Presiden Prabowo Naik Woosh Usai Hadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia Tahun 2025

Bandung Barat – 1miliarsantri.net: Berangkat dari Jakarta untuk menghadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia Tahun 2025, Presiden Republik Indonesia menggunakan Kereta Cepat Woosh dan tiba di Stasiun Whoosh Tegalluar dengan waktu tempuh 45 menit. Kehadiran Presiden Prabowo Subianto untuk mengadiri gelaran acara KSTI Tahun 2025 mendapatkan sambutan hangat masyarakat yang berada di stasiun saat Presiden tiba di Bandung. Mereka tampak antusias menyambut kedatangan Presiden Prabowo. Sambil melambaikan tangan, memanggil nama Presiden Prabowo, bahkan beberapa diantaranya mengajak berswafoto. Baca juga: Presiden Prabowo Tegaskan Proyek Giant Sea Wall Akan Tetap dimulai Dengan Kekuatan Nasional Presiden Prabowo Sampaikan Pidato Utama Di KSTI 2025 Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato utama (keynote speech) dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) Tahun 2025 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Institut Teknologi Bandung (ITB), Provinsi Jawa Barat, pada Kamis, 7 Agustus 2025. Mengutip presidenri.go.id, Forum strategis ini menjadi penanda komitmen kuat pemerintah dalam menjadikan sains dan teknologi sebagai salah satu motor penggerak pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045. Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato utama (keynote speech) dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) Tahun 2025 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Institut Teknologi Bandung (ITB), Provinsi Jawa Barat, Kamis, 7 Agustus 2025. (Foto: dok BPMI Setpres/Laily Rachev) Pesiden Prabowo menegaskan bahwa Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia Tahun 2025 merupakan ruang ilmiah yang harus dijaga dari politisasi. Hal tersebut disampaikan Kepala Negara saat memberikan keterangan pers usai menyampaikan pidato utama dalam acara yang digelar di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Institut Teknologi Bandung (ITB), pada Kamis, 7 Agustus 2025. Sementara itu, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, menyebutkan bahwa konvensi ini digelar sebagai inisiatif langsung dari Presiden Prabowo untuk menyatukan kekuatan para peneliti, akademisi, dan pelaku industri, khususnya di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Baca juga: Prabowo Negosiasi Tarif Impor Dengan Trump: Demi Rakyat, Bukan Segelintir Elit! Presiden Prabowo Kembali Ke Jakarta Menggunakan Woosh Setelah menyelesaikan rangkaian kunjungan kerjanya di Jawa Barat, Presiden Prabowo kembali ke Jakarta memilih moda transportasi Kereta Cepat Whoosh, naik dari Stasiun Whoosh Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, pada Kamis, 7 Agustus 2025. Pada kesempatan tersebut, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, serta Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo. Seperti biasa Presiden selalu menyempatkan diri menyapa masyarakat yang ditemuinya di area stasiun. Senyuman dan lambaian tangan Presiden disambut antusias masyarakat yang berada di Stasiun Padalarang Kabupaten Bandung. Beberapa diantaranya beruntung dan berkesempatan berjabat tangan dengan Kepala Negara. Presiden meninggalkan Bandung menuju Jakarta menggunakan Kereta Cepat Whoosh dengan nomor perjalanan G1036, dan berangkat tepat pukul 14.23 WIB dari Stasiun Padalarang menuju Stasiun Halim, Jakarta Timur.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Sumber : PRESIDENRI.GO.ID  Foto Istimewa dok. BPMI Setpres

Read More

Drama Ijazah Palsu Jokowi: Roy Suryo Cs Bakal Masuk Bui?

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi kembali memanas. Kali ini, giliran Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silvester Matutina, yang buka suara. Ia percaya bahwa proses hukum sedang berjalan ke arah yang serius, dan Roy Suryo Cs bisa saja dijerat sebagai tersangka atas tudingan yang menurutnya mengada-ada. Menurut Silvester, publik sebaiknya tidak terburu-buru memberi tekanan, karena proses hukum di Polda Metro Jaya sedang berlangsung sesuai aturan. Dalam konferensi pers yang digelar Kamis, 24 Juli 2025, Silvester menyebut, “Kalau menurut saya sih, tidak mendahului Tuhan ya, ini sudah hampir 11.000 triliun masuk penjara.” Pernyataan ini memang terdengar sarkastik, tapi jelas menggambarkan keyakinan kuat dari pihak relawan bahwa tuduhan ijazah palsu Jokowi tidak punya dasar kuat dan bisa berujung pidana bagi para penuduh. Kasus mencuat kembali pada Maret 2025 ketika Rismon Hasiholan Sianipar, mantan dosen Universitas Mataram, merilis video yang mempertanyakan keaslian ijazah dan skripsi Jokowi. Rismon menyoroti penggunaan font Times New Roman yang dianggap tak tersedia pada era 1980-an, dan nomor ijazah yang “tidak normal”. Soal nomor seri ijazah Joko Widodo yang disebut tidak menggunakan klaster namun hanya angka saja, Sigit Sunarta, Dekan Fakultas Kehutanan menuturkan soal penomoran ijazah di masa itu, Fakultas Kehutanan memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas. Penomoran tersebut tidak hanya berlaku pada ijazah Joko Widodo, namun berlaku pada semua ijazah lulusan Fakultas Kehutanan. “Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas,” katanya. (sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/ ) Klaim sepihak dari Rismon ini membuat polemik dan perdebatan di kalangan warga net. Banyak yang menyangsikan informasi yang disampaikan, namun tidak sedikit yang pula percaya akan narasi yang ia sampaikan yang dibalut dengan analisis forensik digital. Pemeriksaan Bareskrim Polri Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan dugaan ijazah palsu Jokowi karena tidak ditemukan adanya perbuatan pidana. “Sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat konferensi pers, Kamis, 22 Mei 2025. Namun, sorotan terhadap kasus ijazah Jokowi tidak berhenti. Djuhandahani menyatakan Bareskrim telah melaksanakan uji banding terhadap ijazah sarjana milik Jokowi dengan tiga ijazah milik rekannya yang satu angkatan kuliah di Fakultas Kehutanan UGM. “Baik pembandingnya itu ijazah asli pada angkatan dan tahun yang sama, yang seangkatan dengan Bapak Jokowi,” katanya. Polda Metro Jaya mengambil alih seluruh laporan kasus dugaan fitnah ijazah palsu Jokowi. Sebelumnya ada beberapa laporan terkait dengan kasus tersebut yang ditangani di tingkat Kepolisian Resor. Total ada empat Polres yang melimpahkan perkaran tersebut. “Termasuk salah satunya Polres Jakarta Selatan”, ujar Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya di Markas Polda Metro Jaya (12/06) Aspek Hukum dan Dampak Sosial Jika suatu ijazah benar-benar terbukti palsu, terdapat sejumlah ketentuan hukum yang mengatur tentang pemalsuan surat, dokumen negara, serta penyebaran informasi bohong: Pemalsuan ijazah juga dapat berdampak pada status hukum pencalonan pejabat publik, karena keaslian dokumen pendidikan merupakan syarat administratif dalam proses pencalonan legislatif atau eksekutif, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Fitnah Bukan Demokrasi Kalau kamu perhatikan, belakangan ini semakin banyak isu liar berseliweran hanya demi sensasi politik. Tuduhan ijazah palsu Jokowi adalah contoh nyata bagaimana politik bisa jadi panggung drama yang menguras energi publik. Sebagai masyarakat yang melek hukum dan informasi, kita perlu lebih cermat dalam menyaring mana isu yang valid, dan mana yang sekadar adu narasi. Demokrasi bukan berarti bebas menyebar fitnah. Justru, di era demokrasi, tanggung jawab terhadap ucapan dan tuduhan harus dijunjung tinggi. Menuduh seseorang, apalagi Presiden tanpa bukti kuat, hanya akan menambah polusi informasi di ruang publik. Dan jika terbukti salah, sudah sepantasnya ada hukuman setimpal. Biar jadi pelajaran bersama, bahwa menyebar hoaks itu bukan hak, melainkan pelanggaran. Sebaliknya jika terbukti Jokowi menggunakan ijazah palsu saat mencalonkan diri jadi pejabat publik, Suwardi Sagama, Direktur Pusat Studi Konstitusi, Demokrasi dan Masyarakat (SIDEKA) Fakultas Syariah UIN Samarinda, mengatakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Jokowi bisa turut dipersoalkan. Bahkan bukan tidak mungkin kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Jokowi bisa dibatalkan.  “Dalam konsep hukum administrasi, ketika perbuatan pemerintah, baik kebijakan atau aktivitas yang dianggap merugikan, maka pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan ke pengadilan untuk memohonkan pembatalan atas hal tersebut,” kata Suwardi. (sumber : https://www.alinea.id/) Polisi Siap Bertindak Di sisi lain, pihak Polda Metro Jaya disebut sudah mulai memeriksa sejumlah pihak, termasuk menyita dokumen penting seperti ijazah SMA dan S1 Jokowi. Ini menunjukkan bahwa proses hukum tidak main-main, dan semua akan dibuktikan secara sah di mata hukum. Kita sebagai warga negara hanya perlu menunggu hasil penyidikan dengan kepala dingin dan sikap kritis. Lebih lanjut, langkah penyitaan ijazah ini bukan semata-mata sebagai bentuk pembuktian, tapi juga menjadi sinyal kuat bahwa kepolisian ingin menyelesaikan kasus ini secara transparan dan tuntas. Tidak ada ruang bagi manipulasi opini publik tanpa dasar hukum. Prosedur ini adalah cara terbaik untuk menjawab keraguan masyarakat dan sekaligus menindak pihak-pihak yang terbukti menyebarkan informasi palsu. Polisi pun menegaskan bahwa siapa pun yang melanggar hukum, tanpa pandang bulu akan diproses sesuai aturan yang berlaku. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

Prabowo Negosiasi Tarif Impor Dengan Trump: Demi Rakyat, Bukan Segelintir Elit!

Jakarta – 1miliarsantri.net : Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menegaskan komitmennya dalam melindungi kepentingan rakyat lewat pendekatan diplomasi dan negosiasi. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah bernegosiasi dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menurunkan tarif impor negara Paman Sam ke Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen. Inilah bentuk tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara, ujarnya. Negosiasi dilakukan Presiden Prabowo pada 15–16 Juli 2025, melalui sambungan telepon dengan Presiden Trump. Hasilnya, tarif impor AS untuk produk Indonesia berhasil diturunkan. Negosiasi akan melibatkan tiga bulan dialog teknis antara Indonesia dan AS, serta komitmen impor Indonesia sejumlah US$15 miliar energi, US$4,5 miliar produk pertanian, dan pembelian 50 pesawat Boeing sebagai imbalannya . “Negara lain pun menghadapi tekanan dari Amerika Serikat yang punya kebijakan alot. Tapi inilah kenyataan global. Tugas saya sebagai Presiden adalah melindungi rakyat Indonesia,” ujar Prabowo dalam pidatonya pada acara Hari Lahir ke-27 PKB di Jakarta (23/07). Langkah ini bukan sekadar soal angka, tapi menyangkut nasib industri lokal, tenaga kerja, dan investasi di Tanah Air. Jika tidak segera diatasi, tarif tinggi bisa membuat banyak perusahaan dalam negeri tumbang dan memicu gelombang PHK besar-besaran. Baca juga : Indonesia ‘Gagap’ Memasuki Perang Dagang Global Amerika Serikat Kritik dan Nyinyiran di Tengah Perjuangan Negosiasi Meski negosiasi tersebut membuahkan hasil konkret, Prabowo menyayangkan masih banyak suara nyinyir dan sinis terhadap usahanya. Menurutnya, kritik itu perlu, tapi kalau isinya hanya mencela tanpa solusi, tentu tidak membangun. “Setiap upaya yang saya lakukan demi rakyat selalu ada saja yang mencibir. Padahal, yang kita lakukan itu nyata. Seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), dulu dicibir, sekarang sudah menjangkau lebih dari 6,7 juta orang,” tegas Prabowo. Ini menjadi pelajaran penting buat kita semua untuk perubahan dan terobosan besar selalu menghadirkan pro-kontra. Tapi selama tujuannya jelas, yaitu demi kesejahteraan rakyat Indonesia, maka kerja keras itu layak dijalankan dan didukung. Misi Besar untuk Jaga Lapangan Kerja dan Iklim Investasi Prabowo juga menyebut bahwa perundingan dengan Trump tidak semata soal angka tarif, tapi soal penyelamatan iklim usaha di dalam negeri. Saat ekonomi global sedang goyah, daya tahan usaha kecil hingga menengah harus dijaga. “Tujuan saya jelas, jangan sampai ada usaha yang gulung tikar, jangan sampai ada PHK. Saya rela berdialog, bernegosiasi, agar rakyat tidak menderita. Itu janji saya sejak awal,” ungkapnya. Langkah ini patut diapresiasi. Di tengah kompetisi global dan tekanan geopolitik, Indonesia butuh pemimpin yang berani bicara di meja perundingan, bukan hanya menonton dari pinggir lapangan. Negosiasi yang berani dan strategis adalah bentuk nyata diplomasi ekonomi. Baca juga : Tarif Dagang Adalah Daya Tawar Negara, Catatan Kritis Kesepakatan Indonesia Dan Amerika Serikat Tarif Impor Turun, ‘oleh-oleh’ dari Eropa Revisi tarif impor AS terhadap produk Indonesia resmi turun terjadi, saat kunjungan Prabowo ke Eropa. Percakapan via telepon selama 17 menit itu disebut berlangsung dalam suasana serius namun akrab. Kalangan DPR dan pelaku industri nasional menyambut hasil tersebut sebagai kemenangan diplomasi, yang menunjukkan kepemimpinan Prabowo kuat dan kredibel di kancah global . Tarif yang lebih rendah memberikan ruang bagi ekspor sektor padat karya, terutama tekstil dan furnitur untuk tetap kompetitif di pasar global. Sekaligus sebagai upaya pemerintah menghindari risiko PHK massal di dalam negeri. Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, menyatakan bahwa hasil ini adalah buah dari proses panjang dan alot. Penurunan tarif ini membuka peluang lebih besar bagi produk Indonesia di pasar Amerika. Langkah ini secara langsung berdampak positif pada ekspor dan potensi pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih kompetitif di pasar global. Isu Transfer Data Pribadi Namun, kesepakatan ini tidak lepas dari kontroversi. Salah satu poin dalam kesepakatan antara Indonesia dan AS menyangkut pemindahan data pribadi WNI ke Amerika Serikat. Disebutkan bahwa Indonesia akan memberi akses transfer data ke AS, asalkan Amerika diakui sebagai negara yang memiliki perlindungan data memadai. Banyak pihak mempertanyakan keamanan dan kedaulatan data digital bangsa. Prabowo sendiri menyatakan bahwa negosiasi soal ini masih berjalan dan belum final. Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan bahwa transfer data akan dilakukan secara bertanggung jawab. Namun, tetap saja, rakyat perlu mengawal isu ini dengan seksama. Jangan sampai urusan ekonomi membuat kita abai terhadap privasi dan keamanan data nasional. Hasil negosisasi lainnya yang menjadi sorotan pengamat kebijakan karena  AS tidak dikenakan tarif saat mengekspor ke Indonesia, sementara Indonesia harus menerima 19% beban tarif. Beberapa pengamat menyebut ini asimetris dan kurang menguntungkan Indonesia secara bilateral. Kesepakatan dagang tersebut berpotensi menjadi ancaman bagi petani dan industri lokal. Masuknya impor produk pertanian AS dengan harga lebih murah berpotensi menggoyang pasar lokal seperti jagung. Hal ini memerlukan kebijakan selektif agar petani tidak dirugikan. Baca juga : Tanah Subur, Petani Terkubur : Ironi Sektor Pertanian Indonesia Diplomasi Ekonomi  Dibarengi Transparansi dan Kedaulatan Data Sebagai warga negara, kita harus objektif menilai langkah pemerintah. Di satu sisi, penurunan tarif impor adalah kemenangan diplomatik yang nyata. Tapi di sisi lain, pembukaan akses data pribadi harus ditinjau hati-hati agar tidak menjadi celah kerentanan di masa depan. Negosiasi internasional memang kompleks. Namun, transparansi kepada publik adalah kunci kepercayaan. Jika pemerintah terbuka soal prosesnya dan jelas soal batas-batasnya, rakyat akan lebih mudah mendukung. Percaya pada Proses, Kawal dengan Kritis Prabowo menutup pidatonya dengan seruan kuat, agar rakyat Indonesia tetap percaya, karena ia akan bekerja sekuat tenaga untuk seluruh rakyat, bukan golongan tertentu. “Saya rela jiwa raga saya untuk rakyat Indonesia,” ujarnya tegas. Sebagai warga, kita harus mengapresiasi setiap langkah baik, tetapi juga tetap kritis dan sadar terhadap dampak jangka panjangnya. Diplomasi ekonomi seperti ini bisa menjadi angin segar, selama prinsip kedaulatan nasional tetap dipegang teguh. Pemerintah didesak untuk memperjelas dan transparan menyangkut isi kesepakatan yang dibuat. Agar masyarakat umum mengetahui dampaknya bagi harga lokal, subsidi dan neraca fiskal negara. Penulis : Ainun Maghfiroh Foto Istimewa Editor : Toto Budiman & Thamrin Humris

Read More

Tanah Subur, Petani Terkubur : Ironi Sektor Pertanian Indonesia

Malang – 1miliarsantri.net : Indonesia secara historis dan budaya dikenal sebagai negara agraris dengan potensi sumber daya alam yang besar. Struktur tanah dan unsur vulkanis yang terkandung di dalamnya membuat Indonesia menjadi salah satu negara tersubur di dunia. Bahkan salah satu band terkenal Koes Plus pernah mengabadikan betapa suburnya tanah Indonesia dalam sebuah bait lagu “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Namun, sektor pertanian yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi dan ketahanan pangan nasional justru menghadapi berbagai persoalan kronis yang hingga kini belum terselesaikan secara menyeluruh. Hal ini terjadi karena adanya miss leading dalam pengelolaan pertanian beserta kebijakan yang mengaturnya. Secara garis besar masyarakat Indonesia sedikit demi sedikit mulai kehilangan semangat untuk berusaha di sektor pertanian. Secara umum hal ini diakibatkan oleh rasa tidak terlindungi secara profesi dan hasil produksi petani. Pemetaan usaha pertanian yang masih semrawut di daerah merupakan salah satu contoh nyata. Tidak maksimalnya pemetaan potensi pertanian di daerah oleh pemerintah pusat seringkali berujung pada kegagalan usaha pertanian itu sendiri. Semakin lama petani akan kehilangan semangat untuk terus melanjutkan usaha pertaniannya, sehingga memutuskan untuk menjual tanah pertanian tersebut. Itu hanya contoh kecil yang masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya. Alih Fungsi Lahan Masih Tinggi Salah satu persoalan mendasar yang terus menghantui sektor pertanian adalah alih fungsi lahan. Lahan pertanian produktif banyak yang berubah menjadi kawasan industri, perumahan, maupun infrastruktur lainnya. Fenomena ini tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan, tetapi juga merambah ke pedesaan. Banyak sekali kasus petani lebih memilih untuk menjual lahan pertaniannya kepada pengusaha dan uang hasil penjualan tersebut digunakan membuka usaha pada sektor lain. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan baku sawah terus mengalami penyusutan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini berdampak pada menurunnya produksi pangan nasional, terutama beras. Rendahnya Kesejahteraan Petani Kesejahteraan petani juga masih menjadi pekerjaan rumah besar. Banyak petani di Indonesia masih tergolong petani gurem dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektare. Pendapatan mereka sangat tergantung pada hasil panen musiman yang rentan terhadap fluktuasi harga pasar dan cuaca. Di sisi lain, generasi muda cenderung enggan terjun ke dunia pertanian karena dianggap kurang menjanjikan secara ekonomi. Regenerasi petani pun menjadi tantangan tersendiri bagi keberlanjutan sektor ini. Ketergantungan pada Impor dan Subsidi Meski memiliki lahan yang luas, Indonesia masih belum bisa lepas dari ketergantungannya terhadap impor sejumlah komoditas pertanian seperti kedelai, bawang putih, dan gula. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara potensi produksi dalam negeri dan kebutuhan konsumsi nasional. Hal ini berkaitan dengan tidak maksimalnya pemetaan potensi pertanian di daerah oleh pemerintah pusat. Ketergantungan pada pupuk bersubsidi juga menjadi isu tersendiri. Ketika distribusi pupuk tidak merata atau terjadi kelangkaan, produktivitas pertanian bisa langsung terdampak. Pemberdayaan masyarakat dan kelompok pertanian diperlukan untuk didorong melakukan inovasi pembuatan pupuk secara mandiri dengan dukungan dari pemerintah daerah dan pusat. Sehingga ketergantungan pada pupuk bersubsidi berkurang. Proteksi Harga yang Tidak Maksimal Ketimpangan ini membuat petani berada pada posisi yang lemah dalam supply chain pertanian. Peran tengkulak yang dominan dan belum optimalnya peran koperasi juga turut memengaruhi kondisi tersebut. Hal ini diperparah dengan penggunaan teknologi dalam pertanian masih terbatas, terutama di wilayah pedesaan. Padahal, adopsi teknologi seperti irigasi modern, alat mesin pertanian (alsintan), dan sistem informasi cuaca dapat membantu meningkatkan efisiensi dan hasil panen. Kurangnya pelatihan dan pendampingan juga menjadi kendala bagi petani untuk mengakses dan mengoperasikan teknologi tersebut. Dampak Perubahan Iklim  Perubahan iklim turut memberikan tekanan terhadap sektor pertanian. Perubahan pola hujan, kekeringan, banjir, serta serangan hama dan penyakit yang tidak terduga menambah risiko gagal panen. Petani dituntut untuk beradaptasi, tetapi dukungan dan edukasi terkait mitigasi iklim masih terbatas. Mengurai permasalahan dan kendala pada usaha pertanian di Indonesia tidaklah semudah membalik telapak tangan dan tidak bisa dilakukan secara parsial. Diperlukan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan petani itu sendiri. Kebijakan yang berpihak pada petani kecil, pembangunan infrastruktur pertanian, serta pemanfaatan teknologi menjadi kunci agar sektor ini mampu bertahan.  Formulasi kebijakan yang menyeluruh, pemetaan potensi pertanian dan pemerataan dukungan teknologi adalah beberapa hal paling krusial untuk segera dilakukan di lapangan. Tanpa upaya yang progresif dari pembuat kebijakan, maka problematika di sektor pertanian dikhawatirkan akan terus menjadi hambatan dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Sumber referensi : 1. Badan Pusat Statistik (2024). Luas Panen dan Produksi Padi 2024. https://www.bps.go.id 2.Kementerian Pertanian RI (2023). Profil Petani dan Tantangan Regenerasi. https://www.pertanian.go.id 3. Setara Institute (2023). Dinamika Alih Fungsi Lahan Pertanian. https://setarajambi.org 4. DPR RI (2022). Analisis Ketahanan Pangan dan Impor Komoditas Strategis. https://berkas.dpr.go.id 5. Indonesiana (2023). Menekan Ketergantungan Impor Pertanian. https://www.indonesiana.id 6. DJPB Kemenkeu (2022). Kebijakan Impor dan Ketahanan Pangan. https://djpb.kemenkeu.go.id Kontributor : Leo Agus Hartono Editor : Toto Budiman

Read More

Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan Misteri Kematian Diplomat Muda Arya Daru di Kamar Kos Menteng

Jakarta – 1miliarsantri.net : Kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, masih menyisakan banyak tanda tanya. Pria yang dikenal cerdas dan berprestasi itu ditemukan dalam kondisi tidak biasa di kamar kosnya yang terletak di kawasan elit Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025. Temuan ini sontak menggemparkan publik dan menimbulkan berbagai spekulasi. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, dalam konferensi pers terbaru pada Kamis (24/7), mengungkap secara gamblang bagaimana kondisi korban saat ditemukan. Ini menjadi titik awal penting dalam penyelidikan yang saat ini masih berlangsung. Kronologi dan Temuan Awal Polisi Menurut Kombes Ade, Arya ditemukan dalam kondisi yang membuat siapa pun bergidik. Wajahnya tertutup plastik, tubuhnya dililit lakban berwarna kuning, dan keseluruhannya diselimuti kain di atas tempat tidurnya. Yang membuat kasus ini semakin janggal, kamar kos bernomor 105 tempat Arya tinggal terkunci rapat dari dalam. “Kamar tersebut punya tiga jenis kunci: kunci manual dan slot yang hanya bisa dibuka dari dalam, serta kunci akses yang dipegang oleh korban sendiri,” jelas Ade. Sementara itu, akses masuk utama ke area kos hanya bisa dilakukan dengan kunci yang dipegang oleh para penghuni dan penjaga kos. Tidak hanya pintu yang terkunci, jendela kamar Arya juga ditemukan dalam kondisi terkunci dari dalam. Situasi ini membuat banyak pihak bertanya-tanya: apakah ini benar-benar murni bunuh diri, atau ada unsur lain di baliknya? Siapa yang Pertama Kali Menemukan Arya Daru? Fakta menarik lainnya adalah mengenai siapa yang pertama kali mengetahui kondisi Arya. Berdasarkan keterangan polisi, sang istri Arya merasa curiga karena suaminya tidak bisa dihubungi dan ponselnya dalam kondisi mati. Ia kemudian meminta bantuan penjaga kos untuk memeriksa kondisi Arya. Penjaga kos yang berinisial S lantas mengajak salah satu penghuni lainnya, FM, untuk bersama-sama memeriksa. Mereka berupaya masuk melalui jendela dengan cara mencongkel, membuka slot, lalu membuka pintu dari dalam. Di situlah mereka menemukan Arya sudah tak bernyawa. Sumber Foto : newsmaker.tribunnews.com Penemuan ini pun sempat membuat geger seluruh penghuni kos. FM dan penjaga kos segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Polisi kemudian datang dan langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), termasuk mengamankan barang-barang milik Arya, serta memeriksa rekaman CCTV di area sekitar. Keterangan dari kedua saksi ini menjadi krusial karena merekalah yang pertama kali melihat langsung kondisi korban, sebelum siapa pun menyentuh atau mengubah posisi apapun di kamar. Penyelidikan Melibatkan 15 Saksi dan Tim Ahli Untuk mengungkap misteri di balik kematian tragis ini, polisi telah memeriksa setidaknya 15 saksi. Mereka terdiri dari penghuni kos lain, rekan kerja Arya, keluarga korban, hingga orang-orang terakhir yang sempat berkomunikasi dengannya. Tak hanya itu, penyelidikan juga melibatkan banyak pihak profesional seperti tim kedokteran forensik dari RSCM, tim Inafis Bareskrim Polri, digital forensik dari Direktorat Siber, serta ahli psikologi forensik. Kolaborasi lintas disiplin ini menunjukkan bahwa kepolisian serius menelusuri setiap detail penyebab kematian Arya. Kasus yang Tidak Boleh Dibiarkan Mengendap Melihat kompleksitas kasus ini, sangat penting untuk tidak terburu-buru menyimpulkan. Banyak faktor yang perlu ditelusuri lebih dalam, mulai dari kondisi psikologis Arya, aktivitas terakhirnya, hingga hubungan personal maupun profesionalnya. Sebagai diplomat muda, Arya Daru bukan hanya sekadar korban individu. Ia adalah representasi generasi baru Indonesia yang bertugas membawa nama bangsa ke ranah global. Maka, publik pun layak mendapatkan kejelasan penuh atas kasus ini, baik dari sisi forensik, digital, maupun psikologis. Penting juga buat kita semua untuk tidak mudah terjebak dalam narasi-narasi spekulatif yang dapat merugikan keluarga korban atau mengganggu jalannya penyelidikan. Mari berikan ruang bagi pihak berwenang dan ahli untuk bekerja maksimal. Misteri yang Masih Perlu Dipecahkan Kasus kematian diplomat Kemlu Arya Daru jelas bukan perkara biasa. Banyak hal yang masih belum terjawab dan membutuhkan proses penyelidikan lebih lanjut. Dengan kondisi korban yang sangat janggal dan akses kamar tertutup rapat dari dalam, publik wajar bertanya-tanya. Rekaman CCTV dari 20 lokasi, termasuk lingkungan kos, Gedung Kemlu, dan area Grand Indonesia sedang diperiksa secara forensik digital oleh Polda Metro Jaya untuk melacak jejak korban seminggu terakhir sebelum kematian Polisi telah melibatkan tim forensik, digital forensic dan Pusident Bareskrim Polri untuk memastikan penyebab kematian korban secara ilmiah melalui autopsi, toksikologi, histopatologi, dan pemeriksaan digital. Saat ini, kita perlu mempercayakan sepenuhnya proses penyelidikan pada kepolisian dan tim ahli. Namun sebagai masyarakat, penting juga buat terus mengawasi dan menuntut transparansi agar kasus diplomat Kemlu Arya Daru tidak tenggelam begitu saja. Kepolisian masih menunggu hasil autopsi lengkap serta analisis digital forensik untuk memastikan penyebab pasti. Kasus ini menjadi ujian terhadap integritas sistem hukum Indonesia dalam menangani kematian pejabat negara dengan pendekatan ilmiah dan terbuka kepada publik. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

Vonis Kasus Tom Lembong ; Salah Sasaran atau Bukti Ketimpangan Hukum?

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Kasus korupsi yang menyeret nama mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong bikin heboh ruang publik. Bukan cuma karena statusnya sebagai eks pejabat negara, tapi juga karena vonis 4,5 tahun penjara yang menurut banyak pihak, termasuk tim kuasa hukumnya, penuh kejanggalan. Di tengah panasnya isu ini, Tom Lembong pun resmi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berharap keadilan bisa ditegakkan dengan lebih jernih. Tom Lembong Ajukan Banding Atas Vonis Korupsi Impor Gula Langkah hukum untuk mengajukan banding dilakukan Tom Lembong melalui kuasa hukumnya, Zaid Mushafi, pada Selasa (22/7/2025). Mereka menyebut ada hal yang tidak masuk akal dalam vonis yang dijatuhkan hakim. Menurut Zaid, tuduhan bahwa Tom Lembong bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp 194 miliar adalah sesuatu yang dipaksakan. Pasalnya, angka tersebut adalah potential loss, alias kerugian yang sifatnya belum nyata, dan lebih tragisnya lagi, Tom sama sekali tidak menikmati hasil dari dugaan korupsi tersebut. “Kalau seseorang tidak mengambil keuntungan pribadi, tapi tetap dipenjara 4,5 tahun, ini pertanda sistem hukum kita perlu ditinjau ulang,” ujar Zaid dengan tegas. Kritik utama muncul dari penggunaan pasal “merugikan keuangan negara” sebagai dasar kuat tuntutan. Fitur hukum yang memungkinkan ‘perselingkuhan’ antara kebijakan administratif dan ranah pidana. Perintah Presiden Tidak Dipertimbangkan Hakim? Salah satu poin yang bikin banyak orang angkat alis adalah fakta bahwa tindakan Tom Lembong saat itu disebut-sebut merupakan bagian dari perintah Presiden Joko Widodo. Hal ini bahkan sudah disampaikan di persidangan oleh saksi dari Inkopkar, Inkopol, dan juga ahli dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, menurut kuasa hukum Tom, hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta penting tersebut. Zaid juga menyebut bahwa andai pun Tom hanya dijatuhi hukuman satu hari penjara, mereka tetap akan banding. Artinya, ini bukan sekadar soal lamanya hukuman, tapi lebih kepada prinsip: apakah seseorang benar-benar bersalah, dan apakah vonisnya adil? Apakah Tom Lembong Jadi Kambing Hitam? Kalau dilihat dari kacamata publik, kasus ini memang bikin banyak orang bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang pejabat yang tidak menikmati hasil korupsi, dan katanya menjalankan perintah atasan, tetap divonis bersalah? Apalagi, konteks pemberian izin impor gula ini kompleks, melibatkan koordinasi antar instansi dan urgensi pasokan bahan pokok. Kita semua tahu bahwa birokrasi di Indonesia sering kali sarat dengan tekanan politis dan keputusan cepat. Kadang-kadang, pejabat di level menteri memang harus ambil risiko demi kelancaran distribusi pangan, apalagi yang menyangkut komoditas sensitif seperti gula. Jadi, ketika Tom justru dijadikan tersangka utama dalam kasus ini, publik wajar curiga, apakah Tom Lembong hanya jadi korban dari permainan yang lebih besar? Rincian Putusan yang Melanggar Aturan Impor Tanpa Rekomendasi Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa Tom Lembong bersalah karena menerbitkan izin impor gula rafinasi kepada delapan perusahaan swasta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Hal itu dianggap melanggar Permendag Nomor 117, yang jelas mengatur soal mekanisme dan rekomendasi yang wajib dipenuhi. Hakim menyebut bahwa tindakan Tom menyebabkan negara dirugikan hingga Rp 578 miliar dan memperkaya puluhan pengusaha swasta, yang seharusnya menjadi hak PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia), sebagai BUMN pelaksana. Walau begitu, hakim juga mengakui bahwa Tom tidak menerima keuntungan pribadi. Fakta inilah yang membuat banyak pihak mempertanyakan keputusan majelis hakim. Jadi, kalau tidak menikmati hasil, lalu kenapa harus dihukum berat? Sebuah pertanyaan yang mungkin juga ada di benak kamu sekarang dan sebagian besar masyarakat Indonesia. Kemana Arah Penegakan Hukum Kita? Kuasa hukum Tom Lembong menyatakan bahwa kasus ini adalah cermin betapa penegakan hukum di Indonesia sedang tidak dalam kondisi sehat. Dan kalau kita jujur, sulit untuk membantahnya. Setiap tahun, publik disuguhkan kasus-kasus korupsi yang penuh drama. Ada yang jelas-jelas bersalah tapi hukumannya ringan, ada pula yang tampaknya hanya menjalankan perintah, tapi justru dijadikan tumbal. Kita memang harus sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan besar, apalagi kalau menyangkut kebutuhan dasar rakyat. Tapi dalam semangat anti-korupsi itu, jangan sampai hukum kehilangan objektivitas. Kasus seperti yang menimpa Tom Lembong seharusnya bisa ditangani dengan lebih proporsional dan adil. Bukannya mengorbankan satu pihak tertentu, tanpa memperhatikan rasa keadilan publik. Terlebih terungkap fakta persidangan bahwa impor gula tersebut sah dan sesuai prosedural. Sorotan juga terjadi terhadap ambiguitas definisi “kerugian negara” dalam UU Tipikor yang dapat menjerat pejabat hanya karena masalah birokrasi, bukan penyalahgunaan kekuasaan. Akhirnya persepsi publik dan  tuduhan politisasi terhadap proses penjatuhan vonis membuka pertanyaan mengenai independensi lembaga peradilan. Harapan dari Proses Banding Kini, semua mata tertuju pada proses banding yang diajukan Tom. Apakah Pengadilan Tinggi akan melihat lebih jernih dan mempertimbangkan seluruh bukti dan fakta yang diabaikan sebelumnya? Ataukah Tom tetap harus menjalani hukuman atas keputusan yang masih menyisakan banyak tanda tanya? Yang jelas, kasus ini bukan cuma soal satu orang. Ini soal integritas sistem hukum yang harus bisa menjamin keadilan buat siapa pun, tanpa tebang pilih, tanpa tekanan politik. Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara, tapi publik masih menanti, apakah hukum di Indonesia benar-benar bisa berdiri di atas kebenaran? Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

WhatsApp Call Dibatasi di Indonesia? Ini Fakta, Alasan, dan Dampaknya yang Perlu Anda Tahu!

Jakarta – 1miliarsantri.net : Di tengah kemudahan berkomunikasi yang ditawarkan teknologi, publik Indonesia dikejutkan oleh kabar bahwa layanan WhatsApp Call akan dibatasi di tanah air. Wacana pembatasan ini mencuat dari pernyataan resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang menyoroti ketimpangan kontribusi antara operator seluler nasional dengan platform over the top (OTT) asing seperti WhatsApp. Masyarakat pun bertanya-tanya, benarkah kontribusi yang tidak seimbang antara investasi operator dan keuntungan aplikasi asing membuat WhatsApp Call di ujung tanduk? Wacana ini bukan isapan jempol semata. Pembatasan WhatsApp Call di Indonesia bukan hanya memunculkan perdebatan soal efisiensi dan akses masyarakat, tetapi juga menyangkut kepentingan geopolitik dan keberlangsungan infrastruktur digital nasional. Lantas, apa alasan utamanya? Bagaimana praktik ini diterapkan di negara lain? Dan apa saja potensi dampaknya bagi masyarakat? Agar tidak ketinggalan informasi, perhatikan ulasan lengkapnya di bawah ini. Alasan Pemerintah Menggagas Pembatasan WhatsApp Call Sebelum terburu-buru menyimpulkan, mari pahami terlebih dahulu alasan pemerintah mempertimbangkan wacana pembatasan layanan WhatsApp Call di Indonesia. 1. Ketimpangan Kontribusi Antara OTT dan Operator Seluler Salah satu alasan utama adalah ketimpangan kontribusi ekonomi. Operator seluler di Indonesia menggelontorkan investasi besar untuk membangun jaringan dan infrastruktur digital. Di sisi lain, aplikasi OTT seperti WhatsApp justru memanfaatkan jaringan tersebut secara gratis dan tidak dikenakan beban pungutan seperti yang ditanggung operator. Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Denny Setiawan, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, dijelaskan bahwa pembatasan WhatsApp Call diharapkan mampu menciptakan iklim persaingan yang adil. Dengan kata lain, kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan ekonomi digital nasional, bukan sekadar pembatasan akses. 2. Belajar dari Negara Lain yang Sudah Melakukannya Indonesia bukanlah negara pertama yang mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Contoh yang paling dekat adalah Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi. Di negara tersebut, layanan panggilan suara dan video melalui WhatsApp telah diblokir sejak lama. Pengguna hanya diperbolehkan menggunakan layanan pesan teks, gambar, dan voice note. Tujuan dari pembatasan ini hampir serupa, mengontrol dominasi aplikasi asing dan melindungi industri komunikasi dalam negeri. Bahkan, beberapa aplikasi lokal seperti BOTIM dan IMO diizinkan oleh pemerintah setempat karena mereka memenuhi regulasi yang telah ditetapkan. 3. Dampak yang Mungkin Terjadi Jika WhatsApp Call Dibatasi Membatasi layanan yang sudah begitu akrab di masyarakat tentu bukan keputusan mudah. Pemerintah pun menyadari bahwa WhatsApp Call menjadi andalan komunikasi murah dan efisien, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Berikut beberapa dampak yang mungkin timbul jika wacana ini benar-benar diterapkan. a. Efisiensi Komunikasi Terancam WhatsApp Call banyak digunakan karena tidak membutuhkan pulsa, hanya koneksi internet. Jika layanan ini dibatasi, masyarakat harus kembali mengandalkan pulsa untuk melakukan panggilan, yang tentu akan menambah beban biaya. b. Munculnya Ketergantungan pada Aplikasi Alternatif Ketika satu layanan dibatasi, biasanya pengguna akan mencari alternatif lain. Ini bisa menjadi peluang bagi aplikasi lokal yang memenuhi regulasi, namun juga bisa membuka celah bagi aplikasi luar negeri lainnya yang mungkin lebih sulit dikontrol. c. Pro dan Kontra di Kalangan Masyarakat Tidak dapat dipungkiri, wacana ini memunculkan perdebatan. Sebagian mendukung sebagai bentuk perlindungan industri nasional, sementara sebagian lagi menolak karena dianggap membatasi hak publik untuk berkomunikasi secara bebas dan murah. Pemerintah Masih Menimbang dengan Hati-Hati Meski wacana pembatasan WhatsApp Call di Indonesia telah mencuat ke publik, pemerintah menegaskan bahwa hal ini masih dalam tahap diskusi. Prosesnya masih panjang dan melibatkan banyak pertimbangan, termasuk kepentingan publik, ekosistem digital, serta hubungan ekonomi dan diplomatik dengan perusahaan OTT global. Denny Setiawan menyebutkan bahwa langkah ini bukan semata-mata larangan, tetapi penyesuaian regulasi agar seluruh pihak yang bermain di ekosistem digital Indonesia memiliki kontribusi yang seimbang. Pemerintah juga berupaya belajar dari praktik di negara lain, sekaligus mencari solusi yang paling cocok diterapkan di Indonesia tanpa mengorbankan kenyamanan masyarakat. Haruskah Kita Khawatir Jika WhatsApp Call Dibatasi? Pada akhirnya, wacana pembatasan WhatsApp Call di Indonesia bukan tanpa alasan. Pemerintah berupaya mencari keseimbangan antara kepentingan ekonomi nasional dan kebutuhan masyarakat. Meskipun WhatsApp Call sangat memudahkan komunikasi dan menghemat biaya, kontribusi aplikasi OTT terhadap negara perlu diperjelas dan diseimbangkan agar pembangunan infrastruktur digital bisa terus berlanjut. Diprediksi beragam penolakan akan muncul dari kelompok masyarakat paling ekstrem yang terdiri dari : pekerja digital dan profesional muda (digital native), aktivis kebebasan digital dan kelompok civil society. Mengingat mereka sangat bergantung pada komunikasi daring murah dan efisien, terutama melalui WA Call, baik untuk kerja remote, komunikasi bisnis lintas negara, atau kolaborasi profesional. Kelompok masyarakat yang paling ekstrem ini memainkan peran penting sebagai pengingat bahwa hak-hak digital perlu dijaga. Namun, reaksi mereka harus dikritisi agar tidak jatuh pada asumsi liar, disinformasi, atau kepentingan sektoral yang tersembunyi. Pemerintah dan masyarakat perlu membangun ruang diskusi yang terbuka dan berbasis data sebelum mengambil atau menolak kebijakan yang berdampak luas seperti ini. Bagi masyarakat, yang terpenting saat ini adalah tetap waspada dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum final. Karena hingga saat ini, pembatasan WhatsApp Call masih dalam tahap wacana dan belum resmi diterapkan. Pemerintah menekankan bahwa keputusan akhir akan mempertimbangkan semua aspek dengan cermat. Dengan demikian, informasi mengenai WhatsApp Call dibatasi di Indonesia sebaiknya kita terima dengan sikap kritis dan terbuka, sembari menunggu kepastian regulasi yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

RTO Opung Dan YAMI Selenggarakan Baksos Pemeriksaan Mata Gratis & Bantuan Kacamata Bersubsidi

Bekasi – 1miliarsantri.net: Mata salah satu organ penting manusia yang harus selalu terjaga kondisinya. Kesehatan mata sangat penting untuk kualitas hidup, karena mata memungkinkan kita berinteraksi dengan dunia visual. Melihat kondisi masyarakat umum yang masih mengabaikan kesehatan mata, Rumah Tahfidz Opung “RTO Opung” bersama Yayasan Amal Mata Indonesia “YAMI” (Charity Vision) mengadakan “Baksos Pemeriksaan Mata Gratis dan Bantuan Kacamata Bersubsidi.” Baksos Pemeriksaan Mata dan Bantuan Kacamata Bersubsidi kolaborasi RTO Opung dan YAMI di selenggarakan di Aula RTO Opung, mulai pukul 08.00 WIB, hari ini Sabtu 19 Juli 2025. Syafrizal yang berprofesi sebagai penjahit, warga RT.001 RW.012 merasa sangat senang, “saya bersyukur mendapatkan pelayanan pemeriksa mata gratis dari Yayasan Amal Mata Indonesia, dan terima kasih pada pengurus RTO Opung yang telah menyelenggarakan kegiatan baksos.” Sementara itu menurut Rere, salah satu santriwati Rumah Tahfidz Opung dan bersekolah di SDN Jatimulya 09 Tambun Selatan yang ikut memeriksakan matanya mengatakan, “tadi sudah diperiksa, sempat ngga kebaca, tapi setelah diganti lensanya, alhamdulillah bisa.” Rere melanjutkan, senang bisa periksa mata. “Selama ini di kelas selalu kebagian duduk di belakang, jadi sulit melihat tulisan di papan tulis, kadang minta teman bacain, baru aku nulis”, imbuh Rere. RTO Opung berdiri pada 2017 bernaung dibawah Yayasan Asa Bestari Mulia Rabbani yang dimotori Hajah Zuraedah (Hajah Ida) bersama keluarga besarnya konsisten mendidik dan melahirkan hafidz dan hafizah, yang dipimpin oleh Ustadz Fauzi Rahman. Menurut Hajah Ida, “RTO juga rutin menyelenggarakan kegiatan sosial untuk melayani masyarakat marginal, salah satunya Baksos Pemeriksaan Mata Gratis dan Bantuan Kacamata Bersubsidi.” “Kegiatan baksos kali ini menggandeng Yayasan Amal Mata Indonesia (Charity Vision), YAMI adalah badan amal yang bergerak dibidang pemeriksaan mata dan penyediaan kacamata bagi masyarakat marginal. Dan diharapkan akan berlangsung tiap tahun,” pungkas Hajah Ida.*** Penulis dan Editor : Thamrin Humris Foto istimewa: dok.1miliarsantri.net

Read More

Janji Palsu di Negeri Para Komisaris

Surabaya – 1miliarsantri.net: Pemerintah pernah mengumandangkan janji besar: menciptakan 19 juta lapangan kerja dalam sepuluh tahun. Janji ini menjadi salah satu harapan utama masyarakat, terutama generasi muda, di tengah tantangan ekonomi global yang semakin sulit. Namun kini, janji itu terasa seperti ilusi. Di banyak kota dan kabupaten, terlihat fenomena ribuan anak muda terpaksa antre panjang demi satu posisi lowongan kerja. Mereka membawa map coklat berisi ijazah, sertifikat, dan harapan. Tapi yang mereka temui hanyalah ketidakpastian dan frustrasi. Jumlah pelamar kerja, tidak berbanding lurus dengan daya serap industri. Realitas ini diperkuat oleh data Bank Dunia yang menunjukkan bahwa sekitar 60% penduduk Indonesia hidup dalam kategori rentan miskin. Artinya, mereka tinggal satu langkah dari jurang kemiskinan struktural. Ketimpangan ekonomi semakin nyata, tetapi narasi pembangunan terus diglorifikasi tanpa evaluasi jujur terhadap dampaknya terhadap rakyat kecil. Sementara itu, para pejabat publik justru sibuk mengumpulkan jabatan. Data dari berbagai media dan investigasi menyebutkan, setidaknya 30 Wakil Menteri merangkap jabatan sebagai Komisaris di berbagai BUMN. Jabatan publik yang seharusnya menjadi bentuk amanah dan pengabdian, justru dijadikan ladang kekuasaan dan kenyamanan finansial. Padahal, dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang sehat, rangkap jabatan adalah bentuk konflik kepentingan yang mencederai integritas lembaga negara. Ironisnya, kerusakan tata kelola ini bukan muncul tiba-tiba. Ia adalah warisan dari sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang secara sistematis menabrak prinsip-prinsip meritokrasi, menyalahgunakan kewenangan, dan memaksa regulasi tunduk pada kehendak pribadi maupun lingkaran kekuasaannya. Demokrasi prosedural dikerdilkan menjadi formalitas, dan lembaga-lembaga negara yang semestinya menjadi penjaga akuntabilitas justru disusupi oleh loyalis. Penempatan pejabat berbasis kedekatan politik, bukan kompetensi, menjadikan birokrasi kehilangan ruh profesionalismenya. Apa gunanya bicara efisiensi jika yang terjadi justru pemborosan di tingkat elit? Pejabat rajin menyuruh rakyat hidup sederhana, tetapi mereka sendiri menikmati gaji ganda, fasilitas mewah, dan kekuasaan yang tumpang tindih. Retorika efisiensi hanya menjadi kebijakan sepihak yang membebani rakyat, bukan mereka yang duduk di kursi kekuasaan. Kita bisa belajar dari negara seperti Selandia Baru atau Swedia, di mana standar etik pejabat publik sangat tinggi. Di Selandia Baru, seorang menteri bisa mengundurkan diri hanya karena memberi informasi internal kepada kolega bisnisnya—tanpa perlu ada kerugian negara, apalagi korupsi. Di Swedia, pejabat publik dilarang keras merangkap jabatan karena itu dianggap membuka celah penyalahgunaan wewenang. Bandingkan dengan Indonesia, di mana rangkap jabatan justru dianggap “biasa saja”, bahkan dibenarkan dengan berbagai alasan politis atau administratif. Dalam sistem demokrasi yang sehat, praktik semacam ini adalah bentuk penyimpangan. Di negeri ini, kita justru menyaksikan pelembagaan kepalsuan di berbagai level pemerintahan. Di mana janji ditebar hanya untuk kampanye, tapi realisasi dan tanggung jawabnya tak pernah ditagih secara serius. Masalahnya bukan sekadar rangkap jabatan atau data kemiskinan, tetapi soal krisis integritas dan kehancuran etika pemerintahan. Sepuluh tahun terakhir telah mengubah arah birokrasi kita, dari yang semestinya berbasis prestasi dan pelayanan publik, menjadi sekadar alat kekuasaan yang dikendalikan oleh kepentingan politik jangka pendek. Dalam konteks ini, Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, menghadapi ujian besar. Ia harus menunjukkan secara nyata bahwa dirinya bukan bagian dari rezim Jokowi yang telah merusak fondasi meritokrasi dan keadilan sosial. Rakyat menaruh harapan agar Prabowo berani melepaskan diri dari bayang-bayang kroni dan cawe-cawe politik lama yang hanya melanggengkan oligarki. Ia harus memilih berdiri di sisi rakyat, bukan melanjutkan sistem rusak yang hanya menguntungkan segelintir elit. Jika Prabowo ingin dikenang sebagai pemimpin yang berpihak pada keadilan sosial, maka ia harus berani membongkar praktik rangkap jabatan, menghapus budaya bagi-bagi kursi, dan menghidupkan kembali semangat UUD 1945 Pasal 33: ekonomi disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Ia harus mengembalikan martabat birokrasi, bukan menjadikannya alat politik balas budi. Sudah saatnya bangsa ini bercermin dan menagih janji yang pernah dilontarkan. Negeri ini tidak kekurangan sumber daya. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk memutus rantai kemunafikan birokrasi, membebaskan lembaga negara dari belenggu politik kekuasaan, dan mengembalikan negara ini kepada prinsip meritokrasi, integritas, dan keadilan sosial.** Surabaya, 18 Juli 2025 Penulis : M.Isa Ansori *) Penulis adalah Pegiat Pendidikan dan Perlindungan Sosial. Aktif dalam isu-isu kebijakan publik dan kesejahteraan rakyat. Dosen di STT Multimedia Internasional Malang dan Wakil Ketua ICMI Jatim Serta Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya Foto ilustrasi Editor : Toto Budiman

Read More

Penelitian Ungkap ’AI’ Dorong Kenaikan Gaji & Lapangan Kerja, Bukan PHK Massal

Jakarta – 1miliarsantri.net : Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan ini tak selalu berarti ancaman untuk menggantikan pekerjaan manusia. Sebuah laporan terbaru dari PwC yang berjudul Global AI Jobs Barometer 2025 menepis kekhawatiran umum soal kecerdasan buatan (AI). Alih-alih menggantikan tenaga kerja manusia, teknologi ini justru mendorong peningkatan produktivitas, kenaikan gaji, dan penciptaan lebih banyak lapangan kerja di berbagai sektor. Meskipun terdapat kekhawatiran masyarakat terkait hadirnya AI dapat mengurangi nilai suatu pekerjaan bahkan menggantikannya, AI sejatinya membuat pekerja ’lebih bernilai’. Joe Atkinson, Kepala AI Global PwC mengatakan bahwa hal yang menyebabkan manusia bereaksi terkait isu ini adalah percepatan inovasi teknologi yang terjadi sangat cepat. ”Apa yang ditunjukkan oleh laporan tersebut, sebenarnya adalah keberadaan AI dapat menciptakan lapangan kerja baru. Kita tahu bahwa setiap kali terjadi revolusi industri itu lebih banyak pekerjaan yang tercipta daripada yang hilang. Tapi, tantangannya adalah keterampilan yang dibutuhkan pekerja untuk pekerjaan baru bisa sangat berbeda,” ujar Atkinson dikutip CNBC Make It. Dalam laporan tersebut, lapangan kerja dan gaji pekerja sama-sama naik di setiap pekerjaan yang mengadopsi AI dalam penerapannya seperti pekerjaan layanan pelanggan atau penggunaan perangkat lunak. Atkinson juga menerangkan bahwa tantangannya bukan tidak akan ada pekerjaan di masa depan, melainkan para pekerja harus siap beradaptasi dengan teknologi. AI sejatinya diproyeksi dan diciptakan sebagai jawaban untuk mendampingi serta meningkatan produktifitas pekerja, bukan untuk menggantikannya. Laporan tersebut menganalisis lebih dari 800 juta iklan pekerjaan dan ribuan laporan keuangan perusahaan di berbagai negara. Laporan itu juga menepis 6 mitos umum tentang dampak AI terhadap dinamika permasalahan kerja. Berikut ini adalah 6 mitos umum terkait kekhawatiran masyarakat dalam hadirnya AI dalam dunia kerja : Mitos : AI belum memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas pekerja. Laporan itu mengungkap bahwa sejak tahun 2022, pertumbuhan produktivitas disektor yang mengadopsi AI telah meningkat hampir empat kali lipat. Sementara itu, di sektor-sektor yang “paling tidak siap” terhadap AI itu mengalami sedikit penurunan. Menurut data PwC, industri yang terpapar AI seperti penerbitan perangkat lunak itu menunjukan pertumbuhan pendapatan per karyawan tiga kali lebih tinggi. Mitos : AI dapat berdampak terhadap penurunan gaji dan nilai suatu pekerjaan. Data tersebut menunjukan bahwa gaji pekerja dengan keterampilan AI rata-rata 56% lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja tanpa keterampilan AI dalam pekerjaan yang sama. Selain itu, upah meningkat dua kali lebih cepat di industri yang paling banyak terpapar AI dibandingkan dengan industri yang paling sedikit terpapar AI. Mitos : AI dapat menyebabkan menurunnya jumlah pekerjaan. Bersebrangan dengan itu, dalam laporan itu disebutkan, pekerjaan yang minim keterpaparan terhadap AI tumbuh pesat hingga 65% sepanjang 2019–2024. Menariknya, profesi yang lebih terdampak AI pun tetap mencatat pertumbuhan yang solid, meski lebih lambat, yakni sebesar 38%. Mitos : AI dapat memperburuk ketimpangan kesempatan dan upah bagi pekerja. Bertentangan dengan kekhawatiran itu, temuan laporan itu menunjukan bahwa upah dan lapangan kerja meningkat untuk pekerjaan yang mengoptimalisasi teknologi. Tercatat bahwa permintaan pemberi kerja terhadap gelar formal menurun lebih tinggi pada pekerjaan yang terpapar AI, sehingga menciptakan peluang yang lebih luas bagi pekerja tanpa gelar. Mitos : AI dapat menghilangkan keterampilan pekerjaan yang diotomatisasi. Laporan tersebut menemukan bahwa hadirnya AI justru dapat memperkaya pekerjaan yang dapat diotomatisasi dimana karayawan bebas dari tugas yang membosankan. Hal itu juga untuk melatih keterampilan yang lebih rumit dan mengukur analisis pengambilan keputusan. Misalnya, petugas entri data dapat berkembang menjadi peran yang lebih bernilai seperti analis data. Mitos : AI dapat menurunkan nilai pekerjaan yang sangat diotomatisasi. Data yang ditujukkan PwC adalah upah tidak hanya meningkat untuk pekerjaan yang diotomatisasi, tetapi teknologi membentuk pekerjaan tersebut menjadi kompleks yang membuat pekerja jauh lebih dihargai. Dalam penelitian ini, AI harus dipergunakan sebagai strategi pertumbuhan dengan nilai yang modern dan bukan sekedar strategi efisiensi belaka. Pentingnya untuk menghindari ambisi rendah dan jangka pendek untuk mengotomasi pekerjaan masa lalu, AI mendorong pekerjaan dan industri baru di masa yang akan datang. Peningkatan produktivitas yang dihasilkan oleh AI dinilai mampu menciptakan multiplier effect terhadap tenaga kerja yang tersedia guna mendorong pertumbuhan bisnis. ”AI jika dimanfaatkan secara kreatif sangat berpotensi memicu lahirnya berbagai jenis pekerjaan dan model bisnis baru. Sebagai gambaran, dua pertiga dari jenis pekerjaan di AS saat ini belum pernah ada pada tahun 1940 banyak di antaranya tercipta berkat kemajuan teknologi,” tulis laporan tersebut. Kontributor : Aghasy Editor : Toto Budiman

Read More