Dosen Muda ITB Usia 27 Tahun Raih Gelar Ph.D

Bandung — 1miliarsantri.net : Institut Teknologi Bogor (ITB) memiliki dosen sangat muda, dan mungkin bisa dikatakan termuda, usianya baru 27 tahun. Namanya Nila Armelia Windasari. Yang juga mengagumkan, di usia yang masih muda. Nila sudah menyandang Ph.D.

Nila yang kini mengajar di Sekolah Bisnis Management (SBM) ITB benar benar menginspirasi. Selain punya gelar S.A, MBA, dan Ph.D, Nila diikenal sebagai dosen yang menyenangkan mahasiswanya: sangat care full dan komunikatif.

Peraih master bidang philosophy ini, saat masih SMA, ia mengikuti program akselerasi dan menyelesaikan gelar sarjananya dalam tujuh semester di Universitas Airlangga.

Ia melanjutkan studi dan meraih gelar master dalam tiga semester di Asia University, Taiwan. Sedangkan studi S3 ia jalani di National Tsing Hua University, Hsinchua, Taiwan.

Kegiatan mengajar bukan hal baru baginya. Kedua orang tua, kakek, dan mertuanya adalah guru. Hal itu membuatnya merasa nyaman ketika menjadi dosen. Meski begitu, hal yang paling disukai olehnya saat menjalani profesi tersebut adalah belajar dari mahasiswa.

“Terutama ketika di SBM dan di level postgraduate, dari diskusi di kelas, saya belajar sesuatu dari mereka, dari pengalaman dan praktik mereka yang tentu industrinya bervariasi. Dan ketika bisa membantu mereka untuk belajar lebih dalam, buat saya itu rewarding,” terangnya kepada 1miliarsantri.net, Sabtu (4/5/2024).

Sebelum mengajar di SBM ITB sejak tahun 2018, Nila, menjadi dosen selama empat tahun di Universitas Terbuka di Taiwan. Hingga kini, sudah ratusan mahasiswa yang dibimbing. Menariknya, dosen muda ini mengingat tesis dari setiap mahasiswa yang dibimbingnya. Hal itu karena prinsipnya yang tidak hanya ingin mahasiswa sekadar lulus tetapi tercipta solusi untuk masalah dalam topik yang dibahas.

“Tesis di MBA itu problem solving yang riil, bukan hanya hypothetical. Itu permasalahan yang riil dari perusahaan yang mereka bawa. Penting bagi mereka untuk betul-betul bukan hanya selesai tapi masalahnya solved,” tuturnya.

Oleh karena itu, tidak jarang revisi dilakukan berkali-kali. Nila menilai itu bukan hal yang jelek. “Itu menunjukkan kompleksitas permasalah yang dibawa mahasiswa.

Ketika dia berhasil memecahkan, itu adalah achievement buat dia, bukan hanya untuk saya. Jadi, tidak hanya sebuah pertanda bahwa tugas akhir itu diselesaikan, tapi bahwa permasalah riil itu bisa dia selesaikan dan bisa diaplikasikan, buat saya itu penting,” katanya.

Dalam proses bimbingan, selain bertemu langsung, salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan adalah dengan thread email. Thread tersebut khusus membicarakan topik skripsi, tesis, maupun disertasi. Hal ini karena tesis merupakan produk tertulis dan agar ada riwayat bimbingan. Ia pun responsif untuk menanggapi hal tersebut.

“Semuanya via email dan via pertemuan. Tapi saya juga yakinkan bahwa saya menjawab email itu sama cepatnya dengan saya membalas WhatsApp,” sambung dosen yang hobi menonton film dan baca buku ini.

Dengan menjadi bagian di SBM ITB, Nila mengaku mendapatkan standar mengajar yang cukup menantang. Misalnya, setiap tugas harus diberikan tanggapan.

“Itu yang akhirnya saya pegang sampai sekarang bahwa kita tidak boleh asal memberi tugas kemudian dibiarkan. Setiap tugas harus diberikan feedback. Termasuk ketika ujian, mana yang susah, dan lain-lain. Selain itu, kita harus available. Artinya tidak harus di depan mahasiswa, tapi mereka harus tahu bahwa selama mereka menjadi mahasiswa ITB, kapanpun mereka butuh saya mereka bisa hubungi saya,” imbuhnya.

Saat ini, Nila banyak membimbing mahasiswa magister dan sarjana. Terkait kesan dalam mengajar mahasiswa, Nila mengatakan,

“Menurut saya, tidak hanya saya, tapi semua pengajar pasti akan punya kepuasan tersendiri ketika apa yang diajarkan itu betul-betul bermanfaat. Kalau bahasa orang Islam itu berkah. Jadi, berkahnya itu panjang,” pungkasnya. (lam)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *