Janji Palsu di Negeri Para Komisaris

Surabaya – 1miliarsantri.net: Pemerintah pernah mengumandangkan janji besar: menciptakan 19 juta lapangan kerja dalam sepuluh tahun. Janji ini menjadi salah satu harapan utama masyarakat, terutama generasi muda, di tengah tantangan ekonomi global yang semakin sulit. Namun kini, janji itu terasa seperti ilusi. Di banyak kota dan kabupaten, terlihat fenomena ribuan anak muda terpaksa antre panjang demi satu posisi lowongan kerja. Mereka membawa map coklat berisi ijazah, sertifikat, dan harapan. Tapi yang mereka temui hanyalah ketidakpastian dan frustrasi. Jumlah pelamar kerja, tidak berbanding lurus dengan daya serap industri. Realitas ini diperkuat oleh data Bank Dunia yang menunjukkan bahwa sekitar 60% penduduk Indonesia hidup dalam kategori rentan miskin. Artinya, mereka tinggal satu langkah dari jurang kemiskinan struktural. Ketimpangan ekonomi semakin nyata, tetapi narasi pembangunan terus diglorifikasi tanpa evaluasi jujur terhadap dampaknya terhadap rakyat kecil. Sementara itu, para pejabat publik justru sibuk mengumpulkan jabatan. Data dari berbagai media dan investigasi menyebutkan, setidaknya 30 Wakil Menteri merangkap jabatan sebagai Komisaris di berbagai BUMN. Jabatan publik yang seharusnya menjadi bentuk amanah dan pengabdian, justru dijadikan ladang kekuasaan dan kenyamanan finansial. Padahal, dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang sehat, rangkap jabatan adalah bentuk konflik kepentingan yang mencederai integritas lembaga negara. Ironisnya, kerusakan tata kelola ini bukan muncul tiba-tiba. Ia adalah warisan dari sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang secara sistematis menabrak prinsip-prinsip meritokrasi, menyalahgunakan kewenangan, dan memaksa regulasi tunduk pada kehendak pribadi maupun lingkaran kekuasaannya. Demokrasi prosedural dikerdilkan menjadi formalitas, dan lembaga-lembaga negara yang semestinya menjadi penjaga akuntabilitas justru disusupi oleh loyalis. Penempatan pejabat berbasis kedekatan politik, bukan kompetensi, menjadikan birokrasi kehilangan ruh profesionalismenya. Apa gunanya bicara efisiensi jika yang terjadi justru pemborosan di tingkat elit? Pejabat rajin menyuruh rakyat hidup sederhana, tetapi mereka sendiri menikmati gaji ganda, fasilitas mewah, dan kekuasaan yang tumpang tindih. Retorika efisiensi hanya menjadi kebijakan sepihak yang membebani rakyat, bukan mereka yang duduk di kursi kekuasaan. Kita bisa belajar dari negara seperti Selandia Baru atau Swedia, di mana standar etik pejabat publik sangat tinggi. Di Selandia Baru, seorang menteri bisa mengundurkan diri hanya karena memberi informasi internal kepada kolega bisnisnya—tanpa perlu ada kerugian negara, apalagi korupsi. Di Swedia, pejabat publik dilarang keras merangkap jabatan karena itu dianggap membuka celah penyalahgunaan wewenang. Bandingkan dengan Indonesia, di mana rangkap jabatan justru dianggap “biasa saja”, bahkan dibenarkan dengan berbagai alasan politis atau administratif. Dalam sistem demokrasi yang sehat, praktik semacam ini adalah bentuk penyimpangan. Di negeri ini, kita justru menyaksikan pelembagaan kepalsuan di berbagai level pemerintahan. Di mana janji ditebar hanya untuk kampanye, tapi realisasi dan tanggung jawabnya tak pernah ditagih secara serius. Masalahnya bukan sekadar rangkap jabatan atau data kemiskinan, tetapi soal krisis integritas dan kehancuran etika pemerintahan. Sepuluh tahun terakhir telah mengubah arah birokrasi kita, dari yang semestinya berbasis prestasi dan pelayanan publik, menjadi sekadar alat kekuasaan yang dikendalikan oleh kepentingan politik jangka pendek. Dalam konteks ini, Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, menghadapi ujian besar. Ia harus menunjukkan secara nyata bahwa dirinya bukan bagian dari rezim Jokowi yang telah merusak fondasi meritokrasi dan keadilan sosial. Rakyat menaruh harapan agar Prabowo berani melepaskan diri dari bayang-bayang kroni dan cawe-cawe politik lama yang hanya melanggengkan oligarki. Ia harus memilih berdiri di sisi rakyat, bukan melanjutkan sistem rusak yang hanya menguntungkan segelintir elit. Jika Prabowo ingin dikenang sebagai pemimpin yang berpihak pada keadilan sosial, maka ia harus berani membongkar praktik rangkap jabatan, menghapus budaya bagi-bagi kursi, dan menghidupkan kembali semangat UUD 1945 Pasal 33: ekonomi disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Ia harus mengembalikan martabat birokrasi, bukan menjadikannya alat politik balas budi. Sudah saatnya bangsa ini bercermin dan menagih janji yang pernah dilontarkan. Negeri ini tidak kekurangan sumber daya. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk memutus rantai kemunafikan birokrasi, membebaskan lembaga negara dari belenggu politik kekuasaan, dan mengembalikan negara ini kepada prinsip meritokrasi, integritas, dan keadilan sosial.** Surabaya, 18 Juli 2025 Penulis : M.Isa Ansori *) Penulis adalah Pegiat Pendidikan dan Perlindungan Sosial. Aktif dalam isu-isu kebijakan publik dan kesejahteraan rakyat. Dosen di STT Multimedia Internasional Malang dan Wakil Ketua ICMI Jatim Serta Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya Foto ilustrasi Editor : Toto Budiman

Read More

Manfaat Sedekah Subuh, Untuk Dunia atau Akhirat?

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di saat dunia masih sunyi, dan manusia baru terjaga dari lelap, ada amalan ringan yang membuka pintu langit, yaitu sedekah subuh. Tak hanya membawa ketenangan batin, sedekah di waktu fajar dipercaya menjadi waktu yang paling mustajab untuk mendapatkan keberkahan rezeki dan dikabulkannya doa. Di antara rutinitas dunia yang melelahkan, sedekah subuh menjadi jembatan penghubung antara harapan dan pertolongan Allah. Tapi pertanyaannya, apakah manfaatnya hanya untuk dunia semata, ataukah juga menjadi tabungan berharga di akhirat? Sedekah subuh merupakan amalan ringan tapi mempunyai dampak besar. Banyak orang mungkin belum tahu di balik waktu subuh yang masih sunyi, ternyata ada keberkahan luar biasa ketika kita ingin berbagi. Manfaat sedekah subuh tidak hanya untuk urusan dunia, tapi juga untuk bekal di akhirat. Siapa tahu, ini bisa menjadi kebiasaan baru kamu yang diam-diam membawa banyak kebaikan. Sedekah merupakan suatu ibadah yang istimewa, tapi ketika dilakukan waktu subuh, ada keutamaan tambahan yang tidak bisa diremehkan. Yuk, kita simak lebih dalam kenapa sedekah subuh begitu istimewa dan manfaat apa saja yang bisa dirasakan. Apa Saja Manfaat Sedekah Subuh? 1. Pintu Rezeki Terbuka Lebar Sejak di Pagi Hari Waktu subuh adalah saat yang sangat spesial. Di mana para malaikat turun dan mendoakan orang-orang beribadah. Ketika bersedekah di pagi hari, berarti memulai hari dengan membuka pintu kebaikan. Salah satu manfaat yang dirasakan adalah dimudahkan rezekinya. Banyak orang yang mengaku setelah rutin sedekah subuh, rezeki mereka menjadi terasa lebih lancar baik dari segi materi, kesehatan, maupun ketenangan batin. Kamu tidak perlu sedekah besar. Yang penting rutin dan dari hati. Meskipun seribu rupiah jika diniatkan dengan ikhlas maka akan menjadi ladang pahala. 2. Membersihkan Hati dan Menumbuhkan Rasa Syukur Sebelum matahari terbit, kamu sudah memulai hari dengan memberi. Hal itu bukan hanya keren, tapi juga membuat hati lebih ringan. Salah satu manfaat sedekah subuh yang sering disepelekan adalah pengaruhnya terhadap hati dan mental. Saat kamu berbagi, sebenarnya sedang mengalahkan rasa egois dalam diri sendiri. Rasa syukur akan tumbuh lebih besar karena sadar masih bisa memberi meski dalam keterbatasan. Dengan begitu energi positif akan kebawa sepanjang hari, dan kamu lebih tenang dalam menghadapi masalah. 3. Menghapus Dosa-Dosa Kecil Secara Konsisten Katanya dengan bersedekah bisa menghapus dosa. Bayangkan jika dilakukan setiap hari saat subuh, maka setiap lembar uang yang dikeluarkan bisa menjadi penghapus dosa-dosa kecil yang sering tidak disadari. Ini salah satu manfaat sedekah subuh yang jarang disorot, tapi luar biasa penting. Kita semua pasti punya salah, baik disengaja maupun tidak. Sedekah subuh bisa menjadi bentuk taubat kecil-kecilan yang dapat dilakukan setiap pagi. Semacam “mulai ulang” harian, di mana kamu bersihkan dosa dan mulai hari dengan hati yang lebih bersih. 4. Menjadi Tabungan Amal Jariyah yang Terus Mengalir Salah satu bentuk amal jariyah yang mudah dilakukan adalah dengan sedekah subuh. Misalnya kamu sedekah untuk pendidikan, orang sakit, atau pembangunan masjid. Meskipun tidak tahu secara pasti siapa yang menerima, pahala dari kebaikan akan terus mengalir selama manfaatnya dirasakan oleh orang lain. Itulah kenapa manfaat sedekah subuh tidak hanya dirasakan di dunia, tapi jadi bekal  di akhirat. Mungkin kita tidak tahu kapan ajal tiba, tapi saat itu datang, pahala dari sedekah subuh yang konsisten bisa jadi penyelamat. 5. Mengundang Doa Para Malaikat dan Ridha Allah Manfaat saat satu ini sering dilupakan. Seperti sabda Rasulullah SAW setiap pagi ada dua malaikat yang turun. Satu mendoakan orang yang bersedekah agar diberi ganti lebih baik, sementara yang satunya mendoakan kebangkrutan bagi orang yang menahan hartanya. Salah satu manfaat sedekah subuh adalah mendapat dukungan spiritual yang tidak terlihat. Doa malaikat, ridha Allah, dan keberkahan hidup. Ini bukan janji kosong, tapi keyakinan yang dibangun lewat pengalaman banyak orang. Kamu bisa coba sendiri dan rasakan bedanya. Jadi, sudah tahu manfaat sedekah subuh, Jangan tunggu nanti-nanti. Justru dengan memulai hari dari subuh dengan sedekah, kamu sedang menanam benih kebaikan yang bisa berbuah di dunia dan akhirat. Ingat, sedekah tidak hanya soal jumlah, tapi ketulusan dan konsistensi. Sedekah subuh bukan hanya amalan untuk melapangkan rezeki atau mendatangkan keajaiban dunia, melainkan bentuk penghambaan yang penuh cinta kepada Allah. Ia adalah investasi spiritual yang menyentuh dua sisi kehidupan: dunia dan akhirat. Saat tangan kita memberi di waktu yang sunyi, malaikat mendoakan keberkahan, dan Allah mencatatnya sebagai amal luar biasa. Mungkin sekarang kamu merasa ini cuma amalan kecil. Tapi percayalah, kebiasaan kecil yang dilakukan dengan ikhlas bisa membawa perubahan besar dalam hidup kamu. Ayo dimulai dari besok pagi, sisihkan sedikit rezeki dan rasakan sendiri manfaat sedekah subuh yang luar biasa ini. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Tarif Dagang Adalah Daya Tawar Negara, Catatan Kritis Kesepakatan Indonesia Dan Amerika Serikat

Cimahi – 1miliarsantri.net: Kesepakatan perdagangan antara Amerika dan Indonesia yang diklaim oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melalui media sosial miliknya Truth Social, mengejutkan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Ada yang memuji diplomasi Presiden RI Prabowo Subianto, namun ada juga yang menyesalkan kesepakatan tersebut yang disinyalir merugikan posisi Indonesia. Berikut, 1miliarsantri.net menyajikan sebuah catatan kritis yang ditulis oleh HM Ali Moeslim dalam perspektfi Islam dengan judul : “Tarif Dagang Adalah Daya Tawar Negara.” Kesepakatan Perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat BENAR sebuah ungkapan “the beggars can’t be chooshers”, pengemis tidak bisa menjadi pemilih, berarti bahwa seseorang yang berada dalam posisi yang dibutuhkan atau meminta sesuatu dari orang lain tidak boleh pilih-pilih atau menuntut tentang apa yang mereka terima. Mereka harus berterima kasih atas apa pun yang ditawarkan kepada mereka. Baca juga : Presiden Prabowo Tegaskan Proyek Giant Sea Wall Akan Tetap dimulai Dengan Kekuatan Nasional Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa (15/7) mengklaim telah mencapai kesepakatan perdagangan dengan Indonesia.Kesepakatan ia klaim tercapai setelah berbicara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Satu-satunya detail yang diungkapkan Trump tentang kesepakatan tersebut adalah AS hanya akan mengenakan tarif impor atas produk Indonesia sebesar 19%, turun dari 32% sebelumnya. Tarif 19% Tidak Gratis Dinikmati Indonesia Namun, tarif 19 persen itu tidak gratis untuk bisa dinikmati Indonesia. Ada beberapa syarat yang harus dipatuhi Indonesia bila ingin menikmati tarif itu; Di sini kita bisa menilai, betapa lemahnya “daya tawar” Indonesia di mata Amerika Serikat. Daya tawar sebuah negara itu tidak muncul begitu saja, namun lahir dari usaha keras terukur membangun stabilitas dan integritas dalam negeri. Rasulullah Memelihara Dan Menjaga Urusan Kaum Muslimin Bagaimana dulu Rasulullah SAW mendirikan dan membangun stabilitas dan integritas negara Islam Madinah? Kita tahu Beliau berkedudukan sebagai kepala negara, Qadli dan Panglima Militer. Beliau memelihara dan menjaga berbagai urusan kaum Muslim dan penduduk lainnya, menyelesaikan perselisihan-perselisihan di antara mereka. Jadi, sejak tiba di Madinah, Beliau mendirikan Daulah atau Negara Islam. Negara tersebut dijadikan pusat pembangunan masyarakat yang berdiri di atas pondasi yang kokoh yakni aqidah dan syariah, di antaranya dengan membuat Piagam Madinah. Madinah saat itu merupakan pusat persiapan kekuatan yang cukup untuk melindungi negara dan menyebarkan dakwah. Setelah seluruh persoalan stabil dan terkontrol, Beliau mulai menghilangkan rintangan-rintangan fisik yang menghadang di tengah jalan penyebaran Islam. Rasulullah SAW bersabda; إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا، وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ “Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Quran) dan menghinakan yang lain.” Kondisi dalam negeri Madinah menjadi stabil, terutama setelah guncangan hebat yang dirasakan oleh penduduk Madinah atas kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud. Stabilisasi dan integralisasi tercapai “hanya” dalam waktu 5 tahun. Baca juga : Etika Pergaulan dalam Islam: Panduan Bijak di Era Modern Rasulullah SAW Melakukan Hubungan Luar Negeri Tahun ke 6 Rasulullah SAW melakukan hubungan luar negeri yakni dengan mengirim surat kepada para Raja yang besar yang menguasai beberapa belahan dunia, surat-surat tersebut dikirimkan setelah Nabi Muhammad SAW kembali dari Perjanjian Hudaibiyah. Tujuan utama pengiriman surat adalah untuk mengajak para penguasa dan raja-raja untuk memeluk agama Islam. Beberapa tokoh yang menerima surat dari Nabi Muhammad SAW antara lain; Heraclius (Kaisar Romawi Timur), Khosrau II (Kaisar Persia), Najasyi (Raja Habasyah), Muqauqis (Raja Mesir), Al-Harits bin Abi Syimr al-Ghassani (Gubernur Suriah), Munzir bin Sawa al-Tamimi (Penguasa Bahrain), dari sinilah tergambar bahwa hubungan luar negeri negara Islam itu adalah dakwah. Khalifah Umar bin Khatab pernah menanyakan tarif dagang atau cukai kepada para saudagar di madinah yang berdagang (ekspor) yang diterapkan oleh negara luar di luar wilayah kekhalifahan. Khalifah bertanya kepada para saudagar Muslim yang mendatangi negara Etiopia, tentang berapa banyak negara tersebut mengambil pajak dari mereka. Mereka menjawab, “Mereka mengambil 10 dari dagangan kami.” Mendengar jawaban ini, Khalifah Umar menyuruh kepada para pegawainya untuk menarik pajak 10% dari barang dagangannya non-Muslim. Khalifah Umar juga bertanya kepada Utsman bin Hanif, “Berapa banyak orang kafir harbi mengambil dagangan jika kalian sampai ke negara mereka?” Jawab dia, “10%.” Mendengar jawaban ini, Khalifah Umar menginstruksikan kepada para pejabatnya untuk menarik pajak 10% atas barang dagangannya non-Muslim. Pemberlakuan Cukai Untuk Barang-Barang Ekspor dan Impor Diterapkan Khalifah Dalam Buku The Great Leader of Umar bin Al Khathab, Dr. Muhammad Ash-Shalabi menuturkan bahwa pemberlakuan cukai untuk barang-barang ekspor dan impor zaman Khalifah Umar telah diterapkan. Nama petugas penarik cukai adalah Al-‘Asyir. Pajak model ini belum ada pada masa Nabi Muhammad SAW. dan Khalifah pertama Abu Bakar. Sebab, masa tersebut adalah masa penyebaran dakwah, jihad di jalan Allah dan proses pendirian Negara Islam. Pada masa Umar bin al-Khaththab, wilayah Negara Islam semakin bertambah luas ke arah Barat maupun ke arah Timur. Sehingga pertukaran barang Negara Khilafah dengan yang lain adalah merupakan suatu tuntutan. Hal ini harus dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Khalifah Umar bin aI-Khaththab memiliki ide untuk menerapkan pajak atas barang yang masuk ke Negara Islam. Sebagaimana halnya negara-negara non-Islam menerapkan pajak terhadap para pedagang Islam yang datang ke tempat mereka. Tujuan lain dari Khalifah Umar adaIah untuk melakukan perlakuan yang sama, hal ini disampaikan kepada para sahabat, para sahabat setuju, maka cukai dari kaum kafir adalah ijma’.*** Penulis : HM Ali Moeslim (Penulis dan Pembimbing Hajj & Umroh) Foto istimewa Editor : Thamrin Humris

Read More

Hikmah Musibah dalam Pandangan Islam

Surabaya – 1miliarsantri.net : Tidak ada satu pun manusia yang ingin ditimpa musibah. Namun, dalam takdir Allah, musibah bukan sekadar ujian, melainkan juga jalan untuk menyadarkan, menguatkan, bahkan mengangkat derajat hamba-Nya. Islam mengajarkan bahwa setiap kesulitan yang menimpa bukan tanpa makna. Di balik rasa sakit dan air mata, ada pelajaran berharga yang Allah sisipkan: tentang sabar, tawakal, dan kembalinya hati kepada Sang Pencipta. Musibah sejatinya bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan menuju kedewasaan spiritual. Pahitnya cobaan hidup pastinya akan dirasakan semua orang. Ada yang diuji dengan kehilangan, sakit, kegagalan, bahkan rasa kecewa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di balik setiap musibah, sebenarnya tersimpan pelajaran besar. Dalam Islam, hikmah musibah bagian dari kasih sayang Allah kepada hambanya. Meskipun terasa berat di awal, namun bila direnungi lebih dalam, banyak makna luar biasa yang bisa dipetik. Musibah bukanlah tanda bahwa kita sedang dijauhkan dari rahmatnya. Justru lewat musibah itu Allah ingin mendekatkan kita padanya. Maka tidak heran, banyak orang yang justru berubah menjadi lebih kuat dan lebih sadar akan tujuan hidup setelah melewati badai kehidupan. Di sinilah letak indahnya hikmah musibah dalam pandangan Islam. Apa Hikmah di Balik Musibah? Ketika musibah datang, wajar hati ini terasa berat, pikiran kacau, dan perasaan seperti tidak tahu harus ke mana. Tapi coba kita tarik napas sejenak, dan melihat dari sudut pandang yang berbeda. Musibah itu tidak datang begitu saja. Selalu ada maksud baik darinya, namun terkadang baru bisa kita pahami setelah semuanya berlalu. Ada beberapa hikmah di balik adanya musibah diantaranya: 1. Ujian yang Meningkatkan Derajat Dalam Islam, setiap musibah yang menimpa seorang Muslim bukanlah hukuman, tapi ujian. Bahkan Rasulullah SAW bersabda seseorang itu akan diuji sesuai dengan kadar keimanannya. Semakin tinggi iman, semakin besar pula ujian yang dihadapi. Ketika kita sedang tertimpa musibah atau kesulitan, dengan bersabar akan membawa kita kepada pahala yang besar dan akan meningkatkan kualitas iman kita. 2. Pembersih Dosa Setiap manusia pastinya pernah khilaf, baik disadari atau tidak. Dengan adanya musibah bisa menjadi sarana penghapus dosa. Dalam hadits dijelaskan tidaklah seorang Muslim tertimpa sakit, kesedihan, bahkan duri yang menusuk, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosanya. Jadi, hikmah musibah ini jarang disadari padahal ia membersihkan diri kita dari dosa-dosa masa lalu. 3. Membangun Kekuatan dan Ketangguhan Musibah melatih kita untuk menjadi pribadi yang tangguh. Mungkin kita akan menangis di awal, tapi seiring waktu berjalan, kita belajar untuk bangkit. Kita jadi lebih peka terhadap orang lain, lebih sabar, dan lebih bersyukur terhadap hal-hal kecil. Di sinilah letak indahnya hikmah musibah, ia membawa jiwa kita agar tidak mudah rapuh. 4. Menumbuhkan Kesadaran dan Introspeksi Diri Biasanya kita terlalu sibuk mengejar dunia, sampai lupa arah tujuan hidup. Lalu datanglah musibah yang menghentikan langkah kita sejenak, dan mengajak kita untuk berpikir ulang. Dari situlah hikmah dibalik musibah paling penting. Ia menyadarkan kita untuk kembali ke jalannya. Banyak orang yang sudah tertimpa musibah menjadi lebih rajin ibadah, lebih bersyukur, dan lebih dekat dengan Al-Qur’an. 5. Mengajarkan Ketawakkalan yang Sebenarnya Ketika semua jalan sudah terasa buntu, ketika usaha tidak kunjung berhasil, dan ketika orang-orang terdekat tidak mampu membantu, maka hanya kepada Allah kita berserah. Di titik inilah ketawakkalan sejati lahir. Hikmah musibah adalah ketika kita belajar untuk menggantungkan harapan hanya kepada Allah SWT. Kita akan tersadar sekuat apapun manusia, tetap ada batasnya. Tapi kekuatan dan pertolongan Allah tidak akan ada batasnya. Musibah memang bukan hal yang kita harapkan. Tapi jika hal itu datang dan bisa memilih, apakah akan terus terpuruk, atau ingin menjadi yang lebih baik. Dalam Islam, tidak ada kejadian yang sia-sia. Semua sudah tertulis di Lauhul Mahfuz, jauh sebelum penciptaan alam semesta. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah: “Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al-Hadid: 22)  Allah mengetahui apapun yang akan dilakukan manusia karena ilmu-Nya meliputi segalanya. Namun, manusia tidak dipaksa. Manusia tetap memiliki kemampuan memilih dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pilih. “Barangsiapa mengerjakan amal saleh, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri…”(QS. Fussilat: 46) Bila kita mau mengambil hikmah dari setiap kejadian yang hadir dalam episode kehidupan yang dialami, maka semua pasti membawa kebaikan jika kita mau untuk bersabar dan bersyukur. Hikmah musibah tidak hanya soal pahala atau derajat, tapi bagaimana kita memaknai hidup ini secara utuh. Tentang bagaimana Allah mendidik kita dengan caranya yang luar biasa. Maka, ketika musibah datang, jangan buru-buru mengeluh. Dan berprasangka buruk. Yakinlah, di balik setiap musibah, Allah sedang menyiapkan suatu kejutan yang lebih indah. Dan di balik air mata yang menetes, ada kekuatan baru yang sedang tumbuh dalam dirimu. Semoga kita semua bisa menjadi hamba yang tidak hanya sabar, tapi juga mampu melihat hikmah musibah sebagai bentuk cinta Allah yang paling dalam. Maka, janganlah larut dalam duka, tetapi bangkitlah dengan keyakinan bahwa di balik badai pasti ada pelangi. Karena setiap musibah yang kita lalui dengan sabar dan iman, akan menjadi cahaya yang menerangi langkah kita menuju ridha-Nya. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Etika Pergaulan dalam Islam: Panduan Bijak di Era Modern

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di tengah gempuran budaya digital dan gaya hidup serba bebas, batas-batas dalam pergaulan kian kabur. Apa yang dulu dianggap tabu, kini mudah dianggap biasa. Dalam pusaran perubahan ini, Islam hadir membawa panduan abadi. Etika pergaulan yang tidak hanya menjaga kehormatan diri, tetapi juga membangun relasi yang sehat, bermartabat, dan penuh keberkahan. Di era modern serba terbuka, ajaran Islam tentang pergaulan justru semakin relevan, menjadi kompas moral yang menuntun kita tetap teguh di atas prinsip, tanpa kehilangan jati diri. Batasan interaksi sosial yang makin kabur di dunia digital, serta interaksi antar manusia terjadi tanpa sekat ruang dan waktu, mengingatkan kembali pentingnya etika pergaulan dalam Islam. Etika yang akan kita bahas disini bukan hanya soal batas-batas antara lawan jenis, tapi lebih luas lagi, yakni tentang bagaimana kita menjaga adab dalam berteman, berkomunikasi, bahkan dalam menyampaikan pendapat. Sebagai umat Muslim, kita memiliki pedoman yang jelas dan kaya akan nilai. Etika dibentuk bukan untuk menjadi pembatas melainkan untuk menjaga diri kita dan hubungan sosial yang kita bangun sehari-hari agar tetap terjalin dengan baik. Nah, pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana etika pergaulan dalam Islam bisa menjadi panduan bijak di era yang modern ini. Menjaga Adab, Fondasi Etika Pergaulan dalam Islam Jika kita bertanya “apa sih inti dari etika pergaulan dalam Islam?”, jawabannya sederhana yaitu, adab. Adab atau sopan santun adalah kunci utama dalam bergaul. Dalam hal ini Rasulullah SAW sendiri adalah contoh terbaik. Bahkan orang-orang yang dulunya menentang Islam bisa dibuat luluh hatinya karena akhlak beliau yang luar biasa. Islam mengajarkan bahwa setiap interaksi harus dilandasi niat baik, rasa hormat, dan tanggung jawab. Baik itu saat ngobrol langsung, chat di grup WhatsApp, atau komentar di media sosial, etika tetap harus dijaga. Misalnya, jangan gampang menyakiti perasaan orang lain lewat kata-kata kasar, jangan menyebarkan aib, dan jangan menuduh tanpa bukti. Dalam Islam, menjaga lisan dan sikap adalah bagian penting dari iman. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal Ini tentunya bisa menjadi pedoman, apalagi di masa sekarang yang mana kita bisa berkomunikasi atau mengobrol apa saja melalui media sosial. Etika pergaulan dalam Islam membantu kita memilah mana yang pantas dan mana yang harus kita hindari. Selain itu, Islam sangat menghormati privasi dan kehormatan orang lain. Kita diajarkan untuk tidak mengghibah, menguping, tidak menyebar rahasia, apalagi mengadu domba. Semua itu jelas bisa merusak hubungan sosial, dan sangat bertentangan dengan nilai etika dalam Islam. Etika Pergaulan di Era Digital dan Dunia Nyata Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa ini interaksi tidak hanya terjadi secara langsung, tapi juga lewat layar. Seperti melalui media sosial, YouTube, Facebook dan Instagram, yang mana kita bisa melakukan komunikasi, saling berinteraksi dan berkomentar, semua itu tentunya memerlukan adab. Nah, di sinilah tantangan terbesar kita saat ini, bagaimana tetap menjaga etika pergaulan dalam Islam meski komunikasi terjadi secara virtual. Islam tidak membatasi teknologi, tapi mengarahkan kita untuk menggunakannya dengan tanggung jawab. Misalnya, dalam pergaulan dengan lawan jenis, kita diajarkan untuk menjaga pandangan dan menjaga jarak, baik secara fisik maupun dalam komunikasi. Ini bukan soal membatasi kebebasan, tapi justru melindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak orang yang awalnya cuma chat ringan, tapi akhirnya terjerumus ke hal-hal yang tak sesuai dengan nilai Islam. Maka, etika pergaulan dalam Islam hadir sebagai rem sekaligus pelindung. Selain soal etika dengan lawan jenis, ada juga etika bergaul dalam organisasi atau lingkungan sosial. Yakni, Jangan gampang menghakimi. Jangan merasa lebih suci. Kita diajarkan untuk rendah hati dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Bahkan dalam perbedaan pendapat, Islam mendorong kita untuk berdiskusi dengan cara yang baik, bukan saling serang atau merendahkan. Islam juga mengajarkan kita untuk memilih lingkungan pergaulan sosial yang baik dan positif.   Rasulullah SAW pernah bersabda, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi…” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari sini kita paham bahwa siapa yang kita pilih sebagai teman dekat akan sangat mempengaruhi kualitas diri dan kehidupan kita. Di tengah kehidupan dunia yang terus berevolusi, tapi nilai-nilai etika pergaulan dalam Islam tetap relevan dengan zaman dan sangat dibutuhkan. Justru semakin bebasnya interaksi manusia hari ini, semakin penting kita berpegang pada pedoman yang kokoh. Etika yang diajarkan Islam bertujuan untuk menjaga agar hubungan antar manusia tetap sehat, penuh hormat, dan membawa keberkahan. Dengan menjaga adab, menjaga lisan, memilih teman yang baik, serta berhati-hati dalam interaksi baik secara langsung maupun digital, kita bisa menjalani pergaulan yang lebih berkualitas dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semoga apa yang kita pelajari disini bisa menjadi pengingat dan bekal untuk kita dalam menjalani kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya, lebih bermakna, dan tentu saja lebih Islami. Karena sejatinya, etika pergaulan dalam Islam adalah cahaya yang akan menuntun kita di tengah hiruk-pikuknya dunia modern. Yuk, sama-sama kita jaga dan amalkan. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Pawai Obor Meriahkan Peringatan 1 Muharram 1447 H: Tradisi Bermakna dalam Menyambut Tahun Baru Islam

Surabaya – 1miliarsantri.net : Pada Jumat, 27 Juni 2025, umat Islam di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia, memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah. Momen ini bukan sekadar penanda pergantian tahun dalam kalender Hijriyah, tetapi juga peringatan atas peristiwa besar dan penuh makna dalam sejarah Islam, yaitu hijrahnya Rasulullah Muhammad SAW dari Kota Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Setelah 12 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah Muhammad SAW dan para pengikutnya menghadapi penindasan dari kaum Quraisy. Pada tahun ke-13 kenabian, sekelompok penduduk Yatsrib (kelak dikenal sebagai Madinah) menawarkan perlindungan melalui Bai’at al-Aqabah. Malam hari, Rasulullah bersama sahabatnya, Abu Bakar As-Shiddiq, meninggalkan Mekah secara diam-diam dan berlindung di Gua Tsur selama tiga hari untuk menghindari pengejaran.Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju Madinah melalui rute yang tidak biasa. Setibanya di Madinah pada 12 Rabiul Awal 1 H (27 September 622 M), mereka disambut dengan penuh sukacita. Rasulullah memilih tempat tinggal di rumah dua anak yatim, Sahl dan Suhail bin Amr, yang menjadi lokasi pembangunan Masjid Nabawi. Di Madinah, beliau juga menyusun Piagam Madinah, sebuah konstitusi yang mengatur kehidupan masyarakat multikultural dan menjamin hak-hak setiap individu, termasuk non-Muslim. Peristiwa hijrah ini bukan hanya peristiwa fisik perpindahan tempat, melainkan menjadi titik balik kebangkitan peradaban Islam yang menjunjung tinggi nilai keadilan, keimanan, dan persaudaraan. Hari tersebut menjadi waktu yang istimewa dan bersejarah bagi umat Islam, karena selain memperingati momentum hijrah, juga dijadikan ajang introspeksi dan pembaruan diri. Banyak kegiatan bermanfaat dilakukan umat Islam pada hari itu, mulai dari pengajian, dzikir bersama, tausiyah, hingga aksi sosial dan spiritual. Semua itu bermuara pada satu tujuan: menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih beriman dalam menjalani kehidupan.  Salah satu tradisi khas masyarakat Islam Indonesia dalam menyambut Tahun Baru Islam adalah pawai obor. Tradisi pawai obor telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya keislaman yang hidup di berbagai daerah, dari desa hingga kota. Pawai obor biasanya digelar pada malam 1 Muharram, selepas salat Isya. Ratusan hingga ribuan masyarakat berkumpul di titik awal yang umumnya berada di sekitar masjid atau alun-alun kota, kemudian berjalan beriringan menyusuri jalan-jalan kampung atau kota sambil membawa obor menyala di tangan. Obor yang digunakan terbuat dari bahan sederhana—sebatang bambu sebagai pegangan, kain sebagai sumbu, dan minyak tanah sebagai bahan bakar. Saat dinyalakan, obor tersebut memancarkan cahaya kuning kemerahan yang menggugah suasana malam menjadi hangat, religius, dan penuh semangat. Obor-obor tersebut tidak hanya menjadi sumber penerangan, tetapi juga simbol harapan, semangat, dan petunjuk Ilahi yang menerangi perjalanan hidup umat manusia. Dalam arak-arakan pawai, peserta tak hanya berjalan membawa obor. Mereka juga melantunkan shalawat, zikir, doa-doa keselamatan, hingga menyanyikan lagu-lagu religi yang penuh semangat. Beberapa kelompok menghadirkan kesenian marawis, rebana, hingga drum band dari siswa madrasah dan sekolah-sekolah Islam. Alunan musik tradisional ini turut menghidupkan suasana dan menjadi sarana dakwah kultural yang efektif, terutama bagi generasi muda. Lebih dari sekadar perayaan seremonial, pawai obor sarat makna filosofis dan spiritual. Ia menjadi perwujudan semangat hijrah yang diajarkan Rasulullah—yakni berpindah dari kegelapan menuju cahaya, dari keburukan menuju kebaikan, dari kesesatan menuju jalan lurus yang diridai Allah SWT. Cahaya obor melambangkan petunjuk Tuhan yang senantiasa menyinari perjalanan hidup manusia, agar tidak tersesat dalam gelapnya dunia yang penuh tantangan dan cobaan. Tak hanya bernilai spiritual, tradisi ini juga memainkan peran penting dalam pelestarian budaya lokal. Pawai obor mencerminkan harmoni antara nilai-nilai ajaran Islam dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sering kali masyarakat setempat memadukan unsur adat, budaya daerah, dan nuansa Islam dalam satu kesatuan kegiatan. Anak-anak dan remaja yang ikut serta dalam pawai sejak dini dikenalkan pada tradisi ini, sehingga nilai-nilai sejarah, estetika, dan identitas keagamaan serta kebangsaan dapat tertanam kuat dalam jiwa mereka. Kegiatan ini juga memperkuat solidaritas sosial dan mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam semangat kebersamaan, seluruh lapisan masyarakat—baik anak-anak, remaja, orang tua, tokoh agama, hingga aparat pemerintah—turut serta dalam pawai dengan antusias. Tidak sedikit pula yang datang dari luar daerah untuk menyaksikan atau ikut berpartisipasi, menjadikan pawai obor sebagai ajang wisata religi yang layak dilestarikan.  Selain itu, banyak penyelenggara pawai obor yang menyisipkan kegiatan sosial seperti santunan anak yatim, pembagian makanan gratis, hingga kampanye kebersihan dan perdamaian. Hal ini menunjukkan bahwa pawai obor juga menjadi wahana aktualisasi nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin—Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kontributor : Misbah Harahap Editor : Toto Budiman

Read More

Penelitian Ungkap ’AI’ Dorong Kenaikan Gaji & Lapangan Kerja, Bukan PHK Massal

Jakarta – 1miliarsantri.net : Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan ini tak selalu berarti ancaman untuk menggantikan pekerjaan manusia. Sebuah laporan terbaru dari PwC yang berjudul Global AI Jobs Barometer 2025 menepis kekhawatiran umum soal kecerdasan buatan (AI). Alih-alih menggantikan tenaga kerja manusia, teknologi ini justru mendorong peningkatan produktivitas, kenaikan gaji, dan penciptaan lebih banyak lapangan kerja di berbagai sektor. Meskipun terdapat kekhawatiran masyarakat terkait hadirnya AI dapat mengurangi nilai suatu pekerjaan bahkan menggantikannya, AI sejatinya membuat pekerja ’lebih bernilai’. Joe Atkinson, Kepala AI Global PwC mengatakan bahwa hal yang menyebabkan manusia bereaksi terkait isu ini adalah percepatan inovasi teknologi yang terjadi sangat cepat. ”Apa yang ditunjukkan oleh laporan tersebut, sebenarnya adalah keberadaan AI dapat menciptakan lapangan kerja baru. Kita tahu bahwa setiap kali terjadi revolusi industri itu lebih banyak pekerjaan yang tercipta daripada yang hilang. Tapi, tantangannya adalah keterampilan yang dibutuhkan pekerja untuk pekerjaan baru bisa sangat berbeda,” ujar Atkinson dikutip CNBC Make It. Dalam laporan tersebut, lapangan kerja dan gaji pekerja sama-sama naik di setiap pekerjaan yang mengadopsi AI dalam penerapannya seperti pekerjaan layanan pelanggan atau penggunaan perangkat lunak. Atkinson juga menerangkan bahwa tantangannya bukan tidak akan ada pekerjaan di masa depan, melainkan para pekerja harus siap beradaptasi dengan teknologi. AI sejatinya diproyeksi dan diciptakan sebagai jawaban untuk mendampingi serta meningkatan produktifitas pekerja, bukan untuk menggantikannya. Laporan tersebut menganalisis lebih dari 800 juta iklan pekerjaan dan ribuan laporan keuangan perusahaan di berbagai negara. Laporan itu juga menepis 6 mitos umum tentang dampak AI terhadap dinamika permasalahan kerja. Berikut ini adalah 6 mitos umum terkait kekhawatiran masyarakat dalam hadirnya AI dalam dunia kerja : Mitos : AI belum memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas pekerja. Laporan itu mengungkap bahwa sejak tahun 2022, pertumbuhan produktivitas disektor yang mengadopsi AI telah meningkat hampir empat kali lipat. Sementara itu, di sektor-sektor yang “paling tidak siap” terhadap AI itu mengalami sedikit penurunan. Menurut data PwC, industri yang terpapar AI seperti penerbitan perangkat lunak itu menunjukan pertumbuhan pendapatan per karyawan tiga kali lebih tinggi. Mitos : AI dapat berdampak terhadap penurunan gaji dan nilai suatu pekerjaan. Data tersebut menunjukan bahwa gaji pekerja dengan keterampilan AI rata-rata 56% lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja tanpa keterampilan AI dalam pekerjaan yang sama. Selain itu, upah meningkat dua kali lebih cepat di industri yang paling banyak terpapar AI dibandingkan dengan industri yang paling sedikit terpapar AI. Mitos : AI dapat menyebabkan menurunnya jumlah pekerjaan. Bersebrangan dengan itu, dalam laporan itu disebutkan, pekerjaan yang minim keterpaparan terhadap AI tumbuh pesat hingga 65% sepanjang 2019–2024. Menariknya, profesi yang lebih terdampak AI pun tetap mencatat pertumbuhan yang solid, meski lebih lambat, yakni sebesar 38%. Mitos : AI dapat memperburuk ketimpangan kesempatan dan upah bagi pekerja. Bertentangan dengan kekhawatiran itu, temuan laporan itu menunjukan bahwa upah dan lapangan kerja meningkat untuk pekerjaan yang mengoptimalisasi teknologi. Tercatat bahwa permintaan pemberi kerja terhadap gelar formal menurun lebih tinggi pada pekerjaan yang terpapar AI, sehingga menciptakan peluang yang lebih luas bagi pekerja tanpa gelar. Mitos : AI dapat menghilangkan keterampilan pekerjaan yang diotomatisasi. Laporan tersebut menemukan bahwa hadirnya AI justru dapat memperkaya pekerjaan yang dapat diotomatisasi dimana karayawan bebas dari tugas yang membosankan. Hal itu juga untuk melatih keterampilan yang lebih rumit dan mengukur analisis pengambilan keputusan. Misalnya, petugas entri data dapat berkembang menjadi peran yang lebih bernilai seperti analis data. Mitos : AI dapat menurunkan nilai pekerjaan yang sangat diotomatisasi. Data yang ditujukkan PwC adalah upah tidak hanya meningkat untuk pekerjaan yang diotomatisasi, tetapi teknologi membentuk pekerjaan tersebut menjadi kompleks yang membuat pekerja jauh lebih dihargai. Dalam penelitian ini, AI harus dipergunakan sebagai strategi pertumbuhan dengan nilai yang modern dan bukan sekedar strategi efisiensi belaka. Pentingnya untuk menghindari ambisi rendah dan jangka pendek untuk mengotomasi pekerjaan masa lalu, AI mendorong pekerjaan dan industri baru di masa yang akan datang. Peningkatan produktivitas yang dihasilkan oleh AI dinilai mampu menciptakan multiplier effect terhadap tenaga kerja yang tersedia guna mendorong pertumbuhan bisnis. ”AI jika dimanfaatkan secara kreatif sangat berpotensi memicu lahirnya berbagai jenis pekerjaan dan model bisnis baru. Sebagai gambaran, dua pertiga dari jenis pekerjaan di AS saat ini belum pernah ada pada tahun 1940 banyak di antaranya tercipta berkat kemajuan teknologi,” tulis laporan tersebut. Kontributor : Aghasy Editor : Toto Budiman

Read More

Makna Rukun Umroh : Mengasah Mental Pejuang  Tangguh, Siap Hadapi Ujian Kehidupan

Surabaya – 1miliarsantri.net : Sebagian masyarakat memandang umroh sekadar ibadah fisik, berpakaian ihram, thawaf, sa’i, hingga tahallul. Namun di balik setiap rukun yang dijalani, tersimpan pelajaran mendalam tentang ketundukan, kesabaran, dan perjuangan. Umroh sejatinya adalah latihan jiwa, di mana seorang Muslim ditempa untuk menjadi pribadi yang kuat, ikhlas, dan teguh dalam menghadapi ujian kehidupan. Setiap langkah di tanah suci bukan hanya ritual, tapi simbol perjalanan spiritual yang mengasah mental pejuang sejati. Mereka yang siap menghadapi dunia dengan hati yang bersih dan niat yang lurus. Mengasah jiwa untuk lapang dan tangguh menghadapi ujian apapun. Masih teringat dalam memori terkait percakapan teman tentang umroh. Dia menceletuk, “Mbak orang umroh itu lho 80% jalan-jalan lalu pamer. 20% paling ya ibadah. Sayang, uangnya.” Saat itu penulis memiliki impian untuk umroh di usia muda. Mendengar statement itu, sempat ragu menabung untuk umroh. Semua keraguan itu terjawab dari nasihat ustaz Sonny Abi Kim yang kebetulan muncul di fyp Tik Tok, “Umroh adalah saat yang paling indah untuk mengadu, menyampaikan segala keresahan, gelisah, sedih, cemas dan seringkali rasa yang membuat dada kita sempit. Maka semoga dengannya Allah karuniakan kepada kita dada yang lapang.” Dan alhamdulillah di awal tahun 2025 saat usia 30 tahun, Allah mengundang penulis dan keluarga untuk umroh. Selama perjalanan, MasyaAllah ini bukan sekadar jalan-jalan, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang memotivasi diri untuk lebih lapang menghadapi ujian. Ketika hidup terasa berat, jalan terlihat buntu, terbersit kata menyerah. Sejenak mengingat kembali pengalaman umroh, MasyaAllah rasanya ada energi masuk yang membuat diri ikhlas dan berani menghadapi apapun rintangan hidup. Lantas apa hubungan makna umroh dengan ujian hidup. Mari simak sampai akhir penjelasan detail dalam artikel ini!. Ihram: Pentingnya Tujuan Sejati Dalam Hidup Pertama kali miqat, hati terasa merinding seperti menjalani miniatur kematian. Tidak ada pakaian branded, ataupun semerbak parfum aroma mahal. Yang boleh dikenakan hanya sehelai kain putih tanpa jahitan dan wewangian.  Dari proses miqat mengingatkan kembali pentingnya memiliki tujuan sejati. Ketika seseorang memiliki tujuan besar, saat ditimpa badai ujian sekecil atau sebesar apapun tidak akan mudah menyerah dan terus bangkit. Dari pakaian Ihram saat miqat diingatkan kembali bahwa tujuan sejati manusia yaitu  “ “Innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʿūn”“. Bahwa diri ini berasal dari Allah, hidup untuk Allah dan kembali kepada Allah. Jika kita menjadikan Allah tujuan dalam melangkah, kita tidak merasa cemas dalam memikirkan masa depan yang tidak pasti. Allah akan selalu melindungi kita yang termaktub dalam Al-Baqarah ayat 112, “Orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah serta berbuat ihsan, akan mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.“ Tawaf: Butuh Konsisten Mencapai Tujuan Bagian rukun umroh yang membuat jantung berdebar adalah tawaf mengelilingi ka’bah ditengah jutaan umat manusia yang berdesak-desakan, kadang terasa sesak. Bagi introvert ini adalah tantangan tersendiri harus menghadapi keramaian. Anehnya penulis yang juga introvert, merasakan kedamaian mengelilingi ka’bah di tengah hiruk pikuk kerumunan lautan manusia. Dalam proses tawaf mencerminkan kehidupan itu sendiri. Dalam keseharian  kita harus terus berjalan, meski lelah. Kadang ada yang mendahului, kadang kita tertinggal. Tapi yang penting adalah tetap bergerak menuju tujuan. Dan terus berdoa agar tidak kehilangan harapan. Dalam proses mengelilingi ka’bah, sebagai manusia rasanya ditampar oleh realita. Selama hidup mungkin kita sering berjalan mengejar duniawi kesana kemari, lelah batin hingga akhirnya berniat untuk bunuh diri. Padahal mau berjalan sejauh manapun, hidup kita akan kembali dihadapan  Sang Maha Pencipta. Jika langkah demi langkah kita menuju Allah, rasanya jiwa ini lebih ikhlas, hidup lebih bermakna dan bersemangat menggali amal kebaikan. Sa’i: Menuju Tujuan Tak Lepas Dari Ujian Rukun umroh yang sangat melelahkan bahkan kepikiran untuk berhenti di putaran ke 4. Meskipun 3 bulan sebelum umroh rajin jalan kaki. Bolak-balik 7 kali dari Shafa dan Marwah sepanjang 3 km dalam waktu 2 jam. Langkah kaki terasa berat, napas memburu, badan goyah. Namun penulis terus berjalan karena teringat bagaimana perjuangan luar biasa Ibunda Hajar. Bayangan Ibunda Hajar harus berjuang seorang diri demi menyelamatkan bayi Ismail dari kehausan parah di tengah lembah gersang, panas, tandus yang tak berpenghuni. Tapi tekadnya sangat kuat untuk mendaki bukit terjal Shafa dan Marwah untuk mencari setetes air demi sang anak. Percobaan pertama hanya melihat hamparan pasir dan bebatuan. Namun Ibunda Hajar terus mendaki bolak-balik sebanyak 7 kali.  Hingga akhirnya Allah memberi pertolongannya dengan munculnya Zamzam dari hentakan kaki Ismail. Mata air yang terus mengalir sepanjang zaman. Dari kisah Ibunda Hajar diingatkan kembali bahwa kalau punya tujuan tak akan lepas dari ujian. “Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”  (Al-Baqarah:155). Sa’i juga bukti betapa Allah Sang Maha Kaya dan Pengasih. Ketika umatnya meminta setetes air malah diberikan sumber mata air. Dan ketika umatnya seorang diri mengalami penderitaan, Allah akan memberikan pertolongan langsung. Tahalul: Transformasi Menuju Perubahan Tahalul tak sekedar ritual potong rambut, ada pesan tersirat di dalamnya. Dari memotong rambut diajarkan untuk ikhlas melepas. Melepaskan bukan berarti berkurang, tapi justru bertumbuh. Dari Tahalul juga menjadi titik balik perubahan  dengan memulai membuka lembaran baru menjadi manusia seutuhnya. Yang mana bisa memaksimalkan intelektualitas, emosional, spiritualitas dan sosial untuk menghadapi tantangan hidup selanjutnya dengan hati yang suci, sabar, ikhlas dan cinta kepada Allah. Perjalanan umroh teramat jauh dan menjalani rukun umroh begitu melelahkan. Setiap doa dan tangisan yang membawa memori buruk, menyakitkan, dendam semua melebur yang tersisa hanyalah lapang dada, pikiran terbuka dan setiap langkah terasa mudah. Sepulang umroh menjadi manusia yang tegar. Apapun badai ujiannya yang terpenting terus bergerak, berjalan, dan berdoa. Semoga kita semua segera bisa diundang Allah ke Baitullah. Amin ya rabbal alamin. Kontributor : Iftitah Editor  : Toto Budiman

Read More

Marbot Academy Angkatan 6: Oase Pembinaan Generasi Muda Islam

Malang — 1miliarsantri.net : Di tengah derasnya arus informasi dan tantangan zaman, Marbot Academy Angkatan ke-6 hadir sebagai oase pembinaan generasi muda Islam. Sebanyak 31 peserta utusan masjid dan pribadi yang tergabung dalam program Marbot Academy Angkatan ke-6 mengikuti program ini selama liburan sekolah. Agenda yang dimulai sejak Kamis (26/06) ini, bukan sekadar pelatihan, tapi ruang tumbuh bagi generasi muda Islam untuk belajar mencintai masjid, membentuk karakter, dan mengasah kepemimpinan. Beragam materi kemasjidan disampaikan pemateri dengan pembelajaran bermakna dan suasana yang serius tapi santai. Mulai dari pembinaan ibadah, pelatihan keterampilan sosial hingga pelayanan umat. Bertempat di Lagzis Peduli-Rumah Relawan Sahabat Muda, Gadang, Kota Malang, kegiatan ini diselenggarakan oleh pasangan suami istri, Ustadz Deddy Wahyudi dan Ustadzah Tinto Dewi. Peserta menjalani kegiatan harian yang padat namun bermakna: dari shalat tahajud berjama’ah, ODOJ (One Day One Juz), kelas kajian, muroja’ah, hingga hafalan dan kelas keterampilan. Materi utama dikemas dalam bentuk Marbot Daily Activity (MDA) yang berlangsung selama dua pekan. Tampil sebagai salah satu pemateri Ustadz Deddy menekankan bahwa durasi dua pekan saja, tidaklah cukup untuk menyerap seluruh materi kemasjidan dan soft skill yang harus dimiliki seorang marbot masa kini.  “Karena selama 2 pekan itu kalian hanya menguasai MDA (Marbot Daily Activity), belum menguasai kompetensi penunjang yang lain. Oleh karena itu, perlu ditambah durasi waktunya menjadi 1 bulan hingga 3 bulan, agar kalian bisa menguasai semua materi seputar kemasjidan,” ujar beliau memotivasi para peserta. Beberapa program unggulan seperti Hidroponik, Pasar Bahagia, dan Gerakan Beras Masjid (GBM) memperkuat semangat sosial peserta. Pasar Bahagia yang digelar setiap Kamis dan Jumat pagi menjadi momen berbagi sayur hasil tanam hidroponik kepada ibu-ibu jamaah masjid, dan cukup dibayar dengan doa. Sementara itu, GBM melibatkan para peserta untuk mengemas dan menyalurkan sembako ke masyarakat sekitar. Peserta juga dilatih melaksanakan aktivitas galang dana atau fundraising. Sembari melakukan aktivitas seperti memasak, mengajar, hingga jurnalistik, sesuai pilihan masing-masing. Puncak pengalaman mereka terjadi pada tanggal 10 Juli 2025, saat 28 peserta Marbot Academy dipercaya menjadi panitia volunteer dalam Tabligh Akbar Internasional bersama Dr. Zakir Naik di Stadion Gajayana, Malang. Mereka ditugaskan dalam berbagai jobdesk, seperti registrasi, logistik, dokumentasi, medis, runner, tenant, konsumsi, crowd, parkir, keamanan, hingga kebersihan. Keterlibatan ini tidak hanya memberikan pengalaman teknis dalam event berskala besar, tetapi juga membuka wawasan keislaman lintas dunia. Meski sempat diwarnai penolakan oleh sebagian kelompok masyarakat dan sikap kritis dari sejumlah tokoh, kehadiran Dr. Zakir Naik tetap disambut antusias oleh ribuan jamaah. Kekhawatiran kalau ceramah beliau akan provokatif dan mengganggu ketentraman umat beragama di Kota Malang tidak terbukti. Beberapa organisasi seperti Muhammadiyah menyambut secara terbuka dan menjadikannya momen dakwah internasional, sementara kalangan Nahdlatul Ulama (NU) memberi catatan kritis terkait gaya dakwah perbandingan agama yang dinilai bisa menimbulkan polemik jika tidak kontekstual. Namun dalam pandangan peserta Marbot Academy, acara tersebut menjadi ruang belajar, baik dalam hal keilmuan, akhlak berdakwah, maupun manajemen kerelawanan umat. Salah satu peserta yang menginspirasi adalah Muhammad Isma’il, karna Marbot Academy belum pernah menangani peserta tuna netra di angkatan-angkatan sebelumnya. Muhammad Isma’il (31 thn) adalah seorang penyandang disabilitas tuna netra yang ikut aktif dalam seluruh rangkaian kegiatan. Berangkat dari rumahnya di daerah Ampel Kejeron, Ismail panggilan akrabnya terlihat senang dan antusias mengikuti rangkaian acara. Dengan semangat tinggi dia membawa beragam perlengkapan ibadah dan Al Qur’an braile yang merupakan  sebuah mushaf Alquran yang dirancang khusus bagi penyandang tunanetra. Dengan huruf-huruf timbul yang ada, para penyandang tunanetra akan lebih mudah membaca hanya dengan mengandalkan sensitifitas jari-jemari. Termasuk mengikuti kegiatan outdoor PLCC (Pesantren LIburan Camp Ceria) di Coban Rondo. Ia membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkontribusi.  “Meskipun saya tidak bisa melihat seperti teman-teman lain, saya tetap ingin ikut berkontribusi untuk masjid. Di sini, saya merasa diterima dan dibimbing. Semangat mereka menular, dan saya jadi yakin bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti belajar dan memberi manfaat.” — Muhammad Ismail, peserta Marbot Academy Angkatan 6 Marbot Academy Angkatan 6 bukan hanya tentang pelatihan teknis atau rutinitas ibadah, melainkan tentang menanamkan visi jangka panjang: membentuk generasi muda yang mencintai masjid, berakhlak mulia, dan siap menjadi pemimpin umat. Di tengah tantangan zaman yang kian kompleks, pembinaan seperti ini menjadi harapan baru, bahwa masjid tidak hanya dipenuhi oleh jamaah tua, tetapi juga oleh pemuda-pemuda yang bersemangat dan penuh dedikasi. Sebagai kejutan dan kenang-kenangan kepada peserta Marbot Academy Angkatan 6, selain memperoleh ilmu yang bermanfaat, panitia juga memberikan uang saku. Nominal jumlahnya berbeda-beda sesuai asal dari peserta. Peserta terjauh datang dari dari kota Pekan Baru, Propinsi Riau. Semoga jejak yang ditorehkan dalam program ini terus melahirkan marbot-marbot tangguh yang menjaga cahaya Islam tetap menyala di setiap sudut negeri. Kontributor Santri : Zufar Rauf Budiman Editor : Toto Budiman

Read More