Bersalaman usai sholat menjadi perkara khilafiyah di kalangan umat Islam

Surabaya — 1miliarsantri.net : Hukum bersalaman setelah sholat menjadi salah satu perkara khilafiyah yang sering diperbincangkan di kalangan umat Islam. Para ulama memiliki beragam pandangan, mulai dari yang melarang secara mutlak, membolehkan dengan syarat, hingga yang mensunnahkan dijelaskan dalam buku Bersalaman Sesudah Sholat karya Muhammad Aqil Haedar,LC. Para ulama seperti Ibnu Taimiyah (w. 728H) berfatwa di dalam kitab Majmu’ Fatawa : وسئل عن المصافحة عقيب الصلاة: هل هي سنة أم لا ؟ فأجاب: الحمد لله ، المصافحة عقيب الصلاة ليست مسنونة، بل هي بدعة. والله أعلم Beliau ditanya tentang bersalaman sesudah shalat, apakah dia sunah atau bukan? Beliau menjawab: “Alhamdulillah, bersalaman sesudah shalat tidak disunahkan, bahkan itu adalah bid’ah.” Wallahu A’lam Para ulama lainnya, Syeikh Bin Baz, dan Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menganggap bersalaman setelah shalat sebagai bid’ah. Dalam pandangan ini, tidak ada contoh dari Rasulullah SAW maupun sahabat terkait kebiasaan tersebut. Dalil utama yang digunakan adalah hadis tentang larangan menambahkan hal baru dalam agama yang tidak diajarkan Rasulullah SAW. Selain itu, mereka khawatir kebiasaan ini akan dianggap sebagai bagian dari ritual ibadah yang wajib dilakukan. Sebagian ulama seperti Imam Al-Izz bin Abdussalam, Imam An-Nawawi, dan Syaikh Athiyah Shaqr membolehkan bersalaman setelah shalat, bahkan dalam beberapa kasus menghukuminya sunnah. Mereka berpendapat bahwa selama bersalaman ini tidak dimaksudkan sebagai ritual ibadah dan hanya untuk mempererat ukhuwah Islamiyah, maka hukumnya boleh. Dalilnya merujuk pada keutamaan bersalaman secara umum, seperti hadis yang menyebutkan bahwa dua Muslim yang bersalaman akan diampuni dosa-dosanya sebelum berpisah. Ulama lain yang membolehkan bersalaman selepas shalat adalah Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i (w. 957 H). Dalam kitab Fatawa-nya tertulis: “Sesungguhnya apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah shalat tidaklah ada dasarnya, tetapi itu tidak mengapa.” Ada pula ulama yang mensunahkan bersalaman selepas shalat, seperti Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah Al-Hanafi. Menurut mereka, bersalaman adalah bagian dari sunah pertemuan yang juga berlaku setelah ibadah, selama tidak diyakini sebagai kewajiban. Ulama sepakat bahwa jika bersalaman dianggap sebagai bagian dari ritual ibadah shalat, maka itu adalah bid’ah yang tidak dianjurkan. Namun, jika dilakukan dengan niat mempererat hubungan dan tidak diyakini sebagai ibadah khusus, pendapat yang membolehkan dan mensunnahkan memiliki dasar yang kuat. Perdebatan ini seharusnya tidak menjadi sumber konflik di tengah umat Islam. Syeikh Athiyah Shaqr, misalnya, mengingatkan agar khilafiyah seperti ini tidak terus menerus diributkan. “Selama itu dilakukan dalam semangat persaudaraan, maka tidak ada alasan untuk melarangnya,” katanya. Dengan demikian, bersalaman setelah shalat dapat dipahami sesuai dengan konteks dan niat pelakunya, tanpa memaksakan salah satu pendapat kepada orang lain. (yat) Baca juga :

Read More

Kemenag Galakkan Gerakan Ayo Mengaji di Sekolah

Bogor — 1miliarsantri.net : Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) Kementerian Agama (Kemenag) akan menggalakkan Gerakan Ayo Mengaji di sekolah. Terobosan ini diharapkan menjadi jawaban atas problem keterbatasan literasi tuntas buta aksara Al-Qur’an. Inisiatif ini dibahas bersama dalam giat Literasi Al-Qur’an di Sekolah “Gerakan Ayo Mengaji” yang digelar Direktorat PAI di Bogor, 20 – 22 November 2024. Hadir para Kepala Seksi PAI Kantor Kementerian Agama Kab/Kota, Guru PAI seluruh jenjang dan Pengawas PAI jenjang Dasar dan Menengah. Kemenag mencatat, ada sekitar 40 juta siswa muslim di sekolah pada seluruh jenjang pendidikan. Direktur Pendidikan Agama Islam, M. Munir, berharap gerakan Ayo Mengaji membentuk gelombang-gelombang kecil yang terus membesar dalam konteks Tuntas Baca Al-Qur’an. “Kita semua sedang berjihad fisabilillah. Barangsiapa yang mengajarkan agama dan Al-Qur’an adalah berjihad. Siap atau tidak Bapak dan Ibu sekalian memberikan pengajaran kepada sekitar 40 juta peserta didik beragama Islam di seluruh jenjang pendidikan?.” tanya M. Munir. “Tanggungjawab besar menuntaskan buta aksara Al-Qur’an ini akan menjadi sebuah ladang pahala bagi guru-guru PAI yang juga memiliki kewajiban mendidik anak bangsa dalam rangka meningkatkan literasi pendidikan agama,” sambungnya. Program Tuntas Baca Al-Qur’an yang dicanangkan ini menjadi bagian dari Peta Jalan Pendidikan Agama Islam 2024-2029. Imisiatif ini didorong agar dapat menjadi program prioritas pemerintah. “Kepala Badan Moderasi Beragama & Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktur Jenderal Pendidikan Islam mendukung agar program tuntas baca Qur’an ini menjadi Gerakan Ayo Mengaji di Sekolah,” papar Munir. Literasi ini membahas tiga sub-tema, yakni: Standar Pembelajaran Membaca Al-Qur’an, Regulasi Pusat dan Daerah tentang Gerakan Mengaji, dan Best Practice atas Permasalahan dan Solusi Tuntas Baca Qur’an. “Giat ini diharapkan menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat dalam proses penyusunan pengambilan kebijakan ke depannya,” tukas alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. “Mohon dibahas secara akurat seluruh aspek program literasi tuntas buta aksara Al-Qur’an ini termasuk di dalamnya agar gerakan ayo mengaji ini masuk ke dalam intrakurikuler dengan pelaksanaan belajar di jam NOL, di luar jam pelajaran formal PAI di kelas,” sambungnya. Munir juga menyoroti pentingnya pelatihan Guru PAI agar benar-benar mampu mengajarkan Al-Qur’an. Menurutnya, harus ada standar kompetensi guru PAI layak mengajarkan baca Al-Qur’an. Direktorat PAI pernah menyusun program serupa beberapa tahun lalu. Konsep ini akan disempurnakan. “Standar kemampuan literasinya harus jelas, jika memungkinkan menggunakan teknologi, maka proses pembelajaran baca Qur’an dan penilaiannya dapat menggunakan artificial intelligence atau teknologi pembelajaran lainnya,” tegasnya. “Semoga program ini mendapat dukungan bapak ibu guru sekalian dalam menuntaskan buta aksara Al-Qur’an. Insya Allah menjadi amal jariyah bapak ibu dalam mencetak sejarah masa depan anak-anak Indonesia,” tutup Munir. (gus) Baca juga :

Read More

3 Doa Pembuka Rezeki yang Wajib Kalian Amalkan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Siapa sih yang nggak ingin rezekinya lancar dan berkah? Rezeki itu nggak selalu soal uang, lho. Bisa jadi kesehatan, keluarga harmonis, pekerjaan yang nyaman, atau bahkan ketenangan hati. Dalam Islam, ada banyak cara untuk membuka pintu rezeki, salah satunya adalah dengan berdoa. Nah, berikut ini adalah 3 doa pembuka rezeki yang wajib kamu amalkan. Yuk, simak dan catat! “Rabbi inni lima anzalta ilayya min khayrin faqir.”(Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.)(QS. Al-Qasas: 24) Doa ini sederhana tapi penuh makna. Dengan membaca doa ini, kita mengakui bahwa semua kebaikan datang dari Allah dan hanya kepada-Nya kita memohon rezeki. Jangan lupa baca doa ini setiap kali kamu merasa membutuhkan pertolongan Allah! “Allahumma inni as’aluka rizqan tayyiban wa ‘ilman naafi’an wa ‘amalan mutaqabbalan.”(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu rezeki yang halal, ilmu yang bermanfaat, dan amal yang diterima.) Rezeki yang halal dan berkah lebih penting daripada sekadar banyaknya harta. Jangan lupa, kualitas rezeki yang baik akan membawa keberkahan dalam hidupmu. Yuk, rutin baca doa ini setiap pagi! “Rabbi adkhilni mudkhala sidqin wa akhrijni mukhraja sidqin, waj‘al li min ladunka sultanan nasira.”(Ya Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara yang benar dan keluarkanlah aku dengan cara yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.)(QS. Al-Isra: 80) Doa ini mengajarkan kita untuk memulai segala sesuatu dengan niat baik, memohon kelancaran, dan mengharapkan pertolongan Allah. Cocok banget buat kamu yang sedang mencari jalan baru dalam hidup! Doa adalah senjata orang beriman, tapi jangan lupa bahwa doa juga harus diiringi usaha dan tawakal. Rezeki itu luas, jadi jangan batasi hanya pada hal-hal duniawi. Dengan membaca doa-doa ini, kita tidak hanya meminta rezeki, tapi juga keberkahan dan ridha Allah dalam setiap langkah hidup kita. (yan) Baca juga :

Read More

Sambut Pagi dengan Dzikir dan Doa

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pagi hari laksana masa muda yang penuh dengan vitalitas, dan sore hari ibarat masa tua. Barangsiapa yang terbiasa melakukan suatu aktivitas pada masa mudanya, niscaya ia akan terbiasa mengerjakannya hingga masa tuanya. Aktivitas seseorang pada pagi hari akan mempengaruhi semangat kerja di sepanjang harinya. Maka dari itu, penting untuk mengawali pagi dengan nuansa-nuansa yang positif. Salah satunya bisa dilakukan melalui berdoa. Rasulullah Muhammad SAW mendoakan umatnya pada pagi hari. “اللهُمَّ بَارِكْ ‌لِأُمَّتِي ‌فِي ‌بُكُورِهَا” “Ya Allah, berkahilah untuk umatku di waktu paginya” (HR Ahmad). Para salafush shalih sangat menghargai waktu pagi dan bersemangat guna mengoptimalkannya dalam kebaikan. Abu Wa’il bercerita, “Suatu pagi kami berkunjung ke rumah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu sesudah subuh. Setelah mengucapkan salam, kami dipersilahkan masuk. Namun, kami berhenti sejenak di depan pintu. Hingga pembantunya keluar sembari berkata, ‘Silakan masuk.’ Kami pun masuk. Ternyata saat itu Ibnu Mas’ud sedang duduk berzikir. Ibnu Mas’ud bertanya, ‘Mengapa kalian tadi tidak segera masuk? Padahal sudah kuizinkan masuk?’ Kami menjawab, ‘Kami pikir, barangkali ada sebagian anggota keluargamu sedang tidur.’ Ia berkata, ‘Apakah kalian pikir keluargaku pemalas?’ Kemudian, Ibnu Mas’ud melanjutkan zikirnya hingga matahari terbit. Selesai itu, ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan pada kita kesempatan hidup di hari ini dan tidak membinasakan kita akibat dosa-dosa kita.’” Ada berbagai doa yang bisa dipanjatkan kala pagi hari. Misalnya, sebagai berikut. اَصْبَحْنَا وَاَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالحَْمْدُ للهِ وَالْكِبْرِيَاء وَالْعَظَمَة لِلَّهِ وَالخَْلْقُ وَاْلاَمْرُ وَاللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَمَا سَكَنَ فِيْهِمَا لِلَّهِ تَعَالَى . اللَّهُمَّ اجْعَلْ اَوَّلَ هَذَا النَّهَارِ صَلاَحًا وَاَوْسَطَه نَجَاحًا وَآخِرَه فَلاَحًا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِ ين Artinya, “Kami telah mendapatkan subuh dan jadilah segala kekuasaan kepunyaan Allah, demikian juga kebesaran dan keagungan, penciptaan makhluk, segala urusan, malam dan siang dan segala yang terjadi pada keduanya, semuanya kepunyaan Allah Ta’ala. Ya Allah, jadikanlah permulaan hari ini suatu kebaikan dan pertengahannya suatu kemenangan dan penghabisannya suatu kejayaan, wahai Tuhan yang paling Penyayang dari segala penyayang.” (wink) Baca juga :

Read More

Beberapa Manfaat Menjaga Silaturahim

Jakarta — 1miliarsantri.net : Secara kebahasaan, silaturahim merupakan gabungan dari kata shilah yang berarti ‘hubungan’ dan rahim, ‘kerabat.’ Dengan demikian, istilah ini dapat dimaknai sebagai ‘hubungan persaudaraan atau kekerabatan.’ Kata rahim juga mengingatkan pada salah satu sifat Allah SWT, yakni Mahapenyayang (ar-Rahiim). Rasulullah Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis, “Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata, ‘Barangsiapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya’” (muttafaqun ‘alaih). Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, umat Islam sudah semestinya menjaga silaturahim. Beliau sendiri telah memberikan suri teladan tentang merawat hubungan baik. Salah satu anjurannya ialah terus berbuat baik kepada orang-orang, termasuk yang memutus tali silaturahim. Berikut ini adalah beberapa keutamaan memelihara silaturahim menurut ajaran Islam. Seperti diriwayatkan Abu Hurairah, suatu hari ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi SAW. “Wahai Rasulullah,” katanya, “sungguh aku memiliki keluarga dekat yang biasa kuhubungi, tetapi mereka memutuskan tali kekerabatannya denganku. Aku biasa berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka jahat kepadaku. Aku juga bersabar terhadap tindakan mereka, tetapi mereka tidak memedulikanku.” Rasulullah SAW bersabda, “Jika keadaannya seperti yang engkau katakan, maka seolah-olah menyuapi mereka dengan pasir yang panas. Engkau senantiasa akan mendapat bantuan dari Allah dalam menghadapi mereka selama dalam keadaan demikian” (HR Muslim) Makna sabda Nabi SAW, tusiffuhumul malla atau “menyuapi mereka dengan pasir panas”, itu disebabkan dosa yang mereka dapatkan karena perbuatan mereka. Adapun zhahiirun bermakna lelaki tadi insya Allah akan mendapatkan pertolongan dari Allah dalam menghadapi mereka dan menolak gangguan mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Silaturahim, akhlak yang baik, dan berbuat baik kepada tetangga, dapat meramaikan perkampungan dan memanjangkan umur” (HR Ahmad dan Baihaki). Dalam hadis lain, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahim” (muttafaq alaih). Hadis-hadis itu dapat dimaknai secara lafzi ataupun majazi. Dalam pengertian lafzi, betul-betul umur orang yang melakukan silaturahim itu dipanjangkan Allah SWT. Yakni, umur yang merupakan takdir muqayyad (yang diikat), yang terdapat pada lembaran malaikat yang masih bisa dihapus dan ditetapkan. Dalam pengertian maknawi, itu berarti bahwa Allah SWT memberkati orang-orang yang menjaga silaturahim dengan ketenangan jiwa, kedamaian hati, dan ketenteraman pikiran. Kebiasaan menyambung tali persaudaraan akan membuka banyak peluang untuk maju, memperbaiki diri, dan bahkan melapangkan rezeki. Insya Allah, orang-orang Muslim yang gemar merawat silaturahim akan semakin berpeluang untuk menjadi penghuni surga. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali kekeluargaan” (HR Muslim). Dengan terus menjaga hubungan kekerabatan dan persaudaraan, rasa cinta dan saling mengasihi pun akan tumbuh. Perasaan demikian didasari hanya pada mengharap ridha-Nya. Mereka itulah yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, Allah ‘Azza wa Jalla pada hari kiamat akan berfirman, ‘Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku? Pada hari inilah Aku memberikan mereka naungan, pada hari yang tidak ada naungan lagi kecuali naungan-Ku’” (HR Muslim). (yan) Baca juga :

Read More

Gaya Hidup Sehat ala Rasulullah SAW

Jakarta — 1miliarsantri.net : Salah satu karunia Allah SWT yang sering diabaikan atau dilalaikan manusia adalah nikmat kesehatan. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, “Ada dua nikmat yang sering kali dilalaikan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan kesempatan.” Padahal, kesehatan merupakan mahkota yang tidak dapat dirasakan kecuali bagi mereka yang sakit. Dr Husain Haikal dalam kitabnya, Hayatu Muhammad, menjelaskan, Nabi Muhammad SAW selama hidupnya hanya dua kali mengalami sakit. Pertama, ketika beliau kembali dari ziarah makam pahlawan di Baqi’. Kedua, ketika beliau mengalami susah tidur dan demam panas beberapa hari sebelum wafatnya. Lalu timbul pertanyaan, mengapa Nabi Muhammad SAW selalu sehat? Pertama, beliau senantiasa bangun subuh. Waktu subuh tentu tidak sama dengan waktu pagi Pagi adalah waktu setelah matahari terbit, kira-kira jam 07.00. Adapun waktu subuh ialah setelah fajar menyingsing dan sebelum matahari terbit. Ini sebagaimana disebutkan Alquran surah Takwir ayat ke-18. Artinya: “Demi waktu subuh di kala fajar merekah.” Sumpah Allah dengan waktu itu adalah untuk menarik perhatian manusia, khususnya manusia yang beriman kepada-Nya akan pentingnya waktu itu bagi kesehatan fisik dan mental. Udara subuh memang sangat segar dan banyak mengandung zat asam yang sangat diperlukan buat pernapasan manusia. Tidak heran orang-orang yang suka bangun subuh dan selalu menghirup udara subuh sukar dihinggapi penyakit paru-paru. Pernapasannya teratur dan paru-parunya menjadi kuat. Bangun subuh tidak saja besar artinya bagi kesehatan jasmani, tetapi juga bagi kesehatan rohani kita. Faktor kedua, beliau selalu menjaga kebersihan. Sejak kecil, Rasulullah SAW menyukai kebersihan meskipun negerinya kekurangan air. Ketika diangkat menjadi rasul, makin besar perhatiannya pada kebersihan. Beliau bersabda: “Kebersihan itu adalah sebagian daripada iman.” Maka, siapa yang tidak suka menjaga kebersihan, ternodalah sebagian imannya. Faktor ketiga yang menyebabkan Rasulullah SAW senantiasa sehat adalah, beliau selalu makan secukupnya. Rasulullah SAW bersabda: “Kami adalah kaum yang tak pernah makan sebelum lapar, dan bila kami makan tidak pernah sampai kenyang.” Makan memang merupakan salah satu syarat untuk hidup, bila kita tidak makan pada waktunya, maka zat-zat pembakar dalam tubuh kekurangan bahan bakar yang mengakibatkan pembakaran tidak terjadi. Bila pembakaran tidak terjadi, panas badan berkurang dan darah tidak bisa teratur lagi. Maka, makan diperlukan untuk hidup, tetapi manusia hidup bukan untuk makan. Manusia yang hidup hanya untuk makan merosot nilainya menjadi hewan. Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh salah seorang sahabat Rasulullah SAW sekaligus menantu beliau, yakni ‘Ali bin Abi Thalib: “Orang yang hidup hanya untuk mengisi perutnya, nilainya sama dengan apa yang keluar dari perutnya.” Faktor terakhir karena beliau banyak berjalan kaki. Dalam berdakwah dari satu tempat ke tempat lain, Rasulullah senantiasa berjalan kaki mengingat keadaan saat itu belum ada kendaraan seperti sekarang ini. Para ahli kesehatan menyatakan bahwa berjalan kaki adalah suatu cara gerak badan yang sangat penting dan menyehatkan. Dengan sering berjalan kaki, pernapasan lebih teratur, urat-urat akan selalu tergerakkan, paru-paru akan menjadi kuat, dan darah menjadi bersih. (yan) Baca juga :

Read More

Ciri-Ciri Orang yang Bertakwa

Surabaya — 1miliarsantri.net : Setiap perintah Allah SWT yang kita kerjakan selalu memiliki tujuan akhir, yaitu untuk membentuk insan-insan yang bertakwa. Maknanya, manusia yang siap taat untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Dengan ketakwaan itu, seseorang mendapatkan jaminan ampunan dan surga-Nya. Di antaranya, perintah untuk menghambakan diri secara total kepada Allah SWT (QS al-Baqarah [2]: 21), memenuhi janji (QS al-Baqarah [2]: 63), penegakan hukum qishas (QS al-Baqarah [2]: 179), menjalankan ibadah puasa Ramadhan (QS al-Baqarah [2]: 183), istiqamah di jalan Islam (QS al-An’am [6]: 153), dan berpegang teguh kepada kebenaran (QS al-Araf [7]: 171). Ujung ayat-ayat tersebut berbunyi, “La’allakum tattaqun…” (agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa). Dalam Alquran, telah disebutkan karakteristik yang selalu melekat dalam diri manusia yang bertakwa. Pertama, dalam surah al-Baqarah [2] ayat 3-4. Yaitu, manusia yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan kepadanya, beriman kepada kitab suci Alquran dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta yang yakin akan adanya kehidupan akhirat. Kedua, dalam surah al-Baqarah [2] ayat 177. Orang yang bertakwa adalah yang beriman kepada Allah, Hari Akhir, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan nabi-nabi-Nya. Kemudian, dia memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang yang meminta-minta. Orang yang bertakwa juga memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Selain itu, orang yang bertakwa selalu menepati janjinya dan bersabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Ketiga, dalam surah Ali Imran [3] ayat 134-135. Yaitu, orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang lain, dan apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera ingat kepada Allah, lalu memohon ampun kepada-Nya. Dalam Alquran, juga telah disebutkan jaminan (balasan) yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bertakwa (muttaqin). Pertama, jaminan ampunan dan mendapatkan surga. Allah SWT berfirman, “Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS Ali Imran [3]: 146). Kedua, diberikan baginya jalan keluar dari berbagai permasalahan hidup. Allah SWT berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS at-Thalaq [65]: 2). Ketiga, diberikan jaminan rezeki dari arah yang tidak terduga sebelumnya. Allah SWT berfirman, “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS at-Thalaq [65]: 3). Keempat, akan dihapuskan dosa-dosanya dan diberikan pahala yang berlipat. Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (QS at-Thalaq [65]: 5). (yat) Baca juga :

Read More

Badai PHK Kembali Menghantui, Rakyat Terus dalam Kesulitan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Badai pemutusan hubungan kerja masih menghantui pekerja di Indonesia. Kemnaker mencatat sebanyak 59.764 orang terkena PHK hingga Oktober 2024. PHK didominasi sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang, aktivitas jasa lainnya 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan 3.997 orang. Tentu hal ini memberikan pukulan keras bagi perekonomian Indonesia yang sedang berusaha pulih pasca covid dan badai ekonomi lainnya. Para tenaga kerja yang dirumahkan harus memutar otak untuk segera mencari pengganti pekerjaan agar bisa tetap menyambung hidup, namun mencari pekerjaan baru juga bukan hal mudah di negeri ini. Ratusan ribu orang yang lebih dulu menganggur saja masih belum dapat kebagian jatah pekerjaan untuk terus bertahan menopang berbagai beban kebutuhan, ditambah puluhan ribu pendatang baru tentu ini semua menimbulkan keresahan dan harus segera ada tindakan dari pemerintah untuk saling bergandengan menyelamatkan keadaan. Masyarakat berharap negara jangan sampai berlepas tangan dan menyerahkan seluruh keputusan pada pihak pengusaha termasuk dalam hak mengelola tenaga kerja dan pemutusan hubungan kerja karena jika dalam sistem kapitalisme tentu para pekerja berpotensi terus dirugikan mengingat kekuasaan berada ditangan pemilik modal hal itu karena konsep dan pandangan yang mengutamakan keuntungan tanpa melihat kemaslahatan bagi masyarakat. Masyarakat harus mendapatkan solusi yang bisa memberikan jaminan baik dari tersedianya lapangan kerja hingga tidak perlu merasa dihantui oleh badai PHK. Pengelolaan atas sumber daya alam negeri ini harus dikerahkan untuk kebaikan penduduk begitu juga sumber daya manusia yang dimiliki harus bisa berdaya bukan malah diperas dan dicampakkan begitu saja. (yan) Baca juga :

Read More

UAH: Ujian Berbanding Lurus dengan Doa dan Harapan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pendiri Quantum Akhyar Institute Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan, ujian hidup sejatinya adalah bagian dari proses untuk mencapai doa dan harapan yang telah dipanjatkan. Menurut dai yang akrab disapa UAH tersebut, setiap orang memiliki cita-cita dan harapan dalam hidup. Untuk mencapainya, ujian dan tantangan harus dilalui terlebih dahulu. UAH yang juga merupakan wakil ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah ini mengatakan, ujian bukanlah masalah yang harus dihindari, melainkan jembatan yang mengantarkan seseorang menuju tujuan yang diinginkan.”Ujian hidup itu berbanding lurus dengan doa yang kita mohonkan,” ungkap UAH pada Channel YouTube Adi Hidayat Official (17/11/24) UAH mencontohkan, seorang mahasiswa yang ingin lulus dengan IPK 4, misalnya, tidak mungkin bisa langsung diwisuda tanpa melalui ujian. Demikian pula dengan hidup, setiap harapan harus ditempuh dengan perjuangan dan ujian. Ustadz Adi Hidayat juga mengungkapkan bahwa masalah atau ujian yang datang kepada seseorang adalah bagian dari takdir dan hasil dari doa yang dipanjatkan. Ia menekankan bahwa Allah tidak akan memberikan ujian yang melebihi kemampuan umat-Nya, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 286: “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” UAH mengingatkan agar setiap masalah yang dihadapi jangan dipandang sebagai beban yang membuat hidup semakin berat. Ia menekankan pentingnya melapangkan hati agar masalah tidak terasa begitu besar. Ia menggunakan analogi dengan air dan garam, di mana jika hati seseorang sempit seperti gelas kecil, masalah sekecil apapun akan terasa berat. Namun, jika hati dilapangkan, masalah yang besar sekalipun akan terasa ringan seperti air yang terdapat di danau yang luas.”Ketika hati lapang, masalah apapun akan terasa ringan dan mudah untuk diatasi,” pungkas UAH. (yan) Baca juga :

Read More

Habib Taufiq menegaskan, hati manusia memiliki fitrah untuk bersuara jujur

Jakarta — 1miliarsantri.net : Ketua Rabithah Alawiyah Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf sempat ditanya oleh jamaah dalam salah satu pengajian mengenai bagaimana hukumnya menerima uang dari calon kepala daerah tetapi tidak memilih calon kepala daerah yang memberi uang tersebut saat Pilkada. Habib Taufiq mengatakan, ada orang memberikan uang agar dirinya dipilih, kemudian uangnya diterima. Ia menjelaskan, ada dua hal dalam kasus tersebut yang perlu mendapat penjelasan. Pertama, saat yang bersangkutan tidak mencoblos atau tidak memilih maka dia tidak jujur dan sudah menipu. Padahal, uangnya sudah diterima. “Orang itu kalau memberi (uang) kemudian kamu tahu bahwa ini adalah ada yang diinginkan (olehnya), kalau kamu tidak bisa (memenuhi keinginannya) jangan diterima,” ungkap Habib Taufiq, dikutip dari video yang diunggah channel Sunsal Media, Rabu (20/11/2024) Habib Taufiq memberikan gambaran, ada orang memberi uang supaya mendapatkan nasihat, tetapi tidak diberikan nasihat. Dia menjelaskan, hal tersebut merupakan sikap yang tidak benar karena seharusnya yang bersangkutan memberi nasihat. “Orang yang memberi itu bukan bertujuan memberi hadiah, tapi ada tolab (ingin mencari ilmu),” urainya. Habib Taufiq mengatakan, yang kedua, selain melakukan kebohongan maka yang bersangkutan telah membohongi hatinya. “Meski pakai fiqih, pakai itu, pakai ini. Tanya diri anda sendiri, kalau anda diperlakukan seperti itu, apakah anda senang? Tentu tidak,”tegas dia. Dia menegaskan, hati di dalam diri manusia memiliki fitrah untuk bersuara jujur. “Hati kita ini jujur, karena itu jangan mencari sah saja tapi carilah qabul,” ujar Habib Taufiq. Habib Taufiq memberikan gambaran, sholatnya orang ria itu sah akan tapi tidak makbul. “Jadi jangan cari sah saja tapi cari supaya amal anda diterima oleh Allah SWT,”kata dia. Contoh lainnya, dia bertanya mengenai puasanya orang yang gila apakah sah atau tidak. Dia mengungkapkan, meski secara hukum puasanya terbilang sah tetapi hendaknya yang puasa jangan hanya cari sah saja tetapi mencari supaya puasanya diterima oleh Allah SWT. “Jangan kamu hanya terbatas dengan fiqih halal apa haram, hanya dengan mengkhilaf udah dihukumi halal, jangan cari itu, cari ridha Allah, apakah Allah ridha dengan perbuatan ini,” pungkasnya. (yan) Baca juga :

Read More