Gus Nadir : Konteks Pancasila Sebenarnya Sudah Ada Jaman Walisongo

Sydney — 1miliarsantri.net : Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama ((PCINU) Australia dan New Zealand Prof Nadirsyah Hosen, menegaskan, Pancasila sebenarnya sudah ada sejak zaman Walisongo. Presiden Soekarno tinggal menyistematisasikannya. Ketika Bung Karno menyistematisasikan Pancasila, sejatinya sedang menggali nilai-nilai yang diajarkan Wali Songo. “Sehingga ketika sekarang kita berbicara kemanusiaan yang adil dan beradab maka kita melihat bahwa ternyata simbol sila ke-2 pancasila dalam diri kita adalah menara Kudus. ini yang tidak bisa dilupakan begitu saja karena sila tersebut cocok dengan apa yang diajarkan oleh kiai-kiai yang ada di pondok pesantren,” paparnya. Guru Besar Universitas Monash Australia itu menjelaskan, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) sering mengatakan dalam berbagai forum bahwa agama itu harus memanusiakan kembali sisi kemanusiaan. Jika agama membuat kita tidak kembali kepada jati diri kemanusiaan, maka ada sesuatu yang salah dalam doktrin dalam tafsir atau dalam pemahaman agama itu. Menurutnya, ketika Ketuhanan Yang Maha Esa dilanjutkan dengan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, maka semua pelaksanaan ajaran agama tidak boleh membuat seseorang menjadi manusia yang penuh ketidakadilan dan kebiadaban. Karena lawan dari adil adalah zalim maka sebagai manusia tidak boleh berlaku zalim. “Kita boleh membenci perilaku orang lain, sikap orang lain, tidak tanduk orang lain, tetapi kita tidak boleh membenci diri orang lain. Itu karena kita sesama manusia, dan setiap manusia itu mempunya roh ilahi yang dihembuskan dan membuat kita bernyawa,” kata Gus Nadir. Dalam salah satu hadits shahih menjelaskan, ketika ada iring-iringan jenazah orang Yahudi lewat, Nabi Muhammad berdiri menghormati. Lalu, para sahabat mengatakan kepada Nabi bahwa yang lewat itu jenazah Yahudi. “Tapi, bukankah dia manusia. Jadi, yang dilihat pertama bukan Yahudinya, tetapi manusianya. Karena itu, kita memanusiakan kembali kemanusiaan kita dan kita harus beradab,” tuturnya. “Tidak cukup kita hanya bersikap kemanusiaan kita yang adil tapi juga harus beradab. Yang paling penting lagi adalah bahwa yang dihasilkan oleh Sunan Kudus bentuknya adalah menara merupakan sebuah simbol peradaban manusia yang kemudian harus kita hormati sebagaimana kita menghormati tradisi intelektual di belahan dunia Islam saat itu,” ujarnya. Ia merasa bahwa benang merah yang menyatukan antara kemanusiaan yang adil dan kemanusiaan yang beradab itu adalah budaya. Tidak mungkin memiliki kemanusiaan yang adil dan tidak mungkin bisa kemanusiaan yang beradab jika menghilangkan tradisi. “Persoalannya sekarang adalah sejauh mana perhatian pemerintah terhadap hal-hal tersebut. Termasuk menara Kudus yang menjadi simbol dari kemanusiaan yang adil dan beradab,” kata Gus Nadir. “Mari kita suarakan kepada pihak pemerintah bahwa jika ingin melihat tonggak munculnya Islam Nusantara di Tanah Air, atau jika hendak melihat Indonesia sebagai laboratorium perdamaian dunia, melihat bahwa Indonesia sebagai contoh peradaban dunia yang adil dan beradab, maka pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab terhadap menara Kudus,” pungkasnya. (gir)

Read More

Panji Gumilang Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Penistaan Agama Dan Langsung Ditahan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Bareskrim Mabes Polri akhirnya resmi menetapkan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Indramayu, Jawa Barat, Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penistaan agama dan langsung ditahan. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, menyampaikan, penetapan tersangka ini sejalan dengan naiknya status kasus ini ke penyidikan. “Semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara PG menjadi tersangka. Penyidik langsung memberikan surat perintah penangkapan disertai dengan penetapan sebagai tersangka,” ujar Djuhandani Rahardjo Puro kepada media di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (01/08/2023). Djuhandani menambahkan, Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama berdasakan hasil dalam proses gelar perkara semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara PG menjadi tersangka. “Penyidik sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap Panji usai menetapkannya sebagai tersangka,” tambahnya. Dia mengungkap Panji dijerat Pasal 156A tentang Penistaan Agama dan atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. (wink)

Read More

Diduga Gerbang Raksasa Kerajaan Kuno Ini Dibangun Tahun 930 M

Mojokerto — 1miliarsantri.net : Beberapa peninggalan kerajaan Majapahit banyak yang tersebar di Provinsi Jawa Timur (Jatim), seperti candi atau situs sejarah lainnya. Hal tersebut mengingat konon pusat kerajaan Majapahit pada saat itu terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Sebagai salah satu kerajaan terbesar di Indonesia, jelas masih banyak terdapat peninggalan Majapahit yang terkubur di wilayah Jatim. Oleh karena itu, pencarian situs-situs sejarah peninggalan Majapahit masih dilakukan oleh para ahli, baik yang berasal dari dalam negeri sendiri maupun para arkelolog dari luar negeri. Namun, justru yang ditemukan adalah diduga gerbang raksasa yang berada di situs Gemekan peninggalan Mataram Kuno. Situs tersebut berada di Dusun Kedawung, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jatim. Lokasinya tak jauh dari pusat kerajaan Majapahit di Kecamatan Trowulan, hanya sekitar 5 kilometer. Usia dari candi yang berada di situs tersebut diduga lebih tua dari Kerajaan Majapahit. Melihat dari penemuan prasasti di situs tersebut, diperkirakan candi tersebut dibuat pada tahun 930 Masehi. Candi itu lebih tua dari berdirinya Kerajaan Majapahit, yang didirikan sekitar abad ke-12 Masehi. Situs Gemekan diduga peninggalan era Mataram Kuno yang ditemukan di area tengah persawahan warga setempat. Candi tersebut diduga dikelilingi oleh struktur pagar dengan ketebalan mencapai 58 cm. Pagar itu berbahan bata yang terlihat masih bagus dan utuh tidak lapuk oleh tanah. Selain itu, pecahan-pecahan barang berharga lainnya seperti tembikar juga ditemukan di dalam area itu. Situs Gemekan adalah peninggalan Mataram Kuno pra Majapahit era era Sri Maharaja Empu Sindok. Situs tersebut memiliki dua lapis dinding, yang di area tengahnya terdapat sebuah candi. Dari dinding luar ke dalam memiliki jarak sekitar 3 meter, dan dari candi ke dinding dalam berjarak 10 meter. Pagar situs tersebut memiliki panjang lebih dari 40 meter, yang sekilas mirip Candi Sambisari di Sleman. Candi yang diduga lebih tua dari Majapahit itu memiliki gerbang raksasa di antara pagar yang mengelilinginya. (sin)

Read More

Indonesia Mendapat Penghargaan Pemerintah Kerajaan Saudi

Jeddah — 1miliarsantri.net : Pemerintah Kerajaan Saudi memberikan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia sebagai negara pengirim jamaah haji terbanyak. Selain Indonesia, Pakistan dan Bangladesh juga mendapat apresiasi serupa dari Pemerintah Saudi. Penghargaan diberikan langsung oleh Wakil Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Saudi, Abdul Fattah Mashat di Jeddah. Dari Indonesia, hadir Konsul Haji KJRI Jeddah Nasrullah Jasam. Sebagaimana diketahui, tahun ini Indonesia mendapat porsi 221.000 kuota haji. Selain itu, ada tambahan 8.000 sehingga total kuotanya adalah 229.000 jemaah haji, terdiri atas haji reguler dan haji khusus. Sementara kuota Pakistan sekitar 179.000 dan Bangladesh 127.000. “Kementerian Haji dan Umrah menggelar acara apresiasi di Jeddah untuk semua instansi yang terlibat dalam pelaksanaan ibadah haji 1444 H. Indonesia, Pakistan, dan Banglades, sebagai representasi negara pengirim jemaah terbesar, mendapat apresiasi. Saya hadir mewakili Indonesia,” terang Nasrullah di Jeddah, Senin (31/07/2023). Nasrullah menambahkan, apresiasi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas kerjasama dalam proses pelayanan jamaah haji, utamanya selama masa kedatangan dan kepulangan jemaah. “Jadi ini khususnya terkait dengan pelayanan di Jeddah, atas sinergi pelayanan dengan GACA, Wukala, Keamanan Bandara, termasuk dalam proses layanan fast track, dan program lainnya,” jelas Nasrullah. “Pada tahun 2022 lalu Indonesia juga mendapat penghargaan yang sama. Saat itu, penghargaan diberikan kepada Indonesia, Pakistan, dan India. Tahun ini, Indonesia kembali mendapat penghargaan, bersama Pakistan dan Bangladesh,” tegasnya. Operasional ibadah haji Indonesia saat ini masih berlangsung. Data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat hingga pukul 06.00 waktu Arab Saudi, sudah ada 188.251 jemaah haji Indonesia yang pulang ke Tanah Air. Mereka tergabung dalam 500 kelompok terbang (kloter). Pada fase kedatangan, tercatat ada 558 kloter yang tiba di Arab Saudi dengan 209.782 jemaah haji reguler. “Sebagian jemaah haji reguler asal Indonesia, saat ini masih di Madinah. Kloter terakhir dari Madinah akan terbang pada 4 Agustus 2023 dan itu sekaligus menandai berakhirnya operasional hajj Indonesia tahun ini,” pungkasnya. (dul)

Read More

Gus Baha : Muslim Sangat Perlu Belajar dan Menguasai Ilmu Fiqih

Jakarta — 1miliarsantri.net : Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU,) KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) kembali menjelaskan betapa pentingnya memahami ilmu fiqih dalam beragama. Dia mengatakan para kiai ahli fiqih harus bangga karena ilmu atau kealiman yang dimiliki. “Sebab, kalau kita menjadi wali, mungkin yang sowan kepada kita akan banyak dan gulamu (untuk menggambarkan hadiah yang diberikan saat seseorang sowan) banyak. Tapi kalau kita menjadi seorang yang ahli ilmu atau alim, orang yang mengaji kepada kita akan banyak dan orang yang menjadi tahu soal ilmu fiqih juga banyak,” terang Gus Baha, Senin (31/07/2023). Saat mengisi pengajian umum dalam rangka haul Kiai Ahmad Mutamakkin di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah Kamis (27/07/2023), Gus Baha mengatakan di era modern ini agak ruwet dengan adanya fenomena orang yang tidak mandi, rambutnya gondrong, di pinggir gunung dan tidak pernah keluar, sudah dianggap wali. Berbeda dengan orang alim yang mandi, dandanannya rapi dan pakai parfum, pasti tidak akan ada yang menganggapnya wali. “Padahal bisa saja dia (yang dandanannya rapi) wali,” lanjutnya. Gus Baha menyebut, bila seseorang menjadi wali yang mendapatkan manfaat adalah diri pribadi orang itu saja, sebab orang itulah yang diberi uang, misalnya, dan dihormati. Namun jika menjadi alim, yang akan mendapat manfaat yakni agama Islam. Dengan alim atau ahli fiqih, orang-orang menjadi mengaji kepada orang alim tersebut. “Jadi orang-orang ingin belajar fiqih, cara shalat, cara haji, cara istinja’, dan belajar Islam secara benar,” ungkapnya. Kealiman atau kedalaman ilmu tersebut, menurut Gus Baha juga sesuai khazanah keluarga Kiai Kajen yang ta’dimul ilmi atau ilmu adalah segala-galanya. Pada kesempatan itu, Gus Baha juga mengisahkan bahwa ia pernah mendengar cerita Mbah Mu’adz Thohir, pengasuh Pondok Pesantren Kulon Banon dan Pondok Pesantren Roudhoh At-Thohriyyah Kajen. “Dulu ada anak Kajen yang hendak mondok di suatu pondok pesantren. Karena mushalanya ada najis dan tidak disucikan, akhirnya anak tersebut tidak jadi dipondokkan di situ,” kisahnya. Menurut Gus Baha, ukuran atau standar akan hal itu adalah ilmu fiqih. “Jadi kalau ada orang ahli fiqih yang memetik buahnya ialah agama Islam. Karena orang-orang jadi tahu halal haram, cara bersuci, cara shalat dan lain sebagainya,” pungkas Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran LP3IA ini. (fat)

Read More

Mbah Kholil Sudah Membaca Nadzom Alfiyah Secara Terbalik

Surabaya — 1miliarsantri.net : Siapa yang tidak kenal atau minimal pernah mendengar nama Syaikhona Kholil (Mbah Kholil) Bangkalan, Madura. Beliau adalah seorang ulama besar yang sangat masyhur dan dikenal sebagai maha guru para kiai dan ulama Nusantara. Santri-santrinya banyak yang kemudian menjadi ulama berpengaruh di Indonesia, di antaranya adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari dan juga beberapa tokoh kyai lainnya. Merujuk pada buku “99 Kiia Kharismatik Indonesia: Riwayat, Perjuangan, Doa, dan Hizib” terbitan Keira, Syaikhonan Kholil lahir di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura pada 11 Jumadil Akhir 1235 H/1820 M. Ayahnya, KH Abdul Latif kemudian memberinya nama Muhammad Kholil. Kiai Latif berharap putranya ini kelak menjadi pemimpin umat. Seusai mengadzani telinga kanan dan mengiqamati telinga kiri sang bayi, Kiai Latif memohon kepada Allah agar mengabulkan permohonannya. Sejak kecil Mbah Kholil sudah menunjukkan kecerdasan dan keistimewaannya, di mana ia sudah hafal dengan baik nazham Alfiyah Ibnu Malik, seribu bait ilmu nahwu. Bahkan, saking cerdasnya, Kholil mampu menghafal nazham ini secara terbalik, dari bait paling akhir ke bait depan atau dalam istilah Jawa disebut dengan nyungsang. Adalah sangat memalukan jika seorang santri atau bahkan kiai membaca kitab kuning tanpa memperhatikan atau bahkan menyalahi kaidah tata bahasa Arab yang baik dan benar. Suatu kesalahan kecil dalam membaca kitab kuning dalam tradisi pesantren dapat mengurangi muruah seorang santri atau kiai. Kegandrungannya pada bait-bait alfiyah ini ia bawa sampai tua. Sering orang bertanya tentang berbagai hal, termasuk hal-hal gaib, ia jawab dengan satu dua bait nazham Alfiyah. Ini dimaksudkan agar orang yang bertanya tersebut mau berpikir lebih lanjut atau malah mau belajar Alfiyah. Ia pun memberikan apresiasi tinggi kepada orang-orang yang hafal nazham Alfiyah. Kiai Kholil sangat gemar akan kitab Alfiyah, sehingga ketika santrinya akan pulang ke kampung halamannya dan meminta izin kepadanya, maka yang dijadikan syarat adalah menghafal Alfiyah. Jika santrinya tersebut tidak hafal, maka ia tidak akan diberikan izin. (har)

Read More

UAH : Kekayaan Abdurrahman bin Auf Mencapai Rp 7.200 Triliun

Jakarta — 1miliarsantri.net : Diantara sekian banyak sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi yang dikenal paling kaya di masa tersebut. Ia bisa menjadi kaya karena kepandaian dan kepiawaiannya dalam mengelola bisnis dan berbagai macam usaha nya. Kekayaan Abdurrahman bin Auf yang melimpah, membuat Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyebutnya “orang yang kebangetan kaya”. Bahkan, harta Abdurrahman bin Auf bila dikonversikan dengan nilai saat ini bisa mengalahkan kekayaan Elon Musk dan Jeff Bezos. UAH menyampaikan, kekayaan milik Abdurrahman bin Auf jika dikonversi dengan nilai mata uang Indonesia bisa mencapai Rp 72.000 triliun. “Saking kaya bangetnya Abdurrahman bin Auf, kebangetan kayanya. Saya konversi nilai kekayaannya, kalau dulu dikonversi ke sekarang, itu jumlahnya Rp72.000 triliun,” terang UAH. Sementara kekayaan Elon Musk, CEO Tesla, hanya berjumlah Rp3.000 triliun. Itu pun kekayaannya baru mengalami penurunan menjadi Rp2.800 triliun. Begitu pun dengan Jeff Bezos, pendiri Amazon, dengan kekayaan mencapai Rp1.800 triliun. “Orang paling kaya sekarang, (kekayaannya) Rp3.000 triliun. Abdurrahman bin Auf, Rp72.000 triliun. Kebangetan nggak tuh?” lanjut UAH. Meski demikian, Abdurrahman bin Auf dikenal sangat dermawan dan sering memerdekakan budak, sehingga bisa dikata dibalik kekayaan nya, Abdurrahman bin Auf tidak pernah memandang remeh orang lain dan kerap bersedekah. (tin)

Read More

Tafsir Al-Qur’an dan Lanskap Kejawaan adalah Transmisi dan Strategi Budaya

Surakarta – 1miliarsantri.net : Melatar belakangi banyak nya terdapat karya tafsir Al-Qur’an yang diterjemahkan dan ditulis dalam bahasa Jawa. Namun sayangnya luput dari perhatian para peneliti, terlebih peneliti Barat. Padahal karya-karya itu memiliki kedalaman dan kekhasan. Hal itu menjadi pandangan sekaligus Pidato yang disampaikan Islah Gusmian bertajuk “Tafsir Al-Qur’an dan Lanskap Kejawaan: Resepsi, Transmisi dan Strategi Budaya”. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta itu dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Tafsir. “Al-Qur’an harus dipahami pesan-pesannya, bagaimana pergumulan yang terjadi, sejauh mana nilai dan tradisi Jawa berperan dalam membangun dan menghasilkan suatu tafsir serta bagaimana nilai-nilai Jawa dibawa dan Al-Qur’an diresapi, menjadi hal-hal yang menarik dikaji,” terang Islah dalam pidato pengukuhan nya sebagai Guru Besar ke-16 UIN Raden Mas Said Surakarta. Islah mengisahkan perhatiannya pada karya-karya mufasir yang mempublikasikan tafsir Al-Qur’an dengan sejumlah perangkat kebudayaan (bahasa) Jawa. Ia menyebut sejumlah nama: Kiai Salih bin Umar al-Samarani (1820-1903), Kiai Imam Ghozali Solo (1887-1969), ST. Cahyati, Raden Muhammad Qamar/Tafsir Anom V (1854-1927), Raden Muhammad Adnan (1889-1969), Bagus Ngarpah, Munawar Chalil (1908-1961), Kiai Bisri Mustafa (1916-1994), Kiai Mujab Mahalli (1958-2003), Bakri Syahid (1918-1994) hingga Kiai Shodiq Hamzah. Dalam pidatonya, Islah menceritakan minat dan ketertarikannya akan naskah-naskah tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa sejak ia menjadi dosen di UIN Surakarta. Hubungan antara Al-Qur’an dan tafsir dengan ruang batin Jawa yang terabaikan di tradisi akademik menjadi kegelisahan Islah. Ia pun mendirikan Pusat Kajian Naskah dan Khazanah Islam Nusantara di kampusnya. Islah lantas mengumpulkan satu persatu naskah keagamaan hingga mencapai ribuan untuk ia dokumentasi, digitalisasi dan teliti. Salah satu hasil dari ketekunannya adalah karya disertasi pada tahun 2014 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang dialektika tafsir Al-Qur’an dan praktik politik rezim Orde Baru (1968-1998). “Dalam riset itu saya menunjukkan bahwa sebagai produk ilmu pengetahuan, penafsiran Al-Qur’an dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor genealogi pengetahun penafsir, audiens, konteks sosial politik ketika tafsir ditulis dan dipublikasikan. Ada pengaruh latar belakang, peran sosial, budaya, dan politik penafsir,” ucap Islah. Dalam kajian tafsir Al-Qur’an yang menjadi pusat kajian tidak hanya pada teks (Al-Qur’an). Sejak era klasik, selain memahami dan mengacu teks Al-Qur’an dengan segala sistem kebahasaan di dalamnya, dalam penafsiran diperlukan juga pemahaman atas konteks di luar teks, baik konteks mikro (audien dan objek yang diajak berbicara saat teks Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad) maupun konteks makro (kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Arab), serta konteks sejarah sosial-budaya ketika penafsiran dilakukan. Di Jawa, penafsiran ayat Al-Qur’an telah lama dilakukan oleh para ulama. Dapat kita tengok misalnya naskah koleksi Syaikh Akhmad Mutamakkin (1645-1740) yang disebut Naskah Kajen. Naskah tersebut ditulis dengan aksara Pegon dan teknik makna gandul. Kita catat pula kontribusi Kiai Bagus Ngarpah yang mengelola madrasah Manbaul Ulum Surakarta, yang menerjemahkan tafsir Al-Jalalain dan menerjemahkan Al-Qur’an dalam Bahasa Jawa aksara Carakan berjudul Quran Jawen. Usaha Kiai Bagus Ngarpah disponsori Perkumpulan Sastrawan Waradama dan dibiayai Keraton Surakarta. Pada perkembangan berikutnya, kita dapat cermati Tafsir Soerat Wal ‘Asri karya St Chayati di Tulungagung yang dicetak oleh Penerbit Worosoesilo Surakarta pada 1925. Juga Tafsir Al-Qur’an Lengkap karya Moh Amin bin Ngabdul Muslim yang dicetak Penerbit Siti Sjamsijah Solo tahun 1932-1935. Kedua karya tersebut ditulis dalam aksara Carakan. Penerbit Siti Sjamsijah Solo juga menerbitkan Quran Jawen dan Tafsir Qur’an Pandam lan Pandoming Dumadi tahun 1928-1930. Masih di Solo, Imam Ghozali bin Chasan Oestadz (guru di madrasah Manbaul Ulum Surakarta) menerbitkan Tafsir Al-Balagh (1938) dengan aksara Pegon dan latin. Tafsir tersebut dipublikasikan dalam bentuk booklet secara serial serta dicetak dan diterbitkan Toko Kitab Al-Ma’moerijah Sorosejan Solo. Penulisan tafsir Al-Qur’an Bahasa Jawa berjalan dinamis dari masa ke masa. Pada kahir 1970-an, Dja’far Amir, guru di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), sekarang MAN 2 Surakarta, menerbitkan Al-Huda: Tafsir Al-Qur’an Basa Jawi. Cetakan pertama tafsir ini bertahun 1972. Terbaru, pada 2019, Kiai Shodiq Hamzah Usman menulis tafsir Al-Bayan fi Ma’rifati Ma’ani al-Qur’an dan terbit tahun 2020 di Yogyakarta. “Al-Qur’an dan Islam diresepsi, diadopsi, diadaptasi dan ditransformasikan para ulama di Jawa secara dinamis dan kreatif dalam ruang batin dan kesadaran masyarakat. Jowo digowo, Arab digarap, Barat diruwat mencerminkan praktik tersebut. Jowo digowo mengandung pesan jangan pernah meninggalkan nilai dan tradisi baik yang telah hidup dalam kesadaran mayarakat Jawa. Arab digarap artinya segala yang datang dari Arab sebaiknya dipelajari, dimengerti dan dipahami terlebih dahulu dengan baik. Sedangkan Barat diruwat artinya segala hal yang mengalir dari Barat selaiknya dipilah dan dipilih yang sesuai nilai kehidupan masyarakat. Dan para penulis tafsir Al-Qur’an Jawa telah membuktikannya secara elegan dalam beragam tafsir Al-Qur’an yang mereka tulis,” tutup Islah. (bib)

Read More

KH Nasaruddin Umar : Generasi Muda Sekarang Harusnya Meniru Apa Yang Pernah Dilakukan Nabi Muhammad SAW

Jakarta — 1miliarsantri.net : Generasi muda di jaman sekarang ini harusnya bisa mencontoh apa saja yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW saat masih muda. Terlahir sebagai anak Yatim Piatu, namun memiliki pribadi dan sosok yang kuat dan amanah. Kuat dan amanah merupakan dua karakter yang saling berkaitan. Demikian uraian Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Nasaruddin Umar dalam dalam sebuah Kajian seusai sholat Subuh di Masjid Istiqlal Jakarta, Minggu (30/07/2023) “Sesungguhnya yang paling pantas untuk dipekerjakan adalah orang yang terpercaya (menjaga amanah) dan kuat. Al-amin (orang terpercaya) tanpa Al-Qawiyyu (kuat) tidak menjanjikan, begitupun sebaliknya,” ungkap KH Nasaruddin. KH Nasaruddin menambahkan, antara kejujuran dan kekuatan dapat menimbulkan sinergi, sehingga bisa membentuk suatu kekuatan bagi pemuda dalam memimpin organisasi, ataupun berperan di barisan dakwah. “Sinergi antara al-amin dan al-qawiyyu akan menjanjikan, sehingga jadilah al-amin dan al-qawiyyu, agar memiliki power,” lanjut KH Nasaruddin. Dia mengajak para pemuda untuk meniru Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Dia juga memaparkan latar belakang Rasulullah SAW diberi gelar Al-Amin, yaitu saat beliau dimintai pendapatnya terkait pemindahan Hajar Aswad. “Mari kita contoh seorang pemuda yang namanya Muhammad. Beliau sudah mendapat gelar Al-amin saat belum dewasa,” ujarnya. Saat itu terjadi banjir besar di Mekkah. Rasulullah SAW berusia 35 tahun. Kaum Quraisy bermaksud membangun kembali Kabah yang hancur setelah diterjang banjir. Ketika pembangunan Kabah telah selesai, terjadi perselisihan mengenai pihak yang berhak meletakkan Hajar Aswad. Semua kabilah bertekad bisa meletakkan Hajar Aswad. Kemudian Abu Umayyah bin Mughiroh sebagai orang tertua di antara semua kabilah menawarkan jalan keluar. “Barangsiapa yang pertama kali masuk melalui pintu as-Shofa maka ialah yang berhak untuk mengambil kebijakan tentang peletakkan Hajar Aswad tersebut,” katanya. Ternyata Allah SWT menakdirkan orang yang pertama kali memasuki pintu masjid adalah Rasulullah SAW. Ketika melihat Rasulullah SAW, mereka berkata, “Ini adalah al-Amin dan kami ridho terhadap keputusannya.” Mereka pun menjelaskan apa yang terjadi kepada Nabi Muhammad. Kemudian dengan kebijaksanaannya, Nabi Muhammad meminta kain lalu mengangkat Hajar Aswad ke atas kain tersebut dengan tanggannya. Setelah itu, beliau meminta setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya menuju tempat Hajar Aswad. Nabi Muhammad mengangkat Hajar Aswad dari kain lalu meletakkannya di tempat semula. Itulah sosok Al-amin yang bijaksana, sosok tauladan bagi seluruh manusia, Rasulullah SAW. Dari peristiwa di atas juga, KH Nasaruddin berpesan agar menjadi pemuda yang dapat berpikir melampaui zamannya. “Kedepan biasakan diri untuk berpikir yang beragam. (Kalau) macet opsi satu, siap opsi kedua. Loncati masa depan lebih cepat, waktu umur muda, tapi wawasannya sudah dewasa,” pumgkasnya. (rid)

Read More