Mengenal Perbedaan Bercanda, Kekerasan dan Bullying di Lingkungan Sekolah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Data dan fakta tentang perundungan atau biasa dikenal dengan istilah bullying, menunjukkan sekitar 25% anak perempuan dan 30% anak laki-laki melaporkan menjadi korban tindakan bullying, setidaknya beberapa kali.
Serta 26,9% peserta didik atau 1 dari 4 anak berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36.51% peserta didik atau 1 dari 3 anak berpotensi mengalami perudungan. Data tersebut berdasarkan Assesment Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2022.
Ada perbedaan yang jelas mengenai bentuk kekerasan fisik, psikis dan perudungan. Seperti dikatakan Siti Jenab, Penelaah Teknis Kebijakan Tim Pencegahan Perundungan Pusat Penguatan Karakter Kemdikbud dalam seminar Sekolah Surya Bangsa, Kamis (18/7/2024) lalu.
Definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, dan perundungan:
- Kekerasan fisik yaitu kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban dengan kontak fisik oleh pelaku kepada korban dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.
“Seperti pelaku memukul atau menendang korban secara langsung. Kalau pakai alat bantu misalnya ada anak murid yang menusuk-nusuk temannya pakai pensil atau memukul pakai penggaris,” ujar Jenab.
Bentuk lain yakni penganiayaan, perkelahian, eksploitasi ekonomi dan sebagainya.
- Kekerasan psikis yaitu perbuatan non-fisik yang dilakukan bertujuan untuk menghina, melukai, dan membuat perasaan korban tidak nyaman.
Biasanya pelaku mengucapkan hal-hal yang kasar tentang fisik korban, keluarga korban, atau apa yang dikenakan si korban. Bentuk lain yakni pengucilan, penghinaan, pengabaian, pemerasan, panggilan yang menyakiti, intimidasi, dan perbuatan mempermalukan di depan umum.
- Perundungan yaitu kekerasan fisik dan atau psikis yang dilakukan secara berulang-ulang dan ada relasi kuasa.
“Contohnya tindakan kasar atau buruk antara senior ke junior, satu grup menyerang satu orang, ketua ke anggotanya, dan guru ke murid. Tapi kalau murid ke guru itu bukan termasuk perundungan melainkan kekerasan,” jelas Jenab.
Di lingkungan satuan pendidikan maupun masyarakat, terdapat beberapa perundungan yang sering terjadi. Yaitu:
- Perundungan secara verbal.
- Perundungan fisik.
- Perundungan sosial, dengan cara merusak reputasi atau hubungan seseorang di lingkungan sosial tertentu.
- Perudungan daring (cyber bullying). Perudungan melalui media sosial, pesan singkat, email dan sebagainya.
Seringkali di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat ada istilah “jangan baper (terbawa perasaan)”.
Ini merujuk pada kondisi dimana dua orang atau lebih mengucapkan kalimat yang tidak baik kepada satu orang atau kelompok, dengan maksud bergurau atau bercanda. Namun apa yang ditangkap oleh orang atau kelompok yang dituju justru sebaliknya.
“Di sini pentingnya membedakan mana yang bercanda dan mana yang sifatnya sudah mengarah pada kekerasan,” imbuh Jenab.
Ia menambahkan, terdapat karakteristik utama perundungan yang membedakan dengan bercanda ataupun jenis kekerasan lainnya yakni:
- Dilakukan secara sengaja. Tindakan agresif apabila dilakukan secara sengaja untuk memojokkan dan menimbulkan rasa tidak berdaya sehingga korban merasa dirinya bukan siapa-siapa.
- Ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Pelaku menggunakan kekuatan atau kekuasaan mereka misalnya fisik dan popularitas untuk merendahkan, mengontrol, menyakiti, atau mengucilkan orang lain.
- Pengulangan aksi yang dilakukan. Aksi yang dilakukan pelaku terjadi lebih dari sekali atau memiliki kecenderungan untuk diulangi oleh orang-orang yang sama.
“Ingat, yang namanya bercanda itu harus dua belah pihak tertawa, bukan salah satu saja. Baik yang bicara juga lawan bicara,” tegasnya.
Begitu besar dampak perundungan ini baik yang terlihat maupun tidak terlihat secara langsung. Bagi korban akan merasakan dampak yang luar biasa secara mental, emosional, fisik dan prestasi baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Lalu dampak bagi pelaku sendiri juga ada yaitu mudah marah, agresif, kurang empati, tidak disukai orang lain.
Tak ketinggalan juga dampak bagi saksi ataupun orang yang melihat aksi perundungan itu sendiri. Setelah menyaksikan, saksi bisa berpotensi mengikuti aksi tercela itu atau bergabung dengan pelaku melakukan perundungan.
Lebih lanjut, khusus untuk sekolah Jenab mengingatkan seharusnya setiap satuan pendidikan memiliki mekanisme tentang penanganan perundungan.
Ia juga menyarankan untuk para murid jangan sungkan untuk melaporkan segala bentuk perundungan kepada pihak sekolah.
“Untuk laporan perundungan sebenarnya tidak perlu bukti tapi bila ada bukti itu lebih baik. Tetap melaporkan apapun bentuk kekerasan kepada pihak sekolah, atau kalau dirasa kurang didengar bisa minta bantuan kakak kelas yang bisa dipercaya untuk bantu bicara. Harus terus dilakukan ya,” pungkasnya. (Iin)
Baca juga :
- Arab Saudi Tangkap Hampir 16.000 Dan Proses Hukum 25.689 Orang Diawal Musim Haji 2025, Ini Penjelasannya
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan
- Pemerintah Arab Saudi Larang Jamaah Tanpa Visa Haji Masuk Makkah, Simak 4 Aturan Terbaru