Sejarah Fatimah binti Maimun Yang Konon Makam nya Pernah Hilang Selama 400 Tahun

Nisan Fatimah binti Maimun

Gresik – 1miliarsantri.net : Di Kabupaten Gresik terdapat makam Wali Perempuan yang pertama kali mengukir sejarah perjuangan dan perkembangan Islam di Pulau Jawa. Dia adalah Siti Fatimah yang juga dikenal dengan nama Putri Dewi Retno Swari atau Dewi Swara. Puteri dari seorang pria yang bernama Maimun asal negeri Iran. Ibunya bernama Dewi Aminah yang berasal dari Aceh dan melahirkannya pada 1064 Masehi. Sumber lain menyebut bahwa Siti Fatimah binti Maimun bin Hibatullah berasal dari negeri Kedah yang ada di Malaka. Beliau dididik dan dibesarkan oleh ayahanda sendiri yang bernama Maimun bin Hibatullah berasal dari negeri Iran

Fatimah binti Maimun adalah tokoh yang jarang disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah satu pelopor penyebaran Islam di Jawa. Fatimah binti Maimun merupakan salah satu tokoh kunci proses Islamisasi di tanah jawa yang hidup sebelum Walisongo yang mampu menembus dinding kebesaran kerajaan Majapahit. Beliau juga berdakwah bersama ayah dan ibunya ke tanah Jawa untuk menyebarkan agama Islam di Nusantara.

Fatimah binti Maimun memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan agama Islam. Awal dimulai dakwah dengan cara berdagang. Tidak ada kesulitan bagi beliau untuk mencari barang dagangan lantaran di daerah Tandhes banyak dijumpai para pedagang muslim dari mancanegara yang siap membantu mereka. Kegiatan dakwah pun berjalan lancar, selancar usaha dagangnya. Komunitas muslim pun kian tertata meskipun jumlahnya tidak seberapa.

Penampilan yang sejuk tutur bicara yang santun ketika beliau menyampaikan dakwah hingga beliau perlahan tapi pasti, masyarakat kelas bawah mulai tertarik memeluk agama Islam, mengikuti ajaran Fatimah binti Maimun yang dengan bijak dan santun menyampaikan misi dalam dakwahnya.

Kepandaian berdagang yang dimiliki sejak remaja mengikuti jejak ayah nya. Kemudian ayah dan ibunya mengajak hijrah ke tanah Jawa. Mereka bertiga medaratkan perahu di wilayah desa Leran kecamatan Manyar, sekitar 10 kilometer arah barat kota Gresik dengan melewati jalur pantura.

Dikisahkan, ketika itu Fatimah yang memiliki kepandaian sebagai saudagar mulailah melakukan perdagangan barang-barang hingga sampai ke wilayah pusat kerajaan Majapahit yang waktu itu konon diperintah oleh Prabu Brawijaya. Sambil berdagang, beliau juga menyebarkan Agama Islam.Kurang lebih setahun Fatimah berdagang di pusat kerajaan Majapahit dan akhirnya kembali ke Leran.

Namun malang, sekembalinya Siti Fatimah dari berdagang tersebut berbarengan dengan musibah penyakit pagebluk di desa Leran. Banyak yang meninggal akibat pagebluk tersebut, termasuk yang akhirnya menjadi korban meninggal adalah Fatimah beserta dua belas pengikut setianya.

Prabu Brawijaya yang konon mendengar berita tentang kematian saudagar wanita dan pengikutnya itu, kemudian membangunkan bangunan cungkup berbentuk candi. Meski telah mengalami perbaikan dan renovasi, situs berbentuk candi itu tetap terawat baik hingga sekarang. Dalam cungkup yang di dalamnya terdapat makam Fatimah beserta pengikutnya yang berjumlah empat orang yaitu putri Kamboja, Kuching, Keling dan Seruni. Kerabat dan pengikut lainnya yang berjumlah tujuh orang pria yang makamnya terdapat di luar cungkup.

Fatimah binti Maimun bin Hibatullah wafat pada tahun 1082 M. Batu nisannya ditulis dalam bahasa Arab dengan huruf kaligrafi bergaya Kufi, nisannya merupakan nisan Islam tertua yang ditemukan di Asia Tenggara. Makam Fatimah berlokasi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kota Gresik, Jawa Timur.

Ditemukannya nisan Fatimah di Gresik, yang konon dikatakan sempat hilang selama kurang lebih 400 tahun itu membuktikan bahwa adanya rute perdagangan saudagar Muslim yang melalui Selat Malaka dan Semenanjung Malaya hingga ke Tiongkok yang berdampak adanya kontak langsung dengan pantai utara Jawa. Adanya kontak dan kedatangan Islam di wilayah pantai utara Jawa dibuktikan dengan temuan batu nisan ini.

Keseluruhan karakter huruf di batu nisan tersebut adalah huruf kufi dan mencantumkan nama Fatimah binti Maimun bin Abdullah yang meninggal pada 495 H (1102 M) (J. P. Moquette, 1921: 391-399). Ini merupakan sebuah bukti bahwa pada abad ke-11 M telah ada masyarakat Muslim di pantai utara Jawa.

Nisan Fatimah binti Maimun merupakan benda koleksi Pusat Informasi Majapahit, Balai Pelstarian Cagar Budaya Jawa Timur di Trowulan Mojokerto. Nisan Fatimah binti Maimun telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Repulik Indonesia Nomor : 379/M/2019.

Benda Cagar Budaya Nisan Fatimah binti Maimun memiliki tinggi 63 cm, lebar 46 cm, dan tebalnya 5 cm. Sudut-sudut atasnya sedikit melengkung. Setiap baris inskripsi umumnya berukuran panjang 31 cm, tinggi 7 cm. Inskripsi secara umum dikelilingi oleh sebuah bingkai selebar 3 cm yang terletak di bagian pinggir nisan, dihias sulursuluran. Jenis batu yang digunakan adalah batu metamorf berwarna abu-abu. Inskripsi terdiri dari 7 baris tulisan.

Nisan Fatimah binti Maimun pertama kali dipublikasikan oleh J. P. Moquette menjadi dalam tulisan berjudul De Oudste Moehammadaansche Inscriptie op Java (op de Grafsteen te Leran) yang dimuat dalam Verhandelingen van het Eerste Congres voor de Taal-, Land- en Volkenkunde van Java Gehouden te Solo pada tahun 1920.

Kemudian pada tahun 1925 Paul Ravaisse dalam tulisannya yang berjudul L’inscription Coufique de Léran à Java, memperbaiki pembacaan J. P. Moquette mengenai angka tahunnya dari 495 H atau 1101 M. Meskipun terdapat perbedaan pembacaan angka tahun wafatnya Fatimah binti Maimun, hal ini tidak mengubah fakta bahwa nisan ini merupakan nisan tertua yang ditemukan di Indonesia. Nisan Fatimah binti Maimun dan nisan-nisan Leran lainnya merupakan bukti bahwa telah berkembang komunitas Muslim di kawasan tersebut.

Selain angka tahun yang relatif tua, langgam seni atau gaya huruf yang dipahatkan pada nisan Fatimah binti Maimun juga ditengarai berasal dari masa yang juga cukup awal dalam periode Islamisasi di Asia Tenggara. Huruf Arab yang dipahatkan bergaya Kufik berbentuk sederhana, dan kemungkinan masih dapat bertahan sebagai data İslam tertua di Indonesia.

Namun ada pendapat lain yang meragukan jika nisan ini dibuat dan dijadikan penanda suatu makam di Jawa Timur karena di daerah asalnya binti Maimun bin Hibatullah diyakini bukan dari golongan saudagar, sehingga tidak mungkin terdapat pembuatan nisan dari masyarakat yang berasal dari golongan sederhana pada daerah yang jauh dari jazirah arab. Batu nisan tersebut diperkirakan diambil dari pekuburan aslinya untuk dipakai sebagai jangkar kapal yang dibawa para pedagang yang berlabuh ke Gresik, mengingat Gresik pada masa itu merupakan sebuah bandar besar.

Kaligrafi itu oleh JP Moquette dibaca berbunyi

Bismillahirrahmanirrahim, kullu man alaiha fanin wa yabqa wajhu rabbika dzul jalali wal ikram. Hadza qabru syahidah Fatimah binti Maimun bin Hibatallah tuwuffiyat fi yaumi al-Jumah… min Rajab wa fi sanati khamsatin wa tis’ina wa arba’ati min ‘atin ila rahmatallah… shadaqallah al-azhim wa rasulihi al-karim.

Kalimat wa tis’ina (artinya sembilan) sulit dibaca karena kabur. Paul Ravaisse membacanya wa sab’ina (artinya tujuh). Arti tulisan Arab itu adalah

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tiap makhluk di bumi itu fana yang kekal hanya wajah Tuhanmu yang perkasa dan mulia (Surat ar Rahman: 26-27) Inilah kubur syahidah Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat di hari Jumat … dari bulan Rajab di tahun 495 H menuju rahmat Allah… Maha Benar Allah Yang Agung dan rasulnya yang mulia..”

Ada perbedaan membaca angka tahun karena hurufnya tak jelas. Moquette berkesimpulan tahun 495 H atau 1102 M. Tapi Paul Ravaisse membacanya tahun 475 H atau 1082 M. Selisih satu abad. Rupanya kesimpulan Ravaisse ini yang banyak dianut sejarawan Indonesia karena menunjukkan waktu lebih tua. (fir)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *