Masjid Nabawi

3 Wisata Religi Madinah Selain Masjid Nabawi

Surabaya – 1miliarsantri.net: Dulu kalau mendengar kota  Madinah yang diingat hanya Masjid Nabawi dan Quba. Tapi setelah mengunjungi Madinah di akhir tahun 2024 jadi tahu bahwa ada 3 masjid dekat Masjid Nabawi yang menyimpan jejak bersejarah sahabat nabi. Pertama kali masuk Masjid Nabawi melalui gate 310. Dalam perjalanannya kesana melewati Masjid Al-Ghamamah dan Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selain itu merasa bersyukur karena  lokasi hotel di Madinah “Manazel Al-Falah” berderet dengan Masjid Ali bin Abi Thalib bahkan hanya semenit menuju Masjid Nabawi melalui gate 315. Saat hari terakhir di Madinah, tepatnya setelah subuh memberanikan diri untuk jalan sendiri mengunjungi 3 masjid bersejarah itu. Yang dari awal memandangnya ada sebuah ketertarikan hati untuk mengunjunginya. Mengunjungi masjid-masjid bersejarah ini adalah salah satu cara untuk menghidupkan syiar Islam serta menguatkan iman. Dan tanpa basa basi lagi, yuk langsung lihat daftar 3 masjid berseharah tersebut di bawah ini! 1. Masjid Ali bin Abi Thalib Masjid ini mudah ditemukan ketika keluar dari gate 315 Masjid Nabawi tepatnya di jalan As-Salam. Jarak dari Masjid Nabawi sekitar 290 meter. Masjid ini pertama kali dibangun pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (87–93 H). Lalu pada tahun 1411 H, Raja Fahd memperlebar masjid  hingga 682 meter dan menambahkan menara setinggi 26 meter. Dulunya lokasi masjid ini merupakan teras rumah Ali bin Abi Thalib. Bahkan Nabi Muhammad pernah shalat ied di masjid Ali.  Masjid ini dibangun untuk mengenang pengabdian Ali bin Abi Tablin  yang merupakan sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad. Arsitektur masjidnya bernuansa putih sederhana yang memiliki satu kubah utama dan satu menara pucuk hitam. Masjid Ali bin Abi Thalib mengingatkan kita bahwa keberanian dan keteguhan hati harus diiringi dengan kerendahan hati. Ali bin Abi Thalib bukan hanya menantu Rasulullah, tetapi juga sosok yang setia pada kebenaran, sehingga masjid ini menjadi simbol pengabdian tanpa pamrih. Baca juga: Sejarah Partai Syarikat Islam, Sebelum Terlahirnya Boedi Oetomo dan Sumpah Pemuda 2. Masjid Al-Ghamamah Pertama kali mau shalat Maghrib di Masjid Nabawi, pernah melewati sebuah masjid yang kubahnya penuh dengan burung merpati dan dinaungi awan sore menyejukkan. Melihat masjid itu serasa dibawa ke zaman Nabi, karena bangunan tua yang indah. Ternyata itu adalah Masjid Ghamamah/Al-Mushalla. Masjid ini mudah ditemukan ketika keluar dari gate 310 Masjid Nabawi. Dengan Masjid Nabawi berjarak sekitar 300 meter. Al-Ghamamah berada di sekitar Pasar Tamar. Masjid ini pertama kali dibangun oleh Khalifah Umar bin Khattab tepatnya di posisi tempat shalat rasulullah. Bangunan masjid Ghamamah terkini merupakan renovasi dari Sultan Abdul Majid al-Ustmani. Di era  Raja Fahd pernah diperbaiki kembali pada 1411 H. Arsitektur masjid ini ada tiga kubah besar yang selalu dihinggapi burung merpati dan ada menara puncaknya. Didominasi dengan warna cream. Dan dinding masjidnya dari batu alam berwarna abu-abu.  Sebelumnya area masjid ini merupakan lapangan lapang di kawasan al-Manakha. Pada tahun kedua hijrah, rasulullah pernah shalat Idul Fitri atau Idul Adha. Masjid ini dinamakan “Al-Ghamamah” yang dalam bahasa arab berarti “awan”. Dulu di lokasi masjid ini Nabi Muhammad melaksanakan shalat istisqa dan berdoa agar turun hujan dikala penduduk Madinah diserang kekeringan akut yang membuat masyarakat kesusahan. Setelah istiqomah itu, muncullah awan yang menjadi tanda turun hujan deras. Abu Hurairah ra meriwayatkan: “Setiap kali Rasulullah melewati Al-Mushalla (tempat shalat), beliau menghadap kiblat lalu berdoa.” (HR. Bukhari). Kisah turunnya hujan di Masjid Ghamamah ini memberikan pelajaran bahwa kunci menghadapi masa sulit adalah bersabar. Dan ketika hidup terasa kering tetaplah terus berdoa sepenuh hati maka karunia Allah akan datang. Yang pasti berdoa dan berharap kepada Allah tidak akan pernah mengecewakan. Allah pasti mendengar dan akan mengabulkannya di waktu terbaik. Masjid Al-Mushalla dibuka untuk shalat sunnah seperti Dhuha dan tahiyatul masjid. Tapi cuma bisa diakses untuk jamaah laki-laki. Baca juga: Umar bin Khattab: Pilar Keadilan dan Ketegasan dalam Sejarah Islam 3. Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah mengunjungi Masjid Al-Ghamamah bisa langsung berkunjung ke Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq, soalnya berseberangan hanya berjarak 40 meter. Sedangkan jarak ke Masjid Nabawi hanya 335 meter. Masjid bersejarah ini dulunya rumah Abu Bakar. Dan di lokasi inilah menjadi tempat shalat Idul Fitri dan Idul Adha oleh Rasulullah. Walau nabi sudah tiada, Abu Bakar meneruskan kebiasaan baik untuk shalat di area itu. Hal itu menunjukkan kesetiaan yang tulus. Masjid ini dibangun oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekitar tahun 50 H. Bentuk masjid sekarang itu merupakan hasil renovasi Sultan Mahmud II pada tahun 1255. Dan pada tahun 1411 H direnovasi oleh Raja Fahd tanpa memperbaharui bangunan asli. Yang paling khas dari masjid ini adalah bentuk daun pintu yang disinyalir sebagai pintu asli dari rumah Abu Bakar. Masjid Abu Bakar tidak sebegitu lebar dibandingkan Masjid Ghamamah. Masjid ini ada satu kubah utama yang selalu dihinggapi burung merpati dan ada satu menara besar agak menggelembung. Dan dinding masjid dari batu alam berwarna abu-abu. Shalat di masjid ini menghadirkan refleksi mendalam. Abu Bakar dikenal dengan ketulusan dan kerendah hatiannya. Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorang pun yang lebih utama setelah para Nabi daripada Abu Bakar.” (HR. Thabrani). Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq menyimpan pesan tentang kepemimpinan yang tulus dan rendah hati. Abu Bakar tidak mencari kehormatan, tetapi ia mengabdi sepenuhnya untuk menjaga amanah umat.  Kesetiaannya pada Rasulullah dan Islam menjadi teladan bahwa kekuatan seorang pemimpin bukanlah pada kekuasaan, melainkan pada kejujuran, kesetiaan, dan pengorbanan. Perjalanan singkat menyusuri tiga masjid ini membuat penulis merasa seakan berjalan di lorong sejarah. Dari Masjid Ali, ke Masjid Ghamamah, hingga Masjid Abu Bakar, setiap langkah diwarnai kisah tentang iman, doa, dan kepemimpinan. Jika kamu berkesempatan umroh, sempatkanlah menapaki jejak ini. Insya Allah, wisata religi Madinah ke tiga masjid bersejarah ini akan menambah makna perjalanan spiritual Anda, menghidupkan syiar, dan menguatkan iman di tanah penuh berkah. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
Sejarah Saqifah Bani Sa’idah

Sejarah Saqifah Bani Sa’idah, Tempat Baiat Abu Bakar Sebagai Pelayan Umat yang Rendah Hati

Surabaya – 1miliarsantri.net: Sehari menjelang meninggalkan Madinah menuju Mekkah, sore itu muthawif  mengajak menelusuri tempat bersejarah di depan pelataran Masjid Nabawi.  Sebuah taman kecil yang terasa sederhana namun penuh makna. Setelah itu di Tengah teriknya matahari muthawif memberikan kajian sejarah tempat ini kepada rombongan umroh. Muthawif menerangkan, “Inilah Saqifah Bani Sa’idah, tempat bersejarah yang menjadi saksi lahirnya kepemimpinan Islam pasca wafatnya Rasulullah.” Saat melihatnya, pikiran terbayang pada peristiwa 14 abad silam, di mana para sahabat berkumpul untuk mencari sosok yang akan menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin umat. Sejarah Saqifah Bani Sa’idah Saqifah Bani Sa’idah dulunya adalah bangunan beratap milik kabilah Bani Sa’idah dari suku Khazraj, salah satu suku besar di Madinah.  Tempat itu digunakan untuk musyawarah dan pertemuan kaum Anshar. Di depannya terdapat halaman luas serta sumur milik Bani Sa’idah, sehingga sering menjadi titik berkumpul masyarakat. Kini, bangunan itu telah menjadi taman berpagar yang hampir selalu terkunci, hanya sesekali dibuka untuk wisatawan religi. Meski sederhana, tempat ini menyimpan peristiwa monumental: musyawarah pemilihan khalifah pertama umat Islam. Baca juga: Sejarah dan Perkembangan Musik Dalam Peradaban Islam Musyawarah Tiga Calon Khalifah Setelah Rasulullah wafat pada tahun 11 Hijriah, kaum Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah untuk memilih pemimpin Madinah. Mereka mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai calon. Namun ketika kaum Muhajirin hadir, mereka berpendapat bahwa bukan hanya Madinah yang butuh pemimpin, tetapi seluruh umat Islam. Tiga tokoh muncul sebagai calon, Sa’ad bin Ubadah dari Anshar, Ali bin Abi Thalib dari keluarga Bani Hasyim, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq dari Muhajirin Quraisy. Diskusi berlangsung hangat, hingga akhirnya Umar bin Khattab menyatakan baiat kepada Abu Bakar. Umat pun sepakat memilihnya sebagai khalifah pertama karena kedekatannya dengan Rasulullah dan kepemimpinannya yang bijak. Pidato Abu Bakar Sebagai Khalifah Setelah dibaiat, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyampaikan pidato bersejarah di hadapan umat Islam. Dengan penuh kerendahan hati, beliau berkata: “Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jika aku benar, bantulah aku; jika aku salah, luruskanlah aku. Orang kuat di antaramu akan aku pandang lemah sampai aku ambil hak darinya. Orang lemah di antaramu akan aku pandang kuat sampai aku kembalikan haknya kepadanya. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban bagimu untuk mentaatiku. Berdirilah kalian untuk shalat, semoga Allah merahmati kalian.” Pidato ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam bukanlah soal kekuasaan, melainkan amanah. Abu Bakar menempatkan dirinya bukan sebagai penguasa mutlak, tetapi sebagai pelayan umat yang lapang dada dikoreksi jika keliru. Baca juga: Gua Hira, Tempat Sejarah Sangat Penting Bagi Umat Islam Hikmah yang Bisa Dipelajari Peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah mengajarkan pentingnya musyawarah dalam menentukan pemimpin. Al-Qur’an menegaskan: وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۚ Artinya:  (juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.(QS. Asy-Syura: 38). Selain itu, pidato Abu Bakar meneguhkan bahwa seorang pemimpin sejati adalah yang rendah hati, berani dikritik, dan menjadikan ketaatan kepada Allah sebagai ukuran utama. Hal ini menjadi teladan bagi siapa pun yang dipercaya memegang amanah, baik sebagai pemimpin umat, pemimpin keluarga, maupun pemimpin diri sendiri. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
masjid Ghamamah

Masjid Ghamamah Madinah, Tempat Bersejarah yang Memberi Banyak Hikmah!

Surabaya – 1miliarsantri.net: Dalam perjalanan pertama kali menjajaki Masjid Nabawi melalui gate 310, ada satu masjid di sekitar sana  yang berhasil membuat hati terkesima. Langit sore menjelang maghrib ada awan-awan putih berkerumun di kubah masjid Ghamamah. Bahkan banyak merpati yang singgah di kubah, sesekali terbang beriringan menciptakan keindahan di sore itu. Karena baru pertama kali di Madinah, jadi penasaran kenapa Masjid Ghamamah/Al-Musalla (melihat penjelasan di papan sejarah depan masjid) begitu memikat hati. Peristiwa Awan Mendung yang Menjadi Rahmat Nama “Ghamamah” sendiri berarti “awan mendung”. Julukan ini merujuk pada peristiwa istimewa yang dialami Rasulullah ketika melaksanakan shalat Ied di lapangan tempat masjid ini berdiri. Dikisahkan bahwa Rasulullah pernah melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di Masjid Ghamamah. Saat itu, masyarakat Madinah berkumpul untuk beribadah bersama. Menariknya, ketika beliau memimpin shalat, sebuah awan menaungi sehingga tempat itu tidak terik meski di bawah sinar matahari. Hal ini menjadi isyarat betapa kasih sayang Allah menaungi Nabi dan umatnya. Doa Nabi Meminta Hujan Saat Madinah Paceklik (Shalat Istisqa) Salah satu peristiwa paling terkenal di Masjid Ghamamah adalah ketika Madinah mengalami musim paceklik panjang. Tanah gersang, sumur-sumur mengering, dan hewan ternak mati kekurangan air.  Dalam kondisi sulit itu, Rasulullah berdiri di Masjid Ghamamah dan memanjatkan doa meminta hujan. Doa yang pernah dibacakan Nabi Muhammad ketika memohon turunnya hujan pernah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah: اللَّهمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ Artinya: “ Ya Allah, turunkanlah hujan kepada hamba-hamba-Mu dan binatang-binatang (ciptaan)-Mu, sebarkanlah rahmat-Mu, dan hidupkanlah negeri-Mu yang sebelumnya mati (gersang).” Tak lama setelah beliau menengadahkan tangan, awan mendung berkumpul dan hujan turun dengan derasnya. Masyarakat pun bersujud syukur. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa doa seorang hamba yang ikhlas mampu mendatangkan pertolongan Allah. Nabi bersabda: الدُّعَاءُ سِلاَحُ المُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّيْنِ وَنُوْرُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ “Sesungguhnya doa adalah senjata orang beriman, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi.” (HR. Hakim). Kisah Nabi Muhammad Kecil di Tengah Kekeringan Menariknya, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, Muhammad kecil sudah pernah merasakan pahitnya musim paceklik. Sejarah mencatat, ketika itu kakeknya, Abdul Muthalib membawanya bersama kaum Quraisy untuk berdoa meminta hujan. Doa Abdul Muthalib bersama cucunya terkabul, hujan pun turun setelah sekian lama musim kemarau di Makkah. Kisah ini menunjukkan bahwa sejak kecil, Nabi Muhammad  sudah menjadi sosok yang dihubungkan dengan rahmat Allah. Kehadirannya membawa harapan di tengah kesulitan, sebagaimana hujan yang menghidupkan kembali tanah yang mati. Baca juga: Sejarah Jilbab Dalam Peradaban Pra-Islam Hikmah Peristiwa di Masjid Ghamamah Dari peristiwa ini, ada beberapa hal yang bisa ambil pelajaran sebagai hikmah, seperti: 1. Allah mendengar dan mengabulkan setiap doa di waktu yang tepat Peristiwa di Masjid Ghamamah menegaskan bahwa doa bukan sekadar ucapan, melainkan pengakuan atas kuasa Allah. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an Al-Baqarah 186: وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Kisah doa hujan ini membuktikan bahwa doa adalah senjata mukmin, bahkan di saat situasi terlihat mustahil. 2. Kesabaran menanti pertolongan Allah Musim paceklik sering membuat manusia putus asa. Namun, Rasulullah menunjukkan kesabaran hingga pertolongan Allah datang di waktu terbaik. Allah berfirman: فَاصْبِرْ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِيْنَ لَا يُوْقِنُوْنَࣖ Artinya:  “Maka, bersabarlah engkau (Nabi Muhammad)! Sesungguhnya janji Allah itu benar. Jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu membuat engkau bersedih. (QS. Ar-Rum: 60) Dari peristiwa ini, kita bisa belajar bahwa pertolongan Allah bukan terlambat, tetapi selalu datang pada saat yang paling tepat. Baca juga: Sejarah Perjuangan Islam Melawan Penjajah di Indonesia: Sejarah yang Terlupakan Wisata Religi yang Memberikan Energi Hati Mengunjungi Masjid Ghamamah Madinah bukan sekadar wisata religi, melainkan perjalanan hati. Saat melangkah di masjid ini, bayangkan Rasulullah berdiri dengan penuh harap lalu Allah kabulkan doanya dengan turunnya hujan. Kisah ini mengajarkan bahwa doa, kesabaran, dan rahmat Allah adalah kunci menghadapi hidup. Seperti hujan yang menyapa bumi yang haus, doa pun mampu menghidupkan kembali hati yang kering. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
demo

Ada Demo di Zaman Nabi? Ternyata Begini Cara Menyampaikan Aspirasi yang Tepat Tanpa Anarkis!

Surabaya – 1miliarsantri.net: Pertengahan Agustus dan September telah terjadi demo hampir di seluruh wilayah Indonesia. Semua itu berawal dari demo yang terjadi di Pati lantaran kebijakan kenaikan pajak dan sikap arogan pemimpin daerah. Dalam kehidupan bernegara tak dapat dielakkan akan terjadi pro kontra terhadap kebijakan yang menimbulkan protes atau aspirasi oleh masyarakat. Hal itu pun pernah terjadi di era Nabi Muhammad. Namun bagaimana realitas demo umat Islam terdahulu?. Tidak Ada Demo Massal, Tapi Ada Penyampaian Aspirasi Dalam catatan sejarah, Rasulullah tidak pernah menganjurkan umatnya untuk melakukan demonstrasi massal seperti di era modern. Namun, bukan berarti umat Islam pada masa itu tidak memiliki ruang untuk menyampaikan pendapat. Rasulullah justru memberikan teladan bahwa aspirasi boleh disampaikan, selama dilakukan dengan cara yang santun dan tidak menimbulkan kerusakan. Misalnya, ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, sebagian sahabat merasa keberatan dengan isi perjanjian tersebut. Mereka menyampaikan protes dan kebingungan kepada Rasulullah. Meski sempat kecewa, para sahabat akhirnya tunduk pada keputusan beliau. Dari sini terlihat bahwa penyampaian aspirasi di era Nabi lebih berbentuk musyawarah dan dialog langsung, bukan gerakan massa yang menekan dengan keributan. Musyawarah Sebagai Ruang Aspirasi Al-Qur’an sendiri menegaskan pentingnya musyawarah sebagai jalan bermartabat untuk menyampaikan pendapat. Allah  berfirman: وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۚ Artinya: (juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka (QS. Asy-Syura: 38). Ayat ini menjadi dasar bahwa sejak masa Nabi, umat Islam memiliki ruang untuk menyampaikan suara dan keberatan. Namun dengan cara musyawarah, bukan dengan tindakan anarkis. Baca juga: Sejarah Alquran Braille di Indonesia Aksi Protes di Era Nabi Muhammad Beberapa peristiwa dalam sejarah Islam menunjukkan bahwa sahabat berani menyampaikan aspirasi mereka, mulai dari peristiwa: Semua ini menunjukkan bahwa protes di era Nabi disampaikan melalui komunikasi langsung, terbuka, dan penuh adab. Pandangan Ulama Tentang Aksi Massa Sejumlah ulama kontemporer menilai bahwa aksi demonstrasi boleh dilakukan selama damai dan tidak melanggar syariat. Syekh Yusuf al-Qaradawi dalam fatwanya menyebutkan bahwa unjuk rasa dapat menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar, asal tidak disertai kerusakan dan kekerasan. Namun, perlu dicatat bahwa teladan Rasulullah  lebih menekankan pada musyawarah dan dialog. Hal ini sejalan dengan hadis: “Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim). Hadis ini menekankan bahwa kritik dan aspirasi sebaiknya disampaikan dalam bentuk nasihat, bukan kemarahan. Baca juga: Sejarah Perjuangan Islam Melawan Penjajah di Indonesia: Sejarah yang Terlupakan Belajar dari Sejarah Dari sejarah protes muslim di era Nabi, kita bisa belajar bahwa penyampaian aspirasi sudah ada sejak dahulu, meski bentuknya berbeda dengan demonstrasi modern. Rasulullah membuka ruang dialog, mendengarkan sahabat, dan menghargai perbedaan pendapat. Semua dilakukan dengan prinsip musyawarah, adab, dan menjaga persatuan umat. Dengan demikian, jika di zaman sekarang umat Islam ingin menyampaikan aspirasi, teladan Nabi  mengajarkan untuk melakukannya dengan cara damai, beradab, dan tetap menjaga ukhuwah. Semoga informasinya bermanfaat! Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More

8 Dekade Pengeboman Hiroshima-Nagasaki, Jepang, Apa Saja yang Masih Terkenang?

Bekasi – 1miliarsantri.net: Perang Dunia II yang ditandai dengan dijatuhkannya bom atom di dua kota Jepang, “Hiroshima dan Nagasaki.” Kejadian ini berlangsung pada bulan Agustus 1945. Artinya, peristiwa ini terjadi tepat 80 tahun yang lalu. Catatan Sejarah menyebutkan bahwa pada 6 Agustus 1945, pesawat B-29  milik Amerika Serikat “Enola Gay”, menjatuhkan bom atom ‘Little Boy’ di Hiroshima yang menewaskan sekitar 140 ribu orang. Tidak berhenti disana, tiga hari kemudian tepatnya 9 Agustus bom kedua dijatuhkan di Nagasaki dan menewaskan lebih dari 75 ribu orang. Akibat kejadian ini, Jepang menyerah tanpa syarat enam hari setelahnya yaitu pada tanggal 15 Agustus 1945 yang secara tidak langsung menandai berakhirnya Perang Dunia Kedua. Hiroshima Bak Neraka 6 Agustus 1945, tepat pukul 80.15 pagi waktu setempat, Amerika Serikat menjatuhkan bom ke salah satu kota di Jepang, yaitu Hiroshima. Tiga hari setelahnya, Amerika Serikat kembali mengebom wilayah Selatan Kota Nagasaki. “Saat itu Hiroshima seperti neraka, dan itu neraka yang diciptakan oleh manusia”. Apa yang terjadi di Hiroshima Setelah Perang Dunia Kedua? Satu tahun setelah memasuki Perang Dunia II tepat pada 7 Desember 1941, serangan mendadak diluncurkan oleh Angkatan Udara Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbour, Hawaii hingga menewaskan lebih dari 2.400 orang. Beberapa bulan setelah  penyerangan tersebut, Amerika Serikat memulai operasi rahasia di New Mexico dengan menggunakan fisi nuklir untuk menciptakan bom atom pertama di dunia. Tiga tahun kemudian, untuk pertama kalinya Amerika Serikat menjatuhkan bom eksperimental ke Kota Hiroshima akibat dari Jepang yang menolak ultimatum untuk menghentikan perlawanan setelah Jerman menyerah. Berikut pernyataan Harry Truman, Mantan Presiden AS pada saat itu: Beberapa waktu yang lalu, sebuah pesawat Amerika menjatuhkan satu bom di Hiroshima dan menghancurkan musuh. Bom tersebut memiliki kekuatan melebihi 20.000 ton TNT. Itu Adalah bom atom. Akibat penyerangan tersebut, 78.000 dari 350.000 penduduk Hiroshima dinyatakan tewas seketika. Namun, misi pengeboman Amerika Serikat masih berlanjut tiga hari setelahnya, yaitu pengeboman kedua ke Kota Nagasaki yang menambah daftar penduduk tewas sebanyak 40.000 dari 240.000 penduduk. Pada akhirnya, Jepang menyerah dan menyatakan mengakhiri perang di Asia. Delapan Dekade yang Masih Menghantui Bom atom yang menyerang Hiroshima dan Nagasaki, delapan dekade yang lalu, masih menjadi momok menakutkan bagi para penyintas yang berhasil selamat dari serangan bom atom di Jepang tersebut. Beberapa penyintas masih berusia anak-anak pada saat itu, sebut saja yang pertama Keiko berusia 8 tahun, Mikio 13 tahun dan Kenji 6 tahun. Disebutkan oleh Keiko bahwa, pada malam sebelumnya muncul adanya peringatan yang membuat banyak orang terburu-buru menuju tempat perlindungan berkali-kali. “Hari ini mungkin akan terjadi sesuatu, karena itulah, kamu jangan pergi ke sekolah.”ujar ayah Keiko pada saat itu. Ternyata, pernyataan Ayah Keiko terbukti dalam waktu singkat yaitu pukul delapan pagi, pesawat pembom B-29 “Enola Gay” terdengar di atas langit. Nyatanya, Keputusan untuk melakukan pengeboman terhadap Hiroshoma baru dibuat satu jam sebelumnya, dengan lokasi target di Jembatan Aoi, yang berada di pusat kota. Tepat pukul 8.15 pagi, “Little Boy” yang merupakan bom atom itu pun diluncurkan. “Saya sedang sendirian jalan, tiba-tiba saya merasakan ledakan. Semua yang saya lihat, berubah menjadi putih.”Ujar Keiko “Gelombang ledakannya setinggi bangunan dua lantai, dari arah ujung jalan, menuju ke arah saya.”Tambah Kenji Akibat dari kejadian tersebut, korban yang berjatuhan banyak dari kelompok anak-anak sekolah yang akan berangkat ke sekolah pada hari tersebut. “Debu dari ledakan membuat semuanya jadi menghitam. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Sukar dipercaya, kami tersentak.” Mikio menjelaskan Mikio melanjutkan, bahwa pada saat itu kondisi nya adalah kita tidak dapat mengetahui apakah yang di depan saat itu laki-laki atau Perempuan karena semua wajah berantakan. Para penyintas berusaha memahami apa yang terjadi pada diri mereka dan keluarga, meski ada orang-orang yang berhasil selamat namun tampaknya mereka mulai sekarat. Setelah pengeboman, penderitaan belum berakhir. Ledakan yang dilepaskan pada saat itu ternyata melepaskan sejumlah radiasi beracun yang salah satu akibatnya membuat banyak rambut mulai rontok pada saat menyisir rambut. Kondisi ini menyebabkan orang-orang menjadi tidak berdaya dalam beberapa hari atau minggu setelahnya, bahkan hingga meninggal dunia. Dampak yang belum berakhir setelah Pengeboman Hirosima Nagasaki Setelah Amerika Serikat meluncurkan pengeboman terhadap Jepang, selanjutnya Amerika Serikat menduduki Jepang selama tujuh tahun. Adanya dampak yang muncul setelah pengeboman tersebut, membuat Otoritas AS menyensor semua laporan dari apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki. Mesikpun, AS membentuk komisi untuk meneliti dampak medis dari pengeboman itu, namun dibutuhkan waktu puluhan tahun bagi dunia untuk menemukan dampak (pengeboman) terhadap kesuburan, Kesehatan mental dan kesegaran fisik. Namun, tidak adanya langkah lebih lanjut yang dilakukan oleh Amerika Serikat akibat tidak adanya bukti pasti penyakit atau kanker yang muncul akibat kejadian tersebut. Walaupun banyak dari para penyintas menduga tingginya kasus kanker yang dialami adalah diakibatkan oleh ledakan bom tersebut. Keywords: Hiroshima, Nagasaki, Bom Nuklir, 80 Tahun Hiroshima Nagasaki, Perang Dunia II, Dampak Bom Nuklir, Jepang, Amerika Serikat Penulis: Gita Rianti D Pratiwi Sumber: Kanal Youtube BBC News Indonesia Foto: Ilustrasi AI dan Foto Tangkapan Layar Kanal Youtube BBC News Indonesia Editor : Ainun Maghfiroh dan Thamrin Humris

Read More

Sejarah Panjang Perlawanan Pajak di Pati dari Demak hingga Era Modern, Buntut Kenaikan Pajak 250% Oleh Bupati Sudewo

Pati – 1miliarsantri.net: Pati mengalami gonjang-ganjing akibat kebijakan pajak yang dirasa sangat memberatkan masyarakatnya. Kebijakan Bupati menaikan pajak secara drastis, PBB naik 250%, masyarakat sangat terbebani. Potret perlawanan pajak di Pati kembali menggema. Protes warga Pati yang viral di media sosial mendapatkan tanggapan serius dari Presiden Prabowo melalui Sekjen Partai Gerindra. Fenomena perlawanan pajak di Pati tahun 2025 memang terasa seperti dejavu sejarah yang berulang. Perlawanan pajak dari Demak hingga era modern terus berulang. Di balik demonstrasi besar-besaran yang mengguncang pemerintahan Bupati Sudewo, tersimpan jejak panjang perlawanan sipil yang telah mengakar sejak era kolonial. Berikut rangkuman sejarah dan konteksnya, sebuah tulisan yang diangkat oleh R Temmy Setiawan seorang facebookers asal Jogjakarta. ERA KERAJAAN​Berawal dari Pajak Hasil Bumi ​Sejarah perlawanan pajak di Pati dimulai pada era Kerajaan Demak sekitar tahun 1500-an. Di bawah kepemimpinan Tombronegoro, masyarakat Pati memprotes keras kenaikan pajak hasil bumi sebesar 30% yang memberatkan. Perlawanan ini berlanjut pada tahun 1540-an ketika Ki Penjawi memimpin perlawanan terhadap kenaikan kuota setoran pajak sebesar 20%, yang pada akhirnya membuat Pati mengalihkan kesetiaan mereka ke Kerajaan Pajang. ​Pada masa Kerajaan Mataram, perlawanan kembali memuncak. Upeti beras naik hingga 40% pada 1620-an di era Adipati Pragola I, yang membuat Pati menolak kewajiban setor beras secara besar-besaran. Puncaknya adalah pemberontakan besar di bawah Adipati Pragola II pada 1627-1628, di mana kenaikan pajak sebesar 50% menjadi alasan utama penolakan membayar upeti kepada Sultan Agung. Perlawanan ini berlanjut hingga era Pragola III pada 1670-an, di mana kenaikan pajak sebesar 35% oleh Amangkurat I kembali memicu perlawanan. ERA KOLONIAL ​Melawan Penindasan Penjajah ​Memasuki masa kolonial, semangat perlawanan masyarakat Pati tidak surut. Pada tahun 1740, perlawanan terhadap kenaikan bea perdagangan VOC sebesar 25% terjadi, dipimpin oleh pengikut Sunan Kuning. Perlawanan ini mencapai puncaknya pada Geger Pecinan (1741-1743) di mana rakyat Pati, di bawah pengaruh pengikut Untung Surapati, ikut menyerbu pos VOC yang memungut pajak pelabuhan hingga 40%. ​Pajak yang memberatkan juga berlanjut di era Daendels dan Raffles (1811-1816), di mana kenaikan sewa tanah tahunan sebesar 30% memicu perlawanan lokal yang dipimpin oleh Ki Kromo Pati. Penderitaan rakyat semakin parah dengan diberlakukannya Cultuurstelsel (Tanam Paksa) pada tahun 1830. Beban tanam paksa setara dengan 66% hasil panen, yang membuat petani Pati melakukan mogok tanam sebagai bentuk protes. Perlawanan ini melahirkan tokoh legendaris seperti Samin Surosentiko pada 1880-an yang menolak pajak kolonial atas tanah dan hasil bumi yang naik 25%. ​Perlawanan terus berlanjut hingga masa pendudukan Jepang, di mana masyarakat Pati menolak pajak romusha atau kerja paksa hingga 60 hari per tahun. Setelah kemerdekaan, perlawanan kembali terjadi pada masa Agresi Militer Belanda II (1948) di mana masyarakat menolak pajak darurat perang yang menaikkan setoran pangan sebesar 20%. ERA ORDE BARU DAN REFORMASISuara Rakyat Terus Bergema ​Pada masa Orde Baru (1965-1966), masyarakat Pati kembali menyuarakan penolakan terhadap kenaikan pajak hasil panen sebesar 15% untuk stabilitas. Puncaknya pada tahun 1998, seiring dengan gelombang reformasi nasional, mahasiswa dan petani Pati menuntut reformasi pajak dan menolak pungutan liar yang rata-rata mencapai 10% dari harga jual. Kenaikan Pajak PBB 250% di Tahun 2025: Puncak dari Sejarah Panjang ​Dari rentetan sejarah perlawanan pajak di Pati, terlihat jelas bahwa kenaikan pajak yang tidak wajar selalu memicu reaksi keras dari masyarakat. Namun, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) sebesar 250% di tahun 2025 menjadi yang paling mencengangkan dalam sejarah. Kenaikan ini jauh melampaui kenaikan pajak pada era penjajahan Belanda, di mana pajak darurat perang hanya naik sebesar 20% dan pungutan liar di era reformasi rata-rata 10%. Angka 250% ini menunjukkan betapa besarnya beban yang harus ditanggung masyarakat Pati saat ini. Sejarah telah membuktikan bahwa sejak era kerajaan hingga era modern, masyarakat Pati selalu berdiri tegak menolak penindasan. ​Sejarah panjang ini menjadi cerminan bahwa masyarakat Pati tidak akan pernah diam ketika hak-hak mereka diinjak-injak. Perlawanan ini bukan sekadar menolak pajak, tetapi juga merupakan tuntutan atas keadilan dan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, yang memahami masalah, dan memiliki solusi nyata. Sebuah perenungan dan harapan, Indonesia akan lebih baik. Aamiin.** Penulis : R Temmy Setiawan Seorang Facebookers, Konten Kreator, Pecinta sejarah, pariwisata dan budaya. siap bekerja sama meningkatkan pariwisata daerah. Facebook: R Temmy Setiawan Sumber : Facebook R Temmy Setiawan Foto : Facebook R Temmy Setiawan Editor : Thamrin Humris

Read More

Sejarah Hari Ini ‘Komputer IBM Generasi Pertama IBM PC 5150’ Resmi Diperkenalkan Ke Publik

Bekasi – 1miliarsantri.net: Generasi Baby Boomers dan Gen-X tentu familiar dengan sejarah awal komputer. Sejarah komputer pribadi diawali oleh IBM yang memperkenalkan produknya nama IBM PC. Meluncur dengan generasi pertama IBM PC 5150, dan pensiun pada 2 April 1987. IBM PC 5150 adalah komputer pribadi generasi pertama yang diluncurkan pada 12 Agustus 1981. Komputer pribadi tersebut diperkuat dengan menggunakan prosesor 16-bit Intel 8088 berkecepatan 4.77 MHz, power supply 63.5 Watt dan memori yang hanya 64 KB. Media penyimpanan yang digunakannya hanya floppy disk drive 5.25 inci 320 KB atau 360 KB (double-side floppy disk). Mengutip wikipedia, IBM PC datang dengan ROM yang dilengkapi dengan interpreter bahasa Microsoft Cassette BASIC, sehingga pengguna dapat melakukan pemrograman (jika tidak ada sistem operasi yang dimuat). IBM PC 5150 memiliki ROM yang dilengkapi dengan fungsi diagnosis Power-on Self Test (POST) yang akan melakukan pengecekan terhadap perangkat keras sebelum dapat bekerja (meski proses pengecekan yang dilakukannya sangat lambat, lebih dari 10 detik). Mikroprosesor yang digunakan Intel 8088, dengan kecepatan 4.77 MHz.Math co-processor opsional: Intel 8087 berkecepatan 4.77 MHz. Jenis bus yang digunakan ISA (Industry Standard Architecture) 8-bit Tingkatan interupsi 8 (6 yang dapat digunakan), tidak dapat saling berbagi, bersifat Edge-triggered Saluran Direct Memory Access (DMA) 4 buah (3 yang dapat digunakan), tidak dapat mendukung bus mastering Prosesor dapat di-upgrade Tidak Memori Chip Dynamic Random Access Memory (DRAM), 200 nanodetik, dengan kapasitas 16 KB, 64 KB, atau 256 KB.Interkoneksi dengan motherboard menggunakan soket Dual-Inline Package (DIP) 16-pin, yang berjumlah 27 buah (3 x 9 chip).Maksimum 64 KB (untuk motherboard yang dijual sebelum tahun 1983)/256 KB (untuk motherboard yang dijual setelah 1983) yang dapat ditancapkan di tiap soket atas motherboard.Untuk memori yang lebih besar (hingga 640 KB), dapat menggunakan slot ekspansi memory (memory expansion slot).Bank pertama dari memori disolder ke atas motherboard, sehingga tidak dapat diganti secara langsung tanpa melakukan desolder (IBM menyarankan untuk mengganti motherboard untuk mengganti memori yang disolder). Total Memori RAM maksimum 640 KB, dapat diinstalasikan dengan menggunakan slot ekspansi memori (karena motherboard hanya mendukung 64 KB atau 256 KB). ROM 40 KB, tidak mendukung ROM Shadowing. Port serial 2 buah NS8250B UART, 9600 baud/detik Port paralel 3 buah, tidak mendukung operasi dua arah (bi-directional). Jenis media penyimpanan Floppy disk drive, 360 KB 5.25 inci Slot ekspansi 5 buah yang terdapat dalam motherboard, 3 buah yang masih kosong(1 buah digunakan untuk kontrolir floppy disk, 1 buah lagi digunakan untuk kontrolir video) Power Supply 63.5 Watt, diberi kipas pendingin.Beberapa kartu ekspansi yang haus daya mensyaratkan penggantian power supply yang dapat menyuplai daya yang lebih besar. Keyboard IBM PC Keyboard, 83-tombol. Dicolokkan ke dalam soket keyboard yang memiliki enam buah pin. Data Wikipedia IBMWikipedia IBM PC IBM PC Hadir Dengan 3 Versi BIOS Versi BIOS yang dirilis IBM terdiri dari tiga versi yang dibedakan berdasarkan tanggalnya, masing-masing : Sesuai dengan perkembang pada masa itu, upgrade BIOS hanya dapat dilakukan dengan mengganti chip BIOS yang lama dengan chip BIOS yang baru. IBM menjual kit upgrade BIOS dengan nomor spare part 1501005.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto Istimewa wikipedia

Read More

Umar bin Khattab: Pilar Keadilan dan Ketegasan dalam Sejarah Islam

Jakarta – 1miliarsantri.net: Ketika berbicara tentang tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam, maka nama Umar bin Khattab pasti menjadi salah satu yang akan terlintas di benak. Sosok yang dikenal tegas, adil, dan penuh keberanian ini bukan hanya seorang Khalifah, tapi juga simbol nyata dari kekuatan iman dan integritas dalam memimpin. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan hidupnya, terutama soal bagaimana menghadirkan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Artikel ini akan mengajak kalian mengenal lebih dekat tentang siapa Umar bin Khattab dan apa perannya dalam sejarah Islam. Mengenal Umar bin Khattab dalam Lintasan Sejarah Ketika bicara soal sejarah Islam, tak lengkap rasanya tanpa menyinggung peran besar Umar bin Khattab. Beliau adalah khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan juga termasuk dalam kelompok al-Khulafaur Rasyidin, yakni para pemimpin Islam yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Baca juga: Dari Syirik Menuju Tauhid! Revolusi Spiritual Nabi Muhammad SAW dan Lahirnya Peradaban Islam Umar bin Khattab mulanya dikenal sebagai penentang Islam yang keras. Tapi siapa sangka, hidayah menyapanya dalam momen yang begitu dramatis dan emosional. Setelah memeluk Islam, Umar bin Khattab menjadi salah satu pembela yang paling berani. Ia tidak lagi bersembunyi dalam menjalankan ajaran Islam, bahkan secara terbuka menyatakan keislamannya di depan kaum Quraisy yang pada masa itu sangat menentang Islam. Sebagai khalifah, Umar bin Khattab memimpin selama sekitar 10 tahun, dan dalam waktu yang terbilang singkat itu, ia berhasil membawa Islam ke masa keemasannya. Wilayah kekuasaan Islam pada masa itu meluas hingga ke Persia, Romawi Timur bahkan berbagai daerah di luar Jazirah Arab. Dan yang tak kalah penting Umar juga dikenal karena prinsip keadilan dan ketegasannya yang luar biasa. Ia tidak segan mengoreksi aparatnya sendiri, bahkan bersedia menerima kritik dari rakyat jelata. Umar Bin Khattab, Pilar Keadilan dan Ketegasan yang Menginspirasi Umar bin Khattab tidak hanya dikenal karena ekspansi wilayah kekuasaan Islam, tetapi lebih karena prinsip keadilan yang ia pegang erat. Keadilan bagi Umar adalah nilai inti dari kepemimpinan. Dalam menegakkan hukum Ia tidak pernah memandang status sosial, harta kekayaan, atau kedekatan pribadi. Semua orang, tanpa terkecuali, harus diperlakukan sama dan adil. Ada satu kisah yang sangat populer dengan sifat keadilan Umar bin Khattab. Ketika seorang putra gubernurnya berselisih dengan rakyat biasa dan berlaku sewenang-wenang, Umar langsung bertindak. Ia tidak membiarkan jabatan atau kedudukan menjadi alasan pembenaran atas tindakan yang salah. Baca juga: Warisan Ilmuwan Muslim yang Bepengaruh Pada Peradaban Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Modern Sang gubernur pun tidak lolos dari teguran. Bahkan, rakyat yang dirugikan diberikan hak untuk membalas sesuai hukum yang berlaku pada masa itu. Tak hanya adil, Umar bin Khattab juga dikenal tegas dan tidak mudah goyah dalam mengambil keputusan. Tapi di balik ketegasan itu, hatinya sangat lembut. Ia sering berkeliling pada malam hari untuk melihat kondisi rakyatnya secara langsung dan memastikan bahwa tidak ada yang kelaparan atau dizalimi. Dalam salah satu kisah juga pernah diceritakan bahwa Umar bahkan memikul sendiri karung gandum, untuk diberikan pada seorang ibu miskin yang kelaparan bersama anak-anaknya. Sungguh luar biasa, Ia sebagai seorang pemimpin besar yang wilayahnya membentang luas ribuan kilometer, justru memilih untuk hadir langsung di tengah rakyatnya bahkan tanpa pengawalan. Umar bin Khattab benar-benar menjadi gambaran pemimpin sejati yang kuat, tegas, tapi penuh kasih dan rendah hati. Dalam dunia yang sering kali diliputi oleh ketidakadilan, Umar hadir sebagai inspirasi yang membakar semangat. Dari kisah hidup hingga gaya kepemimpinannya, Umar bin Khattab telah menunjukkan kepada kita semua apa arti sesungguhnya menjadi seorang pemimpin yang adil dan amanah. Dalam lintasan sejarah Islam, namanya akan selalu dikenang sebagai sosok yang tidak hanya memperluas wilayah kekuasaan, tapi juga memperluas keadilan dan kebaikan bagi umat. Semoga semangat dan prinsip hidup Umar bin Khattab bisa terus menginspirasi kita semua dalam menghadapi tantangan zaman dan membangun peradaban yang lebih baik.** Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Foto ilustrasi Editor : Thamrin Humris

Read More

Dari Syirik Menuju Tauhid! Revolusi Spiritual Nabi Muhammad SAW dan Lahirnya Peradaban Islam

Tegal – 1miliarsantri.net: Sebelum Islam hadir membawa petunjuk, masyarakat Arab berada dalam masa yang disebut sebagai zaman jahiliyah. Istilah ini tidak hanya menggambarkan ketidaktahuan terhadap ilmu pengetahuan, tetapi juga merujuk pada kondisi moral, sosial, dan spiritual yang rusak dan gelap. Nilai-nilai kemanusiaan dikaburkan oleh kesyirikan, kekerasan, dan ketimpangan sosial. Namun, kondisi ini berubah secara drastis lewat misi agung Nabi Muhammad SAW yang mengembalikan manusia kepada tauhid dan nilai-nilai Ilahi. Dan mari, di artikel ini sejenak kita refleksi kembali perjalanan transformatif masyarakat Arab dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam, yang tidak hanya mengubah Mekkah dan Madinah, tetapi juga meletakkan dasar peradaban dunia yang adil dan beradab. Akar Tauhid yang Terlupakan Masyarakat Arab, khususnya suku Quraisy, sejatinya pernah mengenal ajaran tauhid. Mereka adalah keturunan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS yang telah mewariskan agama Hanifiyah, sebuah ajaran yang murni menekankan keesaan Allah SWT dan keadilan dalam kehidupan sosial. Ka’bah sendiri adalah simbol tauhid yang dibangun oleh dua nabi tersebut sebagai rumah ibadah kepada Allah SWT. Namun, seiring berjalannya waktu, ajaran ini mulai dilupakan. Interaksi dengan peradaban lain, pengaruh asing, serta lemahnya pemahaman menyebabkan penyimpangan akidah. Tauhid berubah menjadi politeisme dan khurafat. Amr bin Luay al-Khuzai kemudian tercatat dalam sejarah sebagai tokoh yang pertama kali memperkenalkan berhala ke Mekkah, sehingga membuka jalan bagi tersebarnya praktik syirik di Jazirah Arab. Ia membawa patung bernama Hubal dari Syam dan meletakkannya di dekat Ka’bah. Sejak saat itulah, setiap suku mulai membawa dan menempatkan berhala mereka untuk dijadikan sesembahan. Ka’bah yang dahulu pusat tauhid, berubah menjadi tempat ritual syirik. Ragam Kepercayaan Jahiliyah Penyimpangan akidah melahirkan berbagai bentuk kepercayaan yang menyimpang dari nilai tauhid. Di antaranya: Tak hanya itu, praktik takhayul menyebar luas. Ada kepercayaan bahwa lapar disebabkan oleh ular dalam perut, atau bahwa kekuatan gaib bisa diperoleh dengan memakai cincin besi. Untuk meminta hujan, mereka mengikat rumput kering di ekor hewan ternak sambil menari di gurun. Semua ini menandai betapa masyarakat Arab kehilangan arah spiritual. Sistem sosial yang terbentuk pun tidak adil: perempuan tidak dihargai, bayi perempuan dikubur hidup-hidup, dan kaum miskin tertindas oleh pemilik kekuasaan dan harta. Pengaruh Agama Samawi Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, dua agama Samawi, yakni Yahudi dan Kristen, yang sudah lebih dulu masuk ke wilayah Arab. Kaum Yahudi banyak tinggal di Yatsrib (Madinah), sementara Kristen tersebar di wilayah Syam dan Yaman melalui pengaruh Kekaisaran Romawi Timur dan Kerajaan Habsyi. Namun, penyebaran dua agama ini bersifat terbatas dan tidak membentuk tatanan sosial yang menyeluruh. Di samping itu, agama-agama tersebut telah mengalami distorsi ajaran. Di tengah kehampaan moral dan spiritual inilah, kebutuhan akan pembaruan menjadi sangat mendesak. Kelahiran Pembaharu Pada tahun 570 M, lahirlah seorang anak dari Bani Hasyim, keturunan mulia dari Quraisy, Muhammad bin Abdullah. Beliau tumbuh sebagai pribadi jujur, amanah, dan berintegritas tinggi. Oleh karena itu, beliau pun dikenal di kalangan masyarakat Mekkah dengan sebutan Al-Amin. Pada usia 40 tahun, beliau menerima wahyu pertama di Gua Hira melalui Malaikat Jibril. Firman pertama itu, Iqra’ (bacalah), bukan hanya instruksi membaca secara literal, tetapi juga ajakan untuk memahami hakikat kehidupan dan mengembalikan manusia kepada tauhid. Dakwah dalam Tantangan Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai secara diam-diam, menyasar orang-orang terdekat seperti Khadijah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Setelah tiga tahun, beliau mulai berdakwah secara terbuka. Langkah ini memicu kemarahan para pemuka Quraisy. Mereka melihat dakwah tauhid sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan ekonomi mereka, yang bergantung pada ritual berhala di Ka’bah. Nabi dan para sahabat mengalami berbagai bentuk intimidasi, seperti dihina, disiksa, diboikot, bahkan diusir. Namun, Nabi tidak membalas dengan kekerasan. Beliau memilih pendekatan sabar, santun, dan bijak. Kesabaran beliau menarik simpati berbagai kalangan, terutama anak muda, budak, dan kaum fakir yang selama ini tersisih oleh tatanan jahiliyah. Revolusi Sosial Islam Islam tidak hanya mengubah akidah, tetapi juga menata ulang struktur sosial masyarakat Arab secara menyeluruh. Berikut sejumlah prinsip revolusioner yang dibawa Islam: Revolusi sosial ini bukan hanya teori, tetapi dijalankan langsung dalam kehidupan masyarakat Madinah setelah hijrah. Di sana, Nabi membangun masyarakat yang plural dan adil, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, serta menyusun Piagam Madinah sebagai dasar konstitusi yang modern untuk zamannya. Cahaya Peradaban Islam Setelah hijrah ke Madinah, Islam berkembang pesat menjadi kekuatan spiritual, sosial, dan politik yang disegani. Nilai-nilai yang dahulu asing, seperti persaudaraan lintas suku, keadilan hukum, dan hak perempuan, menjadi fondasi masyarakat baru. Islam kemudian menyebar ke berbagai wilayah Asia dan Afrika, seperti Syam, Mesir, dan Persia. Ajaran Islam tidak hanya menciptakan umat yang beriman, tetapi juga membangun peradaban dengan sumbangsih di bidang ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, dan filsafat. Pelajaran Bagi Umat Hari Ini Transformasi masyarakat Arab dari zaman jahiliyah menuju Islam bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan cermin peradaban dan pelajaran bagi umat pada hari ini. Sebab, meskipun bentuk tantangan modern berbeda, esensinya tetap sama: kezaliman, syirik gaya baru, eksploitasi, dan krisis moral. Solusinya pun tetap sama: kembali kepada nilai-nilai Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tauhid bukan hanya keyakinan, tetapi juga sistem nilai yang memuliakan akal, menegakkan keadilan, dan memanusiakan manusia. Jika dahulu Nabi mampu mengubah tatanan dunia dari lembah Mekkah yang penuh berhala, maka hari ini pun umat Islam mampu bangkit dari keterpurukan jika kembali kepada ruh dakwah dan keteladanan Rasulullah SAW.“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membenci.” (QS As-Shaff: 9).** Penulis : Satria S Pamungkas (Tegal, Jawa Tengah) Sumber: buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Mislahudin S.Pd.I (baSan Publishing, 2011) Foto ilustrasi Editor : Ainun Maghfiroh dan Thamrin Humris

Read More

Sejarah Perjuangan Islam Melawan Penjajah di Indonesia: Sejarah yang Terlupakan

Situbondo – 1miliarsantri.net : Jika kita berbicara tentang kemerdekaan Indonesia, biasanya yang langsung terlintas adalah pahlawan-pahlawan nasional seperti Soekarno, Hatta, atau Jenderal Sudirman. Tapi di balik semua nama besar itu, ada kisah yang sering kali dilupakan yaitu sejarah perjuangan Islam dalam melawan penjajahan. Padahal, jauh sebelum republik ini berdiri, umat Islam dari golongan para ulama, santri, hingga masyarakat pesantren sudah lebih dulu bergerak melawan ketidakadilan. Sejarah perjuangan Islam di Indonesia itu kaya banget. Tapi sayangnya, kadang justru tenggelam oleh narasi yang lebih dominan. Kita sering lupa bahwa perjuangan fisik dan spiritual para ulama dan santri punya kontribusi nyata dalam menjaga identitas bangsa, bahkan ketika senjata dan peluru menjadi pilihan terakhir. Kontribusi Santri dan Kyai dalam Melawan Penjajah di Indonesia Jika kalian pernah mendengar tentang resolusi jihad yang telah digagas oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, itu adalah puncak dari sejarah perjuangan Islam di tanah air. Tapi sebenarnya, keterlibatan umat Islam termasuk juga para santri dalam melawan penjajah sudah terjadi jauh sebelum itu. Sejak abad ke-17, ulama-ulama besar seperti Sultan Agung, Tuanku Imam Bonjol, hingga Pangeran Diponegoro sudah memimpin perlawanan melawan penjajah. Bukan sekadar konflik politik, tapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan, eksploitasi, dan penindasan atas nama agama dan kemanusiaan. Di era perjuangan fisik, terutama menjelang dan pasca-proklamasi kemerdekaan, para kyai memegang peran penting. Mereka bukan hanya tokoh agama, tapi juga pemimpin moral dan komando gerakan rakyat. Para santri yang dididik dengan disiplin tinggi di pesantren menjadi prajurit-prajurit tangguh. Mereka berjuang bukan karena ingin kedudukan atau imbalan, tapi karena cinta tanah air yang mereka anggap sebagai bagian dari iman. Bayangkan saja, para santri belajar agama di pagi hari, lalu sore harinya latihan perang atau patroli dan malamnya melawan tentara Belanda. Persenjataan mereka kalah jauh. Tapi semangat dan keyakinan mereka justru menjadi kekuatan utama. Mereka percaya bahwa jihad melawan penjajah adalah bentuk ibadah yang mulia. Yang menarik, perjuangan para santri dan kyai ini berlangsung dalam diam, jauh dari sorotan kamera atau liputan media masa itu. Tapi jejaknya masih bisa kita lihat hari ini, dari nama-nama pondok pesantren yang dulu jadi markas gerilya, hingga tradisi peringatan Hari Santri yang sekarang jadi bagian dari identitas nasional. Menggali Kembali Sejarah Perjuangan Islam di Indonesia Sering kali kita memandang sejarah sebagai sesuatu yang kuno dan membosankan. Perlu kita ketahui bahwa sejarah perjuangan Islam itu bukan hanya sekedar catatan masa lalu saja, melainkan juga menjadi cermin tentang siapa kita hari ini. Dalam konteks kemerdekaan Indonesia, perjuangan umat Islam nggak bisa dipisahkan dari semangat nasionalisme. Justru dalam banyak kasus, Islam adalah fondasi kuat bagi semangat perjuangan. Nilai-nilai keadilan, persaudaraan, dan keteguhan hati yang diajarkan dalam agama menjadi bahan bakar moral bagi mereka yang turun ke medan perang. Sayangnya, sebagian dari narasi ini mulai terlupakan. Buku pelajaran sejarah kadang hanya menyebut peran ulama atau santri secara sekilas, padahal kontribusinya sangat besar. Ini penting buat kita ingat, karena jika kita tidak menghargai perjuangan para pendahulu, bisa jadi kita juga akan kehilangan arah ke depan. Mengulas kembali sejarah perjuangan Islam bukan berarti mengabaikan kontribusi dari kelompok lain. Justru sebaliknya, ini adalah upaya untuk melengkapi cerita besar tentang bangsa ini. Bahwa kemerdekaan bukan hasil dari satu kelompok, tapi buah dari kerja sama seluruh elemen masyarakat, termasuk umat Islam yang berjuang dengan darah dan doa. Dan lebih penting lagi, kita bisa menjadikan sejarah itu sebagai inspirasi. Bahwa di tengah kesulitan apa pun, selama kita punya iman, keberanian, dan semangat persatuan, maka apapun bisa kita hadapi, seperti yang dilakukan para santri dan kyai di masa penjajahan. Jadi, yuk kita kenali, pahami, dan sebarkan kembali nilai-nilai dari sejarah perjuangan Islam. Karena dari situlah kita bisa membangun masa depan yang lebih kuat, lebih adil, dan tentu saja, lebih bermartabat. (***) Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Editor : Toto Budiman dan Glancy Verona Foto by AI

Read More