Mengulik Hubungan Kisah Ratu Adil dengan Pangeran Diponegoro

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Mengulik hubungan kisah Ratu Adil dengan sosok Pangeran Diponegoro. Padahal keduanya berada di zaman yang berbeda. Pasalnya Ratu Adil diibaratkan adalah munculnya Imam Mahdi atau Mesias.

Risalah Jayabaya menunjukkan kehadiran Ratu Adil dengan lambang “Tunjung Putih semune pudhak sinumpet” (seorang berhati suci yang masih disembunyikan identitasnya oleh kegaiban Tuhan). Sedangkan Pangeran Diponegoro memiliki gelar Sultan Ngabdulkamid Erucakra Kabirul Mukminin Sayidina Panatagama Jawa Khalifat Rasulullah.

Berikut hubungan kisah Ratu Adil dengan sosok Pangeran Diponegoro:

Zaman Kala Bendhu merupakan zaman banyak orang mengejar kepentingan pribadi dan banyak dikuasai angkaramurka. Keadaan ini akan hilang dengan bergantinya jaman menjadi jaman Kala Suba, yang meruapakan jaman kegembiraan rakyat.

Zaman Kala Suba dikenal dengan munculnya Ratu Amisan yang juga disebut Sultan Heru Cakra. Dalam sejarah jaman Kala Suba (1801-1900) dikenal tokoh Pangeran Diponegoro sebagai Ratu Adil yang melawan penjajah Belanda.

Sebagaimana dikutip dari Peter Carey pada bukunya berjudul “Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855”, mengisahkan waktu itu sang pangeran masih sempat tinggal sepanjang malam bermain catur dengan kawan lamanya Raden Ayu Danukusumo sehari sebelum Gunung Merapi meletus. Tepat pada Minggu pagi buta 28 Desember 1822, serangkaian gempa terjadi, Gunung Merapi akhirnya mulai meletus.

Aliran lahar terlihat menuruni lereng gunung diiringi hujan abu dan pasir. Pemandangan kepulan asap yang naik ke angkasa yang masih gelap itu kian pekat.

Saat itulah Pangeran Diponegoro keluar pekarangan rumah Tegalrejo bersama istrinya, Raden Ayu Maduretno dan melihat ke langit. Sambil menyaksikan gunung yang sedang terbakar dan bumi berguncang akibat gempa, sang pangeran melukiskan betapa dia tersenyumnya dalam hati, karena tahu peristiwa ini merupakan pertanda kemurkaan Allah.

Letusan Gunung Merapi itu memang cukup dahsyat, bahkan laporan – laporan pemerintahan kolonial Belanda kala itu mengkonfirmasi apa yang digambarkan Pangeran Diponegoro. Di lereng-lereng gunung, penduduk berhamburan meninggalkan rumah mereka dan tiga desa di Kedu hancur. Catatan sejarah kala itu memperlihatkan letusan Gunung Merapi merupakan yang terburuk setelah terakhir kali terjadi pada 1772.

Peristiwa itu juga hampir dapat dipastikan meningkatkan pengharapan akan datangnya Ratu Adil. Dimana pada mitologi Jawa lokal, roh penjaga gunung bernama Kiai Sapu Jagad. Sosoknya inilah begitu dihormati di samping Ratu Kidul sebagai salah satu dari dua roh penjaga kesultanan. (mif)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *