Sebanyak 9 Pelaku UMKM Kabupaten Biak, Terima Sertifikat Halal Dari Kementerian Agama

Biak — 1miliarsantri.net : Sebanyak sembilan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kabupaten Biak Numfor, Papua, menerima sertifikat halal pangan olahan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Tahap pertama sertifikat halal produk UMKM diterima 22 sertifikat dan saat ini bertambah lagi sembilan sertifikat halal sehingga total 31 sertifikat halal produk MUI,” ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperibdag) Yubelius Usior kepada media di Biak, Senin (17/07/2023). Pemkab Biak Numfor melalui Disperindag mengajukan 65 penerbitan sertifikat halal produk UMKM Biak Numfor. Kadisperindag Usior mengatakan, jaminan produk halal menurut UU No. 33 Tahun 2014 sampai UU No. 39 Tahun 2021 di mana penyelenggaraan sertifikasi halal dilaksanakan pemerintah melalui BPJPH Kemenag Republik Indonesia. Sertifikasi halal pada produk olahan pangan UMKM Biak, menurut Kadisperindag Usior, perlu dilakukan karena dapat menjamin kepada masyarakat produk yang diproduksi pelaku usaha Biak benar-benar halal dan layak untuk dikonsumsi. Usior mengatakan, pemberian sertifikat halal sebagai upaya pemerintah dalam rangka memberikan fasilitas bagi masyarakat untuk menjalankan perintah sesuai dengan syariat dan aturan. “Suatu produk dapat dikatakan halal apabila memenuhi standar proses sertifikasi halal (SJPH) yang memiliki lima kriteria,” ujarnya. Syarat produk olahan pangan disebut halal, menurut Usior, yakni meliputi komitmen dan tanggung jawab, bahan, proses produk halal, produk, serta pemantauan dan evaluasi. “Pemerintah daerah terus melakukan pendampingan kepada pelaku UMKM guna mendapatkan sertifikat halal untuk semua jenis usaha yang diproduksi,” kata Usior. Berbagai produk UMKM Biak mendapat sertifikat halal di antaranya jenis kuliner, ekstrak sari jahe, sambal ikan julung, ikan asap, dan aneka kue. (mmi)

Read More

Kulturalisasi Islam di Tanah Jawa

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : “Muslim Jawa itu Muslim nominal!” Pernyataan yang meragukan orang Jawa bisa menjadi Muslim yang sejati seperti ini telah berdengung minimal dalam kurun setengah abad terakhir. Ini dimulai ketika ilmuwan sosial asal Amerika Serikat, Clifford Geertz, pada ujung dekade 50-an mengemukakan hasil penelitiannya mengenai pengaruh agama di kalangan masyarakat Jawa. Saat itu, Geertz melakukan penelitian di kota yang disebutnya sebagai Mojokuto atau tepatnya Kota Pare, Kediri, Jawa Timur. Hasil penelitian Geertz kemudian menelurkan tiga varian tentang orang-orang Jawa (Trikotomi), yakni santri, priayi, dan abangan. Santri adalah mereka yang taat pada ajaran Islam, priayi adalah kelompok sosial yang terpengaruh ajaran leluhur, yakni Hindu-Buddha, dan abangan adalah kelompok rakyat jelata yang tak terlalu taat pada Islam dan mempraktikkan agama secara sinkretis. ”Memang sudah lama sekali pengelompokan Geertz itu. Banyak pihak yang bertanya apakah masih berlaku sampai sekarang, yakni setelah lebih dari setengah abad. Jawabnya sudah berubah sama sekali. Keberagamaan orang Islam di Jawa kini tak bisa lagi dianggap nominal. Islam sudah begitu merasuk ke dalam masyarakat itu?” kata DR Pipip Rifai Hasan, pengajar pada Universitas Paramadina, ketika ditanya soal isu Islam nominal di kalangan kaum Muslim di Jawa. Adanya sinyalemen bahwa orang Jawa tidak bisa menjadi Islam yang kaffah yang itu kemudian dijawab oleh Pipip bahwa keadaannya sudah berubah, semakin membuat penasaran untuk melihat kenyataan yang terjadi di lapangan. Pada sebuah perjalanan yang khusus untuk melihat kenyataan berubahnya kondisi sosial keagamaan di Jawa itu terekam kuat ketika pergi mengunjungi sebuah kota kecamatan di wilayah Jawa ‘pedalaman’, yakni Piyungan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan, memang Piyungan yang terletak di perbatasan tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul, belakangan mencuri perhatian publik karena mendadak ada sebuah website yang sangat ‘menggebu-gebu’ mengabarkan berita yang terkait dengan isu umat Islam. Bagi publik yang selama ini kerap menganggap bahwa orang Jawa tak bisa berislam secara kaffah atau total jelas tercengang-cengang. Apalagi, semenjak dahulu wilayah ini kondang sebagai wilayah kaum abangan. “Mana mungkin mereka kini bisa jadi santri seperti itu,” begitu pertanyaan yang berkelebat di banyak benak orang. Klaim bahwa ‘pedalaman’ Jawa tak bisa berubah semakin kuat bila melihat kenyataan bahwa di sana terdapat beberapa situs pemujaan peninggalan masyarakat Hindu. Dengan begitu, menjadi sangat tidak masuk akal bila wilayah itu menjadi berwajah begitu Islami. ”Memang banyak yang terheran-heran setelah datang langsung ke sini. Mereka berkata kok bisa ya, Piyungan jadi seperti ini, yakni begitu banyak sekolah Islam, majelis taklim, swalayan, dan BMT syariah. Ini terjadi sebab pasti yang kini datang berkunjung ke Piyungan masih membayangkan situasi Piyungan seperti tahun 1970-an,” kata Nugroho, warga Dusun Ngijo, Piyungan Piyungan adalah salah satu contoh dari sekian banyak tempat di Jawa yang dahulu disebut daerah abangan yang kemudian berubah menjadi ‘santri’. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Tohari yang besar dan berasal dari wilayah ‘pedalaman Jawa’ secara terbuka mengakuinya. Menurut dia, suasana Jawa yang semakin Islami kini sangat kuat terasa. Bila dulu di sebuah desa hanya terdiri atas satu surau, kini di dalam desa itu di setiap dusunnya berdiri banyak surau. Di tingkat desa kini berdiri sebuah masjid jami (raya) yang besar untuk melakukan shalat Jumat. ”Masyarakat Jawa kini tidak bisa lagi dilihat ala Trikotomi Clifford Geertz, adanya santri, abangan, priayi. Situasinya kini sangat berubah akibat dari meluasnya pembangunan,” kata Hajriyanto. Menurut dia, situasi ini mau tidak mau muncul atas peran dari penguasa Orde Baru, Soeharto. ”Harus diketahui pula Islamisasi yang paling cepat itu terjadi pada masa Pak Harto itu. Jadi, daerah-daerah abangan menjadi santri terjadi pada kurun itu. Gerakan Yayasan Pak Harto dengan mendirikan masjid, Pak Harto naik haji dan naiknya raja Yogyakarta pertama yang naik haji, Sultan Hamengku Bowono X dan Paku Alam, itu sebagai pertandanya,” ujar Hajriyanto. Pendapat senada juga dinyatakan sosiolog UIN Yogyakarta, DR Mohammad Damami. Menurut dia, kini telah terjadi perubahan yang dahsyat dalam sisi keberagamaan masyarakat Jawa. Mereka kini semakin Islami atau kian menjadi santri. “Yang mencengangkan lagi tingkat keberagamaan mereka pada Islam itu didapat melalui rasa kepercayaan diri yang kuat serta mandiri. Sebuah hal yang tak terbayangkan memang,” kata Damami. Pada tataran ilmiah, dalam beberapa bulan terakhir terbit sebuah buku karya sejarawan M.C Ricklefs, Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 Sampai Sekarang. Dalam buku itu, Ricklefs membantah bahwa sebagian besar Muslim di Jawa kini masih tetap atau hanya terdiri dari kaum abangan atau menganut ‘Islam KTP’ saja. Ricklefs menyatakan, kenyataan justru menunjukkan bahwa tanah Jawa semakin ‘hijau’ saja. Masyarakatnya semakin saleh atau malah kini sudah menjadi santri. Islamisasi semakin dalam dan sudah mencapai fase tak bisa dibalikkan. ”Kini, sulit untuk membayangkan bahwa pengaruh Islam yang semakin mendalam terhadap masyarakat Jawa dapat dihentikan atau dibalikkan arahnya oleh siapa pun yang menentangnya,” ujar Ricklefs dalam buku tersebut. (yys)

Read More

Kedekatan Raja Mataram Dengan Generasi Utsmani Turki Serta Keinginan Pangeran Diponegoro Meninggal di Makkah

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Meski Pemilihan Presiden (Pilpres) masih delapan bulan mendatang, nama Pangeran Diponegoro ramai disebut-sebut. Prabowo Subianto ketika memaparkan visi dan misinya di depan para wali kota se-Indonesia di Makassar menyatakan akan memindahkan makam Pangeran Diponegoro ke Jawa. Sontak pernyataan ini memicu banyak komentar. Sayangnya, komentar yang keluar negatif. Baik masyarakat di Makassar dan para anak keturunan Pangeran Diponegoro yang ada di Yogyakarta menolak keras. Raja Ngayogyakarto Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X tegas menolak wacana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang ingin memindahkan makam pahlawan nasional Pangeran Diponegoro dari Makassar kembali ke kampung halamannya di Yogyakarta. “Kalau saya enggak usah, Pangeran Diponegoro di sana [Makassar] juga dihargai oleh masyarakat,” ujar Sultan di Yogyakarta, Minggu (16/07/2023). Sultan menilai warga Makassar pun menjaga sekaligus menghormati keberadaan makam sosok pahlawan dengan nama asli Bendara Raden Mas Antawirya. Oleh karena itu, menurut Sultan, wacana pemindahan itu tak perlu dilaksanakan. Melihat itu tampaknya usulan pemindahan makam Diponegoro akan mentok. Publik lebih menyukai sekaligus bangga bila Pangeran Diponegoro di makamkam di Makssar. Apalagi anak cucu dan keturunan nya pun sampai kini banyak tetap berada di tempat itu. Mereka bangga dan menjaga makam leluhurnya yang sangat dihormati. Meminjam istilah pangeran Diponegoro itu sebagai ‘takdir’. Perlu diketahui pula, sosok Pangeran Diponegoro muncul sebagai semangat perjuangan politik kemerdekaan itu selepas 50 tahun dari wafatnya di Makasar pada tahun 1850. Diponegoro ‘bangkit dari kuburnya’ setelah Sarikat Islam menggaungkan nama dan jasa perjuangannya dalam setiap rapat-rapatnya. Mulai saat itu poster Pangeran Dipoengoro tersebar luas. Rakyat yang sebelumnya hanya tahu dari mulut kemulut, kini dapat mengetahui sosok Pangeran Diponegoro secara lebih jelas. Pangeran Diponegoro bukan lagi nama khayali. Tapi nyata dan ada! Bila dibaca pada serat ‘Babad Diponegoro’ yang ditulis sang pangeran sendiri, dia tak secara jelas menunjuk tempat dia dimakamkan kelak bila tutup usia. Dalam buku ‘Kuasa Ramalan’ karya sejarawan Inggris Peter Carey, obsesi masa tua Pangeran Diponegoro adalah mengakhiri hidupnya di Makkah. Yang paling unik adalah kebiasannya meminum Air Zamzam. Pada bagian itu jelas di sebut Pangeran Diponegoro dalam babadnya. Pater Carey pun menulis bila sang Pangeran ketika berada di pembuangan Makassar berkali-kali meminta agar diizinkan pergi ke Makkah untuk berhaji. Obesesi Pangeran Diponegoro untuk berhaji dan tinggal di Makkah tampak pada beberapa peristiwa ketika pangeran ini menjalani masa awal penangkapan, berlayar menuju tanah pengasingan, dan tinggal di pembuangan. Catatan komandan tentara De Stuers melaporkan betapa pangeran itu pergi berangkat ke pengasingan dengan tetap memakai pakaian ala ulama atau haji: ‘’Diponegoro tampak senang mengamati banyak orang di dermaga. Karena rasa ingin tahu ia menutupi muka dengan ujung sorbannya, yang justru membuat kerumunan merasa lebih tertarik kepadanya…’’ Bahkan guna menunjang semangatnya, Diponegoro sempat meminum sebotol air zamzam yang diberikan kepadanya di Magelang oleh seorang haji yang baru kembali dari tanah suci. Menurut Dipongero: air ini (zamzam) yang diminum para Muslim terkemuka yang telah memahami rahasia agung ajaran agama Rasul.” Tak hanya itu, selama dalam perjalanan menuju tanah pengasingan, di atas kapal dari Semarang ke Jakarta, Diponegoro selalu menuntut hak atas kepastian di mana dia akan diasingkan.”Orang tahu bahwa saya ingin mendapat kepastian mengenai hak-hak legal saya apakah akan dikirim ke Makkah atau ke tempat lain.” Soal Makkah dan tanah suci, juga ditunjukan ketika Diponegoro berlayar dari Jakarta menuju Manado (Sulawesi Utara). Sembari menunggu kapal melepas sauh, Diponegoro sempat berkata kepada ajudan militer Van den Bosch yang bernama Knoerle menyatakan: “Sesampai di Manado ia akan meminta uang dan kapal kepada Gubernur Jendral untuk pergi ke Makkah begitu kekuataannya pulih dan hatinya merasa tenang serta damai kembali. Dan keinginan pergi ke Makkah ia kerap tunjukan selama di atas kapal dengan meminta kapten kapal menunjukkan letak pulau-pulau sekaligus jalur kapal menuju Jeddah.” Pangeran Diponegoro selaku putra raja — bahkan oleh Belanda sempat ditawari sebagai Sultan Mataram — paham sekali hubungan antara kerajaan Mataram dengan Makkah. Apa arti Makkah dan haji bagi Diponegoro semakin nyata ketika dia tinggal bersama eyang putrinya yang berada di kawasan Tegal Rejo. Di sana dengan kepemilikan lahan sawahnya yang sangat luas, sang eyang yang merupakan bangwasan dari Kraton Madura terbiasa memberangkatkan haji para abdi dalemnya. Bahkan di rumahnya terbiasa pula menerima kedatangan berbagai orang yang datang dari Makkah. Maka soal Makkah dan haji serta seputaran masalah itu sudah tertanam di benaknya sejak masa kecil. Perlu diketahui pangeran Diponegoro sangat piawai menulis ‘Jawi’ dan ini terjejak dalam karya babadnya yang kini dinyatakan Unesco sebagai warisan dunia, tidak mengunakan huruf Jawa, namun memakai tulisan Arab pegon. Bagi Kraton Mataram sendiri soal keberadaan dan arti Makkah sendiri sangat penting. Dari catatan sejarah, ‘orang Jawa’ yang pertama kali berangkat ke tanah suci Makkah tercatat diantaranya adalah utusan pada masa kekuasaan Sultan Agung yang saat itu pusatnya masih berada di Kota Gede (kota kecil di selatan Yogyakarta). Kepergian mereka ke Makkah itu diperkirakan terjadi pada tahun 1620-an. Namun kepergian mereka sebenarnya merupakan rombongan resmi kenegaraan yang kedua, setelah sebelumnya rombongan asal Kerajaan Banten mendahului kepergian mereka. Apa tujuan kepergian mereka ke Makkah? Jawabnya, selain untuk menunaikan ibadah haji, utusan tersebut juga hendak meminta izin untuk memakai gelar ‘Sultan’ di depan nama atau gelaran raja mereka. Selain itu juga diindikasikan kepergian mereka untuk menemui ‘syarif Makkah’ adalah untuk meminta ‘perlindungan’ bahwa mereka itu adalah mitra atau bahkan sekutu dari imperium Ottoman Turki (Turki Usmani). Dan ketika pulang dari tanah suci, selain membawa oleh-oleh tanah pasir gurun yang ada di Makkah, rambut nabi, bendera kerajaan Ottoman, mereka pun mendapat restu dari ‘Syarif Makkah’ untuk memakai gelar Sultan di depan nama rajanya. Maka mulai saat itu gelar Raja Mataram memakai nama Sultan, atau tak lagi menggunakan gelar Sunan (Susuhunan) seperti gelar raja pada era Majapahit. Kenyataan sejarah itu sejalan dengan isi pidato Sultan Hamengku Bawono ke X saat membuka Konggres Umat Islam pada awal Februari 2015. Pada forum itu Sultan menegaskan kembali soal kaitan Kraton Yogyaarta dengan Kerajaan Turki Usmani dan juga kaitan orang dari Kraton Jogjakarta yang dibiayai pergi ke Makkah atas restu Sultan Yogyakarta. ‘’Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman…

Read More

Masjid Berusia Dua Abad Ini Akan Dihancurkan

Basra – 1miliarsantri.net : Masjid Al-Siraji sebuah masjid berusia lebih dari dua abad di Irak dan berdiri sejak tahun 1727 resmi dihancurkan oleh otoritas Kegubernuran Basra Irak. Masjid ini harus dipindahkan untuk memperluas jalan Abi Al-Khasib di selatan kegubernuran. Atas keputusan dan tindakan tersebut, banyak masyarakat Irak yang menggunakan media sosial untuk mengungkapkan ketidaksenangan dan kritik mereka. “Tujuan penghancuran Masjid Al-Saraji adalah untuk menyelesaikan perluasan jalan, sebagai jawaban atas tuntutan warga dan pemilik kendaraan karena kepadatan yang parah,” ujar Gubernur Basra, Asaad Al-Eidani, yang dikutip di Iraqi News, Ahad (16/07/2023). Tidak hanya itu, Al-Eidani menyatakan, pemerintah daerah akan merenovasi masjid dan memperluas masjid, dengan cara yang sesuai dengan warisannya dan sesuai dengan urbanisasi kegubernuran. Hal ini menyiratkan bahwa tanah di lokasi itu akan diratakan dan masjid dibangun kembali. Terjadinya penghancuran bangunan bersejarah ini dikecam oleh Kementerian Kebudayaan, Pariwisata, dan Purbakala Irak. Dalam sebuah pernyataan, disampaikan tekad untuk mengambil langkah-langkah hukum guna melestarikan harta budaya yang signifikan dari penyalahgunaan administratif atau pribadi. “Kami menolak penghancuran setiap bangunan yang mengandung warisan atau fitur arkeologi, baik agama atau sipil, karena tidak dianggap milik kantor wakaf, kementerian, otoritas atau gubernur, melainkan milik sejarah,” ujar Menteri Kebudayaan, Pariwisata dan Purbakala, Ahmed Al-Badrani. Masjid yang memiliki luas sekitar 1.900 meter persegi ini terletak di lingkungan Al-Siraji di distrik Abu Al-Khasib. Selama tahun 1980-an, banyak sumbangan telah diterima untuk membantu memulihkannya. (syn)

Read More

Bukti Manuskrip Orang Suku Jawa Memiliki Nasab Hingga Ke Rasulullah SAW

Surabaya — 1miliarsantri.net : Sejarah yang mengatakan bahwa orang-orang suku Jawa memiliki nasab sambung dengan Rasulullah Muhammad SAW sepertinya bukan hanya rumor biasa. Fakta sejarah tentang suku Jawa memiliki nasab sambung dengan Rasulullah SAW ini sempat dijelaskan secara gamblang melalui manuskrip kuno yang dimiliki oleh salah satu Pakar Ilmu Filologi Universitas Airlangga Surabaya, Ust Menachem Ali. Dalam kesempatanya saat menjadi narasumber primer di chanel Youtube MARETDUATUJUH, Ust Menachem Ali mengatakan, bahwa agama Islam dengan Jawa tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut kata, Ust Menachem Ali, dibuktikan dengan adanya beberapa literasi manuskrip kuno berbahan kertas deluwang (kertas khas orang Jawa) yang isinya memadukan antara huruf besar berbahasa arab dengan huruf kecil berbahasa Jawa namun, menggunakan aksara jawa. “Jadi antara keislaman dan kejawaan, itu tidak bisa dipisah. Itulah sebabnya muncul literasi model seperti ini. Dan ini buktinya berbasis dokumen,” ungkapnya. Bukti lain yang membuktikan jika Islam dan Jawa tak terpisahkan juga ditunjukan oleh Ust Menachem Ali, melalui sebuah dokumen karya literasi dari ringkasan muhtasor bernama Bidayaturohman terbitan tahun 1935 yang dibuat oleh Kiai Saleh Darat yang merupakan penerjemah sekaligus guru dari Raden Ajeng Kartini yang dibelinya langsung dari Mesir. “Karya ini diterbitkan langsung di Mesir. Pertanyaan sekarang, kenapa karya ini diterbitkan di Mesir? Berarti ada relasi antara arab dengan jawa di Mesir. Dan huruf pada karya tersebut sangat jelas, bahasanya menggunakan bahasa jawa tapi, hurufnya arab. Ini penting, artinya jangan dipisah antara kejawaan dengan keislaman,” bebernya. Menariknya lagi dan ini sering menjadi pusat perhatian kita bersama, ditambahkan Ust Menachem Ali, jika membahas Bani Jawi ada beberapa dokumen yang harus dilihat. Bani Jawi sendiri kata Ust Menachem Ali, menggambarkan sosok orang Jawa yang tidak dapat dipisahkan dari Islam. Dimana memori kolektif orang Jawa tidak dapat dipisahkan dari sosok Nabi Ismail atau Aji Saka (nama asli Joko Songkolo) yang merupakan nenek moyang dari orang Jawa. Dan ternyata jika dilihat dari beberapa manuskrip yang ada di Jawa, Madura maupun Sunda, semua mengenal sosok tokoh yang bernama Aji Saka atau Aji Soko. Dan itu adalah bagian bukti dari sebuah memori kolektif. Dimana memori kolektif, itu berarti diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang menjadi bagian dari warisan generasi. “Di dalam manuskrip ini penulisnya adalah Ki Bagus Burhan yang memiliki nama julukan Ronggo Warsito. Ronggo Warsito sendiri lahir pada 1802 dan wafat 1873 Masehi. Sedangkan lembaga nasab yang terkenal Robitoh Alawiyah baru didirikan 1928 Masehi. Sementara Ronggo Warsito sebagai penulis Serat Paramayugo itu wafat pada 1873 Masehi. Pertanyaan sekarang, siapa Ronggo Warsito itu?” tandasnya. Ronggo Warsito sendiri, menurut Ust Menachem Ali, memiliki nama asli Ki Bagus Burhan yang merupakan murid langsung dari Kia Khasan Basari pimpinan Ponpes Tegal Sari dan sangat tersohor si era belanda. Lalu, jika dirunut nasabnya, Ki Bagus Burhan atau Ronggo Warsito itu adalah putra dari Yosodipuro Surakarta hingga nasabnya beliau sambung kepada Joko Tingkir alias Sultan Hadiwijoyo. Sementara siapa Sultan Hadiwijoyo? Sultan Hadiwijoyo, nasabnya sendiri berada di urutan ke 23 dari Kanjeng Nasi Muhamad SAW. “Jadi ini jelas. Ada catatan keluarganya. Namanya memang jawa, tapi nama arabnya tidak muncul di dalam ini (manuskrip). Jadi sekali lagi, ini sangat menarik jika dirunut,” ucapnya. Sementara jika melihat lebih jauh lagi dari sebuah catatan berjudul Serat Paramayoga yang dibuat oleh Ronggo Warsito, kata Ust Menachem Ali, muncul sebuah nama tokoh yang sempat disebutkan. Nama tokoh yang disebut adalah Aji Soko. Dimana Aji Soko merupakan keturunan dari Prabu Sarkil. “Di dalam karya tersebut juga disebutkan Kitab Jibta Soro. Nama kitab yang dimaksud ini bukan seperti bahasa arab. Dan ini adalah PR bagi orang jawa untuk mencarinya. Tolong cari kitab Jibta Soro. Karena itu akan menjadi rujukan dari Ronggo Warsito. Bahkan, disebutkan juga Kitab Mila Duniren juga di dalamnya. Disini juga disebutkan siapa itu Prabu Sarkil? Jadi Prabu Sarkil, itu masih keturunan dari Nabi Ismail. Sementara Aji Soko, itu nasabnya nyambung dengan Prabu Sarkil. Dan Aji Soko adalah datuknya dari orang-orang jawa,” lanjutnya. Maka masih dijelaskan oleh Ust Mechanem Ali, pada teks akhir karya tersebut turut disebutkan bahwa Aji Soko ngajawi (menjadi orang jawa). Sehingga menurut Ust Mechanem Ali, jika memori kolektif orang jawa disambungkan ke Nabi Ismail, tidak mungkin orang jawa itu tidak muslim. Karena jika mereka sudah menjadi jawa, maka mereka akan merasa menjadi keturunan dari Nabi Ismail. “Dan disini nanti, Aji Soko itu akan bertemu dengan Kanjeng Nabi Muhamad SAW. Boleh jadi orang-orang meragukan, itu adalah sebuah mitos. Yang jelas ada memori kolektif bahwa orang jawa yang ada hubungan dengan Aji Soko bertemu dengan Nabi Muhamad SAW. Dan Nabi Muhamad SAW sendiri keturunan dari Nabi Ismail, sementara Aji Soko keturunan Nabi Ismail,” ungkapnya lebih detail. Namun diingatkan sekali lagi oleh Ust Mechanem Ali, orang-orang jawa harus tetap mencari kitab Mila Duniren dan kitab Jibta Soro yang dijadikan acuan oleh Raden Ronggo Warsito. Kitab-kitab yang disebut pada karya Raden Ronggo Warsito, itu merupakan bagian dari sebuah clue dari semua rangkaian sejarah tersebut. “Kitab Mila Duniren ini sepertinya berbahasa arab. Karena Mila sendiri memiliki arti kelahiran, sementara Niren berasal dari kata nuroin. Jadi kitab kelahiran dua cahaya, nah ini semua kaitannya dengan nasab. Kalau tidak dicari nanti, ini akan jadi mukotib atau terputus nasabnya. Dan ini PR bagi orang Bani Jawi,” pungkas Ust Mechanem Ali. (har)

Read More

Sumber Penyimpangan Al Zaytun Menurut Mantan Komandan NII KW 9

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam berbagai kesempatan video-video yang viral, masyarakat disuguhkan pernyataan kontroversial Panji Gumilang yang menyimpang dari ajaran Islam. Berbagai penyimpangan tersebut karena cara pandangnya yang merasionalisasikan semua penafsiran ajaran Islam. Shalat bagi mereka adalah aktivitas dalam rangka mewujudkan negara Islam dengan “mencuci otak” sebanyak-banyaknya rakyat Republik Indonesia untuk hijrah ke NII Al Zaytun. Haji bagi mereka adalah muktamar perwakilan berbagai daerah untuk rapat paripurna menyusun agenda kenegaraan Islam. Kisah semua nabi dan rasul dengan musuh-musuh mereka dalam Al-Qur’an dirasionalkan dengan keadaan para petinggi Al Zaytun, yang sejak dahulu hingga saat ini terus mendapatkan tekanan dan serangan dari pemerintah dan rakyat Indonesia yang dianggap jahiliyah. Semua ajaran Islam yang tidak masuk akal bagi mereka dianggap sebagai amalan yang sia-sia karena tidak memberikan pengaruh langsung dalam kehidupan. Mereka menilai semua itu terjadi karena umat Islam terkungkungnya dalam pemahaman para ulama Ahlussunah wal Jamaah. Nll Al Zaytun “memuseumkan” semua pemahaman akidah dan ibadah ulama Ahlussunah wal Jamaah. Mereka telah menuhankan akal yang ditunggangi hawa nafsu di atas wahyu dan hadits. Tafsir mereka berbeda seratus delapan puluh derajat dari ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Mereka berkiblat dengan pola kesombongan dengan berani menolak perintah Allah karena menuhankan akalnya. Dalam timbangan akidah Ahlussunah wal Jamaah bahwa sekte Muktazillah adalah sekte yang menuhankan akal. Mereka berpendapat bahwa semua dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits jika bertentangan dengan akal, maka yang dimenangkan adalah akal. Karena itu, mereka menggiring semua dalil dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan penafsiran rasionalis-pragmatis. Inilah sesungguhnya sumber akidah NII Al Zaytun. Yang para ulama Ahlussunah wal Jamaah menamakannya dengan ilmu kalam. Yakni, orang-orang yang bersandar pada akal dalam menetapkan perkara-perkara akidah dan ibadah. Yang di tengah masyarakat lebih familier dengan sebutan ilmu filsafat. Sekte Muktazilah dan mereka yang sepaham mengadopsi ilmu filsafat sebagai perangkat pendukung untuk mendalami, memahami, dan mengamalkan Islam. Karena berakidah sekte Muktazilah, NII Al Zaytun tidak mengambil ilmu dari kitab tafsir yang sudah masyhur, hadits, dan perkataan ulama Ahlussunah wal Jamaah. Di samping itu, dalam skala nasional ada sekte lokal yang sejalan dengan akidah Muktazilah dengan nama “Ajaran Isa Bugis”, yang telah dilarang sejak tahun 1970 ketika Menteri Agamanya, Buya Hamka. Untuk melanggengkan ajarannya dan mengecoh kaum Muslimin, NII Al Zaytun mengadopsi Ajaran Isa Bugis dengan mengadakan pengajian secara tertutup dari rumah ke rumah dan tersembunyi guna merekrut jamaah baru agar berhijrah ke NII Al Zaytun dengan berbaiat dan berkewajiban membayar infak dan lainnya setiap bulan. Metode pengajian sembunyi-sembunyi tersebut mereka praktikkan sebagai pengejawantahan akidah Muktazilah dengan dasar dalil dari salah satu nama surat, Al-Kahfi (Gua). Gua dalam kisah Ashabul Kahfi mereka artikan tempat-tempat tersembunyi untuk mendoktrin ajaran NII dalam rangka merekrut jamaah baru. Peran ilmu filsafat dalam akidah sekte Muktazilah meminggirkan dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits karena menuhankan akal. Terutama dalil-dalil yang terkait alam gaib yang tidak terjangkau akal. Mereka tidak beriman dengan syafaat Rasulullah kepada orang-orang beriman yang berbuat dosa dan perihal adanya nikmat serta azab kubur. Karena itu, tak perlu heran jika makna syafaat dalam perkara dosa di NII Al Zaytun merasionalkannya dengan tebusan uang bagi anggota jamaahnya yang bermaksiat. Penuhanan akal dalam akidah Muktazilah mengontaminasi keimanan hingga sampai pada titik nadirnya. Dari menafsiri dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits secara serampangan sampai mempertanyakan eksistensi Tuhan. Tak ayal jika para pendewa akal tersebut terjemus dalam ideologi Komunis, sebagaimana pengakuan Panji Gumilang yang lantang lagi viral itu. Bahkan, lebih jauh mereka berupaya melenyapkan agama dengan berbagai makarnya karena agama dianggap sebagai sumber permusuhan dan peperangan. Tidak hanya sampai di situ, sekte Muktazilah juga berakidah Wihdatul Adyan. Yakni, keyakinan semua agama adalah satu, sama dan benar. Hal ini tampak jelas dari bergabungnya orang non-Muslim dalam shalat di masjid Al Zaytun. Termasuk salam Yahudi, nyanyian di masjid, dan anjuran untuk para santri mengkaji perjanjian lama dan baru. Penuhanan akal oleh sekte Muktazilah dengan dasar pemikiran yang diambil dari ilmu filsafat merusak keyakinan beragama dari dasar hingga puncaknya. Atas mereka yang menuhankan akal dari dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mempunyai nasihat yang indah dengan berkata, “Akal bisa berfungsi jika dia memiliki kekuatan; sebagaimana penglihatan mata hanya bisa berfungsi jika ada cahaya. Apabila akal mendapati cahaya iman dan Al-Qur’an barulah akal akan seperti mata yang mendapatkan cahaya mentari. Jika bersendirian tanpa cahaya, akal tidak akan bisa melihat atau mengetahui sesuatu.” Ketahuilah. Syariat Islam tidak menafikan akal, bahkan memberikan nilai dan urgensi yang amat tinggi terhadap akal manusia. Sangat banyak anjuran berfikir dalam Al-Qur’an, seperti: Tadabbur, tafakkur, dan lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “La’allakum tatafakkaruun” (mudah-mudahan kamu berfikir); atau “afalaa ta’qiluun” (apakah kamu tidak berakal); atau “afalaa yatadabbaruuna Al-Qur’ana” (apakah mereka tidak merenungi isi kandungan Al-Qur’an) dan lainnya. Kesimpulannya adalah dalam akidah Ahlussunah wal Jamaah posisi akal ditempatkan pada apa yang diperintahkan Allah Ta’ala sebagai sang Pencipta. Yakni, akal dapat dijadikan argumen jika sesuai dengan Al-Qur-an dan Al-Hadits; atau tidak bertentangan dengan keduanya. Jika akal bertentangan dengan keduanya, maka akal tidak dapat mencapai kesempurnaan ilmu Allah Ta’ala yang termaktub di dalam Al-Qur’an dan petunjuk Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam yang termaktub di dalam Al-Hadits. Sehingga akal tidak lagi dapat menjadi argumen dan wajib ditinggalkan serta tunduk kepada keduanya. Tersebab Al-Qur’an adalah firman yang merupakan sebaik-baik perkataan dari semua perkataan yang ada. Sedangkan Al-Hadits shahih adalah sebaik-baik petunjuk dari semua petunjuk yang ada. Keduanya adalah perpaduan nilai dan norma yang merupakan dasar dalam hukum Islam yang bersifat baku. Penegakan hukum atas kontroversi di Pondok Pesantren Al Zaytun adalah agenda “gangguan ketertiban dan keamanan” berskala nasional. Peran penegakan hukum secara objektif, profesional, dan berkeadilan sangat diharapkan. Sebaliknya, memolitisasi kasus ini adalah pengkhianatan atas amanah rakyat dan mencoreng wajah penegakan hukum Indonesia. Ingat! Jangan bermain api dalam kasus ini. Jangan karena ingin menyelamatkan segelintir orang, ribuan santri tergadai akidahnya dan termilantansi kebenciannya kepada negara. Bahkan selepas proses hukum atas siapa yang bersalah, peran pemerintah dalam rangka merehabilitasi para santri dan pekerja di Al Zaytun jauh lebih kompleks. Mereka secara umum adalah jamaah NII yang loyalis. Peralihan Al Zaytun sebagai aset pendidikan Islam ke tangan pemerintah akan jauh lebih efektif dalam merekonstruksi kurikulum, pengajar, dan para pekerja di sana. (ami)

Read More

Polisi Siagakan 3.200 Personel Pengamanan Apel Siaga Perubahan di SUGBK

Jakarta – 1miliarsantri.net : Guna untuk mengamankan kegiatan partai politij Apel Siaga Perubahan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta Pusat, hari ini Ahad (16/07/2023) Polisi mengerahkan sebanyak 3.200 personel. Dalam pengamanan tersebut pihak kepolisian menerapkan tiga ring pengamanan yang mengitari venue acara. “Persiapan 3.200 personel mulai dari konsep pengamanan ring 1, 2, 3 yang mengitari wilayah GBK, termasuk juga sampai mau masuk,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin kepada media, Ahad (16/07/2023). Komarudin menambahkan, pihaknya juga akan melakukan melakukan pengawalan dan pengamanan kegiatan lain yang berbarengan, yaitu aktivitas masyarakat seperti car free day. Termasuk berkoordinasi dengan pihak penyelenggara, terkait dengan kantong parkir yang tersedia. “Sehingga dengan pengamanan tersebut diharapkan setiap kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan tertib. Memang waktunya yang bersamaan dengan car free day, sehingga ada beberapa alur atau pola contra flow yang kita siapkan dari pagi,” tegas Komarudin. Partai Nasdem akan menggelar Apel Siaga Perubahan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada Ahad (16/07/2023). Dalam acara tersebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak diundang. Nasdem mengeklaim apel siaga merupakan forum konsolidasi internal partai. “Apakah kemudian Pak Jokowi diundang? tidak. Karena kegiatan pada tanggal 16 Juli ini adalah kegiatan internal partai politik, jadi kita tidak mengundang pihak-pihak eksternal termasuk pemerintah yang non-kader Partai Nasdem,” terang Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Rabu (12/7/2023). Apel Siaga Perubahan sendiri sudah mendapatkan izin menggunakan Stadion GBK sejak 22 Februari 2023. Ia menjelaskan, apel tersebut juga bukan ajang untuk menandingi acara partai politik lain. “Kami tidak punya pikiran, kami tidak punya rencana, tidak punya keinginan untuk melakukan show offers atau melakukan atau untuk sekadar gagah-gagahan untuk mengalahkan orang lain,” ujar Ali. Apel Siaga Perubahan adalah forum internal Partai Nasdem yang merupakan momentum untuk melakukan lompatan lebih tinggi. Sebab, Pemilu 2024 sangat tergantung dengan kekuatan dari konsolidasi itu. “Jadi kalau kemudian menggunakan GBK sebagai satu kegiatan, kegiatan ini kami rencanakan sebelum partai-partai lain menggunakan GBK untuk kegiatannya. Jadi tidak ada niat, tidak ada maksud apa-apa untuk melakukan show offers atau menandingi partai-partai lain,” ujar anggota Komisi III DPR itu. Apel Siaga Perubahan adalah forum konsolidasi internal guna melihat kekuatan infrastruktur partai. Serta, kesiapan para bakal calon anggota legislatif dalam menghadapi pertarungan di Pemilu 2024. Kegiatan Apel Siaga Perubahan juga akan dimeriahkan dengan berbagai even. Beberapa di antaranya adalah parade budaya dan pesta rakyat yang digelar Ahad mendatang di Stadion GBK, Jakarta. Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh akan menyampaikan pidatonya di hadapan 100 ribu kader yang direncanakan hadir di kawasan GBK. Selain itu, bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Rasyid Baswedan juga akan menyampaikan pidatonya. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga diagendakan hadir dalam Apel Siaga Perubahan tersebut. Namun jumlahnya dibatasi, karena acara tersebut notabenenya merupakan forum konsolidasi internal Partai Nasdem. (wink)

Read More

Situs Gunung Padang Diketahui Sudah Ada Sejak 9000 Tahun Lalu

Cianjur – 1miliarsantri.net : Anda mungkin pernah mendengar nama Situs Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Situs Gunung Padang adalah salah satu bukti peninggalan nenek moyang yang masih berdiri hingga saat ini. Situs Gunung Padang yang terletak tepatnya di Desa Karyamukti, telah menjadi pusat perhatian para peneliti karena keberadaannya yang diyakini sebagai situs megalitikum tertua di Indonesia. Asal usul Gunung Padang masih menjadi misteri dan menjadi subjek perdebatan di kalangan para ahli tentang sejarah Gunung Padang. Pada awalnya Gunung Padang dianggap sebagai situs pemakaman kuno yang berasal dari sekitar 5.000 tahun lalu. Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa situs ini mungkin memiliki sejarah yang jauh lebih tua berdasarkan penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian menggunakan metode penanggalan radiokarbon dan analisa heologi mengindikasikan bahwa struktur di Gunung Padang bisa memiliki usia lebih dari 9.000 tahun. Situs Gunung Padang terdiri dari beberapa teras batu yang membentuk piramida teras yang mengarah ke puncak gunung. Terdapat pula struktur batu besar dan petilasan di sekitar area ini. Selain itu juga terdapat beberapa teori tentang asal-usul situs ini. Salah satu teori menyatakan bahwa Gunung Padang adalah sisa-sisa komplek kuil atau tempat ibadah yang telah lama hilang dari zaman pra-sejarah. Teori lain mengusulkan bahwa Gunung Padang merupakan situs pengamatan astronomi kuno atau bahkan merupakan tempat penyimpanan pengetahuan kuno yang terkait dengan peradaban hilang. Pada tahun 2011, penelitian dan ekskavasi resmi dilakukan oleh tim arkeologi yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa struktur teras di Gunung Padang mungkin bukan hanya hasil dari akumulasi batuan alami, tetapi juga telah mengalami intervensi manusia. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengungkapkan lebih lanjut tentang sejarah dan fungsi sebenarnya dari Gunung Padang. Penting untuk dicatat bahwa sejarah Gunung Padang masih dalam tahap penelitian dan peneliti terus menggali lebih dalam untuk mengungkap misteri di balik situs ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya perang Gunung Padang dalam sejarah manusia di wilayah tersebut. Ada beberapa teori yang diajukan mengenai asal usul situs ini, namun belum ada konsensus yang diterima secara luas. Berikut adalah beberapa teori yang telah diajukan: Beberapa ahli awalnya menganggap Gunung Padang sebagai situs pemakaman kuno yang berasal dari sekitar 5.000 tahun yang lalu. Namun, penemuan-penemuan baru telah mengindikasikan bahwa situs ini mungkin jauh lebih tua. Salah satu teori menyatakan bahwa Gunung Padang adalah sisa-sisa kompleks kuil atau tempat ibadah yang telah lama hilang dari zaman pra-sejarah. Beberapa ahli berpendapat bahwa Gunung Padang mungkin memiliki hubungan dengan pengamatan astronomi kuno. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya keterkaitan antara susunan batu di situs ini dengan penentuan posisi matahari, bintang, atau fenomena astronomi lainnya. Teori lain menyatakan bahwa Gunung Padang bisa menjadi tempat penyimpanan pengetahuan kuno yang terkait dengan peradaban yang telah punah. Ada spekulasi bahwa struktur bawah tanah di situs ini mungkin berisi ruang-ruang yang berisi artefak, naskah, atau pengetahuan lain yang mungkin dapat mengungkapkan sejarah dan peradaban kuno. Namun, perlu dicatat bahwa penelitian lebih lanjut dan bukti yang lebih kuat diperlukan untuk mengkonfirmasi teori-teori ini. Hingga saat ini, asal usul Gunung Padang masih menjadi misteri dan penelitian terus dilakukan untuk mengungkap lebih banyak tentang sejarah dan fungsi sebenarnya dari situs ini. (fq)

Read More

Mantan Perampok Yang Kini Memiliki Pondok Pesantren

Kulon Progo – 1miliarsantri.net : Jalan kehidupan manusia memang tidak akan ada yang pernah tahu. Kutipan itu cocok disematkan kepada Sandiman Nur Hadi Widodo, mantan perampok yang akhirnya hijrah dan mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ghifari di Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sandiman lahir di Desa Sidorejo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo, 60 tahun silam. Masa muda bapak dua anak dan empat cucu itu dihabiskan dengan berjudi, main wanita hingga melakukan pelbagai tindak kriminal lainnya. Ia bahkan pernah dijuluki perampok spesialis emas, karena bersama komplotan tidak pernah gagal melancarkan aksi kejahatan tersebut. Namun, sepandai-pandainya tupai meloncat pasti jatuh juga. Sandiman Cs yang berhasil menggasak logam mulia seberat tujuh kilogram dari sebuah toko emas di wilayah Kota Yogyakarta pada tahun 1995 berujung antiklimaks. Polisi mencium pelaku merupakan kelompok Sandiman, satu per satu perampok pun akhirnya diringkus. Sandiman yang sempat buron ke luar jawa menjadi yang terakhir ditangkap. Ia dibekuk di Riau, tak lama setelah aksinya terbongkar. Divonis empat tahun penjara, Sandiman jadi pesakitan di Lapas Wirogunan, Yogyakarta sejak 1995, tetapi masa hukumannya dipangkas jadi tiga tahun karena mendapatkan remisi. Pada 1998, Sandiman kembali menghirup udara bebas. Kehidupan di hotel prodeo mengubah jalan hidup Sandiman. Di sana, Sandiman yang ketika itu berusia 32 tahun mulai mendalami Islam. Sejumlah warga binaan di lapas tersebut mengajarinya salat dan membaca Al-Qur’an. “Sewaktu saya masuk itu (Lapas Wirogunan) belum bisa salat apalagi ngaji, dan kebetulan di sana ada sesama napi yang ngajarin dan ada ustaznya juga,” ucap Sandiman saat ditemui 1miliarsantri.net di Ponpes Al-Ghifari, Jumat (14/07/2023). Perlahan tapi pasti, Sandiman bertransformasi menjadi sosok baru. Pria yang dulu dikenal garang dan ditakuti itu berubah jadi pribadi yang bersahaja nan religius. Selepas bebas, ilmu agama yang diperolehnya selama mendekam di jeruji besi coba ditularkan Sandiman kepada warga di tempat kelahirannya. “Awalnya kita kumpulkan aja anak-anak di sekitar sini untuk dilatih ngaji dan belajar salat, karena waktu saya merintis itu masih banyak anak-anak yang jarang salat,” ungkapya. Upaya Sandiman mengajari warga di Desa Sidorejo, Lendah tentang agama Islam kian kuat. Ia pun membangun masjid, panti asuhan dan pondok pesantren yang selain ditujukan sebagai tempat ibadah juga sekaligus wahana belajar agama Islam. Diberi nama Al-Ghifari, pembangunan kompleks seluas 2.400 meter persegi itu berlangsung sejak tahun 1999 dan rampung serta bisa digunakan setahun kemudian. Adapun lahan yang digunakan adalah tanah warisan milik orang tua Sandiman. “Jadi ini merupakan tanah warisan dari bapak saya, terus diberikan kepada saya dan kakak serta adik saya. Kita sepakat tanah ini diwakafkan untuk pembangunan ponpes,” ujar Sandiman. Sejak pertama beroperasi hingga saat ini Ponpes Al Ghifari mengalami perkembangan yang pesat. Di bawah naungan Yayasan Al-Ghifari pondok ini juga membuka sekolah setingkat SD-SMA yang mengusung pembelajaran berkonsep Islam Terpadu (IT). “Perkembangan ini tak lepas dari banyaknya donatur dan tentu karena bantuan Allah SWT,” ujar Sandiman. Tercatat saat ini ada 87 santri boarding dan full day, yang rata-rata berasal dari sekitar DIY, sebagian lagi dari Sumatera hingga Papua. Para santri diajar oleh delapan guru termasuk Sandiman. Seluruh santri di ponpes ini belajar tanpa dipungut biaya. Biaya sekolah para santri menjadi tanggung jawab Sandiman. Selain sekolah dan mengaji, santri di Ponpes Al-Ghifari diajarkan ilmu berwirausaha. Mereka diajak untuk mengolah tanaman dan berternak. Namun Sadiman menekankan yang jadi fokus tetap pendidikan formal santri demi masa depan mereka. “Saya fokusnya ke pendidikan ya, karena berkaca dari masa lalu saya bahwa orang itu gampang terkena pengaruh (buruk) karena bodoh, sehingga saya tekankan anak-anak harus pintar, makannya saya sampai bikin tingkat SMA nya biar anak-anak punya ijazah SMA agar tidak tertinggal dengan anak-anak dari sekolah lain,” ucapnya. Salah seorang santri Ponpes Al-Ghifari, Agustiawati (19), mengaku nyaman belajar di pondok ini. Ia merasa bisa benar-benar memahami agama Islam yang diajarkan oleh para pendidik. “Alhamdulillah, selain belajar ilmu agama, saya juga jadi lebih berprestasi,” ungkapnya. Dara asal Lendah itu mengaku sudah tahu latar belakang Sandiman, pendiri Ponpes Al-Ghifari. Meski demikian ia tak mempersoalkan hal itu. Ia justru merasa termotivasi dengan kisah hidup gurunya tersebut, yang bisa berubah ke jalan yang benar dan menjadi suri tauladan bagi para santri. “Pak Kiai (Sandiman) adalah sosok yang ramah dan selalu membantu kami yang kesulitan. Kadang kalau ada santri yang lagi tidak punya uang nanti dikasih, kadang juga diberikan baju secara cuma-cuma,” tutupnya. (fq)

Read More

Kedahsyatan Asma Suryani Yang Diamalkan Pangeran Diponegoro

Sleman – 1miliarsantri.net : Ilmu bisa didapat dengan berbagai macam lelaku. Dalam kancah dunia supranatural, lazimnya ilmu-ilmu yang ingin didapat, diperoleh dengan laku prihatin. Misalnya dengan puasa, tirakat, ziarah serta lelaku prihatin lainnya. Semakin berat lelaku prihatin dijalani, konon ilmu yang diperoleh akan semakin kuat energinya. Namun ternyata tidak semua ilmu supranatural harus ditebus dengan puasa. Ada beberapa ilmu tingkat tinggi yang cara menguasainya justru tanpa harus melakukan puasa. Hal ini diungkap H Dody Tepi Zaman, perupa sekaligus praktisi ilmu supranatral. “Ada hizib-hizib langka yang justru untuk menguasainya tidak harus dengan puasa,” terang pria paruh baya yang sempat bermukim di Arab Saudi selama 5 tahun ini. Menurut Dody, hizib dapat diartikan sebagai laskar, kumpulan, golongan atau pasukan. Hizib adalah sebuah kumpulan wirid yang digunakan untuk memohon pertolongan kepada Allah dalam menghadapi persoalan lahir maupun batin, baik urusan dunia ataupun akhirat. “Karena besarnya fadhilah suatu hizib dan kekhususannya, pengertian hizib menjadi lebih spesifik. Hizib tidak lagi hanya serangkaian wirid, tapi merupakan pasukan pelindung bagi mereka yang istikamah mengamalkannya,” jelas koordinator Paseban Songgo Langit ini. Paseban Songgo Langit merupakan majelis dzikir beranggotakan anak-anak muda yang memelajari dan mendalami hizib langka. Setiap malam Jumat Legi mereka menyelenggarakan mujahadah dan manakib. Tempatnya berpindah-pindah, sesuai permintaan jamaah atau warga yang menginginkan menjadi tuan rumah majelis. “Kami membekali jamaah dengan wiridan khusus untuk memerkuat keimanan dan sebagai perisai menjaga keselamatan. Sekarang persoalan hidup sangat kompleks. Kita mencoba perkuat iman agar tak menempuh jalan salah, namun di sisi lain kita selamat dari niat jahat orang-orang yang menghalalkan segala cara dalam meraih keinginan duniawi. Sebab selama ini banyak orang yang sebenarnya baik, namun karena mereka tak membentengi diri dengan kekuatan spiritual, akhirnya justru jadi sasaran mereka yang punya niat jahat. Kita berusaha tetap istikamah di kebaikan, namun kita juga membentengi diri dengan pagar agar todak jadi sasaran orang-orang yang punya niat buruk,” papar Dody ketika ditemui di Sentono Tamanmartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Beberapa hizib yang diajarkan di Pasben Songgo Langit antara lain Hizib Suryani. Lebih dikenal sebagai Asma Suryani. Konon Asma Suryani dimiliki oleh ulama besar sekaligus pahlawan nasional, Pangeran Diponegoro. Dikisahkan, suatu hari ia berjalan-jalan hingga sampai tempat sepi. Di lokasi yang sepi tersebut ternyata ada aksi kekejaman tentara Belanda. Pangeran Diponegoro melihat ada seorang pribumi dianiaya tentara Belanda. Kemudian ia mengambil kacang hijau dan berdoa pada Allah dengan membaca Asma Suryani dan melemparkan kacang hijau tersebut ke segerombolan orang Belanda. Anehnya seketika itu juga kacang hijau tersebut berubah jadi ratusan tentara, sehingga Belanda lari terbirit-birit. “Itu salah satu kisah tentang kedahsyatan Asma Suryani. Hizib adalah pasukan. Maka ketika hizib dibaca, akan hadir pasukan gaib yang melindungi, menjaga dan membantu menyelamatkan,” jelasnya. Di Paseban Songgo Langit, pemberian ijazah (menurunkan ilmu) kepada jamaah dilakukan setelah dari hasil pengamatan spiritual kiai pengampu, santri atau orang luar yang iengn memeroleh ijazah dinilai layak menerima ilmu langka tersebut. Selanjutnya terjadi proses penurunan hizib dengan prosesi kecil. “Selama 7 hari wajib melakukan ritual tanpa putus. Baru setelah itu dilakukan evaluasi, apakah khadam sudah masuk dan menyatu atau belum. Selanjutnya ada arahan cara aplikasinya,” jelas Dody. Orang yang mengamalkan Asma Suryani, secara fisik akan merasakan reaksi. Semakin sering dan semakin banyak hitungan membaca wiridnya, tubuh terasa panas dan bagian telapak tangan muncul getaran seperti reaksi aliran listrik. “Jika dilihat orang yang punya ilmu hikmah, akan terlihat ada cahaya kelar dari orang yang mengamalkan Asma Suryani,” ungkapnya. Asma Suryani disebut ilmu multiguna. Untuk keselamatan, mahabah, rezeki dan berbagai kegunaan lain. “Tergantung tujuan dan ketekunan mengamalkan wiridan. Semakin sering diwirid dan dilakukan dengan istikamah, ibarat pisau akan semakin tajam karena setiap hari diasah,” pungkasnya. (fq)

Read More