Bolehkah Menjenguk Anak Secara Berlebihan di Pesantren…???

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Pondok pesantren sudah lama menjadi bagian integral dari budaya pendidikan di Indonesia dengan fokus pada karakter dan pendalaman agama. Namun, perkembangan zaman menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana orang tua seharusnya terlibat dalam kehidupan anak-anak nya di pondok pesantren. Beberapa masyarakat berpendapat, kehadiran orang tua memberi dukungan emosional dan semangat bagi anak-anak, sementara yang lain mengkhawatirkan gangguan pada proses belajar dan pembentukan karakter akibat kunjungan terlalu sering. Pakar Pendidikan Anak, Ustadz Mohammad Fauzil Adhim, menjelaskan, boleh saja orang tua sering-sering menjenguk anak di pondok pesantren. Namun ada catatan penting, sering menjenguk anak hanya saat masih di awal-awal masuk pesantren. “Boleh nggak sih sering-sering nengok anak di pondok? Boleh saja, terutama ketika anak awal mondok. Makin bertambah tahun dapat dikurangi frekuensi kunjungan ke pondok. Anak sudah memiliki banyak kegiatan,” terang Fauzil di akun media sosialnya, dikutip Selasa (15/08/2023). Kehadiran orang tua di pondok pesantren dapat memberikan dukungan emosional dan motivasi tambahan bagi anak. Kunjungan rutin bisa menjadi momen penting bagi orang tua dan anak untuk tetap terhubung saat masih awal menjalani rutinitas pondok pesantren. “Kalau sering dikunjungi, apa nggak bahaya? Nanti anak jadi nggak kerasan? Nggak betah dan maunya pulang saja? Nggak juga. Anak sering ditengok awal masuk pondok justru agar anak tidak merasa dibuang. Anak bisa merasa berharga lho kalau tahu bahwa untuk mengunjungi itu kita perlu perjuangan; secara khusus meluangkan waktu dan biaya untuknya,” imbuhnya. Fauzil mencontohkan ketujuh anaknya yang sekolah di pondok pesantren sejak lulus Sekolah Dasar (SD). Tahun pertama di pondok pesantren, dia mengusahakan lebih sering menjenguk anak, baik secara khusus berkunjung atau singgah dari perjalanan. “Jika saya tidak bisa karena sudah terikat jadwal, paling tidak istri saya akan berusaha mengunjungi. Ini terutama kalau di pondok tidak ada saudara maupun teman yang sudah akrab,” lanjutnya. Lalu, bagaimana kalau pihak pondok tidak membolehkan singgah? Pondok pesantren hanya membolehkan berkunjung sebulan sekali dengan jadwal yang telah ditentukan dan tidak boleh bertukar jadwal? “Kalau aturan pondok seperti itu, ya taati. Pondok punya ritme sendiri yang harus kita hormati, meskipun kita bisa memberi masukan ke pihak pondok,” tutupnya. (yus) Baca juga :

Read More

Adab Dulu Baru Ilmu, Kunci Penting Pendidikan dan Pola Asuh Anak

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pakar Pendidikan Anak, Ustadz Mohammad Fauzil Adhim, mengungkapkan, kunci penting pendidikan adab adalah guru. Guru memegang peren penting dalam menyukseskan pendidikan adab. Guru bisa berarti guru di sekolah, pesantren, bahkan orang tua di rumah. “Jika buruk adab gurunya, darimanakah murid mengambil adab? Tetapi pembicaraan tentang ta’dib (pendidikan adab) kerapkali hanya terhenti pada soal metode; teknik mengajarkan adab,” terang Ustadz Fauzil, Sabtu sore (12/08/2023). Fauzil menegaskan, seorang murid atau pencari ilmu sangat penting melihat adab guru sebelum belajar. Imam Malik pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Rabi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman (masyhur pula dengan sebutan Rabi’ah Ar-Ra’yi ibn Farrukh, ahli hadis generasi tabi’in yang paling disegani saat itu). Ibuku berkata: تَعْلَمَ مِنْ أَدَبِهِ قَبْلَ عِلْمِهِ⁣ “Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.” Fauzil mengaku sering menemukan masalah tersebut di lingkungan sekolah maupun pesantren. Ketika ada masalah yang dikeluhkan berkenaan dengan adab santri atau murid di sekolah, ternyata yang paling perlu diperbaiki adalah adab gurunya. “Karena itulah jika ingin mencarikan pesantren untuk anak, pertama kali yang perlu diperhatikan adalah adab gurunya. Cukup? Tidak!! Perhatikan pula adab kita kepada guru,” ujarnya. Dia menjelaskan, banyak orangtua yang menginginkan anak-anaknya baik dan berkembang menjadi pribadi mulia. Tetapi, orang tua merasa telah membeli sekolah dan guru dengan uang yang dikeluarkan setiap bulan. “Seolah-olah ia sudah terlalu banyak memberi. Padahal sejatinya memasukkan anak ke pesantren (yang benar) adalah memohon kerelaan para guru untuk turut mendidik anak,” ungkap Fauzil. Maka itu, orang tua harus cermat. Orang tua tidak boleh salah memasukkan anak ke pondok pesantren. Fasilitas itu penting, tetapi hakekat pondok pesantren itu bukan pada fungsi pondok (فندق) yang berarti penginapan. “Melainkan pada proses belajar membentuk diri alias menjadi santri. Maka perhatikan pula kelurusan akidah dan benarnya ilmu agar tidak justru rusak karena salah pondok,” tutup Fauzil. (lin) Baca juga :

Read More

Sosok Saudah Istri Rasulullah SAW yang Dikagumi oleh Aisyah

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Aisyah radhiyallahu anha begitu kagum dengan sifat dari Saudah binti Zamah bin Qois radhiyallahu anha. Aisyah pun berkata ingin sekali meniru Saudah, wanita yang dermawan dan jarang marah. Seperti dikutip dari buku the Wonderful Ummahatul Mukminim oleh Erlan Iskandar, Saudah bintu Zamah bin Qois radhiyallahu anha merupakan istri kedua Rasulullah SAW, yang dinikahi setelah meninggalnya Khadijah. Saudah dinikahi Nabi ketika berusia 55 tahun. Istri Nabi itu lebih dari satu. Nabi pun menjadwalkan untuk bermalam bersama para istrinya bergantian. Saat Saudah sudah tua, Saudah pernah memberikan jatah gilirannya untuk Aisyah. Selain itu, Saudah juga jarang marah dan suka berbagi pada sesama. Wajar saja, Aisyah sangat kagum kepadanya. Aisyah berkata, “Aku tidaklah melihat seorang wanita yang ingin sekali aku tiru perilakunya melebihi Saudah binti Zam’ah.” (HR. Muslim) Aisyah pun melanjutkan kekagumannya, “Saudah jarang sekali marah. Saat Saudah sudah tua, ia memberikan jatah gilirannya dikunjungi Rasulullah kepadaku.” Ibnu Sa’ad mengisahkan bahwa suatu hari Umar bin Khattab memberikan sekarung dirham kepada Saudah. Uang sebanyak itu langsung dibagi-bagikan Saudah kepada orang yang membutuhkan. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, dikisahkan oleh Aisyah bahwa Saudah sangat semangat menjalankan amal ketaatan saat ibadah haji. Saat singgah di Muzdalifah, Saudah meminta izin kepada Rasulullah, untuk bertolak dan berjalan lebih awal daripada orang-orang kebanyakan mengingat ia adalah orang yang lamban dalam berjalan, karena khawatir berdesak-desakan. Nabi pun mengizinkannya dan Saudah pun begitu bersemangat mengerjakan amal ketaatan. Setelah Nabi meninggal, Saudah terus tetap rajin beribadah. Ia berpuasa, mengerjakan shalat malam dan berbagai ibadah lainnya. Sementara itu, Teguh Pramono dalam bukunya 100 Muslim Terhebat Sepanjang Masa Inspirasi Para Muslim yang Dicatat dengan Tinta Emas menuliskan sebagai seorang istri, Saudah mampu menunaikan kewajibannya dalam rumah tangga bersama Rasulullah SAW, melayani putri beliau, dan mendatangkan kebahagiaan serta kegembiraan di hati Rasulullah SAW. Setelah tiga tahun berjalan, masuklah Aisyah dalam ruma tangga Rasulullah SAW, disusul kemudian istrinya yang lain seperti Hafsah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain. Saudah menyadari Rasulullah SAW tidak mengawini dirinya melainkan karena kasihan melihat kondisinya setelah kepergian suami sebelumnya. Saudah sudah mengetahui niat Rasulullah SAW yang ingin menceraikannya. Namun, Saudah mengetahui Rasulullah SAW tidak akan melakukan hal itu karena merasa hal itu akan menyakiti hatinya. Tatkala Rasulullah SAW benar-benar mengutarakan keinginannya untuk menceraikannya, Saudah merasa sedang mengalami mimpi buruk yang menyisakan dada. Ia merendahkan diri dengan berkata. “Pertahankanlah aku ya Rasulullah! Demi Allah, tiadalah keinginanku diperistri itu karena ketamakan saya. Akan tetapi hanya berharap agar Allah SWT membangkitkan aku pada hari kiamat dalam keadaan menjadi istrimu.” Begitulah Saudah, lebih mendahulukan keridhaan suaminya yang mulia, maka ia berikan gilirannya (tidur) kepada Aisyah untuk menjaga hati Rasulullah SAW. Sementara, ia sendiri sudah tidak memiliki keinginan sebagaimana layaknya wanita lain. Rasulullah SAW pun menerima usulan istrinya yang memiliki perasaan halus tersebut. Tak berapa lama turunlah ayat Alquran an-Nisaa ayat 1‎28. ‎Setelah masuk di rumah tangga Rasulullah SAW yang dijalaninya dengan keridhaan dan ketenangan, Saudah bersyukur kepada Allah SWT yang telah menempatkan dirinya di samping sebaik-baiknya makhluk di dunia. Saudah juga bersyukur kepada Allah SWT karena telah mendapatkan gelar ummul mukminin dan menjadi istri Rasulullah SAW di surga. Akhirnya Saudah wafat pada akhir pemerintahan Umar bin Khattab. (yus) Baca juga :

Read More

Psikolog Dewi Retno Suminar Berbagi Tips Merubah Anak Yang Punya Kebiasaan Bermain Gadget

Surabaya — 1miliarsantri.net : Penggunaan gawai atau gadget bagi anak-anak di era digital saat ini menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Maka dari itu, tugas orang tua membimbing dan mengkontrol anak agar berselancar di dunia maya secara positif. Penggunaan gadget tetap memungkinkan anak bermain gadget yang bisa membangkitkan rasa ingin tahu terhadap segala hal semakin besar. “Ketika anak sudah haus akan berita, film, dan fasilitas internet lainnya melalui gadget, sementara kontrol diri tidak bisa menghentikannya, hal itu bisa menyebabkan gangguan yang ditandai dengan rasa gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak,” terang Psikolog Universitas Airlangga (Unair), Dewi Retno Suminar, kepada 1miliarsantri.net, Sabtu (12/08/2023). Kecanduan gadget dapat memunculkan beberapa permasalahan psikologis. Di antaranya terhambatnya interaksi anak dengan orang lain, anak merasa kesepian ketika gadget mati atau sedang tidak berada di tangan, serta mudah marah dan panik saat ketinggalan berita. “Bahkan anak juga bisa stress ketika tahu ada teman seusianya mengabarkan hal-hal yang melebihi dirinya di medsos dan itu bisa menyebabkannya mengalami gangguan FoMo (Fear of Missing Out),” imbuh Retno. Mengenai penggunaan gadget pada anak, Retno menuturkan orang tua tidak bisa menyalahkan gadget-nya. Akan tetapi, dia menekankan yang perlu diperhatikan adalah kontrol terhadap pemanfaatan dari gadget. Maka itu, dia membeberkan beberapa tips untuk mengontrol penggunaan gadget pada anak. Pertama, harus ada kontrol dan batasan waktu dalam menggunakan gadget. Orang tua dan anak bisa membuat kesepakatan dalam menggunakan gawai. “Bisa dibuat kesepakatan berapa jam anak diperbolehkan bermain gadget. Kalau dia menggunakan gadget melebihi dari separuh waktu di luar jam tidurnya, maka harus dilakukan aktivitas yang tidak melibatkan gadget,” ujar Retno. Kedua, mengalihkan perhatian anak. Ada beberapa aktivitas yang mampu mengalihkan perhatian anak dari gadget. Misalnya permainan tradisional, olahraga ringan, bersih-bersih rumah dan mengatur ruangan, serta membantu memasak dan berkebun bisa menjadi salah satu solusi. “Kegiatan non gadget tersebut secara tidak langsung juga bisa mengembangkan interaksi sosial anak,” tutur Retno. Ketiga, Retno mengingatkan orang tua juga harus memberikan contoh pemanfaatan serta porsi penggunaan gadget yang baik. Orang tua bisa menggunakan punishment dan reward dalam mengontrol anak. “Batasi waktu bermain gadget, hindarkan anak dari aktivitas yang harus berbau gadget, berikan punishment ketika anak melanggar perjanjian batas waktu menggunakan gadget, dan berikan reward ketika anak mampu menaatinya,” pungkas Retno. (har) Baca juga :

Read More

Habib Umar : Buruh Mogok Kerja, Berimbas Ke Semua Sektor, Termasuk Macetnya Roda Pemerintahan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Aksi demonstrasi Buruh yang mengancam akan melakukan mogok nasional sebagai tuntutan pencabutan Omnibuslaw Cipta Kerja bisa menyebabkan pemerintahan mandek. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Generasi Cinta Negeri (Gentari) Habib Umar Alhamid. Menurutnya, jika buruh sudah melakukan mogok kerja, proses produksi ditempat kerjanya macet dan berimbas kepada jalannya roda pemerintahan. “Kalau buruh sudah ngambek dan mogok, roda pemerintahan mandek. Pemerintah harus segera menerima tuntutan kelompok buruh dengan mencabut Omnibuslaw Cipta Kerja,” ungkap Habib Umar Alhamid kepada 1miliarsantri.net, Jumat (11/08/2023). Habib Umar menambahkan, tuntutan kaum buruh yang meminta pemerintah untuk mencabut Omnibuslaw Cipta Kerja sangat realistis karena isinya sangat merugikan kelas pekerja. “Kaum buruh sangat dirugikan dengan Omnibuslaw Cipta Kerja. Omnibuslaw Cipta Kerja memudahkan pekerja asing ada di Indonesia dan yang terjadi membanjirnya TKA China,” ungkapnya. Tudingan kaum buruh tidak mempunyai disiplin dan didatangkan pekerja asing sangat tidak beralasan. Habib Umar menegaskan, mengenai kemampuan, buruh Indonesia bisa bersaing dengan buruh asing. Habib Umar mengatakan, tuntutan pencabutan Omnibuslaw Cipta kerja bisa berujung pada percepatan perubahan di negeri ini. “Kalau pemerintah mengecewakan terhadap tuntutan buruh, maka perubahan bisa cepat terjadi di Indonesia,” imbuhnya. Selain itu, ia mengatakan, pemerintah harusnya memandang buruh itu aset negara yang bisa menggerakkan ekonomi nasional bukan dijadikan sapi perah pemilik modal. “Harusnya pemilik modal dan buruh saling menguntungkan. Pemilik modal tanpa ada buruh, tidak bisa bekerja. Buruh tanpa ada pemilik modal, tidak ada kegiatan perekonomian. Solusi yang baik adalah memikirkan buruh dan rakyat Indonesia adalah kewajiban pemerintah,” kata Habib Umar. Sebagaimana diketahui, Partai Buruh beserta empat konfederasi serikat buruh dan 60 federasi buruh tingkat nasional. Hadir pula massa dari Serikat Petani Indonesia, Jala Pembantu Rumah Tangga (PRT), Buruh Migran, dan organisasi pekerja lainnya kembali melakukan aksi demonstrasi di Kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Rabu (09/08/2023). Jutaan massa aksi yang membawa enam tuntutan buruh ini mengaku siap mogok nasional apabila aspirasi mereka tidak segera dikabulkan dalam waktu dekat. Keenam tuntutan buruh pada aksi kali ini adalah cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja, naikkan upah 2024 sebesar 15 persen, cabut presidential threshold 20 persen menjadi 0 persen, revisi parlimanentary threshold 4 persen, cabut UU Kesehatan, dan wujudkan Jaminan Sosial Semesta Seumur Hidup (JS3H), reforma agraria, serta kedaulatan pangan. Sementara itu Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengaku telah mengajukan judicial review untuk tiga dari keenam tuntutan tersebut. Ketiga tuntutan yang telah digugat oleh Partai Buruh ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah perihal pembatalan UU Cipta Kerja, cabut presidential threshold 20 persen, dan revisi parliamentary threshold 4 persen. Said Iqbal meminta agar pemerintah dan MK dapat segera memproses pencabutan dan revisi ketiga aturan tersebut. “Kami meminta sidang cepat. Presidential threshold 20 persen diubah menjadi 0 persen agar semua punya hak mengajukan calonnya, segera. Dalam waktu satu atau dua bulan,” ujar Said Iqbal di sela-sela demonstrasi pada Rabu (09/08/2023). Said Iqbal mengaku serikat buruh telah sepakat untuk mogok nasional apabila tuntutan ini tidak dikabulkan dalam waktu dua bulan. “Kami minta tuntutan ini segera (dikabulkan), sekitar dua bulan ke depan paling lama. Kalau tidak dipenuhi dalam dua bulan ke depan, kami mogok nasional,” kata dia. Presiden Partai Buruh ini berkaca pada sikap pemerintah yang dapat merampungkan undang-undang lain dalam waktu singkat. Dia memberikan contoh UU MD3 yang hanya dibahas selama 5 jam di DPR dan UU IKN yang selesai dalam waktu 2-3 bulan. Dalam hal ini, Said Iqbal menilai, bisa juga dilakukan untuk peraturan-peraturan lain. Said Iqbal pun memberi ultimatum kepada pemerintah dan MK agar tuntutan ini dapat diselesaikan dengan cepat. Dia mengklaim akan ada 5 juta buruh yang mogok nasional jika belum ada perubahan dalam dua bulan. “Bilamana pemerintah dan DPR tidak memenuhi tuntutan, Partai Buruh bersama organisasi buruh dan kelas pekerja lainnya, kami mempersiapkan mogok nasional. Berhenti stop produksi, 5 juta buruh, di seluruh Indonesia. Melibatkan 100 ribu pabrik akan berhenti, begitu pula dengan supir-supir pelabuhan dan bandara,” pungkas Said Iqbal. (wink) Baca juga :

Read More

KH Makruf Amin Mengapresiasi Pengelolaan Sampah Pesantren Menjadi Daya Jual

Sumenep — 1miliarsantri.net : Sampah yang awalnya momok bagi manusia, ternyata bisa didaur ulang oleh santri menjadi benda-benda yang berdaya jual. Salah satunya sampah plastik yang lumrah dilihat oleh warga di pasar, pertokoan, mall, dan lainnya. Pengelolaan sampah menjadi hal yang memiliki daya jual di beberapa pondok pesantren di Pulau Madura, Jawa Timur mendapat apresiasi dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof KH Ma’ruf Amin. Dalam silaturahim ke Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur, Wapres KH Ma’ruf Amin menegaskan bahwa problem sampah tidak hanya melanda di satu negara, tapi mendunia. “Di Pesantren Annuqayah terdapat laboratorium sampah yang bisa memilah sampah yang layak dijadikan benda yang bernilai ekonomis,” terang Kiai Makruf saat memberi sambutan di hadapan masyayikh, Rabu (09/08/2023). Ikhtiar tersebut, lanjutnya, juga dilakukan di pesantren lainnya. Khususnya sampah plastik, pesantren bisa menyulap sampah plastik menjadi minyak tanah, solar, bensin, hingga bisa menjadi bahan campuran aspal. Bila hal ini dikembangkan di pesantren, khususnya di Madura, maka masyarakat akan tahu bahwa sampah memiliki sisi ekonomis. “Kampanye antisampah plastik harus digalakkan agar warga tahu sisi positifnya. Toh pada akhirnya warga tidak lagi menganggap sampah sebagai barang bekas yang tidak bisa dimanfaatkan kembali. Semakin ditingkatkan pengembangan ini maka orang akan takut membuat sampah dan bingung mencari sampah, karena sampah memiliki nilai komersial,” ungkapnya. Tak hanya itu, Wapres yang pernah menjadi Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengingatkan bahwa kemajuan teknologi menjadi tantangan bagi pesantren. Tidak hanya pesantren, di negara besar mulai mengkaji hitam putihnya. Bahkan di beberapa negara maju, agama mulai ditinggalkan oleh warganya. “Pengaruh gadget sudah masuk ke kamar anak-anak kita. Jangan mundur soal dakwah. Namun dalam koridor dakwah yang santun, bukan dakwah yang al-makkiyuna al-makkiyun. Maksudnya, dakwah jangan sampai maki-maki, karena pesantren tidak mengajarkan pada kita untuk memaki antarsesama,” tandasnya. Saat kunjungan ke Madura, Wapres juga menghadiri Dies Natalies Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep. Wapres mendorong kepada perguruan tinggi agar mampu beradaptasi menjadi lahan subur bagi inovasi, dan memegang teguh komitmen untuk mencetak generasi yang berdaya saing global. Wapres menjelaskan bahwa pendidikan tinggi merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang mendorong kemajuan literasi teknologi dan peningkatan keahlian. Wapres KH Ma’ruf Amin mengingatkan adanya 4 isu strategi global yang saat ini menjadi perhatian dunia. Keempatnya adalah eskalasi tensi geopolitik, perubahan iklim, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, dan demografi. (dang) Baca juga :

Read More

Penanganan Kenakalan Anak Setelah Lulus Dari Pesantren

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Pendidikan di pondok pesantren telah lama diakui sebagai salah satu bentuk pendidikan yang membentuk karakter dan akhlak yang kuat pada para santri. Namun, tidak jarang para orangtua merasa khawatir ketika anak-anak mereka tampak berubah menjadi nakal atau kurang terarah setelah menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren. Lalu, bagaimana seharusnya orangtua mengatasi tantangan ini? Pakar pendidikan Islam, Ustadz Mohammad Fauzil Adhim, mengungkapkan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika menghadapi situasi ini. “Nomor satu, kita tidak boleh terlalu kaku dalam mendekati anak-anak yang baru saja menyelesaikan pendidikan di pondok. Ini sama halnya seperti belajar karate, di mana saat pertama kali belajar, sering kali terasa kaku dan belum begitu terampil,” ujar Ustadz Fauzil dalam kajian ‘Positive Parenting’ di Yogyakarta, Rabu (09/08/2023). Dalam konteks ini, Ustadz Fauzil memberikan analogi belajar karate untuk menjelaskan situasi yang dialami anak yang baru lulus dari pondok. Anak-anak yang baru saja lulus dari pondok mungkin masih dalam proses penyesuaian dan perkembangan, sehingga perlu diberi ruang untuk beradaptasi dengan dunia luar. “Semakin banyak kita mengajak dialog yang lebih dalam, semakin banyak kita mendengarkan mereka, maka semakin mudah kita memahami permasalahannya. Ini seperti berwudhu, di mana semakin banyak kita membasuh, semakin bersih dan suci hati kita,” ucapnya. Namun, bukan berarti pendekatan ini akan berjalan dengan sendirinya. Ustadz Fauzil menegaskan pentingnya komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak. Dia mencontohkan ketika salah satu anaknya ingin pindah dari pondok pesantren setelah lulus SMP. “Ketika salah satu anak saya ingin pindah ke SMA yang lain setelah lulus dari pondok, saya tidak langsung menilai atau memojokkan keinginannya. Saya mendengarkan dengan baik dan memahami alasan di balik keinginannya,” ujar Ustadz Fauzil. Ustadz Fauzil juga mengajak para orangtua untuk belajar dari contoh Rasulullah Muhammad SAW dalam mendidik anak-anak muda. Dia merujuk pada kisah ketika seorang remaja datang kepada Nabi Muhammad SAW dengan niat untuk berzina. Rasulullah tidak langsung mengecamnya, tetapi malah mendekat dan mendengarkan keluhannya. “Dalam kasus ini, Rasulullah menunjukkan bagaimana mendekati anak-anak dengan penuh pengertian. Dengan mendengarkan mereka dan memberikan perhatian, kita dapat membantu meredakan gejolak dan kebingungan yang mereka rasakan,” jelas Ustadz Fauzil. Lebih lanjut, Ustadz Fauzil menekankan pentingnya memahami kebutuhan emosional anak dan memberikan dukungan yang mereka perlukan. Anak-anak perlu merasa didengarkan, diterima, dan mendapatkan perhatian dari orangtua mereka. “Dengan begitu, mereka akan lebih termotivasi untuk melakukan kebaikan dan memperbaiki perilaku mereka,” paparnya. Ustadz Fauzil menyarankan agar para orangtua tidak terburu-buru dalam memberikan nasihat atau arahan kepada anak yang baru saja menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren. Dia mengutip kata-kata bijak dari Ali Bin Abi Thalib yang mengatakan, mendengarkan adalah langkah awal dalam memahami dan memberikan solusi yang tepat. Dengan pendekatan bijak dan penuh pengertian, orangtua dapat membantu anak-anak yang baru lulus dari pondok pesantren untuk menemukan arah yang benar dalam menjalani kehidupan setelah pondok. “Karena itu kita yang perlu lebih banyak mendengarkan, lalu mengarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menjatuhkan, tidak memojokkan, sehingga anak merasa mendapatkan orang yang mau mendengarkan, merasa mendapatkan orang yang memperhatikan, merasa diterima. Dengan itulah anak-anak akan lebih bersemangat untuk melakukan kebaikan-kebaikan,” tutup Ustadz Fauzil. (mif) Baca juga :

Read More

Gus Kautsar : Tidak Ada Istilah Galau Dalam Islam

Surabaya — 1miliarsantri.net : KH. Muhammad Abdurrahman Al-Kautsar (Gus Kautsar), ulama muda asal Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri mengatakan, dalam Islam tidak ada istilah galau. “Galau itu dilarang dalam Islam dengan dua solusi yakni sabar dan syukur. Apa yang disebut galau itu justru solusi, karena bisa mendekatkan kita kepada mencari Allah,” katanya saat mengisi pengajian Majelis Subuh Gen-ZI di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS), dikutip Selasa (08/08/2023). Dalam pengajian bertema “Merdeka dari Galau” di MAS bersama pendakwah ustadzah Haneen Akira (istri ustadz Hanan Attaki) itu, Gus Kautsar menilai galau merupakan solusi bahwa semua yang ada dan terjadi merupakan garis tangan atas izin Tuhan. “Jadi, kalau Islam secara beneran itu, galau itu nggak ada, karena semuanya atas kehendak Allah dengan tujuan yang indah. Misalnya ketangguhan, memaklumi setiap kejadian, memaafkan siapapun, jadi kalau semuanya dikembalikan kepada Allah akan membuka semua pintu solusi. Semuanya indah, kalau gagal nggak benci, nggak menyalahkan, nggak mencari kambing hitam, tapi muhasabah,” katanya. Di hadapan ribuan jamaah dari kalangan generasi Z Islami dari Surabaya dan sekitarnya itu, putra KH Nurul Huda Djazuli itu mengutip pandangan bijak dari Imam Syafi’i. “Kalau ingin baik ya ikuti orang-orang dulu, seperti Imam Syafi’i. Kalau ikut orang-orang masa kini justru bisa nggak baik,” katanya. Menurut Imam Syafi’i, kata Gus Kautsar, apapun masalah yang menimpa itu dibiarkan saja berlalu dengan membawa masalahnya. Jangan terlalu meratapi masalah yang datang, karena semua masalah itu pasti ada akhir/ending dan semua masalah itu mengajari untuk rela dan sabar. “Imam Syafi’i juga mengajarkan muhasabah kalau menghadapi masalah. Masalah itu merupakan bagian atau jatah dari kehidupan. Kalau sudah jatah untuk kita, dihindari juga nggak mungkin. Kalau bukan jatah kita, dicari juga nggak datang. Yang penting, tetaplah menjadi orang baik, karena masalah itu menunjukkan bahwa manusia itu lemah. Kalau menggugat Allah justru panjang hisabnya,” katanya. (har) Baca juga :

Read More

Pernyataan Para Ulama Mengenai Anak Kecil Menjadi Imam Sholat

Jakarta — 1miliarsantri.net : Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, para ulama berbeda pendapat tentang orang yang paling utama menjadi imam Sholat Jamaah. Menurut Imam Malik, yang paling utama menjadi imam adalah orang yang paling menguasai pengetahuan ilmu agama dan bukan orang yang paling pandai membaca di antara mereka. Adapun Imam Syafii cenderung pada pendapat bahwa yang paling utama menjadi imam adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan. Namun menurut Imam Abu Hanifah, Ats Tsauri, dan Imam Ahmad, yang lebih utama menjadi imam adalah orang yang paling pandai membaca di antara mereka. Silang pendapat tersebut karena adanya perbedaan pemahaman terhadap sabda Nabi Muhammad SAW, “Yang menjadi imam bagi suatu kaum adalah orang yang paling pandai membaca. Jika dalam bacaan mereka sama, maka yang paling banyak pengetahuannya tentang sunnah di antara mereka. Jika pengetahuan mereka tentang sunnah sama, maka yang paling terdahulu hijrahnya di antara mereka. Dan jika hijrah mereka sama, maka yang paling dahulu masuk Islam di antara mereka. Dan janganlah seorang menjadi imam orang lain di tempat kekeuasaan orang lain tersebut, dan janganlah ia duduk di rumahnya di tempat kehormatannya kecuali dengan izinnya.” Hadits ini telah disepakati kesahihannya tetapi para ulama berbeda pendapat dalam memahaminya. Di antara mereka ada yang memahami hadits tersebut secara lahiriah, yakni Imam Abu Hanifah. Dan ada yang memahami bahwa yang dimaksud dengan orang yang pandai membaca ialah orang yang menguasai pengetahuan agama. Karena dalam masalah yang menyangkut imam itu lebih membutuhkan orang yang menguasai pengetahuan agama daripada orang yang pandai membaca. Lagi pula pada zaman dahulu sahabat-sahabat yang menguasai ilmu agama sekaligus mereka juga pandai membaca. Berbeda dengan orang-orang di zaman sekarang. Para ulama berselisih pendapat tentang hukum imam anak kecil yang berusia baligh tetapi ia pandai membaca. Ada sebagian ulama yang memperbolehkannya. Hal ini berdasarkan hadits Amr bin Salamah yang menyatakan bahwa ketika masih anak-ana ia pernah menjadi imam kaumnya. Ada sebagian ulama yang melarangnya secara mutlak. Dan ada sebagian ulama yang memperbolehkannya hanya untuk sholat sunnah, bukan untuk sholat fardhu. Inilah pendapat yang dikutip dari Imam Malik. Silang pendapat dalam masalah ini bertolak dari persoalan apakah seseorang yang boleh menjadi imam dalam sholat yang tidak wajib ia boleh menjadi imam dalam sholat yang wajib. Hal itu karena menyakut perbedaan niat imam dan makmum. (pun) Baca juga :

Read More

KH Miftachul Akhyar : Allah Akan Mengabulkan Apapun Permohonan Kita

Surabaya — 1miliarsantri.net : Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya sekaligus Rais aam PBNU, KH Miftachul Akhyar menjelaskan, tidak ada istilah gagal sebuah permohonan jika manusia menyandarkannya kepada Allah SWT. Apalagi Allah sudah berjanji ud’uni astajib lakum (mintalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan). “Tidak pernah ada istilah gagal sebuah permohonan kalau kita memohonnya. bersandar, pasrah kepada Allah. Apalagi Allah sudah berjanji ud’uni astajib lakum,” terang Kiai Miftach. Kiai Miftach menegaskan, intinya harus pasrah kepada Allah. Dikabulkan atau tidak, dikabulkan dalam waktu cepat atau lambat, itu hak Allah. Sebab, Allah itu mutlak. “Jangan kalau minta sekarang harus sekarang, kok Gusti Allah diatur-atur. Ya sudah minta, pasrahkan kepada Allah. Allah tahu yang terbaik. Kalau Allah memandang baik diberi hari ini, akan diberi hari ini. Kalau besok akan diberikan besok, kalau lusa ya lusa, pasti itu. Jadi sebuah permohonan tidak akan pernah gagal kalau disandarkan, dipasrahkan kepada Allah,” jelasnya. Kiai yang pernah menjabat Ketua MUI dalam waktu singkat ini mengungkapkan, sebaliknya permohonan akan mengalami kegagalan atau tidak menghasilkan, jika dipasrahkan kepada selain Allah. “Kalaupun menghasilkan pun ruwet, banyak tuntutan, banyak masalah kalau permohonan-permohonan itu kita sandarkan pada kekuatan kita sendiri, pada otak kita, pada kekayaan kita. Pokoknya kita diciptakan dalam keadaan fakir,” imbuhnya. Lebih lanjut, Kiai Miftach menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan fakir itu sudah dijelaskan dalam Surat Fatir ayat 15, bahwa manusia itu sangat butuh kepada Allah, faqir kepada Allah. Kemudian jangan jangan sekali-kali manusia mengandalkan kekuatanmu, pengetahuan, harta kekayaanmu, keluargamu, siapa, semua kalian ini faqir kepada Allah. “Al-Qur’an sudah mengingatkan kepada kita. Oleh karena itu, Ibnu Athaillah as-Sakandari menyatakan sekali-kali tidak akan rugi, sekali-kali tidak akan gagal sebuah permohonan, kalau permohonan itu diatasnamakan atau dialamatkan kepada Allah, pada anugerah dan taufik Allah,” ujarnya. Kiai Miftach mengingatkan bahwa bahwa manusia harus sepi dan bersih dari mengingat-ngingat kemampuan, kehebatan, kepandaian dirinya sendiri, yang ada hanya pasrah kepada Allah. “Kalau pasrah kepada selain Allah, Allah akan menyerahkannya kepada selain-Nya. Allah lepas, nggak akan cawe-cawe kepada orang seperti itu, karena Allah sudah dilupakan, condong kepada makhluk. Jadi kalaupun berhasil, berhasilnya orang yang tidak bergantung kepada Allah istidraj namanya. Ini penting, ayo kita bersabar, sabar, sebentar kok di dunia ini,” pungkasnya. (yat)

Read More