makin Kuat Laporan State of the Global Islamic Economy mencatat bahwa belanja konsumen Muslim global di sektor-sektor halal utama (makanan dan minuman, fesyen muslim, kosmetik, farmasi, pariwisata halal) mencapai sekitar USD 2,29 triliun pada 2022, dengan proyeksi terus tumbuh hingga USD 3,36 triliun pada 2028. (ANTARA News) Di sisi domestik, ekspor produk halal Indonesia dari Januari hingga Oktober 2024 tercatat senilai USD 41,42 miliar atau senilai sekitar Rp 673,90 triliun, dengan surplus perdagangan halal mencapai sekitar USD 29,09 miliar. Produk halal pangan dan minuman mendominasi (~81,16%) dari keseluruhan ekspor halal, disusul modest fashion, farmasi, dan kosmetik. (Ibai) Kekuatan UMKM dan Rantai Pasok UMKM di Indonesia menyumbang besar terhadap ekonomi nasional; banyak di antaranya bergerak di sektor makanan, fashion, dan kosmetik yang halal. Sertifikasi halal yang sudah melampaui 3,4 juta produk hingga 2023 membantu memberikan kepastian hukum dan kepercayaan konsumen. (Antara News) Pemerintah juga melakukan percepatan sertifikasi halal untuk UMKM melalui nota kesepahaman antara UMKM dan BPJPH. (ANTARA News) Ini penting agar banyak pelaku usaha kecil tidak tertinggal dalam persaingan internasional. Bahan baku lokal, tradisi kuliner, dan budaya Muslim di Indonesia juga menjadi modal unik “Made in Indonesia Halal” yang dapat dieksploitasi dengan tepat. Baca juga: Freedom Edge 2025 Jadi Sinyal Tandingan Blok Seoul–Tokyo–Washington Tantangan yang Masih Ada Walau potensi besar, hambatan praktis masih nyata: Strategi Pemerintah dan Inovasi Utama Pemerintah melalui BPJPH dan Kementerian Perdagangan telah melakukan beberapa langkah strategis: 1.    Percepatan proses sertifikasi halal dan penyederhanaan persyaratan untuk UMKM. (ANTARA News) 2.    Promosi internasional meningkat: optimasi perwakilan perdagangan di luar negeri, pameran ekspor halal, dan dukungan e-commerce ekspor. Data ekspor ke Australia misalnya naik 13,5% pada kuartal awal 2025 dibanding 2024. (Antara News) 3.    Kolaborasi lintas lembaga: UMKM, lembaga sertifikasi, pemerintah daerah, serta sektor swasta dan lembaga keuangan syariah untuk membangun ekosistem halal yang memadai. Relevansinya dengan Santri dan Pesantren Bagi santri dan pesantren di Indonesia, bisnis halal bukan sekadar pilihan ekonomi, tetapi juga medium pendidikan dan pemberdayaan umat. Pesantren dapat: Baca juga: Gelombang Startup Indonesia: Fintech dan Agritech Memacu Revolusi Ekonomi Digital Kesimpulan Data menunjukkan bahwa Indonesia sudah memiliki pondasi kuat untuk menjadi pusat industri halal dunia. Dominasi ekspor makanan dan minuman, upaya sertifikasi halal, dan potensi UMKM adalah modal nyata. Tapi agar visi ini terwujud, strategi harus komprehensif: mempercepat regulasi dan sertifikasi, memperkuat branding global, memfasilitasi inovasi dan diversifikasi sektor, dan melibatkan pesantren dan santri sebagai komponen penting dalam ekosistem halal. Penulis: Glancy Verona Editor: Abdullah al-mustofa Ilustrasi by AI

Read More

Gelombang Startup Indonesia: Fintech dan Agritech Memacu Revolusi Ekonomi Digital

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Indonesia kini berada di persimpangan penting transformasi ekonomi: startup fintech dan agritech tumbuh pesat, mendorong inklusi, efisiensi, dan peluang baru bagi pelaku usaha maupun masyarakat. Namun, kesuksesan di tengah harapan tinggi ini juga dipengaruhi oleh sejumlah tantangan nyata yang harus dihadapi. Fintech: Akses Keuangan yang Meluas Laporan hasil survei SNLIK 2024 dari OJK dan BPS menyebutkan indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 75,02%, sementara literasi keuangan berada di angka 65,43%. (OJK Portal) Fintech berkontribusi besar dalam lonjakan akses tersebut, terutama lewat dompet digital dan pembayaran elektronik—membuka layanan keuangan formal bagi masyarakat yang sebelumnya tidak tersentuh oleh bank. Studi akademik memperkuat hal ini: penggunaan layanan pembayaran digital melalui fintech terbukti meningkatkan inklusi keuangan. Namun, masalah literasi digital dan keamanan transaksi masih jadi batu sandungan. (ResearchGate) Agritech: Solusi Riil, Tapi Dana Mengering Di sektor agritech, inovasi muncul dalam bentuk platform yang menghubungkan petani langsung ke pembeli, aplikasi informasi cuaca dan harga komoditas, serta layanan pembiayaan alternatif seperti peer-to-peer (P2P) untuk petani. Crowde adalah satu contoh startup yang memberikan akses modal dengan model pendanaan kolektif. (asiatomorrow.net) Namun pendanaan agritech telah mengalami penurunan tajam: dana yang masuk ke sektor ini anjlok dari sekitar US$377,6 juta pada 2022 menjadi hanya sekitar US$33,2 juta pada 2024. (Tech in Asia) Penurunan ini mengindikasikan bahwa meskipun potensi besar, agritech masih rentan terhadap ketidakpastian investor. Baca juga: Trump Sindir India dan Rusia Makin Dekat ke China Revolusi Perilaku dan Ekonomi Baru Perubahan perilaku konsumen juga tampak jelas. Penggunaan dompet digital dan transaksi online tumbuh, seiring penetrasi internet dan smartphone yang terus meningkat. (Trade.gov) Model bisnis tradisional pun terdorong berubah: bank, koperasi, dan lembaga keuangan konvensional harus beradaptasi dengan fintech untuk mempertahankan relevansi. Prediksi dari lembaga internasional menyebut potensi ekonomi digital Indonesia bisa bertambah besar bila transformasi terus berjalan: estimasi menambahkan US$2,8 triliun terhadap ekonomi jika infrastruktur dan regulasi mendukung hingga 2040. (Trade.gov) Tantangan Wajib Diredam Harapan ke Depan Dengan regulasi yang jelas dan proteksi yang kuat, fintech dan agritech mampu membuka lapangan kerja, memperkuat UMKM, dan memacu pertumbuhan ekonomi inklusif. Kolaborasi pemerintah, startup, investor, dan akademisi akan menjadi kunci menentukan apakah potensi besar ini dapat benar-benar menjadi kekuatan ekonomi nasional. Baca juga: Freedom Edge 2025 Jadi Sinyal Tandingan Blok Seoul–Tokyo–Washington Relevansi bagi Pengusaha Muslim Indonesia Bagi calon pengusaha maupun pengusaha Muslim Indonesia, geliat startup fintech dan agritech bukan sekadar peluang bisnis, melainkan juga ujian kepemimpinan moral. Di tengah derasnya arus digitalisasi, pengusaha Muslim dihadapkan pada tanggung jawab ganda: meraih keberhasilan ekonomi sekaligus menjaga integritas syariah. Pertumbuhan startup seharusnya tidak hanya diukur dari valuasi atau jumlah pengguna, tetapi juga dari seberapa besar nilai kejujuran, keadilan, keberlanjutan, dan keberkahan yang mampu diwujudkan. Dengan semangat itu, pengusaha Muslim dapat menjadi pionir dalam menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan beretika, menghadirkan solusi nyata untuk kebutuhan masyarakat — mulai dari akses keuangan yang adil bagi UMKM hingga inovasi agritech yang membantu petani kecil. Lebih dari sekadar keuntungan, kontribusi tersebut akan meneguhkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, sekaligus mengukuhkan posisi pengusaha Muslim Indonesia di panggung ekonomi global sebagai agen perubahan yang membawa visi, nilai, dan manfaat jangka panjang. Penulis: Glancy Verona Editor: Abdullah al-Mustofa Ilustrasi by AI

Read More