Ziarah Kubur Menggunakan Rekaman Ngaji: Bagaimana Hukumnya Dalam Islam?

Situbondo – 1miliarsantri.net : Banyak dari kita yang mempunyai kebiasaan ziarah datang langsung ke makam keluarga atau ulama untuk mendoakan dan mengenang jasa mereka. Namun, seiring perkembangan teknologi, bagaimana kalau ziarah kubur dilakukan menggunakan rekaman? Misalnya, ada yang memutar rekaman ngaji atau bacaan doa di makam. Sebelum membicarakan hukum ziarah kubur dengan rekaman, kita perlu paham dulu apa tujuan dari ziarah itu sendiri. Dalam Islam, ziarah kubur dianjurkan sebagai pengingat akan kematian dan kesempatan untuk mendoakan mereka yang sudah mendahului kita. Dari Buraidah bin Al-Hushoib RA, Rasulullah SAW pernah bersabda, “ Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan. Sebab, ziarah kubur itu akan mengingatkan kita pada hari akhirat.” (Hadist Riwayat Imam Muslim dan Abu Daud) Biasanya, ziarah dilakukan dengan datang langsung ke makam, membaca doa, tahlil, atau ayat-ayat Al-Qur’an, serta mendoakan kebaikan bagi yang telah meninggal. Kehadiran kita di makam juga dianggap sebagai bentuk penghormatan dan silaturahmi spiritual dengan orang yang sudah tiada. Saat ini, perkembangan teknologi memungkinkan seseorang memutar rekaman doa atau bacaan Al-Qur’an di makam, atau bahkan mengirimkan rekaman itu dari rumah. Hal ini biasanya dilakukan karena alasan tertentu, misal jarak yang jauh, kondisi kesehatan tubuh, keterbatasan waktu atau mungkin awam dengan bacaan-bacaan ziarah kubur. Namun, di sinilah muncul pertanyaan, apakah cara ini sama nilainya dengan hadir langsung? Apakah pahala doa dan bacaan tetap sampai kepada almarhum? Yuk kita simak bersama. Baca juga : Hukuman Apa yang Pantas Bagi Pelaku Koruptor Dalam Pandangan Islam Pandangan Ulama tentang Hukum Ziarah Kubur dengan Rekaman Berbicara hukum ziarah kubur dengan rekaman, kita harus memahami bahwa mayoritas ulama berpendapat ziarah kubur itu lebih utama dilakukan dengan hadir langsung ke makam. Hal ini karena ada adab dan hikmah yang hanya bisa didapatkan ketika berada di makam langsung, seperti merenungi adanya kematian dan merasakan kedekatan yang emosional. Meski begitu, doa untuk orang yang sudah meninggal tidak dibatasi tempat. Artinya, mendoakan dari jauh tetap sah dan insyaAllah sampai kepada yang didoakan, selama dilakukan dengan ikhlas. Namun, memutar rekaman doa atau tahlil di makam tanpa adanya kehadiran fisik dianggap tidak memiliki landasan yang kuat dalam syariat. Mengapa? Karena pahala doa atau bacaan datang dari orang yang membacanya saat itu, bukan dari suara rekaman yang diputar. Dengan kata lain, rekaman hanyalah suara yang diabadikan, bukan ibadah yang sedang berlangsung. Jadi, secara hukum, rekaman itu tidak bisa menggantikan doa yang dibaca langsung oleh seseorang. Baca juga : Awas Ancaman Hukuman Berat Bagi Pemimpin yang Dzolim Terhadap Rakyatnya Jika posisi kita sedang jauh dari makam orang tua atau keluarga, bukan berarti kita tidak bisa berbuat yang baik untuk mereka. Kita bisa membaca doa, Al-Fatihah, atau tahlil dari rumah, lalu menghadiahkan pahalanya untuk mereka. Cara ini jelas dianjurkan dalam Islam dan tidak memerlukan perantara rekaman. Bahkan, sedekah atas nama orang yang sudah meninggal juga merupakan amalan yang sangat dianjurkan, dan pahalanya bisa sampai kepada mereka. Jadi, kalau alasan kita memutar rekaman adalah ingin mengirimkan pahala, sebaiknya ganti dengan membaca langsung doa dari tempat kita berada. Dari pembahasan di atas tadi, kita bisa memetik bahwa hukum ziarah kubur dengan rekaman tidak sama dengan kita hadir langsung atau membaca doa secara langsung di makam. Rekaman hanyalah media suara, bukan ibadah yang sedang dikerjakan. Meskipun dengan teknologi memudahkan kita, adab ziarah kubur dan nilai ibadah yang sesungguhnya tetap lebih utama dilakukan secara langsung atau dengan membaca doa sendiri, meskipun dari jarak jauh atau tidak langsung mendatangi makam ahli kubur. Kalau memang kita tidak bisa hadir, Islam tetap memberi jalan, berdoalah langsung dari tempat kita berada, dan kirimkan pahala bacaan Al-Qur’an atau sedekah, niatkan untuk orang yang telah meninggal. Dengan begitu, kita tidak hanya mengikuti tuntunan agama saja, tetapi juga memastikan bahwa amalan kita sampai dan bermanfaat untuk mereka. Yang paling penting dalam ziarah kubur adalah niat tulus untuk mendoakan dan mengingat akhirat. Bukan sekadar mengikuti kebiasaan atau tren teknologi. Semoga kita semua bisa menjaga makna ziarah sesuai ajaran Islam, dan memahami dengan benar hukum ziarah kubur dengan rekaman agar ibadah kita bernilai di sisi Allah SWT.(***) Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Editor : Toto Budiman Foto : Ilustrasi AI

Read More

Hukuman Apa yang Pantas Bagi Pelaku Koruptor Dalam Pandangan Islam

Situbondo – 1miliarsantri.net : Virus kejahatan yang sangat merugikan banyak orang dan menggerogoti berbagai sendi kehidupan berbangsa adalah korupsi. Pelaku koruptor ini bukan hanya membuat negara rugi secara materi, tapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat. Kejahatan ini dalam Islam dikategorikan sebagai perbuatan ghulul (pengkhianatan) dan sut (harta haram).. Dalam ajaran Islam, masalah korupsi ini dipandang serius. Hukuman bagi pelaku koruptor dalam Islam bukan sekadar soal menghukum demi efek jera, tapi juga sebagai upaya menjaga amanah dan keadilan. Sebab di mata Islam, korupsi adalah bentuk khianat terhadap kepercayaan yang diberikan, dan hukumnya jelas-jelas diatur agar masyarakat terlindungi dari kerusakan yang lebih besar. Di dalam Al-Qur’an, Allah sudah memperingatkan tentang kerasnya hukuman bagi orang yang berkhianat terhadap amanah. Rasulullah pun dengan tegas melarang perbuatan ini, bahkan menyebutnya sebagai salah satu bentuk dosa besar. Kenapa begitu keras? Karena pelaku koruptor bukan hanya soal mengambil uang saja, tapi juga menghilangkan hak orang lain, menimbulkan kesengsaraan, bahkan bisa memicu kerusakan sosial. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-nisa ayat 29 yang berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar)” Baca juga : Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024! KPK Gercep Cegah Eks Menag Yaqut Bepergian ke Luar Negeri Hukuman Bagi Koruptor dalam Pandangan Islam Hukuman bagi koruptor dalam Islam bisa berbeda-beda tergantung besarnya kerugian, dampak yang ditimbulkan, dan cara korupsi itu dilakukan. Ada beberapa bentuk hukuman yang dibahas para ulama diantaranya: 1. Pengembalian Harta yang Dicuri atau Disalahgunakan Dalam pandangan Islam, harta hasil korupsi wajib dikembalikan kepada pemiliknya atau ke kas negara. Jika sudah meninggal, maka ahli warisnya yang bertanggung jawab mengembalikannya. Hal ini bentuk tanggung jawab pertama sebelum hukuman lainnya diterapkan. 2. Ta’zir (Hukuman yang Ditentukan Penguasa) Ta’zir adalah hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh pemimpin atau penguasa, sesuai tingkat kesalahan. Bentuknya bisa berupa penjara, denda, pemecatan dari jabatan, atau hukuman sosial lainnya. Hukuman ini sifatnya fleksibel, tapi tujuannya jelas, memberikan efek jera dan mencegah orang lain meniru perbuatan yang sama. 3. Hudud (Jika Tergolong Pencurian) Kalau korupsi memenuhi syarat pencurian dalam hukum hudud misalnya, mengambil harta secara sembunyi-sembunyi, nilainya mencapai nisab, dan diambil dari tempat yang terjaga. maka bisa dikenakan hukuman potong tangan. Namun, penerapan hudud ini sangat ketat dan hanya dilakukan jika semua syaratnya terpenuhi. Baca juga : Teladan Mulia Nabi Memberantas Korupsi dalam Islam untuk Menegakkan Keadilan 4. Hukuman Berat untuk Perusak Negara Dalam kasus korupsi besar-besaran yang merugikan rakyat banyak hingga mengancam stabilitas negara, sebagian ulama memasukkan pelakunya ke dalam kategori “mufsid fil-ardh” (perusak di muka bumi). Dalam Al-Qur’an, pelaku kejahatan ini bisa dihukum sangat berat, termasuk hukuman mati, jika benar-benar terbukti dan melalui proses hukum yang sah. Kenapa Hukuman Bagi Koruptor dalam Islam Terlihat Tegas? Kalau kita lihat, hukuman bagi koruptor dalam Islam memang terasa keras. Tapi ini bukan tanpa alasan. Islam sangat menjaga hak orang banyak dan menganggap bahwa amanah itu sebagai hal yang sakral. Korupsi itu ibarat racun yang pelan-pelan mematikan keadilan dan kemakmuran. Selain itu, hukuman yang tegas juga bertujuan untuk menutup celah orang-orang yang mau mencoba-coba melakukan hal yang sama. Bayangkan kalau hukuman untuk korupsi begitu ringan, pasti akan banyak yang berani melakukannya, apalagi kalau mereka berpikir bisa lolos dengan mudah. Meskipun hukuman bagi koruptor dalam Islam jelas dan tegas, Islam juga sangat menekankan pencegahan. Pendidikan moral, pembinaan iman, dan penguatan rasa takut kepada Allah adalah benteng utama supaya orang tidak tergoda melakukan korupsi. Rasulullah mengajarkan bahwa amanah itu bukan sekadar jabatan atau pekerjaan, tapi juga tanggung jawab di hadapan Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Pada akhirnya, hukuman bagi koruptor dalam pandang Islam bukan semata-mata soal balas dendam atau membuat pelaku menderita, tapi untuk menjaga keadilan, memulihkan hak rakyat, dan memberi pelajaran agar kejahatan ini tidak terulang. Dalam pandangan Islam, korupsi adalah pengkhianatan besar yang merusak sendi kehidupan. Jadi, kalau kita benar-benar mau membangun masyarakat yang bersih, adil, dan makmur, kita harus berani menegakkan hukuman bagi koruptor dalam Islam dengan bijak, adil, dan tanpa pandang bulu.(***) Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Editor : Toto Budiman Foto : Ilustrasi AI

Read More

Dari Resolusi Jihad ke Revolusi Adab: Ketika Layar Televisi Menguji Martabat Santri

Kediri – 1miliarsantri.net | BAYANGKAN suasana pondok pesantren dimulai dengan semangat resolusi jihad. Santri-santri bangun sebelum subuh, berwudu di air yang dinginnya menggigit, lalu berbaris menuju musala. Dari kejauhan, terdengar lantunan ayat suci yang menggetarkan hati. Namun beberapa hari lalu, keheningan dunia pesantren itu tiba-tiba terusik. Sebuah tayangan di televisi—“Xpose Uncensored” di Trans7—menyajikan kehidupan santri dengan nada mengejek, seolah dunia pesantren hanyalah tempat konyol dan kolot. Seolah-olah sebagai manifestasi semangat resolusi jihad bergema di mana-mana disuarakan khususnya para alumni pondok Lirboyo. Gelombang reaksi pun datang deras, seperti ombak yang menghantam pantai. Media sosial mendidih. Alumni pesantren, kiai, dan masyarakat menuntut klarifikasi. Namun dengan menjunjung nilai revolusi adab. Tapi di balik riuhnya kemarahan itu, ada pertanyaan yang menggantung di udara: Apakah ini hanya soal tayangan yang salah arah, atau ada sesuatu yang lebih dalam sedang diuji? Api Lama yang Menyala Lagi Hari Santri Nasional—22 Oktober—ditetapkan untuk mengenang momen bersejarah Resolusi Jihad tahun 1945. Saat itu, ribuan santri bangkit melawan penjajahan. Mereka tak memegang mikrofon atau kamera, tapi bambu runcing dan tekad yang tak tergoyahkan. Seruan KH Hasyim Asy’ari menggema: membela tanah air adalah bagian dari iman. Namun, 80 tahun berselang, bentuk “penjajahan” berubah rupa. Tidak lagi berupa senjata, tetapi berupa narasi yang menyesatkan. Jika dulu santri berhadapan dengan tentara asing, kini mereka menghadapi opini publik yang mudah terbentuk hanya karena potongan video. “Xpose Uncensored” hanyalah satu contoh dari banyaknya tontonan yang mencoba memutar makna—bahwa kesopanan dianggap kuno, dan adab dianggap ketinggalan zaman. Baca juga: Hari Santri dan “Cermin Retak” di Layar Televisi Pertempuran Baru di Dunia yang Berisik Bayangkan: para santri yang setiap hari belajar sopan santun dan menahan amarah, tiba-tiba menjadi bahan candaan di layar nasional. Tapi alih-alih melawan dengan kata-kata kasar, mereka menulis surat terbuka. Mereka berdiskusi, berdoa bersama, dan menegur dengan santun. Inilah gaya perjuangan santri masa kini—bukan dengan amarah, tapi dengan adab. Inilah revolusi adab—versi baru dari resolusi jihad. Jika dulu santri mengusir penjajah dari tanah air, kini mereka berjuang melawan penjajahan moral dan logika. Senjatanya bukan lagi bambu runcing, tapi pena, naskah, dan keberanian menjaga kebenaran di tengah bisingnya dunia digital. Dan di sinilah kisahnya menjadi semakin menarik. Bayangkan seorang santri muda yang duduk di depan televisi, melihat tayangan itu dengan dada berdebar. Ia marah, tapi juga sadar: ini bukan waktu untuk berteriak, ini waktu untuk membuktikan dengan tindakan. Maka ia mulai menulis, berdakwah, dan menunjukkan keindahan pesantren lewat konten positif. Satu unggahan kecilnya mulai viral, dan publik mulai sadar—pesantren bukan tempat gelap, tapi taman ilmu dan cahaya. Baca juga : Sejarah Hari Santri Nasional 22 Oktober: Dari Resolusi Jihad Hingga Penetapan Presiden Ketika Adab Jadi Benteng Terakhir Kasus “Xpose Uncensored” sesungguhnya memberi pelajaran yang lebih besar daripada sekadar kritik media. Ia membuka mata bangsa bahwa pesantren bukan tinggalan masa lalu, tapi benteng moral masa depan. Saat dunia kehilangan sopan santun, santrilah yang mengajarkan cara bicara dengan hati. Saat media kehilangan arah, santrilah yang mengingatkan bahwa kebebasan tanpa tanggung jawab hanyalah kebodohan yang disiarkan. Dan di momen Hari Santri ini, gema resolusi jihad kembali terasa—bukan dalam bentuk perang fisik, melainkan perang makna. Karena di zaman ini, kebenaran sering kalah oleh suara paling nyaring. Santri tahu, jihad bukan soal membenci, tapi menjaga cinta: cinta pada kebenaran, cinta pada adab, cinta pada bangsa. Maka mereka melawan bukan untuk menang, tapi untuk menjaga martabat. Ketika layar kaca retak oleh kesalahan, santri hadir untuk memperbaikinya dengan ketenangan. Karena mereka tahu, tugas mereka bukan hanya membaca kitab, tetapi juga membaca zaman. Dan di situlah getaran adrenalin sejati Hari Santri terasa—bukan dalam pekikan perang, tapi dalam keheningan seorang santri yang menegakkan adab di tengah dunia yang kian kehilangan arah. Wallahu a’lam. * Penulis: Abdullah al-Mustofa Editor: Toto Budiman Foto: CNN Indonesia

Read More

Teologi Hijau, Jawaban Umat Islam atas Krisis Iklim

Malang – 1miliarsantri.net : Krisis iklim menjadi salah satu tantangan terbesar umat manusia abad ini. Perubahan iklim yang cepat dan dampak ekologis yang meluas mengancam keberlangsungan hidup di berbagai belahan dunia. Dalam konteks ini, umat Islam tidak hanya menjadi penonton, tetapi harus menemukan pijakan teologis yang kuat untuk merespons krisis iklim secara spiritual dan praktis. Teologi hijau hadir sebagai jawaban yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan kesadaran lingkungan. Konsep ini menegaskan tanggung jawab umat dalam menjaga bumi sebagai amanah, sekaligus meneguhkan peran keimanan dalam menghadapi krisis iklim. Hal ini telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi…” Ayat tersebut mengandung makna bahwa manusia memiliki amanah untuk mengurus bumi dan menjaga kelestariannya. Baca juga: Kisah Sukses Donatur yang Mengubah Hidup dengan Sedekah dan Wakaf Krisis Iklim dan Urgensi Teologi Hijau dalam Islam Krisis iklim telah mengakibatkan bencana alam yang lebih sering terjadi, seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas yang ekstrem. Dampak ini tidak hanya menyangkut aspek fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi. Dalam Islam, alam adalah ciptaan Allah yang harus dipelihara dengan penuh tanggung jawab. Teologi hijau merupakan wujud konkret dari ajaran Islam yang mengedepankan harmoni manusia dengan lingkungan. Melalui pendekatan teologi hijau, umat Islam diajak memahami bahwa krisis iklim bukan semata persoalan teknis, melainkan juga masalah moral dan spiritual yang membutuhkan solusi berbasis nilai agama. Dalam konteks pesantren dan komunitas Muslim, teologi hijau menjadi bagian dari tradisi pembelajaran dan praktik keagamaan yang menanamkan nilai cinta lingkungan dan kesederhanaan. Dengan demikian, krisis iklim dapat dihadapi bukan hanya dengan teknologi, tetapi juga dengan perubahan sikap dan gaya hidup yang berakar pada ajaran Islam. Implementasi Teologi Hijau dalam Komunitas Muslim Teologi hijau menempatkan manusia sebagai khalifah di bumi yang harus menjaga keseimbangan alam. Dalam ajaran Islam, ini tercermin dalam konsep mizan (keseimbangan) dan larangan melakukan fasad (kerusakan) di bumi. Krisis iklim menunjukkan bagaimana manusia telah melampaui batas-batas alamiah dan mengabaikan amanah tersebut. Banyak komunitas Muslim di Indonesia telah mengadopsi teologi hijau sebagai bagian dari aktivitas dakwah dan pendidikan. Pesantren-pesantren menjadi pusat penting dalam menyebarkan kesadaran akan krisis iklim melalui pendidikan berbasis agama. Mereka mengintegrasikan pengajaran tentang lingkungan ke dalam kurikulum dan menggerakkan praktik ramah lingkungan di lingkungannya. Seperti pengelolaan sampah organik, penggunaan energi terbarukan, dan penghijauan lingkungan pesantren menunjukkan bagaimana teologi hijau diaktualisasikan. Baca juga: Selama Ramadhan BSI Rutin Adakan Edukasi Keuangan Syariah di Masjid Langkah ini tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga membentuk karakter santri yang bertanggung jawab dan peduli terhadap krisis iklim yang melanda dunia. Selain itu, lembaga-lembaga keagamaan menginisiasi kampanye sadar lingkungan yang mengajak umat Islam berperan aktif mengatasi krisis iklim melalui perubahan perilaku konsumtif dan gaya hidup. Krisis iklim bukan hanya soal ilmiah atau politik, tetapi juga persoalan moral dan spiritual yang mendalam. Teologi hijau menawarkan kerangka berpikir Islam yang mengedepankan tanggung jawab menjaga alam sebagai bagian dari keimanan. Melalui prinsip-prinsip teologi hijau, umat Islam dapat berkontribusi nyata dalam mengatasi krisis iklim dengan cara yang selaras dengan nilai-nilai agama. Penguatan pendidikan dan dakwah berbasis teologi hijau, khususnya di pesantren dan komunitas Muslim, menjadi kunci agar kesadaran ekologis tidak hanya menjadi retorika, tetapi terwujud dalam tindakan nyata. Krisis iklim dapat menjadi momentum kebangkitan spiritual yang mengajak umat Islam untuk kembali menjaga bumi dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, teologi hijau tidak sekadar jawaban atas krisis iklim, tetapi juga penguat identitas dan kontribusi umat Islam dalam menjaga keberlanjutan kehidupan di planet ini. Penulis : Ramadani Wahyu Foto Ilustrasi Editor : Toto Budiman dan Iffah Faridatul Hasanah

Read More

Hari Santri dan “Cermin Retak” di Layar Televisi

(Sebuah Refleksi dari Kasus Xpose Uncensored Trans7) Kediri – 1miliarsantri.net | BEBERAPA hari menjelang Hari Santri Nasional, publik dikejutkan oleh tayangan “Xpose Uncensored” di Trans7. Program itu menampilkan kehidupan pesantren dengan cara yang dianggap merendahkan. Narasinya menggambarkan santri dan kiai secara sinis—seolah tradisi pesantren penuh kepatuhan buta dan kemewahan tersembunyi. Tayangan berdurasi singkat itu langsung memantik gelombang protes. Tagar #BoikotTrans7 menggema di media sosial, suara santri dan alumni pesantren menyeru satu hal: “Marwah pesantren bukan bahan tontonan.” Kontroversi ini datang di momen yang tak biasa—tepat menjelang peringatan Hari Santri (22 Oktober), hari di mana bangsa Indonesia mengenang peran para santri dalam menjaga agama dan negara. Ironisnya, di saat publik seharusnya merayakan jasa dan ketulusan mereka, muncul justru tayangan yang menampilkan pesantren dengan kacamata salah. Namun, di balik riuhnya amarah publik, ada cermin yang seharusnya kita pandang lebih jernih: apa makna kesantrian di tengah derasnya arus media modern? Ketika Pesantren Disalahpahami Pesantren selama ini dikenal sebagai tempat lahirnya generasi berakhlak dan berilmu. Di balik tembok sederhana, para santri belajar makna ta’dzim (hormat), tawadhu’ (rendah hati), dan khidmah (pengabdian). Tradisi mencium tangan kiai, duduk sopan, bahkan minum sambil jongkok bukan simbol feodalisme, tapi latihan adab—sebuah pendidikan karakter yang sulit ditemukan di sekolah modern. Sayangnya, tayangan “Xpose Uncensored” menampilkan semua itu sebagai sesuatu yang lucu, kaku, bahkan kuno. Inilah tantangan zaman bagi dunia santri. Di tengah era digital yang serba cepat, nilai-nilai kesederhanaan dan kehormatan kerap disalahartikan. Media kadang lebih tertarik menyorot hal yang “aneh” ketimbang makna yang dalam. Padahal, pesantren bukan sekadar tempat tinggal para santri—ia adalah pusat peradaban moral bangsa. Baca juga: Aksi Damai Himpunan Alumni Santri Lirboyo di Brebes Warnai Gelombang Protes Nasional terhadap Trans7 Pelajaran dari Layar Kaca Kasus ini memberi pelajaran berharga, bukan hanya bagi Trans7, tetapi bagi kita semua. Media punya kekuatan luar biasa untuk membentuk persepsi publik. Sedikit kelalaian bisa berubah menjadi penghinaan terhadap nilai luhur. Di sisi lain, santri pun belajar bagaimana merespons kritik dan kesalahan dengan adab. Alih-alih membalas dengan kebencian, para santri menuntut klarifikasi dengan cara bermartabat—melalui surat terbuka, doa bersama, dan seruan moral. Tindakan ini sejalan dengan semangat Hari Santri: berjuang dengan ilmu dan akhlak. Sebagaimana dulu santri berjuang melawan penjajahan dengan keberanian dan doa, kini mereka menghadapi penjajahan gaya baru—yakni dominasi opini yang bisa membelokkan citra Islam jika tidak dilawan dengan kecerdasan dan ketenangan. Refleksi Hari Santri Hari Santri bukan sekadar peringatan sejarah, tapi pengingat agar bangsa ini tak kehilangan arah moralnya. Jika dulu santri menjaga tanah air dengan darah dan doa, kini mereka menjaga marwah agama dan nilai-nilai kemanusiaan di tengah hiruk pikuk digital. Kasus “Xpose Uncensored” menjadi alarm moral bahwa kita hidup di zaman di mana adab bisa hilang di balik tawa, dan kebenaran bisa kabur oleh sensasi. Namun, justru di sanalah keindahan nilai santri terlihat: sabar dalam ujian, lembut dalam menegur, dan tegas dalam menjaga kehormatan. Ketika sebagian orang menilai tradisi pesantren sebagai “kolot”, para santri menjawabnya dengan ketenangan dan karya—menulis, berdakwah, dan terus menebar nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Hari Santri tahun ini seolah berbisik lembut kepada kita semua: jangan biarkan layar kaca mengaburkan pandangan tentang kemuliaan akhlak. Dunia boleh berubah, tetapi nilai kesantrian—ketulusan, kedisiplinan, dan adab—harus tetap menjadi cahaya di tengah gelapnya arus informasi. Karena sejatinya, santri bukan sekadar orang yang mondok, tetapi mereka yang menjaga hati, pikiran, dan bangsa dari kebodohan dan kehinaan. Dan dari cermin retak di layar televisi itu, kita belajar: tugas santri hari ini bukan hanya membaca kitab, tetapi juga menjaga nurani bangsa agar tak ikut retak. Wallahu a’lam. Penulis: Abdullah al-Mustofa Editor: Toto Budiman Sumber: NU Online dan lainnya. Foto: Tempo, LP2M Corong, MUI

Read More

Tradisi Maulid: Merawat Spiritualitas di Tengah Modernitas

Malang – 1miliarsantri.net : Di tengah derasnya arus digital dan tuntutan produktivitas, tradisi Maulid menjadi nafas penting sebagai penghubung manusia dengan akhlak dan rasa syukur. Tradisi Maulid bukan sekadar seremonial budaya, melainkan ruang refleksi spiritual yang mampu menjaga keimanan ketika dunia menggeser makna dengan kecepatan dan kemewahan.Melalui tradisi Maulid, umat Islam mendapat kesempatan meresapi kembali nilai luhur seperti akhlak, kasih sayang, toleransi, dan kepedulian sosial yang sering dilupakan di tengah kehidupan serba instan dan individualistik. Tradisi ini adalah pengingat bahwa spiritualitas tidak boleh tertinggal di tengah percepatan zaman. Tradisi Maulid sebagai Medium Pendidikan Nilai Tradisi Maulid menyajikan kisah Nabi Muhammad SAW sebagai teladan moral yang hidup. Ceramah dalam tradisi Maulid mengajak pendengar tidak hanya untuk memahami sejarah, tetapi juga menginternalisasi nilai kejujuran, rasa syukur, dan kesederhanaan dalam tindakan sehari-hari. Di berbagai daerah, tradisi Maulid ini dikemas dengan pembacaan Al-Barzanji, pembacaan syair pujian kepada Nabi, hingga shalawat bersama. Semua itu menjadi jembatan antara generasi kini dan akhlak profetik yang terus relevan. Dalam konteks pendidikan karakter, tradisi Maulid bisa menjadi ruang belajar yang menyenangkan namun sarat makna, terutama bagi anak-anak dan remaja yang tumbuh di tengah banjir informasi digital. Tradisi ini menjembatani sebagai nilai-nilai Islam dengan kehidupan kontemporer secara membumi dan emosional. Tradisi Maulid untuk Memperkuat Ikatan Sosial dan Komunitas Lebih dari sekadar ritual, tradisi Maulid menumbuhkan kebersamaan dan kepedulian sosial. Di Yogyakarta dan Surakarta, Grebeg Maulud menjadi contoh tradisi Maulid yang mengakar melalui prosesi arak-arakan gunungan hasil bumi sebagai bentuk syukur dan berbagi rezeki kepada masyarakat. Di Aceh, tradisi memasak Kuah Beulangong secara kolektif menjadi simbol solidaritas yang kental. Sementara di Padang Pariaman, Sumatera Barat, ada tradisi Bungo Lado, yaitu pohon uang dan makanan yang dihias lalu dibagikan kepada panti asuhan dan warga tak mampu. Inilah esensi tradisi Maulid menyentuh hubungan spiritual sekaligus memperkuat simpul-simpul sosial yang rentan tergerus oleh gaya hidup individualistik dan kompetitif. Baca juga: Rahasia Maulid Nabi yang Jarang Diketahui Tradisi Maulid menghadapi Tantangan Modernitas Meski kaya makna, tradisi Maulid menghadapi tantangan nyata di era modernitas. Komersialisasi mulai mengambil tempat di banyak perayaan. Acara yang seharusnya khidmat dan sarat nilai berubah menjadi ajang pamer kemewahan, dengan dekorasi mewah dan konsumsi berlebihan. Lebih jauh, ada juga tradisi Maulid yang dijalankan sekadar formalitas hadir di acara, mendengar ceramah, membaca shalawat, namun minim refleksi dan perubahan diri. Di sisi lain, kehadiran media sosial dan konten digital membawa tantangan tersendiri. Banyak dari berbagai konten tradisi Maulid yang disajikan dengan pendekatan viral, namun dangkal dalam substansi. Padahal, pesan spiritual tidak cukup hanya dikemas menarik ia harus menyentuh dan menggugah kesadaran. Tradisi Maulid bukan sekadar perayaan budaya semata, tetapi cahaya yang menuntun umat menghadapi zaman penuh gegap gempita modernitas. Dengan tradisi Maulid yang dijaga esensinya yang merawat akhlak, memperkuat komunitas, dan menumbuhkan kepedulian spiritualitas akan tetap tumbuh dalam jiwa umat Islam. Semoga tradisi Maulid ini terus lestari sebagai warisan spiritual yang mampu membimbing generasi mendatang untuk tetap berpijak pada nilai-nilai profetik, di tengah dunia yang berubah dengan cepat. Penulis : Ramadani Wahyu Foto Ilustrasi Editor : Iffah Faridatul Hasanah dan Toto Budiman

Read More

Jumat Hari yang Istimewa Bagi Umat Islam — Keberkahan dan Keistimewaan yang Sering Kita Lupakan

Hari Jumat bukan sekadar hari biasa. Inilah hari penuh keberkahan dan ampunan bagi umat Islam. Bekasi – 1miliarsantri.net: Hari Jumat merupakan hari paling istimewa bagi umat Islam. Temukan berbagai keutamaan dan amalan yang dianjurkan pada hari Jumat agar hidup penuh berkah dan pahala. Jumat adalah hari yang istimewa dan penuh berkah jika umat Islam memahami keutamaan hari Jumat, apa saja amalan sunah yang dianjurkan Rasulullah, dan telah diikuti oleh para sahabatnya, para tabi’in hingga masa kita saat ini. Berikut rangkuman keistimewaan hari Jumat yang disajikan dalam rubrik Khazanah, dan insya Allah menjadi salah satu referensi dan literasi bagi umat Islam dalam rangka muhasabah diri. Sholawat di Hari Jumat dan Keistimewaannya Hari Jumat merupakan hari penuh rahmat dan ampunan, di mana amal ibadah dilipatgandakan pahalanya.Membaca sholawat di hari ini bukan hanya bentuk cinta kepada Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku.”(HR. Tirmidzi) Hari yang Diciptakan dengan Penuh Kemuliaan Tahukah kamu, hari Jumat disebut sebagai sayyidul ayyam — penghulu segala hari?Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sebaik-baik hari yang terbit matahari padanya adalah hari Jumat.” (HR. Muslim) Pada hari inilah Allah menciptakan Nabi Adam AS, memasukkannya ke surga, dan mengeluarkannya darinya. Bahkan, kelak kiamat pun terjadi pada hari Jumat. Maka tidak heran jika Jumat menjadi hari yang paling istimewa di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Waktu Berdoa yang Paling Mustajab Ada satu waktu di hari Jumat yang sangat dinantikan para mukmin — waktu mustajab, di mana doa tidak akan ditolak. Banyak ulama berpendapat waktu itu berada antara ashar hingga magrib. Bayangkan, hanya dengan memperbanyak doa di penghujung Jumat, kita bisa mendapatkan peluang diijabah langsung oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Cahaya di Antara Dua Jumat: Surah Al-Kahfi Setiap Jumat, umat Islam dianjurkan membaca Surah Al-Kahfi.Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Barang siapa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, maka akan terpancar cahaya di antara dua Jumat.” (HR. Al-Hakim) Surah ini bukan hanya membawa cahaya dan ketenangan, tetapi juga perlindungan dari fitnah dunia, termasuk fitnah Dajjal. Cukup 20 menit membacanya — namun pahalanya mengalir sepanjang pekan. Shalat Jumat: Lebih dari Sekadar Kewajiban Shalat Jumat bukan hanya menggugurkan kewajiban mingguan bagi laki-laki Muslim, tapi juga simbol persaudaraan umat Islam.Dalam khutbah Jumat, kita diingatkan untuk kembali ke jalan kebenaran, memperbarui niat, dan memperbaiki amal. Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam memperingatkan: “Barang siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat tanpa uzur, maka Allah akan menutup hatinya.” (HR. Abu Dawud) Jumat: Waktu Penghapus Dosa Hari Jumat menjadi momentum luar biasa untuk pengampunan dosa. “Shalat lima waktu, dari Jumat ke Jumat, menghapus dosa di antara keduanya selama dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim) Setiap Jumat datang, Allah memberi kesempatan untuk memulai lembaran baru — penuh rahmat dan ampunan. Hari Terbaik untuk Sedekah dan Amal Baik Para ulama menganjurkan untuk memperbanyak sedekah di hari Jumat, karena pahalanya dilipatgandakan. Banyak umat Islam pada hari Jumat bersedekah dalam bentuk makanan dan minuman yang dibagikan di masji-masjid dan di berbagai tempat yang baik untuk membantu sesama. Waktu untuk Merenung dan Memperbaiki Diri Jumat bukan hanya hari beramal, tapi juga hari untuk muhasabah diri.Renungkan perjalanan hidup, perbanyak istighfar, dan siapkan hati untuk menjadi lebih baik di pekan berikutnya. Jadikan Jumat Sebagai Momentum Spiritual Hari Jumat adalah anugerah.Setiap langkah menuju masjid, setiap doa yang terucap, dan setiap ayat yang dibaca membawa keberkahan tersendiri. Mari jadikan Jumat bukan hanya rutinitas mingguan, tapi momen penyucian jiwa dan pengingat akan kasih sayang Allah Subhanahu Wata’ala. “Perbanyaklah shalawat di hari Jumat, karena shalawat kalian akan disampaikan langsung kepadaku.” — (HR. Abu Dawud) Semoga Allah Subhanahuwata’ala senantiasa merahmati dan memberkati umat Islam di segenap penjuru bumi. Umat yang senantiasa menjaga ketaatan dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan saling nasihat-menasihati untuk kebaikan dan ketakwaan.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto Koleksi Pribadi dan iluistrasi istimewa

Read More
cara mengatasi Gangguan Konsentrasi pada anak

Anak Sulit Konsentrasi? Berikut 7 Cara Mengatasi Gangguan Konsentrasi pada Anak

Bekasi – 1miliarsantri.net : Berbicara tentang konsentrasi, setiap manusia dalam aktivitasnya sangat membutuhkan konsentrasi agar suatu pekerjaan atau aktivitas dapat berjalan dengan baik. Konsentrasi yang dimaksud adalah pemusatan pemikiran atau perhatian kepada objek tertentu dengan mengesampingkan semua hal lain yang tidak memiliki keterkaitan dengan objek tersebut. Salah satu aktivitas yang membutuhkan konsentrasi adalah belajar. Belajar merupakan proses memahami serta memusatkan pikiran terhadap bahan pelajaran yang sedang dipelajari. Dalam proses belajar, tidak sedikit orang tua atau guru yang mengeluhkan tentang anak didiknya yang mengalami gangguan konsentrasi saat belajar. Gangguan konsentrasi pada anak, biasanya dapat terlihat dari beberapa gejala, diantaranya adalah sebagai berikut : Gangguan konsentrasi pada anak seringkali disertai dengan gangguan lainnya seperti peningkatan gangguan emosi, agresif, gejala gerakan motorik berlebihan, hiperaktif serta gejala impulsif. Peningkatan gangguan emosi dan perilaku agresif yang terlihat berupa anak yang suka membanting barang, melempar atau berguling-guling dilantai. Sulit untuk bekerja sama, suka menantang, keras kepala bahkan suka menyakiti diri sendiri. Baca juga: Gebrakan Program MLB, Terpilih 1.000 Madrasah di Indonesia Mendapat Rp.25 Juta dari BAZNAS Lalu, bagaimana cara mengatasi gangguan konsentrasi pada anak? Gangguan konsetrasi pada anak tentunya membutuhkan penanganan khusus agar dapat meminimalisir gejala. Berikut 7 cara yang dapat dilakukan  untuk menangani gangguan konsesntrasi pada anak: Pertama, Penanganan secara khusus, dengan terapi nutrisi dan diet yaitu berupa keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan, serta penanganan alergi makanan lainnya. Beberapa penelitian menyebutkan, setelah dilakukan eliminasi penyebab gangguan alergi makanan pada anak, ternyata didapatkan hasil peningkatan kemampuan konsentrasi anak. Kedua, Membangun Kerjasama yang efektif antara guru dan orang tua. Pada saat anak mengalami gangguan konsentrasi belajar, orang tua atau guru tidak perlu membentak, memarahi dan mengucilkan anak karena pada dasarnya anak juga mengalami kesulitan dalam mengendalikan gejolak yang meledak-ledak, baik berupa ucapan, perilaku atau gerakan. Oleh sebab itu, orang tua dan guru harus memiliki kesabaran yang ekstra dalam kasus ini. Ketiga, Memperlakukan anak secara hangat dan sabar namun konsisten dan tegas dalam menerapkan aturan dan tugas. Minta anak agar menatap mata saat berbicara, berikan arahan dengan nada yang lembut tanpa harus membentak. Keempat, Orang tua harus bisa mengenali bakat atau kecenderungan anak sejak dini sehingga orang tua dapat memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak dalam rangka menyalurkan kelebihan energinya tersebut. Misalnya, memasukkan anak pada klup sepakbola atau berenang agar anak dapat belajar bersosialisasi dan belajar untuk disiplin. Kelima, Bantu anak untuk berkomunikasi dan bersosialisasi agar anak dapat mempelajari nilai-nilai yang dapat diterima dalam suatu kelompok. Keenam, Memberikan pujian dan penghargaan atas sikap dan perilaku anak yang dinilai berhasil melakukan sesuatu dengan benar. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan kepercayaan diri pada anak. Ketujuh, Konsisten dalam menerapkan aturan dan larangan agar anak memahami kenapa orang tua meminta anak untuk melakukan hal tersebut. Demikianlah cara yang dapat dilakukan dalam menangani gangguan konsentrasi pada anak. Semoga bermanfaat Penulis: Gita Rianti D Pratiwi Editor : Toto Budiman dan Iffah Faridatul Hasanah Sumber foto: Gemini AI Keywords: Gangguan konsentrasi, Anak, Cara Menangani Gangguan Konsentrasi pada Anak Sumber : Ulfa, Maria. 2015. Beragam Gangguan Paling Sering Menyerang Anak. Yogyakarta : FlashBooks

Read More
Ilmu hadits

Keutamaan Ilmu Hadits dan Kemuliaan Ahli Hadits

Surabaya – 1miliarsantri.net: Ilmu hadits merupakan salah satu cabang ilmu Islam yang paling mulia. Hal itu juga sudah disetujui oleh Sufyan al-Tsauri. Ia pernah berkata: “Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih baik daripada ilmu hadis bagi orang yang mencari keridhaan Allah Subhanahu wata’ala. Manusia membutuhkannya bahkan dalam urusan makan dan minum mereka, dan itu lebih baik daripada salat dan puasa sunah karena belajar ilmu hadits itu hukumnya fardhu kifayah.” Pernyataan ini menegaskan bahwa menuntut ilmu hadits bukan sekadar ibadah tambahan, tetapi merupakan kewajiban bagi umat Islam secara kolektif (fardhu kifayah). Ilmu ini menjadi dasar setiap perintah dan larangan dalam syariat Islam, sehingga menguasainya berarti memahami fondasi agama secara mendalam. Apa Itu Ilmu Hadits? Ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu ini mencakup beberapa aspek: Dengan memahami ilmu hadits, seorang muslim dapat meneladani Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam secara akurat, karena ilmu ini menampilkan kondisi kehidupan beliau, baik dalam ibadah maupun kebiasaan sehari-hari. Baca juga: Makna Sejarah dalam Islam, Beda dengan History ala Sekuler Keutamaan Menuntut Ilmu Hadits Menuntut ilmu hadits memiliki banyak keutamaan yang telah disebutkan dalam berbagai hadits. Dan beberapa keuntamaan tersebut di antaranya adalah: 1. Mendekatkan Diri dengan Rasulullah Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: عن ابن مسعود رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اولى الناس بي يوم القيامه اكثرهم علي صلاة رواه الترمذي حسنه “Orang-orang yang paling dekat denganku pada Hari Kiamat adalah mereka yang paling banyak mendoakanku.”(HR. At-Tirmidzi, hasan) Para ulama ahli hadits termasuk golongan yang paling banyak mendoakan Nabi, karena mereka senantiasa menyebut dan mempelajari sunnah dalam pengkajian mereka. Dengan demikian, menuntut ilmu hadits tidak hanya memperdalam pemahaman agama, tetapi juga meningkatkan kedekatan spiritual dengan Rasulullah. 2. Mendapatkan Doa Khusus dari Nabi Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan: عن ابن مسعود رضي الله عنه قال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول نظر الله امرا سمع منا شيئا فبلغه كما سمع فرب مبلغ اوعى من سامعا رواه الترمذي وقال حسن صحيح “Semoga Allah membaguskan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku dan menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Sebab, banyak orang yang menyampaikan lebih hafal daripada yang mendengarkan.”(HR. At-Tirmidzi, hasan shahih) Doa ini menunjukkan bahwa ahli hadits memiliki keistimewaan yang tidak diberikan kepada orang lain, karena mereka menjadi perantara penyebaran sunnah secara benar. 3. Menjadi Khalifah Nabi dalam Menyebarkan Ilmu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اللهم ارحمه خلفائي قلنا يا رسول الله ! فمن خلفاؤك ؟ قال الذين ياتون من بعد يرضون احاديث وسنه فيعلمونها الناس رواه الطبراني في الاوسط “Ya Allah, rahmatilah para khalifahku.”Ketika ditanya siapa para khalifah itu, beliau menjawab:“Mereka yang datang setelahku meriwayatkan hadis-hadisku dan mengajarkannya kepada orang-orang.”(HR. At-Tabarani dalam Al-Awsat) Dengan menuntut dan menyebarkan ilmu hadits, seorang muslim menjadi khalifah yang melanjutkan misi Nabi dalam menyampaikan petunjuk Allah kepada umat manusia. Ini adalah bentuk keberkahan dan tanggung jawab besar bagi setiap perawi hadits. Kemuliaan Ahli Hadits Ahli hadits memiliki kedudukan yang mulia, karena mereka: 1. Menjaga Keaslian Hadits Ahli hadits berperan menangkal pemalsuan atau perubahan terhadap sunnah oleh orang-orang yang melampaui batas. Rasulullah bersabda: قال صلى الله عليه وسلم يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلون وتاويل الجاهلين رواه البيهقي في المدخل وذكر القسطلاني رحمه الله انه يسير بطرقه حسنا “Ilmu ini akan dibawa oleh orang-orang yang adil dari setiap generasi, yang akan menangkalnya dari perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang melampaui batas, rekayasa para pemalsu, dan penafsiran orang-orang bodoh.”(HR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal) 2. Menjadi Sumber Pengetahuan dan Hikmah Para ulama hadits bukan hanya menghafal, tetapi juga memahami konteks hadits, sehingga dapat memberikan penjelasan yang akurat dan bermanfaat bagi umat. 3. Mendapat Pahala Dunia dan Akhirat Dengan belajar, mengamalkan, dan menyebarkan ilmu hadits, seorang muslim memperoleh pahala besar, karena usaha mereka menyebarkan sunnah adalah amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Baca juga: Beberapa Sejarah Perang Islam Yang Dilakukan Dalam Bulan Ramadhan Mengamalkan Ilmu Hadits dalam Kehidupan Sehari-hari Mengamalkan ilmu hadits bukan sekadar membaca dan menghafal. Tetapi, seorang ahli hadits harus: Dengan demikian, ilmu hadits tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga membentuk karakter dan keimanan yang kokoh. Ilmu hadits memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Menuntut ilmu ini adalah fardhu kifayah, memberikan kemuliaan dan keberkahan dunia akhirat, serta menjadikan para ahli hadits sebagai khalifah yang meneruskan sunnah Rasulullah. Keutamaan menuntut ilmu hadits terlihat dari doa khusus Nabi, kedekatan spiritual dengan beliau, dan tanggung jawab menjaga keaslian sunnah. Dengan mempelajari dan mengamalkan ilmu hadits, seorang muslim tidak hanya memahami hukum-hukum Islam, tetapi juga meneladani kehidupan Rasulullah secara nyata, sehingga menjadi pribadi yang lebih mulia dan berakhlak mulia. Penulis: Imam Zakaria Editor: Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi Sumber artikel: Manhal lathif, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliky

Read More
penyakit hati

Waspadai! Ini Induk Penyakit Hati yang Harus Dihindari

Surabaya – 1miliarsantri.net: Induk penyakit hati merupakan sumber dari berbagai sifat tercela yang dapat merusak jiwa dan amal manusia. Sifat-sifat buruk ini tidak hanya mengotori hati, tetapi juga menjauhkan manusia dari rahmat Allah SWT. Mengobati penyakit hati bukanlah perkara mudah, sebab manusia sering lalai dalam melakukan introspeksi diri dan lebih sibuk mengejar kemewahan duniawi dibanding akhirat. Imam Al-Ghazali rahimahullah dalam kitab Ihya Ulumuddin telah banyak menjelaskan tentang pentingnya menjaga hati dari sifat tercela. Dari sekian banyak penyakit hati, ada tiga sifat utama yang menjadi akar perusak hati manusia, yaitu hasad (dengki), riya’ (pamer ibadah), dan ujub (merasa paling hebat). Ketiga sifat ini dikenal sebagai induk penyakit hati, karena darinya lahir berbagai sifat buruk lainnya. Apabila seorang Muslim mampu menjaga dirinya dari tiga sifat ini, maka ia akan lebih mudah menjaga hatinya dari penyakit-penyakit lain. Sebaliknya, jika seseorang membiarkan dirinya terjerumus dalam hasad, riya’, dan ujub, maka ia akan sulit terbebas dari dosa hati yang lain. Mengapa Penyakit Hati Berbahaya? Hati merupakan pusat kendali manusia. Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Namun jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Penyakit hati tidak terlihat secara kasat mata, tetapi dampaknya jauh lebih berbahaya dibanding penyakit fisik. Orang yang terjangkit penyakit hati bisa kehilangan pahala, amal, bahkan terjerumus dalam siksa Allah SWT. Oleh karena itu, memahami induk penyakit hati menjadi langkah penting dalam menjaga kebersihan jiwa. Baca juga: Rekam Jejak Sejarah 10 Muharram dalam Islam yang Penuh Keagungan Spiritual Tiga Induk Penyakit Hati yang Harus Dihindari Dan di bawah ini, langsung kita akan sajikan penjelasan secara lebih lengkap dan terperinci tentang 3 induk penyakit hati yang harus benar-benar dihindari: 1. Hasad (Dengki) Hasad adalah perasaan tidak suka ketika orang lain mendapatkan nikmat, baik berupa ilmu, harta, kedudukan, maupun kebahagiaan. Bahkan, orang yang hasad sering berharap agar nikmat tersebut hilang dari saudaranya. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: اياكم والحسد فان الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب “Waspadalah terhadap rasa dengki, karena dengki dapat menghabiskan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Dawud). Bentuk-Bentuk Hasad Ada tiga bentuk utama hasad yang sering muncul dalam diri manusia, yaitu: Dampak Hasad Cara Mengobati Hasad 2. Riya’ (Pamer Amal) Riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena Allah, melainkan untuk mendapatkan pujian manusia. Sifat ini disebut juga sebagai syirik kecil, karena seseorang tidak lagi murni beribadah kepada Allah. Rasulullah SAW memperingatkan dalam sebuah hadis tentang orang yang beramal demi pujian: ان الشهيد يؤمر به يوم القيامه الى النار فيقول يا ربي استشهدت في سبيلك فيقول الله تعالى بل اردت ان يقال انك شجاع وقد قيل ذالك وذلك اجرك وكذلك يقال للعالم والحج والقارئ “Orang yang syahid akan diperintahkan pada hari kiamat untuk menuju neraka. Ia berkata, ‘Ya Rabb, aku mati syahid di jalan-Mu.’ Allah berfirman, ‘Engkau ingin dikatakan sebagai pemberani, dan itu telah dikatakan. Maka itulah balasanmu.’ Begitu juga dengan orang alim, orang berhaji, dan orang yang membaca Al-Qur’an jika niatnya bukan karena Allah.” (HR. Muslim). Tanda-Tanda Riya’ Cara Menghindari Riya’ 3. Ujub, Takabur, dan Fakhr Ujub adalah merasa kagum pada diri sendiri, takabur adalah merasa lebih tinggi dari orang lain, sedangkan fakhr adalah membanggakan diri secara berlebihan. Ketiga sifat ini sangat berbahaya karena membuat seseorang meremehkan orang lain. Iblis terlaknat menjadi contoh pertama sifat takabur. Ketika Allah memerintahkannya untuk sujud kepada Nabi Adam, ia berkata: انا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين “Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakanku dari api sedangkan Engkau menciptakannya dari tanah.” (QS. Al-A’raf: 12). Ciri-Ciri Takabur Cara Mengobati Ujub dan Takabur Dengan pola pikir seperti ini, hati akan lebih rendah hati, jauh dari ujub, takabur, dan fakhr. Baca juga: Gua Hira, Tempat Sejarah Sangat Penting Bagi Umat Islam Pentingnya Membersihkan Hati dari Induk Penyakit Membersihkan hati adalah kewajiban setiap Muslim. Sebab, amal yang dikerjakan tanpa hati yang bersih bisa kehilangan nilainya di sisi Allah. Seseorang bisa saja rajin beribadah, tetapi jika hatinya penuh hasad, riya’, dan ujub, maka amalnya terancam tidak diterima. Allah berfirman dalam QS. Asy-Syu’ara: 88-89: “(Yaitu) pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” Induk penyakit hati yang terdiri dari hasad, riya’, dan ujub merupakan tiga sifat tercela yang wajib dijauhi. Hasad membuat manusia iri terhadap nikmat orang lain, riya’ merusak niat ibadah, sementara ujub dan takabur menumbuhkan kesombongan yang hanya memperbesar dosa. Mengobati penyakit hati membutuhkan latihan, kesabaran, dan muhasabah diri secara terus-menerus. Caranya adalah dengan memperbanyak syukur, memperbarui niat, menanamkan kerendahan hati, serta selalu berdoa agar Allah menjaga hati kita. Pada akhirnya, yang menentukan kemuliaan seorang hamba bukanlah pujian manusia, melainkan bagaimana ia menghadap Allah dengan hati yang bersih. Oleh sebab itu, mari kita berusaha membersihkan diri dari induk penyakit hati agar mendapatkan ridha Allah SWT dan husnul khatimah di akhir hayat. Penulis: Imam Zakaria Editor: Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi Sumber artikel: Manhal lathif, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliky

Read More