Bukti Manuskrip Orang Suku Jawa Memiliki Nasab Hingga Ke Rasulullah SAW

Surabaya — 1miliarsantri.net : Sejarah yang mengatakan bahwa orang-orang suku Jawa memiliki nasab sambung dengan Rasulullah Muhammad SAW sepertinya bukan hanya rumor biasa. Fakta sejarah tentang suku Jawa memiliki nasab sambung dengan Rasulullah SAW ini sempat dijelaskan secara gamblang melalui manuskrip kuno yang dimiliki oleh salah satu Pakar Ilmu Filologi Universitas Airlangga Surabaya, Ust Menachem Ali. Dalam kesempatanya saat menjadi narasumber primer di chanel Youtube MARETDUATUJUH, Ust Menachem Ali mengatakan, bahwa agama Islam dengan Jawa tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut kata, Ust Menachem Ali, dibuktikan dengan adanya beberapa literasi manuskrip kuno berbahan kertas deluwang (kertas khas orang Jawa) yang isinya memadukan antara huruf besar berbahasa arab dengan huruf kecil berbahasa Jawa namun, menggunakan aksara jawa. “Jadi antara keislaman dan kejawaan, itu tidak bisa dipisah. Itulah sebabnya muncul literasi model seperti ini. Dan ini buktinya berbasis dokumen,” ungkapnya. Bukti lain yang membuktikan jika Islam dan Jawa tak terpisahkan juga ditunjukan oleh Ust Menachem Ali, melalui sebuah dokumen karya literasi dari ringkasan muhtasor bernama Bidayaturohman terbitan tahun 1935 yang dibuat oleh Kiai Saleh Darat yang merupakan penerjemah sekaligus guru dari Raden Ajeng Kartini yang dibelinya langsung dari Mesir. “Karya ini diterbitkan langsung di Mesir. Pertanyaan sekarang, kenapa karya ini diterbitkan di Mesir? Berarti ada relasi antara arab dengan jawa di Mesir. Dan huruf pada karya tersebut sangat jelas, bahasanya menggunakan bahasa jawa tapi, hurufnya arab. Ini penting, artinya jangan dipisah antara kejawaan dengan keislaman,” bebernya. Menariknya lagi dan ini sering menjadi pusat perhatian kita bersama, ditambahkan Ust Menachem Ali, jika membahas Bani Jawi ada beberapa dokumen yang harus dilihat. Bani Jawi sendiri kata Ust Menachem Ali, menggambarkan sosok orang Jawa yang tidak dapat dipisahkan dari Islam. Dimana memori kolektif orang Jawa tidak dapat dipisahkan dari sosok Nabi Ismail atau Aji Saka (nama asli Joko Songkolo) yang merupakan nenek moyang dari orang Jawa. Dan ternyata jika dilihat dari beberapa manuskrip yang ada di Jawa, Madura maupun Sunda, semua mengenal sosok tokoh yang bernama Aji Saka atau Aji Soko. Dan itu adalah bagian bukti dari sebuah memori kolektif. Dimana memori kolektif, itu berarti diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang menjadi bagian dari warisan generasi. “Di dalam manuskrip ini penulisnya adalah Ki Bagus Burhan yang memiliki nama julukan Ronggo Warsito. Ronggo Warsito sendiri lahir pada 1802 dan wafat 1873 Masehi. Sedangkan lembaga nasab yang terkenal Robitoh Alawiyah baru didirikan 1928 Masehi. Sementara Ronggo Warsito sebagai penulis Serat Paramayugo itu wafat pada 1873 Masehi. Pertanyaan sekarang, siapa Ronggo Warsito itu?” tandasnya. Ronggo Warsito sendiri, menurut Ust Menachem Ali, memiliki nama asli Ki Bagus Burhan yang merupakan murid langsung dari Kia Khasan Basari pimpinan Ponpes Tegal Sari dan sangat tersohor si era belanda. Lalu, jika dirunut nasabnya, Ki Bagus Burhan atau Ronggo Warsito itu adalah putra dari Yosodipuro Surakarta hingga nasabnya beliau sambung kepada Joko Tingkir alias Sultan Hadiwijoyo. Sementara siapa Sultan Hadiwijoyo? Sultan Hadiwijoyo, nasabnya sendiri berada di urutan ke 23 dari Kanjeng Nasi Muhamad SAW. “Jadi ini jelas. Ada catatan keluarganya. Namanya memang jawa, tapi nama arabnya tidak muncul di dalam ini (manuskrip). Jadi sekali lagi, ini sangat menarik jika dirunut,” ucapnya. Sementara jika melihat lebih jauh lagi dari sebuah catatan berjudul Serat Paramayoga yang dibuat oleh Ronggo Warsito, kata Ust Menachem Ali, muncul sebuah nama tokoh yang sempat disebutkan. Nama tokoh yang disebut adalah Aji Soko. Dimana Aji Soko merupakan keturunan dari Prabu Sarkil. “Di dalam karya tersebut juga disebutkan Kitab Jibta Soro. Nama kitab yang dimaksud ini bukan seperti bahasa arab. Dan ini adalah PR bagi orang jawa untuk mencarinya. Tolong cari kitab Jibta Soro. Karena itu akan menjadi rujukan dari Ronggo Warsito. Bahkan, disebutkan juga Kitab Mila Duniren juga di dalamnya. Disini juga disebutkan siapa itu Prabu Sarkil? Jadi Prabu Sarkil, itu masih keturunan dari Nabi Ismail. Sementara Aji Soko, itu nasabnya nyambung dengan Prabu Sarkil. Dan Aji Soko adalah datuknya dari orang-orang jawa,” lanjutnya. Maka masih dijelaskan oleh Ust Mechanem Ali, pada teks akhir karya tersebut turut disebutkan bahwa Aji Soko ngajawi (menjadi orang jawa). Sehingga menurut Ust Mechanem Ali, jika memori kolektif orang jawa disambungkan ke Nabi Ismail, tidak mungkin orang jawa itu tidak muslim. Karena jika mereka sudah menjadi jawa, maka mereka akan merasa menjadi keturunan dari Nabi Ismail. “Dan disini nanti, Aji Soko itu akan bertemu dengan Kanjeng Nabi Muhamad SAW. Boleh jadi orang-orang meragukan, itu adalah sebuah mitos. Yang jelas ada memori kolektif bahwa orang jawa yang ada hubungan dengan Aji Soko bertemu dengan Nabi Muhamad SAW. Dan Nabi Muhamad SAW sendiri keturunan dari Nabi Ismail, sementara Aji Soko keturunan Nabi Ismail,” ungkapnya lebih detail. Namun diingatkan sekali lagi oleh Ust Mechanem Ali, orang-orang jawa harus tetap mencari kitab Mila Duniren dan kitab Jibta Soro yang dijadikan acuan oleh Raden Ronggo Warsito. Kitab-kitab yang disebut pada karya Raden Ronggo Warsito, itu merupakan bagian dari sebuah clue dari semua rangkaian sejarah tersebut. “Kitab Mila Duniren ini sepertinya berbahasa arab. Karena Mila sendiri memiliki arti kelahiran, sementara Niren berasal dari kata nuroin. Jadi kitab kelahiran dua cahaya, nah ini semua kaitannya dengan nasab. Kalau tidak dicari nanti, ini akan jadi mukotib atau terputus nasabnya. Dan ini PR bagi orang Bani Jawi,” pungkas Ust Mechanem Ali. (har)

Read More

Kedahsyatan Asma Suryani Yang Diamalkan Pangeran Diponegoro

Sleman – 1miliarsantri.net : Ilmu bisa didapat dengan berbagai macam lelaku. Dalam kancah dunia supranatural, lazimnya ilmu-ilmu yang ingin didapat, diperoleh dengan laku prihatin. Misalnya dengan puasa, tirakat, ziarah serta lelaku prihatin lainnya. Semakin berat lelaku prihatin dijalani, konon ilmu yang diperoleh akan semakin kuat energinya. Namun ternyata tidak semua ilmu supranatural harus ditebus dengan puasa. Ada beberapa ilmu tingkat tinggi yang cara menguasainya justru tanpa harus melakukan puasa. Hal ini diungkap H Dody Tepi Zaman, perupa sekaligus praktisi ilmu supranatral. “Ada hizib-hizib langka yang justru untuk menguasainya tidak harus dengan puasa,” terang pria paruh baya yang sempat bermukim di Arab Saudi selama 5 tahun ini. Menurut Dody, hizib dapat diartikan sebagai laskar, kumpulan, golongan atau pasukan. Hizib adalah sebuah kumpulan wirid yang digunakan untuk memohon pertolongan kepada Allah dalam menghadapi persoalan lahir maupun batin, baik urusan dunia ataupun akhirat. “Karena besarnya fadhilah suatu hizib dan kekhususannya, pengertian hizib menjadi lebih spesifik. Hizib tidak lagi hanya serangkaian wirid, tapi merupakan pasukan pelindung bagi mereka yang istikamah mengamalkannya,” jelas koordinator Paseban Songgo Langit ini. Paseban Songgo Langit merupakan majelis dzikir beranggotakan anak-anak muda yang memelajari dan mendalami hizib langka. Setiap malam Jumat Legi mereka menyelenggarakan mujahadah dan manakib. Tempatnya berpindah-pindah, sesuai permintaan jamaah atau warga yang menginginkan menjadi tuan rumah majelis. “Kami membekali jamaah dengan wiridan khusus untuk memerkuat keimanan dan sebagai perisai menjaga keselamatan. Sekarang persoalan hidup sangat kompleks. Kita mencoba perkuat iman agar tak menempuh jalan salah, namun di sisi lain kita selamat dari niat jahat orang-orang yang menghalalkan segala cara dalam meraih keinginan duniawi. Sebab selama ini banyak orang yang sebenarnya baik, namun karena mereka tak membentengi diri dengan kekuatan spiritual, akhirnya justru jadi sasaran mereka yang punya niat jahat. Kita berusaha tetap istikamah di kebaikan, namun kita juga membentengi diri dengan pagar agar todak jadi sasaran orang-orang yang punya niat buruk,” papar Dody ketika ditemui di Sentono Tamanmartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Beberapa hizib yang diajarkan di Pasben Songgo Langit antara lain Hizib Suryani. Lebih dikenal sebagai Asma Suryani. Konon Asma Suryani dimiliki oleh ulama besar sekaligus pahlawan nasional, Pangeran Diponegoro. Dikisahkan, suatu hari ia berjalan-jalan hingga sampai tempat sepi. Di lokasi yang sepi tersebut ternyata ada aksi kekejaman tentara Belanda. Pangeran Diponegoro melihat ada seorang pribumi dianiaya tentara Belanda. Kemudian ia mengambil kacang hijau dan berdoa pada Allah dengan membaca Asma Suryani dan melemparkan kacang hijau tersebut ke segerombolan orang Belanda. Anehnya seketika itu juga kacang hijau tersebut berubah jadi ratusan tentara, sehingga Belanda lari terbirit-birit. “Itu salah satu kisah tentang kedahsyatan Asma Suryani. Hizib adalah pasukan. Maka ketika hizib dibaca, akan hadir pasukan gaib yang melindungi, menjaga dan membantu menyelamatkan,” jelasnya. Di Paseban Songgo Langit, pemberian ijazah (menurunkan ilmu) kepada jamaah dilakukan setelah dari hasil pengamatan spiritual kiai pengampu, santri atau orang luar yang iengn memeroleh ijazah dinilai layak menerima ilmu langka tersebut. Selanjutnya terjadi proses penurunan hizib dengan prosesi kecil. “Selama 7 hari wajib melakukan ritual tanpa putus. Baru setelah itu dilakukan evaluasi, apakah khadam sudah masuk dan menyatu atau belum. Selanjutnya ada arahan cara aplikasinya,” jelas Dody. Orang yang mengamalkan Asma Suryani, secara fisik akan merasakan reaksi. Semakin sering dan semakin banyak hitungan membaca wiridnya, tubuh terasa panas dan bagian telapak tangan muncul getaran seperti reaksi aliran listrik. “Jika dilihat orang yang punya ilmu hikmah, akan terlihat ada cahaya kelar dari orang yang mengamalkan Asma Suryani,” ungkapnya. Asma Suryani disebut ilmu multiguna. Untuk keselamatan, mahabah, rezeki dan berbagai kegunaan lain. “Tergantung tujuan dan ketekunan mengamalkan wiridan. Semakin sering diwirid dan dilakukan dengan istikamah, ibarat pisau akan semakin tajam karena setiap hari diasah,” pungkasnya. (fq)

Read More

Jamaah Maiyah Bacakan Shalawatan Nur Untuk Kesembuhan Cak Nun

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Perkembangan kesehatan Tokoh dan sekaligus Budayawan, Emha Ainun Nadjib atau yang biasa dipanggil Cak Nun, berangsur – angsur membaik. Hal tersebut disampaikan Dokter pribadi Cak Nun, dr. Eddy Supriyadi yang melaporkan bahwa hasil evaluasi tim dokter hari ini menunjukkan perbaikan kondisi Mbah Nun dari hari kemarin. Seperti yang diberitakan sebelumnya, Cak Nun mengalami pendarahan otak dan sempat tidak sadarkan diri, sehingga langsung dilarikan ke RSUP dr. Sardjito untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Hingga saat ini Cak Nun masih menjalani masa recovery. Ditempat terpisah, Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Banu Hermawan, enggan berkomentar tentang perkembangan kondisi Cak Nun karena hal tersebut masuk ke privasi pasien dan belum diizinkan untuk disampaikan ke publik. “Maaf beribu maaf, kondisi klinis kami belum bisa matur (mengatakan) karena masuk privasi pasien yang belum diizinkan diterangkan,” terang Banu. Dikabarkan, kondisi Cak Nun terus membaik seiring dengan doa yang terus mengalir untuknya. Berbagai tokoh nasional dan pejabat negara juga sempat menjenguk Cak Nun, termasuk Presiden RI Joko Widodo. Sementara itu, bertempat di Pendopo Rumah Maiyah Kadipiro, Sleman, Yogyakarta, masih terus istiqomah mendoakan Cak Nun. Beberapa daerah juga menggelar acara serupa yang rutin melakukan Tawashshulan setiap malam nya untuk mendoakan kesembuhan Budayawan asal Jombang tersebut. Para Jamaah Maiyah Mocopat Syafaat Yogyakarta terlihat sangat khusyuk dalam doa dan berharap terus membaiknya kondisi kesehatan Cak Nun yang saat ini masih dirawat di RSUP Dr Sardjito, Sleman, Yogyakarta. Sangat terasa khusyuk hanyut dalam doa mereka penuh harap akan terus membaiknya kondisi Mbah Nun. Sesudah uluk salam, rangkaian kalimat thayyibah, dan baiat tauhid, bagian yang utama dalam Tawashshulan itu adalah Shalawatun Nur. “Shalawatun Nur Ialah gondelan kepada syafaat Kanjeng Nabi Muhammad Saw. dengan menyadari Nabi Muhammad bukan hanya sebagai Muhammad bin Abdullah dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, melainkan Muhammad sebagai Nur Muhammad. Cahaya terpuji,” terang Zakki, adik kandung Cak Nun yang dilansir dari caknun.com, Kamis (13/07/2023). Dalam Shalawatun Nur itu Mbah Nun menulis indah salah satu kalimat di dalamnya: سُبْحَانَ اللَّهِ الَّذِى بِعُطْفِهِ أَجْزَلَ لَنَا شَفَاعَةَ النُوْرِ Maha suci Allah yang dengan welas asihnya bermurah hati menganugerahkan kepada kita syafaat Nur Muhammad. “Kalimat-kalimat shalawat Nur yang indah itu setiap malam dilantunkan dengan rasa yang membubung tinggi ke langit, mengajak kita nyuwun agar syafaat Nur Muhammad itu makin berlimpah ruah teranugerahkan kepada Mbah Nun,” pungkasnya. (yus)

Read More

Baca Doa ini Sebanyak 3 Kali Sehari Agar Terhindar Dari Sifat Riya

Jakarta – 1miliarsantri.net : Riya adalah salah satu bentuk kegiatan yang kita lakukan untuk memamerkan amal, ibadah, prestasi atau sesuatu hal kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan penghargaan darinya. Riya juga merupakan perbuatan hati yang tercela, bahkan riya itu dianggap sebagai asy-syirk al-ashgar (syirik kecil). Terkadang, perbuatan riya sendiri ingin dilihat hebat atau saleh di depan orang lain. Misalnya saja ketika membicarakan ibadah kepada orang lain dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam sangat tidak menyukai umatnya yang senantiasa memamerkan segala bentuk ibadah dan amalannya kepada orang lain. Tentu sebagai umat yang beriman, tentu kita tidak ingin ada riya dalam diri kita saat beribadah kepada Allah SWT. Maka dari itulah, Islam mengajarkan doa supaya kita terhindar dari perbuatan riya saat ibadah. Pendakwah Buya Yahya mengungkap sebuah doa agar kita terhindar dari riya saat melakukan ibadah. Doa agar kita terhindar dari riya saat melakukan ibadah ini dianjurkan Rasulullah dan dibaca sebanyak tiga kali sehari. Selain itu, doa ini juga sangat cocok diamalkan disaat diri kita merasa ingin melakukan riya dan ingin dipuji. Buya Yahya yang juga pendiri pondok pesantren Al Bahjah, Cirebon ini mengungkap doa agar kita terhindar dari penyakit riya saat melakukan ibadah. Doa agar terhindar dari riya ini merupakan doa sering dipanjatkan Nabi. “Nabi mengatakan, ayo baca ini kalau takut riya,” kata Buya Yahya. Adapun doa supaya kita terhindar dari perbuatan riya saat ibadah seperti berikut ini: “Allaahumma Innaa Na’udzu bika min an Nusyrika bika wa Syaan Na’lamuhuu wa Nastaghfiruka Limaa Laa Na’lamuhu” Yang artinya: “Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak kami ketahui. Doa ini juga bagus dibaca saat diri kita terdapat potensi atau merasa ingin melakukan riya. “Kami sadar ini nggak boleh, tapi kadang-kadang kami sengaja menikmati agar amal saya dilihat oleh orang, kan begitu,” sambung Buya. Jika sudah ada rasa ingin melakukan riya, maka segera meminta ampun kepada Allah dengan membaca doa agar kita terhindar dari riya saat melakukan ibadah. Doa agar kita terhindar dari riya saat melakukan ibadah ini dianjurkan Rasulullah agar dibaca sebanyak tiga kali sehari. “Baca doanya tiga kali sehari minimal atau disaat kita merasa ada guncang pengen riya,” pungkas Buya Yahya. (gus)

Read More

Buya Yahya : Berdoa Sambil Bersujud diluar Sholat Hukum nya Haram

Jakarta – 1miliarsantri.net : Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Prof. KH. Yahya Zainul Ma’arif atau yang akrab dianggil Buya Yahya menegaskan hukum berdoa sambil sujud di luar shalat. Dikatakan Buya Yahya, bila berdoa sambil sujud di luar salat itu hukumnya haram. Buya Yahya mengungkapkan bahwa sujud adalah ibadah tertinggi dan bentuk penghambaan yang sejati. “Sujud adalah saat terindah seorang hamba, karena dengan sujud itulah tampak penghambaan sejati. Sujud adalah salah satu cara perilaku ibadah yang paling agung, makanya sujud tidak boleh dilakukan sembarangan, kecuali dalam ibadah,” ungkapnya. Lebih lanjut dijelaskan Buya Yahya, jika sujud itu ada tiga yakni sujud saat salat, sujud tilawah, dan sujud syukur. Jadi, jika melakukan sujud selain ketiga itu maka hukumnya haram, karena sujud merupakan ibadah yang special. “Hati-hati, jangan gampang sujud kecuali untuk ibadah. Dikit-dikit sujud, sujud apa itu, pertama adalah sujud dalam salat, kedua adalah sujud tilawah karena kita membaca ayat disitu ada ayat sajadah, yang ketiga adalah sujud syukur tentunya dengan niat dan cara, tapi asal sujud-sujud saja tidak diperkenankan, tidak boleh itu haram, karena sujud ibadah special,” pungkasnya. (rid)

Read More

Wayang Sebagai Sarana Dakwah Sekaligus Hiburan

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Beberapa waktu lalu pernah terjadi perdebatan polemik tentang wayang yang dianggap haram. Dan tentu saja membuat banyak tokoh angkat bicara, termasuk salah satu ulama besar NU, Syekh Maimoen Zubair (Mbah Moen). Semasa hidupnya Mbah Moen mempunyai ikatan yang sangatverat dengan wayang, di mana menurutnya masing-masing tokoh pewayangan memainkan peran keteladanan, sedangkan kisah yang disajikan mengandung makna ketauhidan. Mbah Moen menilai wayang adalah sebuah sarana dakwah sekaligus hiburan. Nilai penting lain dari tokoh pewayangan adalah selipan teladan dan ajaran yang diperankan masing-masing tokohnya. Beberapa tokoh utama, kata Mbah Moen, seperti Puntodewo/Yudhistira versi lain disebut Prabu Darmokusumo, pemilik Jimat Kalimosodo, yang dikenal adil dan bijak, banyak tirakat dan pengayom wong cilik. “Ada juga keakraban Yudhistira dengan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Keempat punakawan tersebut dengan kondisi fisik yang tidak lumrah, miskin, banyak utang, dan lucu, tetapi dilengkapi dengan etika dan unggah-ungguh yang berkualitas,” kata Mbah Moen dalam beberapa petikan youtube. Tokoh yang tak kalah sentral adalah Werkudoro/Brotoseno/Bimo atau populer dengan sebutan Satrio Jodipati. Brotoseno dikenal memiliki Kuku Ponconoko, yang jadi senjata pamungkasnya. Kuku Bima itu digunakan digunakan untuk menumpas kezaliman dan angkara murka serta menjadi senjata utama dalam perang melawan Kurawa. “Bima digambarkan tegas, pembela kebenaran meski berbicara blak-blakan. Ada juga Arjuno atau Janoko. Mbah Moen menyebut Arjuno memiliki sifat danang joyo. Danang artiya memberi, joyo artinya kejayaan. Sedangkan Nakulo atau Nengkulo adalah akronim dari meneng anggonmu ngemawulo (khidmatlah dalam berbakti kepada Tuhan), Sadewo dengan makna bakale bisa dadi dewa (orang-orang suci, saleh-mushlihah). Pandowo Limo dan Kurowo yang bertentangan merupakan kader Kiai Durno, konsultan politik dan ketatanegaraan Prabu Duryudhana, penguasa Ngastinopuro. Pandowo Limo dan Kurowo yang berhadap-hadapan dalam perang Baratayudha berada di bawah asuhan Kiai Durno dalam Yayasan Sukolimo yang dia miliki. Kiai Durno ditempatkan bersebrangan dengan Prabu Darmo Kusumo, negeri Ngamarto alias Indraprasta yang memiliki penasihat bernama Kiai Kresno. Kiai Kresno adalah pemegang Senjata Cokro dengan gelar sosrosumpeno (seribu penglihatan). Senjata Kiai Durno yakni Jamus Kalimosodo, masih dalam cerita Mbah Moen, adalah istilah yang digunakan para wali sebagai upaya mengikrarkan masyarakat Jawa ketika itu untuk masuk ke dalam pelukan Islam. Secara harfiah kalimosodo terdiri dari dua kata, “kalimo” artinya kalimat, dan “sodo” yang berarti syahadat. Kalimosodo itu dipahami sebagai wujud pengakuan kepada risalah Allah yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, rukun Islam yang pertama, yang secara berurutan yakni syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Mbah Moen juga menjelaskan “kalimo” itu juga bisa diartikan “lima” dan “sodo” artinya “dua belas”. Artinya 5 tambah 12 sama dengan 17 yakni jumlah rakaat sholat. Arti bilangan tersebut menjelaskan berislam yakni menegakkan seluruh kewajiban waktu berupa shalat lima waktu yang menjadi aji atau jimat Muslim. “Shalat adalah soko agomo,” bunyi hadist yang masyhur. Selain sebagai tiang, sholat adalah perintah langsung yang diterima Rasulullah dari Allah ketika peristiwa Isra’ dan Mikraj. Saking krusialnya, sholat adalah kunci bagi Muslim dan penentu seluruh amal saat hari hisab. (mif)

Read More

UAH Mencium Aroma Wangi di Makam Mbah Maimun Zubair

Jakarta – 1miliarsantri.net : Sosok Kiai Haji Maimun Zubair atau akrab dipanggil Mbah Moen sangat lah berkesan di kalangan para mubaligh, bukan saja di Indonesia, tapi juga seluruh dunia memahami karakteristik ulama kharismatik tersebut. Mbah Moen meninggal dunia di Mekkah, seusai Sholat Subuh pada 6 Agustus 2019 pukul 04.30 waktu setempat di Rumah Sakit An-Nur Mekkah. Tidak ada gejala beliau sakit karena malam sebelumnya beliau menerima kunjungan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Dr. Agus Maftuh Abegebriel. Mbah Moen dimakamkan pada tanggal yang sama, di Ma’la, Mekkah. Makamnya berdekatan dengan makam guru beliau, Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani dan makam Khadijah istri Rasulullah. Kisah-kisah kebaikan Mba Moen masih lestari dan karomah Mbah Moen dirasakan Ustadz Adi Hidayat (UAH) saat berziarah ke Ma’la. Waktu itu UAH berziarah ke makam Mbah Moen bersama sejumlah teman dan menceritakan mencium wangi harum. “Saya bersaksi demi Allah, Anda boleh catat kalimat saya ini. Saya kemarin waktu ke Mekkah, Alhamdulillah Allah tunjukkan beberapa (kebaikan) almaghfurlah, Mbah Moen,” terang UAH. UAH menceritakan, saat itu dirinya berziarah ke Pemakaman Ma’la, termasuk ke makam KH Maimun Zubair dan ibunda tercinta Sayyidah Khadijah radhiyallahu anha. Saat berdoa kebaikan di makam Mbah Moen, UAH mencium wangi yang sangat harum. “Ini tidak apa-apa disampaikan, memang saya mengalami dan saya menyampaikan. Begitu saya melewati pemakaman lalu di makamnya itu (makam Mbah Moen) kemudian kita di situ berdoa kebaikan. Kita kalau (mendoakan) sama ulama nggak mungkin meminta ampunan, adabnya begitu, tapi tambahan kemulian, tambahkan cahaya. Dan setelah itu selesai (berdoa),” kata UAH merawikan. Setelah selesai berdoa, UAH mencium bau harum di sekitarnya yang diyakini berasal dari makam Mbah Moen. Setelah selesai tercium bau harum, aroma wangi itu sangat melekat dan sempat bertanya kepada kawan-kawan nya. “Waktu itu saya sampai bertanya kepada teman, antum pakai parfum apa, dijawab gak ada. Itu bisa jadi wangi makamnya (Mbah Moen), kata teman saya,” urai UAH. UAH mengaku saat itu berziarah di waktu yang dilarang untuk berkunjung. Karena menurut UAH, waktu untuk berkunjung di Pemakaman Ma’la adalah ba’da Shalat Shubuh dan ba’da Sholat Ashar. Karena itu menurut UAH tidak mungkin kalau ada yang memberikan minyak wangi ke makam Mbah Moen di waktu itu. “Ndak mungkin (kalau ngasih minyak wangi), walaupun ada tuh kena panas selesai (hilang) gitu. Ini waktunya datang ke situ ditolak atau bukan waktu kunjungan,” ucap UAH. Mbah Moen adalah seorang ulama kelahiran Rembang pada 28 Oktober 1928. Selain sebagai ulama, Mbah Moen pernah menjadi politikus Partai Persatuan Pembangunan dan pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Rembang selama tujuh tahun, dan menjadi anggota MPR mewakili Jawa Tengah selama tiga periode. Setelah tidak menjadi anggota dewan, Mbah Moen fokus mengurus dan menjadi pengasuh tertinggi Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, meski beliau masih menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah PPP hingga ia wafat. (riz)

Read More

Keistimewaan Doa Sapu Jagad

Surabaya – 1miliarsantri.net : Secara umum doa sapu jagat adalah doa yang memiliki banyak keutamaan dan merupakan doa yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, doa tersebut bertujuan meminta kebaikan dunia dan akhirat. . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina ‘adzabannar. “Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. al-Baqarah : 201). Anas bin Malik mengatakan :“Do’a yang paling banyak dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Allahumma Rabbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Allah, Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka)” (HR. Bukhari no. 2389 dan Muslim no. 2690). Ada doa yang yang dianjurkan untuk banyak di baca pada hari tasyrik ini yaitu doa yang kita kenal dengan doa “sapu jagat”. Dalam do’a di atas terdapat beberapa faedah di antaranya adalah: Do’a ini disyari’atkan untuk dibaca di segala kondisi, dan terdapat kondisi-kondisi tertentu di mana do’a ini dipanjatkan seperti: Ketika thawaf dan berada di antara ar-Rukun al-Yamani dan al-Hajar al-Aswad [HR. Abu Dawud]; Ketika selesai menunaikan rangkaian ibadah haji sebagaimana ditunjukkan dalam teks ayat sebelumnya; Ketika ditimpa musibah sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَادَ رَجُلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَدْ خَفَتَ فَصَارَ مِثْلَ الْفَرْخِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَىْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ ». قَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِى بِهِ فِى الآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِى فِى الدُّنْيَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ لاَ تُطِيقُهُ – أَوْ لاَ تَسْتَطِيعُهُ – أَفَلاَ قُلْتَ اللَّهُمَّ آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ». قَالَ فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَشَفَاهُ. “Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjenguk seorang sahabat yang telah kurus bagaikan anak burung (karena sakit). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu berdo’a atau meminta sesuatu kepada Allah?” Ia berkata, “Ya, aku berdo’a/meminta kepada Allah, “Ya Allah siksa yang kelak Engkau berikan kepadaku di akhirat segerakanlah untukku di dunia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Subhanallah, kamu tidak akan mampu menanggungnya. Mengapa kamu tidak mengucapkan, “Ya Allah berikan kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan peliharalah kami dari adzab Neraka.” Maka orang itupun berdo’a dengannya. Allah pun menyembuhkannya.” (HR Muslim). Kata Rabb merupakan seruan/panggilan yang mengandung pengakuan dari hamba terhadap rububiyah Allah karena Dia-lah semata yang memelihara segala urusan hamba-Nya, Dia-lah yang memperbaiki seluruh perkara dunia dan akhirat mereka, Dia-lah semata yang memberikan taufik, yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Ucapan ini menunjukkan betapa butuhnya hamba kepada Allah, mereka tidaklah mampu mengurus diri mereka tanpa adanya bantuan dari Allah, tidak ada yang mampu menolong dan memperbaiki segala urusan mereka kecuali Allah (al-Mawahib ar-Rabbaniyah hlm. 124). Dengan demikian, ketika bermunajat dengan mengucapkan panggilan ini, seorang hamba seyogyanya menghadirkan hati akan makna rububiyah Allah karena hal ini akan menimbulkan rasa khusyuk, khudlu’ (ketundukan) dan hamba akan merasakan manisnya bermunajat kepada Allah; Menginginkan kebaikan duniawi semata adalah ciri bagi mereka yang bercita-cita rendah karena pada ayat sebelumnya, Allah menyebutkan perihal golongan yang meminta kebaikan di dunia tanpa meminta kebaikan di akhirat, dan Allah pun menegaskan di akhirat kelak tidak akan ada bagian kebaikan bagi mereka. فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ “Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. al-Baqarah : 200). Patut dicatat, terkabulnya keinginan duniawi pun bersifat terbatas, Allah hanya akan memberikan kebaikan di dunia dengan sesuatu yang Dia kehendaki dan hanya diberikan kepada mereka yang diinginkan Allah. مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ “Barangsiapa yang menginginkan balasan yang segera, maka kami akan menyegerakan balasan itu untuknya di dunia dengan apa yang kami kehendaki, bagi siapa yang Kami inginkan” (QS. Al-Isrâ`: 18). Berkebalikan dengan poin 2, dalam Islam, mereka yang bercita-cita tinggi tentu akan lebih mendahulukan untuk meminta kebaikan di akhirat; Kebaikan di dunia yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup seluruh keinginan duniawi, baik berupa kesehatan, rumah yang lapang, istri yang cantik, reseki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang mewah, pujian dan selainnya (Tafsir Ibn Katsir 1/343). Sedangkan kebaikan di akhirat tentulah yang dimaksud adalah al-jannah (surga) karena mereka yang tidak dimasukkan ke dalam surga sungguh telah diharamkan untuk memperoleh kebaikan di akhirat (Tafsir ath-Thabari 1/553). Termasuk juga di dalamnya adalah rasa aman dari rasa takut ketika persidangan di hari kiamat dan kemudahan ketika segala amalan dihisab (Tafsir Ibn Katsir 1/342). Ucapan وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ merupakan permintaan hamba agar dilindungi dari siksa neraka sekaligus menunjukkan bahwa dirinya memohon segala sebab agar dirinya dijauhkan dari siksa neraka dipermudah oleh Allah, yaitu dengan menjauhi segala bentuk keharaman, dosa dan meninggalkan perkara yang syubhat (samar hukumnya) (Tafsir Ibn Katsir 1/342). Ucapan ini juga mengandung permohonan agar Allah tidak memasukkan hamba ke dalam an-naar (neraka) karena maksiat yang telah dikerjakannya, untuk kemudian dikeluarkan dengan adanya syafa’at (Tafsir al-Qurthubi 1/786). Betapa jauhnya kedudukan dan keutamaan antara kedua golongan tersebut (golongan yang menginginkan kebaikan akhirat dan golongan yang menginginkan kebaikan duniawi semata) karena pada ayat selanjutnya Allah menggunakan isim isyarah lil ba’id (kata tunjuk untuk sesuatu yang jauh), yaitu أولئك dalam firman-Nya, أُولئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَاب “Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. al-Baqarah : 202). Meski lafadznya ringkas namun kandungan do’a ini mencakup seluruh kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memanjatkan do’a ini, dan bahkan Anas radhiallahu ‘anhu mengatakan do’a ini adalah do’a yang paling banyak dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Bukhari dan Muslim). Demi meneladani beliau, di setiap permintaan yang dipanjatkan kepada Allah, Anas mesti menyelipkan do’a ini dan beliau pun mendo’akan kebaikan bagi para sahabatnya dengan do’a ini (Fath al-Baari 11/229). Diperbolehkan bagi hamba untuk memanjatkan…

Read More

Kesaktian Syekh Muhammad Bisa Merubah Wujud Menjadi Ayam

Serang – 1miliarsantri.net : Cerita kesaktian Syekh Muhammad Sholeh bin Abdurrahman dalam menyebarkan agama Islam di seputar Pantai Utara Banten, dari dulu hingga sekarang sangat melegenda. Sosok ulama ini mampu berubah menjadi ayam jago untuk mengelabuhi musuh-musuh nya. Kesaktian Syekh Muhammad Sholeh diperoleh setelah menjadi santri dan menimba ilmu kepada Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati (Sultan Syarif Hidayatullah) yang menjadi pemimpin Cirebon. Setelah mendapat ilmu agama dan kanuragan, Syekh Muhammad Sholeh diminta untuk berdakwah sekaligus mencari putra Sunan Gunung Jati yakni Maulana Hasanudin yang pergi ke Banten dan sudah lama tak kembali lagi ke Cirebon. Saat itu kawasan Banten di berada dalam Kerajaan Pajajaran yang masih beragama Hindu dan dipimpin oleh Prabu Pucuk Ulum dengan pusat pemerintahannya berada di Banten Girang. Dalam perjalanannya, Syekh Muhammad Sholeh akhirnya berhasil menunaikan tugas dari Sunan Gunung Jati, yakni menemukan Maulana Hasanudin. Syekh Muhammad Sholeh bertemu dengan Maulana Hasanudin di Gunung Lempuyang di kawasan Kampung Merapit, Desa Ukir Sari, Kecamatan Bojonegara. Dalam pertemuan itu, Maulana Hasanudin menyatakan menolak untuk segera kembali ke rumahnya di Cirebon dengan alasan ingin mensyiarkan agama Islam di daerah Banten yang saat itu sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Hindu. Hingga akhirnya Syekh Muhammad Sholeh ikut menetap di Bojonegara, Serang, Banten dan berdakwah menemani Maulana Hasanuddin. Selanjunya Maulana Hasanudin mengangkat Syekh Muhammad Sholeh untuk menjadi pengawal sekaligus penasehat dengan julukan Cili Kored. Julukan itu disematkan karena Syekh Muhammad Sholeh berhasil mengembangkan pertanian dengan mengelola sawah untuk hidup sehari-hari dengan julukan sawah si derup yang berada di Blok Beji. Akan tetapi syiar agama Islam yang dilakukan Maulana Hasanudin dan Syekh Muhammad Sholeh ditentang penguasa Kerajaan Pajajaran, Prabu Pucuk Umun. Itu karena Maulana Hasanudin dan Syekh Muhammad Sholeh berhasil menyebarkan agama Islam sampai bagian Selatan Gunung Pulosari (Gunung Karang) dan Pulau Panaitan Ujung Kulon, Banten. Prabu Pucuk Umun pun menantang Maulana Hasanudin untuk bertarung dengan cara mengadu ayam jago dan sebagai taruhannya jika kalah akan dipotong lehernya. Uji kesaktian yang disampaikan Prabu Pucuk Umun lalu diterima Maulana Hasanudin yang kemudian bermusyawarah dengan pengawalnya Syekh Muhamad Soleh. Hingga ahirnya disepakati yang akan bertarung melawan Prabu Pucuk Umun adalah Syekh Muhamad Sholeh yang bisa berubah menyerupai bentuk ayam jago seperti halnya ayam jago biasa. Hal ini terjadi karena kekuasaan Allah SWT. Pertarungan dua ayam jago tersebut berlangsung seru namun akhirnya ayam jago milik Maulana Hasanuddin yang memenangkan pertarungan dan membawa ayam jago tersebut kerumahnya. Ayam jago tersebut berubah menjadi sosok Syekh Muhammad Sholeh sekembalinya di rumah Sultan Maulana Hasanudin. Akibat kekalahan adu ayam jago tersebut Prabu Pucuk Umun pun tidak terima dan mengajak berperang Sultan Maulana Hasanudin. Namun akhirnya pasukan Prabu Pucuk Umun pun dapat dikalahkan dalam perperangan dan mundur ke selatan bersembunyi di pedalaman Rangkas yang sekarang dikenal dengan Suku Baduy. Usai mengemban tugas dari Sultan Maulana Hasanudin, Syekh Muhammad Sholeh pun kembali ke kediamannya di Gunung santri dan melanjutkan aktivitasnya sebagai mubaligh dan menyiarkan agama Islam kembali. Syekh Muhammad Sholeh wafat pada tahun 1550 Hijriah/958 M dalam usia 76 tahun. Sebelum wafat, dia berpesan kepada santrinya jika wafat dimakamkan di Gunung Santri, Serang, Banten. Di dekat makan beliau terdapat pengawal sekaligus santri Syekh Muhammad Sholeh yaitu makam Malik, Isroil, Ali dan Akbar yang setia menemani dalam menyiarkan agama Islam. (aam)

Read More

MUI Jabar Minta Pemerintah Tegas Tutup Al Zaytun

Bandung – 1miliarsantri.net : Tidak ingin polemik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun berlarut-larut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan sejumlah rekomendasi terkait polemik Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun telah diserahkan kepada Menkopolhukam Mahfud MD. Rekomendasi itu mengacu pada temuan data dan fakta dari tim investigasi yang dibentuk oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil. “Alhamdulillah rekomendasi semuanya dari tim itu pertama diterima Pak Gubernur, kemudian Pak Gubernur menyampaikan ke Menkopolhukam,” kata Sekretaris MUI Jawa Barat, Rafani Achyar, kepada medis, Sabtu (1/7/2023). “Jadi baik yang menyangkut pemahaman agama maupun tindak pidana, termasuk administrasi penyelenggaraan sistem pendidikan,” jelasnya. Rafani menyebut, salah satu rekomendasi tersebut yakni penutupan Ponpes Al Zaytun jika terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran administratif. “Iyah (kalau terbukti ada pelanggaran), betul seperti itu (rekomendasi penutupan),” ungkapnya. Rafani menambahkan, Pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang bakal dipanggil oleh Menkopolhukam pada Senin (3/7/2023). “Pak Menko merespons, sekarang sudah ada informasi bahwa hari Senin Panji Gumilang akan dipanggil,” ungkapnya. Karena itu, Rafani pun berharap, pemerintah pusat segera menuntaskan polemik Ponpes Al Zaytun untuk menghindari terjadinya kegaduhan yang berlanjut di masyarakat. “Karena paling tidak, kami khawatir kontroversi dia jalan terus dan makin mengundang kegaduhan. Komponen masyarakat kan terus akan melakukan demo. Nah jadi bagi kami gembira bahwa ini sudah mulai konkret akan ditindaklanjuti. Kita tunggu nanti hari senin,” katanya. Rafani juga menyampaikan bahwa rekomendasi sudah jelas, pemerintah supaya segera menangani secara konkret apa pun pelanggaran yang terjadi di Al Zaytun. (win)

Read More