Kisah Orang yang Murtad di Awal Islam

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam catatan sejarah di masa awal Islam, ada seorang raja yang sudah masuk Islam, tetapi kemudian menjadi murtad. Hal itu terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA. Raja tersebut adalah Raja Ghossan bernama Jablah bin Ayham bin Harits Al-A’raaz bin Syamar Al-Ghossani. Raja Jablah penguasa negeri Syam saat akan di-Qishas oleh Khalifah Umar karena memukul hidung saudaranya seimannya saat menunaikan ibadah haji. Nasiruddin S.AG MM dalam bukunya “Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam” menceritakan saat itu setelah Jablah masuk Islam, Ia hendak menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk menunaikan ibadah haji ke kota Makkah. Karena Jablah merupakan orang penting ia mengirim surat ke Madinah pusat pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab atas rencananya akan menunaikan ibadah haji. “Surat itu isinya menginformasikan bahwa Jablah akan mengunjungi kota Madinah sebagai ibu kota pemerintahan Islam pada masa itu untuk bersilahturahmi dengannya setelah itu menunaikan ibadah haji,” katanya. Dengan senang hati Khalifah Umar Bin Khathab menerima maksud kedatangan tersebut. Umar berjanji akan melayaninya sebagai tamu kehormatan bagi khalifah di Ibu Kota Madinah. Jablah bin Ayham bin Harits Al-A’raaz bin Syamar Al-Ghossani pun bersiap-siap untuk berangkat ke Madinah sambil menyiapkan 500 orang yang terdiri dari keluarga kerajaan, kaum kerabat, handa taulan dan para pengawalnya untuk menunaikan ibadah haji di Kota Makkah. Ketika rombongan tersebut sudah memasuki kota Madinah, Jablah bin Ayham mengutus pengawalnya untuk menginformasikan ke kedatangannya kepada Khalifah Umar bin Khathab. Betapa senangnya khalifah mendengar kedatangan raja Ghossan itu. “Lalu Umar memerintahkan para penduduk kota Madinah menyambut kedatangannya sambil menyiapkan hidangan untuk tamu terhormat itu,” katanya. Sementara itu Jablah memerintahkan seratus orang pengawalnya untuk mengenakan pakaian ketentaraan yang terbuat dari sutra. Para pengawal tersebut dengan gagahnya mengendarai kuda yang berhiaskan emas, permata dan aneka hiasan lainnya. Sedangkan Raja Jablah sendiri mengenakan mahkota yang bertahtakan intan permata dan berlian yang indah dan mahal. Pada saat rombongan kerajaan Al-Ghossani memasuki gerbang kota Madinah para Penduduk Madinah, maka keluar penduduk kota tersebut, tua muda anak-anak, kaum remaja, kaum bapak, kaum ibu sorak sorai menyambut kedatangan Raja Ghossan tamu kehormatan Khalifah Umar bin Khattab. Sementara itu para janda dan anak gadis setempat sangat terheran-heran dengan pakaian yang dikenakan raja Jablah saat itu. “Semua memuji keindahan dan kemewahan pakaian kerajaan tersebut,” katanya. Ketika sampai di kota Madinah, Raja Jablah langsung menemui Khalifah Umar untuk memberi tahu kedatangannya. Khalifah Umar langsung menyambut kedatangannya dengan penuh penghormatan dan ramah tamah seorang khalifah terhadap pembesar negeri lainnya. “Assalamualaikum wahai amirul mukminin apa kabarnya Anda saat ini?” ” Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawab Khalifah Umar dengan penuh kehormatan. “Alhamdulillah berkat doa anda sekalian, sampai saat ini saya dalam keadaan sehat wal afiat,” kata Umar. Kemudian Umar Bin Khattab menjamu tamunya dengan ramah tamah serta menghidangkan makanan sebagai pengisi perut atas perjalanan yang melelahkan bagi raja Jablah Al-Ghossani bersama romobongan. Lalu keduanya ngobrol asik tentang kondisi keamanan dan kesejahteraan rakyat di negeri sekitar Syam. Tak lama kemudian, raja Jablah Al-Ghossani berkata kepada Khalifah Umar. “Wahai Amirul Mukminin sebenarnya kedatangan saya ke kota Makkah nanti adalah untuk menunaikan ibadah haji tahun ini,” katanya. Khalifah Umar pun menyambut positif maksud kedatangannya seraya berkata. ” Insya Allah saya juga akan melaksanakan ibadah haji tahun ini. Dan jika tidak keberatan bagaimana kita berangkat bersama-sama ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji,” ajak Umar. Akhirnya Khalifah Umar bersama-sama berangkat bersama rombongan kerajaan Al-Ghossani untuk melaksanakan ibadah haji. Sesampainya di Kota Makkah mereka bersama-sama melaksanakan tawaf qudum sebagai tanda kedatangan mereka di Baitullah Ka’bah dan mereka berbaur dengan kaum Muslimin lainnya melaksanakan tawaf dengan khusu dan khidmat. Ketika Jablah sedang melakukan tawaf di sekeliling Ka’bah, tiba-tiba kain ihramnya tanpa disadari terinjak oleh kaki seorang lelaki dari bani Fazaroh, hingga terlepas dari tubuhnya. Betapa terkejut Jablah dengan hal itu. lalu dengan perasaan kesal ia pukul muka lelaki tersebut dengan tangannya hingga berdarah. Akhirnya lelaki dari bani Fazaroh itu tidak menerima perlakuan Jablah terhadapnya, karena ia melakukan hal itu tidak dengan sengaja. Kemudian ia datang dan mengadu kepada Khalifah Umar tentang perlakuan raja Ghossan itu terhadapnya. “Umar memang seorang khalifah yang sangat arif dan bijaksana serta memperhatikan pengaduan rakyat kecil dan keluhan umatnya,” katanya. Maka, ia pun mendengarkan semua pengaduannya tersebut serta mengakomodasikan untuk dicarikan jalan keluar yang terbaik baginya. Setelah itu ia mengutus seseorang untuk memanggil Jablah agar menghadapnya Umar bertanya. “Hai Jablah, benarkah anda telah memukul seorang lelaki dari bani Fazaroh ketika ia sedang tawaf di sekeliling Ka’bah? “Tanya Khalifah Umar kepada Jablah. Dengan angkuh Jablah menjawab, “Benar Amirul Mukminin. Memang benar saya telah memukul hidung lelaki itu karena ia dengan sengaja telah menginjak kain ihram saya, hingga akhirnya terlepas dari tubuh saya. Kalau seandainya saja bukan karena kemuliaan Ka’bah baitullah aku sudah saya tebas batang lehernya! “. Lalu Umar berkata, “Baiklah, karena anda telah melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain, maka sebaiknya minta maaf kepadanya, dan kalau tidak saya akan memerintahkan kepadanya untuk menuntut balas atas perbuatan anda tersebut. Karena bagaimanapun anda tidak boleh berbuat sewenang-wenang terhadap sesama muslim!” Jablah terkejut dan balik bertanya, “Apa yang akan anda lakukan terhadap saya, hai Amirul mukminin?” Umar menjawab, saya akan menyuruh lelaki dari bani Fazaroh yang pernah anda cederai untuk memukul hindung anda.” Betapa terkejutnya Jablah mendengar ucapan Khalifah Umar bin Khathab itu saya bertanya. “Ya Amirul mukminin, bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? anda sendiri telah mengetahui, bahwa saya ini adalah seorang pembesar dari negeri Syam, sedangkan lelaki itu hanyalah rakyat jelata. Dengan tegas Khalifah Umar berkata kepadanya. “Ketahuilah olehmu hai Jablah sesungguhnya Islam itu telah mempersatukan anda sebagai seorang pembesar suatu kaum dengan lelaki tersebut yang hanya rakyat jelata. Sebenarnya antara anda dengannya tidak ada keistimewaan apa-apa, kecuali keimanan dan ketakwaan.” Namun Jablah menyambutnya dengan jawaban yang tidak menyenangkan, “Saya mengira bahwa saya akan menjadi lebih mulia dan dihormati setelah saya memeluk agama Islam. Akan tetapi, pada kenyataannya saya malah lebih diabaikan dari sebelumnya.” Khalifah Umar mulai kesal dan berkata kepadanya. “Sudahlah, anda jangan banyak berkomentar! Kalau anda tetap bersikeras untuk tidak minta maaf kepada lelaki itu, maka saya akan suruh dia untuk menuntut balas kepada anda.” Tetapi, Jablah tetap bersikeras dan tidak mau minta maaf…

Read More

Gua Hira, Tempat Sejarah Sangat Penting Bagi Umat Islam

Jakarta — 1miliarsantri.net : Gua Hira merupakan tempat yang sangat penting dalam sejarah Islam. Tempat inilah awal mula wahyu pertama diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Terletak di Jabal Nur, Gua Hira menjadi saksi momen besar yang kemudian mengubah jalannya sejarah umat manusia. Gua Hira terletak di sekitar enam kilometer sebelah utara kota Makkah. Meskipun peranannya besar dalam sejarah Islam, ukuran Gua Hira sebenarnya tidak luas. Panjangnya hanya sekitar 2 meter, lebarnya sekitar 1,3 meter, dan tingginya sekitar 1,5 meter, cukup sempit untuk sekadar duduk dan beribadah. Meski kecil, Gua Hira memiliki suasana hening dan tenang. Menurut berbagai riwayat, sebelum di angkat menjadi nabi, Rasulullah SAW. sering mengalami kegelisahan yang mendalam melihat kehidupan masyarakat di sekitarnya yang penuh dengan penyembahan berhala, ketidakadilan, dan praktik-praktik yang tidak manusiawi. Beliau merasa terpanggil untuk menemukan pencerahan dan kebenaran, yang kemudian membawanya melakukan perjalanan spiritual di Gua Hira. Pada usia 40 tahun, tepatnya di bulan Ramadan, peristiwa besar terjadi. Malaikat Jibril datang kepada beliau untuk menyampaikan wahyu pertama dari Allah SWT yang berbunyi:ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1). Ayat ini adalah perintah langsung dari Allah Swt. yang menandakan awal mula turunnya Al-Quran. Dengan wahyu ini, nabi Muhammad SAW pun diangkat menjadi Rasul Allah, dan sejak saat itu dimulailah tugasnya untuk menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia. Sejarah Gua Hira ini menjadi sangat penting karena wahyu pertama inilah yang menjadi titik tolak ajaran Islam. Apa yang Rasulullah Lakukan di Gua Hira? Di Gua Hira, Rasulullah Muhammad SAW. melakukan sebuah bentuk perenungan mendalam yang dikenal dengan istilah uzlah. Uzlah adalah kegiatan menyendiri dengan tujuan untuk menjernihkan pikiran dan memfokuskan hati kepada Allah. Melalui uzlah, Nabi Muhammad saw. berupaya untuk merenungkan kebesaran alam semesta dan memandang segala sesuatu dengan penuh makna dan kedalaman. Uzlah ini bukan hanya sekadar menyendiri secara fisik, namun juga melibatkan pemusatan jiwa dan raga dalam sebuah perenungan yang dalam. Rasulullah Muhammad SAW beruzlah untuk merenungkan hakikat kehidupan, keindahan alam, dan kebesaran Tuhan. Aktivitas uzlah yang dilakukan beliau di Gua Hira membebaskannya dari segala distraksi kehidupan sehari-hari, dan memberikan ruang bagi beliau untuk menyatu dengan alam semesta serta mendekatkan diri kepada hakikat yang agung. Saat melakukan uzlah di Gua Hira, Rasulullah Muhammad SAW sering kali merasa terasing dari kehidupan masyarakat Makkah yang penuh dengan kebiasaan menyembah berhala dan berbagai kezaliman lainnya. Dengan demikian, uzlah di Gua Hira menjadi waktu yang sangat berarti bagi Rasulullah Muhammad SAW dalam memperkuat hubungan spiritualnya dan mempersiapkan diri untuk menerima tugas kenabian yang besar. Gua Hira memiliki makna spiritual yang dalam bagi umat Islam. Tempat ini mengajarkan kepada kita pentingnya kesunyian, perenungan, dan keterhubungan dengan Sang Pencipta. Bagi Rasulullah Muhammad SAW Gua Hira bukan sekadar tempat fisik, tetapi juga ruang spiritual yang memberinya kekuatan dan kedamaian untuk memahami hakikat hidup. Gua Hira menunjukkan bahwa dalam keheningan dan ketenangan, seseorang dapat menemukan makna sejati dan memperoleh pencerahan dari Allah Swt. Kisah tentang Gua Hira dan uzlah yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan kepada kita bahwa kehidupan membutuhkan waktu untuk merenung dan introspeksi. Terkadang, kita harus berani melepaskan diri dari kebisingan dunia agar dapat memahami tujuan hidup kita dengan lebih baik. Makna spiritual Gua Hira tidak hanya berlaku bagi Rasulullah Muhammad SAW saja, tetapi juga bagi kita sebagai umat Islam. Gua ini menjadi simbol bahwa pencarian kebenaran dan pencerahan tidak selalu berada di tempat yang ramai, tetapi bisa ditemukan di tempat yang sepi dan jauh dari gangguan. (jeha) Baca juga :

Read More

Bukti Gunung Muria Dulu Dipisah Selat dari Pulau Jawa

Semarang — 1miliarsantri.net : Pegunungan Kendeng dikenal sebagai penghasil kayu jati yang berkualitas sebagai bahan kapal jung. Dulu Pegunungan Kendeng berada di wilayah pesisir utara Pulau Jawa, berhadapan dengan pesisir selatan Pulau Muria. Keduanya dipisah oleh selat yang bernama Selat Muria. “Kawasan Selat Muria telah lama dikenal memiliki galangan kapal Jung Jawa,” terang Ahmad Buchori Masruri. Di Pulau Muria ada Gunung Muria, di bagian selatan ada Perbukitan Patiayam. “Daerah Patiayam secara stratigrafis memiliki enam litologi utama yang merupakan produk sedimentasi maupun hasil aktivitas vulkanik Gunung Muria,” kata Ahmad Buchori Masruri. Ahmad Buchori Masruri menyebut, di Semenanjung Muria terdapat tiga gunung api maar. Yaitu Maar Bambang, Maar Gunungrowo, dan Maar Gembong. Gunung api maar terbentuk akibat letusan di bawah permukaan air. “Maar tersebut merupakan hasil erupsi gunung api monogenesis sebagai produk interaksi antara sumber panas (magma) dan air bawah permukaan dan batuan dasar karbonat,” jelas alumnus Pendidikan Sejarah UNS itu. Di masa lalu, Selat Muria berfungsi sebagai tempat pengumpulan komoditas yang didapat dari Pulau Muria dan dari Pegunungan Kendeng di Pulau Jawa. Demak dan Jepara berada di barat daya Pulau Muria dan menjadi pelabuhan utama. Dari pelabuhan ini, komoditas dibawa ke berbagai negeri, hingga ke Malaka. “Kapal dagang milik orang Jawa menguasai jalur rempah yang sangat vital (Maluku, Jawa, Malaka),” kata Ahmad Buchori Masruri. Oleh karena itu, orang Jawa ada banyak di Malaka. Baik sebagai saudagar maupun sebagai nakhoda kapal. Banyak pula tukang kayu dari Jawa di Malaka. Mereka terampil membangun galangan kapal. Tapi Selat Muria kemudian mengalami pendangkalan. Endapan fluvio-marin dari berbagai sungai di Jawa terkumpul di Selat Muria. “Fluvial adalah istilah yang merujuk pada proses yang terkait dengan sungai dan aliran serta endapan dan bentang alam yang dihasilkan,” jelas Achmad Buchori Masruri. Pada 1650-an, Selat Muria sudah tidak bisa dilalui kapal besar. Mengutip laporan tahun 1656-1657, Ahmad Buchori Masruri menyebut, Tumenggung Natairnawa mengusulkan diadakannya pengerukan pada 1657. Pendangkalan Selat Muria itu telah memunculkan wilayah baru. Sekarang menjadi wilayah Kabupaten Kudus, Pati, dan Rembang. VOC yang sudah berkuasa di Tanah Jawa mendapat izin dari Mataram membangun galangan kapal di Rembang. Itu terjadi pada 1677. Kayu jati dari Rembang, Blora, dan Grobogan dibawa ke galangan untuk dibuat menjadi kapal. VOC mempekerjakan orang Kalang yang sudah lama dikenal sebagai terampil mengolah kayu. Buku Sejarah Kehutanan Indonesia yang disusun Departemen Kehutanan pada 1986 menyebut, VOC mendapat kontrak dari Pakubuwono II untuk mengelola hutan di Jawa. Itu terjadi pada tahun 1733. Kontrak itu mewajibkan Mataram menyetor kayu jati dari Jawa –termasuk dari hutan di Gunung Muria, yang masuk wilayah Jepara, Kudus, Pati– kepada VOC. Jumlahnya mencapai 8.500 balok jati setiap tahun., Hingga abad ke-19, galangan kapal di Rembang –wilayah yang terbentuk setelah terjadinya pendangkalan Selat Muria– masih memproduksi kapal. Produknya mencapai delapan kapal per tahun dan 700 bahtera per tahun. Kini, Pulau Muria telah satu daratan dengan Pulau Jawa. Tapi, Perbukitan Patiayam meninggalkan catatan paleonologis dengan beragam fosil vertebrata dan avertebrata. Menurut catatan yang didapat oleh Ahmad Buchori Masruri, fosil vertebrata yang sudah didentifikasi ada kerbau purba, banteng, keluarga babi hutan, keluarga gajah purba, keluarga kuda nil, keluarga harimau, da keluarga penyu. Sedanhkan fosil avertebrata ada dari kelas moluska. (jeha) Baca juga :

Read More

Satu Pesantren di Grobogan Jadi Kristen

Yogyakarta — 1niliarsantri.net : Perawakan Basoeki Probowinoto besar, ada wajah-wajah Arab, sehingga banyak orang menduga pendeta Gereja Kristen Jawa (GKJ) ini berasal dari Nusa Tenggara Timur. Padahal, kakek Basoeki berasal dari Demak, yang ikut perang dalam Perang Diponegoro. Setelah Diponegoro ditangkap Belanda, banyak pengikut Diponegoro mendirikan pesantren, termasuk salah satu pendakwah dari Demak itu. Pendakwah dari Demak itu mendirikan pesantren di Desa Klampok, sekarang masuk wilayah Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan. Basoeki Probowinoto adalah cucu kiai pendiri pesantren di Desa Klampok itu. Bagaimana ia memiliki wajah mirip wajah Arab? Begini ceritanya, yang disarikan dari buku biografi Basoeki yang ditulis oleh Nico L Kana dan N Daldjoeni. Judulnya Ikrar & Ikhitar dalam Hidup Pdt Basoeki Probowinoto yang diterbitkan pertama kali pada 1987. Mungkin Basoeki memang ada keturunan Arab. Sebab, dulu banyak orang Arab tinggal dan kawin-mawin di Demak. Ada yang menjadi pedagang, ada pula yang menjadi pendakwah. Jika kakek Basoeki Probowinoto seorang kiai, bagaimana mungkin Basoeki Probowinoto menjadi pendeta? Basoeki Probowinoto lahir di Desa Tlogomulyo, sekarang masuk wilayah Kecamatan Gubuh, Grobogan. Oleh kakek Basoeki, ayah Basoeki diberi nama Rahmat. Tapi, ketika Basoeki lahir pada 1917, ayahnya sudah dipanggil orang dengan nama Pak Mateus. Ayahnya yang bekerja sebagai carik desa itu sudah masuk Kristen. Jadi, Basoeki menjadi pemeluk Kristen sejak kecil. Bagaimana Rahmat bisa masuk Kristen jika ayahnya adalah kiai pengasuh pesantren? Ketika Mateus meninggal pada 1921, istri Mateus, Rokajah, membawa keluarganya pindah ke Purwodadi. Rokajah dinikahi Mateus ketika masing-masing sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Mateus duda dengan dua anak, Rokajah janda dengan dua anak. Pernikahan Mateus – Rokajah melahirkan anak antara lain, Sritiati dan Basoeki. Di Purwodadi, Rokajah lalu menjadi bidan di rumah sakit yang dikelola oleh zending gereformeerd. Basoeki dan saudaraa-saudaranya sekolah di Purwodadi. Dua kakak Basoeki disekolahkan di Hollandsch Zending School (HZS) yang ada di Purwodadi. Bahasa pengantarnya bahasa Belanda. Tapi, Basoeki disekolahkan di Christelijke Tweede Inlandsche School yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa. Rokajah menginginkan Basoeki bisa membaca dan menulis huruf Jawa. Basoeki kemudian melanjutkan ke sekolah guru di Solo, lalu lanjut ke sekolah teologi di Yogyakarta. Ia selalu lompat kelas. Sekolah dasar yang seharusnya ia jalani selama lima tahun ia selesaikan dalam waktu empat tahun. Dari Tweede School (Sekolah Ongko Loro) Basoeki melanjutkan ke sekolah peralihan di Magelang. Seharusnya juga memerlukan waktu belajar lima tahun, tapi cucu kiai pengasuh pesantren di Grobogan yang juga pengikut Diponegoro ini bisa menyelesaikannya dalam waktu empat tahun. Maka, pendidikan Basoeki dianggap sudah setara tamatan Hollandsche Inlandsche School (HIS), sehingga bisa melanjutkan ke sekolah menengah. Untuk sekolah menengah, ia mengambil sekolah guru Kristen di Solo. Lama pendidikan sekolah guru Kristen itu seharusnya enam tahun, tapi ia selesaikan dalam waktu lima tahun (1932-1937). Lulus dari sekolah guru, ia melanjutkan ke sekolah teologi yang mendidik calon pendeta di Yogyakarta. Lama pendidikannya empat tahun, tapi ia selesaikan dalam waktu tiga tahun. Sebelum mengikuti ujian di akhir tahun keempat, ia diminta membantu mengajar di HIS Purwodadi. Jadi selama setahun ia mengajar di Purwodadi. Pada 1941 ia lulus sekolah teologi dan ditugasi menjadi vikaris di Kwitang, Jakarta. Cucu kiai pengasuh pesantren di Desa Klampok, Gubug, Grobogan, itu pada 1943 diangkat menjadi pendeta. Setelah Indonesia merdeka, ia tak hanya aktif memimpin GKJ, tetapi juga ikut mendirikan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan menjadi ketuanya. Ia juga dilantik menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada 1950 ia juga mendirikan Yayasan Rumah Sakit Kristen yang pada 1964 diubah menjadi Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum). Ia pun ikut mndirikan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Sebelum Basoeki lahir, ayah Basoeki juga Muslim yang taat. Ayah Basoeki lalu ikut memeluk Kristen setelah kakek Basoeki memeluk Kristen. Saat itu, meski kakek Basoeki sudah menjadi kiai pengasuh pesantren, ia masih rajin mengunjungi kiai-kiai sepuh. Suatu hari, kakek Basoeki mengunjungi kiai sepuh di Cirebon. Saat beristirahat di warung kopi, ia bertemu dengan kolportir. Kolportir adalah sebutan untuk penyebar Injil pada masa itu. Kolportir itu membacakan Injil Markus. Kakek Basoeki mendebatnya, tetapi sebelum melanjutkan debat, oleh kolportir itu ia diminta untuk terlebih dulu membaca Injil Markus. Kolportir itu lalu memberinya Injil Markus berhahasa Jawa. Kolportir itu ternyata anak buah Reijer de Boer, penyebar Injil di Nyemoh, Salatiga. Kerja zending De Boer sampai juga di wilayah Godong, Gubug, dan Kedungjati di wilayah Kabupaten Grobogan. Kakek Basoeki yang menjadi pengikut Diponegoro itu kemudian meninggalkan Islam, lalu memeluk Kristen. Bagaimana dengan pesantrennya? Basoeki tidak mengungkap jumlah santri yang belajar di pesantren kakeknya. Tapi ia mengatakan bahwa seluruh santri kakeknya juga berpindah memeluk Kristen. (jeha) Baca juga :

Read More

Ketika Umar Menyuruh Gubernur Menggembala Kambing

Jakarta — 1miliarsantri.net : Saat menjadi pemimpin, Umar bin Khattab sangat tegas mengawasi para gubernurnya di daerah-daerah. Hal itu tecermin dalam kisah berikut, sebagaimana disarikan dari buku Fatawa wa Aqdhiyah Amiril Mu`minin ‘Umar bin Khaththab karangan Muhammad ‘Abdul ‘Aziz al-Halawi. Untuk diketahui, Khalifah Umar bin Khattab apabila hendak mengangkat seorang gubernur, akan mengambil sumpah jabatan. Prosesi itu dilakukannya di hadapan orang-orang Anshar serta para sahabat Nabi Muhammad SAW lainnya. Ada sedikitnya empat perkara yang selalu disebutkan dalam teks sumpah jabatan. Pertama, hendaknya seorang gubernur tidak menunggangi kuda pengangkut barang-barang berat. Ini bermakna bahwa seorang pemimpin tidak akan memamerkan harta miliknya. Kedua, seorang gubernur tidak memakai baju berbahan kain halus. Ini bermakna seorang pemimpin tidak tampil bermewah-mewahan. Ketiga, tidak makan roti putih. Artinya, seorang gubernur lebih mengutamakan perut rakyat daripada diri sendiri. Terakhir, seorang gubernur tidak boleh menutup pintu rumahnya. Ini berarti ia mesti siap melayani kebutuhan rakyatnya. Hal lainnya adalah, Umar juga melarang seorang gubernur memiliki ajudan. Alkisah, Umar bin Khattab sedang berjalan-jalan di Madinah usai melantik seorang pejabat. Tiba-tiba, seorang pria berlari mendatanginya. “Wahai Amirul mukminin! Benarkah keempat syarat itu bisa menyelamatkan Tuan dari siksa Allah, sedangkan gubernur Tuan sendiri di Mesir telah memakai baju bagus dan mengangkat ajudan?” Khalifah Umar terkejut mendengar keterangan pria ini. Segera, ia memanggil kurir negara, Muhammad bin Maslamah. Tujuannya untuk menyelidiki, benarkah Ayyadh bin Ghanam selaku gubernur Mesir berperangai seperti dideskripsikan pria Madinah ini. “Pergilah ke tempat Ayyadh. Bawalah dia kepadaku dalam keadaan persis sebagaimana engkau saksikan dia ketika bertemu,” demikian perintah Umar kepada si kurir. Berangkatlah Muhammad bin Maslamah ke Mesir. Beberapa waktu lamanya, ia pun sampai di kediaman sang gubernur, Ayyadh bin Ghanam. Ternyata, Ayyadh memang berpenampilan mewah.Bukan hanya soal pakaian. Kini, gubernur Mesir itu mempekerjakan seorang ajudan pribadi. Sang gubernur menyambut Muhammad bin Maslamah dengan baik. Tanpa berbasa-basi, sang kurir menyampaikan maksud kedatangannya. “Wahai, Gubernur Ayyadh. Engkau dipanggil Khalifah Umar ke Madinah,” kata Muhammad. “Baiklah. Tetapi, saya minta waktu sebentar untuk ganti baju,” jawab Ayyadh bin Ghanam. “Tidak perlu. Ikutlah denganku sekarang, sebagaimana aku mendapatimu saat bertemu ini,” kata Muhammad. Dengan sedikit bertanya-tanya, sang gubernur pun menyanggupi. Keduanya berangkat ke Madinah untuk menemui Khalifah Umar. Sampai di tujuan, mereka menghadap sang amirul mukminin. Demi melihat gubernur Mesir ini, pandangan mata Umar menahan amarah. Wajahnya memerah, menyiratkan perasaan tidak suka. “Lepas baju itu!” perintah Khalifah Umar kepada Ayyadh bin Ghanam. Kemudian, Umar menyuruh Muhammad untuk mengambilkan sebuah jubah yang terbuat dari bulu hewan ternak. Tidak hanya itu, sang khalifah juga menginstruksikannya mengumpulkan sekawanan kambing serta sebatang tongkat. Semua itu lalu diberikannya kepada gubernur Mesir ini. “Pakailah baju bulu ternak ini. Ambil tongkat ini. Kemudian, pulanglah ke Mesir dengan menggembalakan kambing-kambing ini! Dan berilah minum kepada orang-orang yang kau temui di jalan!” demikian perintah Umar kepada Ayyadh bin Ghanam. “B-baik, ya Amirul mukminin,” jawab sang gubernur. Di pintu keluar, Ayyadh terdengar menggerutu: “Sungguh, saya lebih baik mati daripada tampil begini.” Mendengar gerutuannya, Khalifah Umar dengan keras berkata, “Mengapa engkau tidak senang dengan pekerjaan seperti ini? Ayahmu dahulu dikenal sebagai ghanam karena ia menggembala kambing. Tahukah engkau? Apa kau kini merasa lebih baik daripada ayahmu!?” Sejak peristiwa ini, sosok Ayyadh bin Ghanam berubah drastis. Pribadinya kemudian menjadi sangat tawaduk. Ia menjadi gubernur yang dicintai rakyat Mesir. (jeha) Baca juga :

Read More

Para Budak yang Mengakhiri Daulah Ayyubiyah di Mesir

Jakarta — 1miliarsantri.net : Setelah kehancuran Daulah Fatimiyah di Mesir digantikan Daulah Ayyubiyah. Kala itu, Nuruddin Zanki (Penguasa Syam dan Aleppo) mendesak Salahuddin Al-Ayyubi untuk mengakhiri kekuasaan Daulah Fatimiyah di Mesir yang Syiah itu. “Nurudin juga memerintahkan Salahuddin Al-Ayyubi mengusir tentara Salib,” tulis Dr. H. Syamruddin Nasution. M.Ag dalam bukunya berjudul “Sejarah Peradaban Islam” (Yayasan Pusaka Riau, 2013). Usaha merekrut budak-budak untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintahan di bidang Militer sudah menjadi tradisi saat itu terutama bagi daulah-daulah yang pernah berkuasa di Mesir sebelum Daulah Ayyubiyah maupun Daulah Ayyubiyah sendiri. Hal itu dapat diketahui dari apa yang dilakukan oleh Daulah Tulun (254-292 H / 868-905 M), Daulah Ikhsit (323-358 H / 935-969 M), Daulah Fatimiyah (909-1171 M) dan Daulah Ayyubiyah. Mereka mendatangkan budak-budak ke Mesir untuk diangkat menjadi tentara pemerintahan. Dalam perkembangan selanjutnya, para budak itu bukan hanya berpengaruh dalam tubuh militer tapi juga dalam pemerintahan pada umumnya. Daulah Mamalik di Mesir muncul pada saat dunia Islam mengalami desentralisasi dan desintegrasi politik. Wilayah kekuasaannya meliputi Mesir, Hijaz, Yaman dan daerah sungai Furat. Kaum Mamalik ini berhasil membersihkan sisa-sisa tentara Salib dari Mesir dan Suriah serta membendung desakan gerombolan-gerombolan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulaqu Khan dan Timur Lenk. Kaum Mamalik yang memerintah di Mesir mereka dibedakan menjadi dua suku. Pertama Mamalik Bahri (648- 792 H / 1250-1390 M), kedua Mamalik Burji (784-922 H / 1382- 1517 M). Mamalik Bahri adalah budak-budak Turki yang didatangkan Malik Al-Saleh ke Mesir dalam jumlah besar setelah ia berhasil menduduki jabatan Sultan (1240-1249). Di Mesir mereka ditempatkan di barak-barak militer dekat sungai Nil, itulah sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Bahri artinya budak laut. Adapun Mamalik Burji adalah budak-budak yang didatangkan dari Syirkas (Turki) oleh Sultan Qalawun (1279-1290) karena ia curiga terhadap beberapa tokoh militer dari Mamalik Bahri yang dianggapnya dapat mengancam kelangsungan kekuasaannya. Mereka ditempatkan di menara-menara benteng (Burji). Itulah sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Burji. Baik Mamalik Bahri maupun Mamalik Burji sama-sama berasal dari Turki tetapi suku mereka yang berbeda. Untuk mempertahankan kekuasaan Daulah Ayyubiyah Sultan Malik Al-Saleh memberikan kebebasan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kaum Mamalik Bahri untuk mencapai prestasi dan kedudukan tinggi dalam jabatan militer Daulah Ayyubiyah. Oleh karena itu, Mamalik Bahri mempergunakan kesempatan tersebut untuk menyusun suatu kekuatan sehingga mereka menjadi kelompok militer yang terorganisir. Hal tersebut dilakukan untuk menyaingi kekuatan militer asal suku Kurdi yang sudah ada sebelumnya yang dibentuk oleh Sultan Malik Al-Kamil. Ketika Malik Al-Saleh berusaha hendak merebut kekuasaan dari Sultan Malik AlKamil, dia dibantu tentara dari budak-budak Turki, sebaliknya Sultan Malik Al-Kamil didukung oleh tentara asal Kurdi. Tetapi kemenangan tetap berada di tangan Sultan Malik Al-Saleh. Setelah Sultan Malik Al-Saleh meninggal (1249), ia digantikan oleh Turansyah. Tetapi Turansyah tidak menyukai kaum Mamalik al-Bahri sehingga ia membentuk pasukan militer sendiri. Maka kaum Mamalik Bahri pun tidak menyukainya karena mengabaikan peran mereka. Oleh karena itu, pada tahun 1250 M Mamalik Bahri di bawah pimpinan Baybar dan Izuddin Aibak melakukan kudeta terhadap Daulah Ayyubiyah sehingga Turansyah terbunuh. Baik Malik Al-Saleh maupun Turansyah tidak mempunyai anak laki-laki yang ada hanya seorang bekas budak wanita yang bernama “Syajar Ad-Duur” yang sudah dimerdekakan dan dinikahi oleh Sultan Malik Al-Saleh. Ketika mereka hendak membaiatnya menjadi Sultan, kaum Muslimin menolaknya karena bertentangan dengan tradisi. Bahkan Khalifah Abbasiyah ketika itu berkata dengan nada mengejek, “Kalau rakyat Mesir tidak mempunyai anak laki-laki untuk menjadi raja maka beritahu segera supaya kami dapat mengirimkan anak laki-laki yang akan menjadi raja” Untuk mengatasi hal tersebut Izuddin Aibak menikahi “Syajar Ad-Duur”. Dengan demikian, Izuddin diangkat menjadi Sultan Daulah Mamalik di Mesir menggantikan Daulah Ayyubiyah sebelumnya. (jeha) Baca juga :

Read More

Tombak Kanjeng Kyai Upas: Simbol Kekuatan dan Pelestarian Budaya Tulungagung

Tulungagung — 1miliarsantri.net : Upacara jamasan pusaka Tombak Kanjeng Kyai Upas yang dilaksanakan di Tulungagung merupakan salah satu tradisi budaya yang kaya akan makna dan sejarah. Ritual ini tidak hanya sekadar prosesi pencucian pusaka, tetapi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur yang telah ada sejak ratusan tahun lalu. Tombak Kanjeng Kyai Upas diyakini sebagai pusaka milik Ki Ageng Mangir, seorang tokoh yang menolak tunduk pada kekuasaan penjajah. Pusaka ini bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga menjadi bagian dari sejarah berdirinya Kabupaten Tulungagung. Dengan melaksanakan ritual jamasan setiap tahun pada bulan Suro, masyarakat Tulungagung berusaha menjaga dan menghormati nilai-nilai yang terkandung dalam pusaka tersebut. Ritual jamasan diawali dengan kirab kesenian reog dan pengambilan air suci dari sembilan sumber. Air tersebut dicampur dengan kembang tujuh rupa dan digunakan untuk membersihkan tombak. Proses ini melambangkan pembersihan tidak hanya fisik tetapi juga spiritual, sebagai ungkapan syukur atas berkah yang diterima selama setahun. Upacara jamasan Kanjeng Kyai Upas memiliki peran penting dalam pelestarian budaya lokal. Ritual ini telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak 2019, menunjukkan pengakuan akan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Melalui prosesi ini, generasi muda diajarkan untuk menghargai sejarah dan tradisi mereka, sehingga identitas lokal tetap terjaga. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana menarik minat generasi muda untuk terlibat dalam tradisi ini. Banyak di antara mereka yang lebih tertarik pada budaya modern yang sering kali mengabaikan akar budaya mereka sendiri. Oleh karena itu, diperlukan inovasi dalam penyampaian tradisi agar lebih menarik dan relevan bagi generasi saat ini. Selain sebagai bentuk pelestarian budaya, upacara jamasan juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata. Meskipun saat ini jumlah wisatawan yang datang masih minim, ritual ini dapat dipromosikan sebagai bagian dari kalender wisata Tulungagung. Dengan memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya, masyarakat dapat memperkenalkan keunikan tradisi ini kepada dunia luar. Pj. Bupati Tulungagung, Heru Suseno, menekankan pentingnya menjaga kesakralan prosesi jamasan sambil tetap membuka peluang untuk pengembangan pariwisata. Hal ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak harus bertentangan dengan kemajuan ekonomi; keduanya dapat berjalan beriringan jika dikelola dengan baik. Upacara jamasan pusaka Tombak Kanjeng Kyai Upas adalah simbol dari kekayaan budaya dan sejarah Tulungagung. Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat tidak hanya menghormati warisan leluhur tetapi juga memperkuat identitas lokal di tengah arus modernisasi. Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan generasi muda, kita dapat memastikan bahwa tradisi ini tetap hidup dan relevan untuk masa depan. Jamasan bukan hanya sekadar ritual; ia adalah jendela menuju pemahaman lebih dalam tentang siapa kita sebagai bangsa dan bagaimana kita menghargai sejarah kita. (wan) Baca juga :

Read More

Kisah Seseorang Sedekah Sembunyi-Sembunyi Namun tidak Tepat Sasaran

Jakarta — 1miliarsantri.net : Rasulullah Muhammad SAW sudah mengajarkan umatnya untuk bersedekah secara sembunyi-sembunyi. Karena sedekah sembunyi-sembunyi itu memadamkan murka Rabb dan lebih dari sedekah secara terang-terangan. Di zaman Rasulullah Muhammad SAW terdapat seorang Sahabat yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi, namun tidak tepat sasaran. Kisah ini dinukil dari buku Kisah-Kisah Nubuat dari Nabi SAW oleh Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar. Alkisah, pada suatu malam ada seseorang pergi meninggalkan rumahnya untuk mencari orang yang akan ia beri sedekah. Kemudian, ia menemukan seseorang yang dikiranya fakir. Tanpa pikir panjang lagi, ia menyerahkan uang untuk disedekahkan kepada orang itu. Rupanya orang yang diberi sedekah itu adalah seorang pencuri. Pada pagi harinya orang-orang ramai membicarakan kejadian sesorang yang bersedekah kepada seorang pencuri. Dan, berita itupun terdengar juga oleh orang yang bersedekah. Kejadian itu membuat orang yang bersedekah bersedih, karena telah bersedekah kepada seorang pencuri. Kemudian ia mengungkapkan rasa sedih dan pilunya dengan kata-kata, “Ya Allah! Bagi-Mu segala puji atas (sedekah yang aku berikan kepada seorang pencuri.” Khawatir sedekahnya lenyap berhamburan dan tidak sampai di sisi Rabbnya, ia bertekad untuk kembali bersedekah pada malam berikutnya. Pada malam berikutnya, ia keluar rumah lagi setelah malam mulai gelap. Ia menyerahkan sedekah ke tangan seorang wanita yang ia kira wanita fakir. Ternyata wanita tersebut seorang pelacur. Si wanita pelacur ini juga bercerita seperti halnya si pencuri sebelumnya. Sampai akhirnya berita ini menyebar luas, hingga terdengar orang yang bersedekah. Hal itu membuatnya merasa aneh dan sedih. la pun mengucapkan kata-kata serupa seperti yang ia ucapkan kemarin. “Ya Allah! Bagi-Mu segala puji atas (sedekah yang aku berikan kepada) seorang wanita pelacur.” Meski sudah dua kali sedekahnya tidak tepat sasaran, la bertekad kembali bersedekah demi mengharap pahala. Pada malam ketiga, sedekah yang ia berikan ternyata jatuh ke tangan orang kaya. Bisa dibayangkan betapa sedihnya orang yang bersedekah tersebut, sudah tiga kali ia tidak tepat sasaran dan tidak sesuai yang diharapkan. Lalu, kembali ia berbicara kepada Rabbnya sambil bersedih dan heran, “Ya Allah! Bagi-Mu segala puji atas sedekah yang aku berikan kepada) seorang pencuri, seorang wanita pelacur, dan orang kaya.” Setelah tiga kali salah sasaran, ia bermimpi didatangi seseorang. Orang yang datang dalam mimpinya itu memberitahukan kepadanya sebuah hikmah besar di balik bersedekah kepada tiga orang tersebut. Karena bisa jadi si pencuri menjaga diri dari tindakan pencurian lantaran sedekah yang ia terima. Juga bisa jadi si wanita pelacur menahan diri dari perbuatan zina lantaran sedekah yang ia terima. Bisa jadi sedekah tersebut mendorong si orang kaya berinfak karena meneladani orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi dan demi mengharapkan pahala dari Rabb seluruh manusia. Disebutkan dalam sejumlah hadits bahwa sedekah itu diterima meski jatuh di tangan orang yang bukan dimaksudkan oleh si pemberi sedekah. Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya bahwa Yazid bin Akhnas menyerahkan uang beberapa dinar kepada seseorang di masjid dan memintanya membagikan uang tersebut kepada yang berhak. Akhirnya anak Yazid: Ma’an datang lalu menerima uang tersebut. Ia tidak tahu uang tersebut berasal dari ayahnya. Akhirnya ia datang menemui ayahnya dan si ayah menolak uang tersebut diambil anaknya, Ma’an. Ayahnya berkata, “Bukan kamu yang aku maksudkan (untuk aku beri sedekah).” Akhirnya si anak memperkarakan ayahnya di hadapan Rasulullah lalu beliau bersabda sebagai seorang mufti dan hakim, “Engkau mendapatkan apa yang telah engkau niatkan, wahai Yazid! Dan engkau mendapatkan apa yang engkau terima, wahai Ma’an” Orang dalam kisah ini mungkin saja mendapatkan manfaat dari sedekah yang ia berikan kepada seorang pencuri, wanita pelacur, dan orang kaya seperti yang disebutkan dalam hadits. Ia diberi kabar gembira oleh Rabbnya melalui mimpi bahwa sedekahnya diterima. Ia juga mendapat penjelasan terkait alasan yang tidak ia ketahui di balik sedekahnya yang salah sasaran. (jeha) Baca juga :

Read More

Sejarah Alquran Braille di Indonesia

Jakarta — 1miliarsantri.net : Alquran standar braille adalah Alquran yang ditulis menggunakan simbol braille, sejenis tulisan yang digunakan oleh para tunanetra atau orang-orang yang menderita gangguan penglihatan (visually impaired people). Sejarah lahirnya Alquran Braille di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an. Sejak tahun 70-an, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI sudah berencana untuk membuat Alquran Braille. Tepatnya pada tahun 1974 digelar Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional Ke-1, di antara yang dibahas adalah membuat Alquran standar braille untuk teman-teman tunanetra. Kepala LPMQ, Abdul Aziz Sidqi mengatakan, pada tahun 1974 sampai 1983, LPMQ menyusun mushaf Alquran standar Indonesia.”Mushaf Alquran standar Indonesia itu untuk orang awas yakni orang yang bisa melihat dan untuk teman-teman tunanetra yakni Alquran Braille,” terang Aziz saat ditemui 1miliarsantri.net, Jumat (6/12/2024). Ia menyampaikan, LPMQ menyusun mushaf Alquran Braille sejak tahun 1974 sampai 1983. LPMQ juga menstandarkan huruf-huruf Alquran braille dan lain sebagainya dari huruf ‘alif’ sampai ‘ya’. Tanda baca huruf-huruf tersebut juga disusun seperti harakat, fathah, kasroh, dhammah, sukun dan lain sebagainya distandarkan. “Semua kami standarkan agar teman-teman tunanetra itu bisa membaca Alquran dengan baik dan tenang,” lanjut Aziz. Master mushaf Alquran braille hasil Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional dari tahun 1974 – 1983 selanjutnya dicetak dan disahkan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 25 Tahun 1984. Merujuk pada KMA Nomor 25 Tahun 1984, mushaf Alquran standar memiliki tiga jenis berdasarkan segmennya. Di antaranya, mushaf standar Usmani untuk orang awas, Bahriah untuk para penghafal Alquran dan Braille untuk tunanetra. KMA tersebut dikuatkan dengan Instruksi Menteri Agama (IMA) Nomor 7 Tahun 1984 tentang penggunaan mushaf Alquran standar sebagai pedoman dalam mentashih Alquran di Indonesia. “Nah setelah master (mushaf Alquran braille dibuat) ini dicetak oleh masyarakat, oleh komunitas-komunitas, oleh lembaga, oleh yayasan yang ada di masyarakat kemudian disebarkan, jadi siapapun boleh meminta masternya ke LPMQ,” jelas Kepala LPMQ ini. Pada 2010, dia mengungkapkan, LPMQ melakukan pengembangan. Lembaga yang berada di bawah Kementerian Agama tersebut bekerjasama dengan para ahli braille, komunitas, yayasan dan lembaga yang bergerak di bidang braille untuk menyusun perdoman membaca Alquran Braille yang selesai pada tahun 2011. Program tersebut dilanjutkan dengan penyusunan Alquran Braille 30 Juz dan terjemahannya yang selesai pada 2013. “Inilah proses kami (LPMQ) melayani teman-teman tunanetra ini, kemudian sampai tahun 2021 karena ada perkembangan baru lagi terkait dengan perdoman membaca Alquran Braille, ada beberapa yang harus disempurnakan terkait tanda baca Alquran Braille,” sambung Aziz. Pada 2021, LPMQ kemudian menyempurnakan buku perdoman membaca Alquran braille. Buku itu disebut pedoman membaca dan menulis Alquran Braille khusus untuk teman-teman tunanetra. Dua tahun berselang, LPMQ juga masih berusaha untuk memudahkan para tunanetra untuk belajar Alquran braille. Untuk itu, LPMQ membuat buku panduan membaca Alquran Braille yang disebut Iqro’ bil-kitabah al-Arabiyah an-Nafirah disingkat Iqro’na. “Ini (Iqro’na) adalah panduan praktis membaca Alquran braille yang didedikasikan untuk penyandang disabilitas sensorik netra Muslim Indonesia,” imbuhnya. Ia mengatakan, Iqro’na merupakan panduan praktis layaknya buku Iqro untuk mereka yang normal. Dia menjelaskan, para tunanetra sangat menyambut baik dengan adanya Iqra khusus untuk membantu mereka membaca Alquran. Tidak sampai di situ, Aziz mengungkapkan, LPMQ sedang proses menyusun Tajwid Alquran Braille. Hal ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan yang sebelumnya sehingga tunanetra juga bisa membaca Alquran dengan baik dan benar. “Kita tahu dalam membaca Alquran itu harus dengan tajwid, makanya kita menyusun perdoman Tajwid Alquran,” urainya. Azis mengatakan, semua yang dilakukan LPMQ ini dalam rangka menunaikan amanat Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Disebutkan bahwa negara harus hadir, harus memberikan layanan, dan harus menyiapkan literasi keagamaan termasuk kitab suci dalam hal ini tentunya kitab suci Alquran braille untuk teman-teman tunanetra. (jeha) Baca juga :

Read More

Masjid Hassan II Ikon Keagungan Arsitektur Islam di Casablanca, Maroko

Maroko — 1miliarsantri.net : Masjid Hassan II adalah salah satu masjid terbesar dan paling megah di dunia yang terletak di Casablanca, Maroko. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah yang penting bagi umat Islam, tetapi juga simbol kebanggaan nasional dan karya seni arsitektur yang mengagumkan. Dengan perpaduan gaya tradisional Maroko dan teknologi modern, Masjid Hassan II menjadi destinasi utama bagi wisatawan yang berkunjung ke negara ini. Masjid Hassan II dibangun atas perintah Raja Hassan II sebagai bagian dari peringatan ulang tahunnya yang ke-60. Proyek ini dimulai pada tahun 1986 dan selesai pada tahun 1993. Dirancang oleh arsitek Prancis, Michel Pinseau, dan dibangun oleh ribuan pekerja Maroko, masjid ini mencerminkan dedikasi bangsa untuk menciptakan mahakarya yang abadi. Lokasi masjid ini sangat ikonik karena sebagian strukturnya berdiri di atas perairan Samudra Atlantik, terinspirasi oleh ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa “Arsy Allah berada di atas air.” Keunikan lokasi ini juga menjadikannya simbol hubungan antara agama dan alam. Masjid Hassan II terkenal karena menaranya yang menjulang setinggi 210 meter, menjadikannya menara masjid tertinggi di dunia. Menara ini dilengkapi dengan laser yang mengarah ke Mekkah, sebagai panduan simbolis bagi umat Islam. Interior masjid dihiasi dengan ornamen khas Maroko, termasuk ukiran kayu, marmer, dan mosaik zellige yang rumit. Langit-langit yang dapat dibuka, lampu gantung kristal, serta lantai yang sebagian terbuat dari kaca memberikan pemandangan langsung ke laut, menambah kesan megah dan spiritualitas masjid ini. Masjid ini menggabungkan teknologi modern untuk mendukung kenyamanan jamaah. Sistem pemanas lantai, lift, dan sistem audio berkualitas tinggi dipasang untuk mendukung aktivitas ibadah. Selain itu, masjid ini mampu menampung hingga 25.000 jamaah di dalam ruangan dan 80.000 di pelataran luarnya, menjadikannya salah satu masjid terbesar di dunia. Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Hassan II juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan budaya. Kompleks masjid ini mencakup perpustakaan, madrasah, dan museum yang memamerkan seni Islam dan sejarah Maroko. Keterbukaan masjid ini terhadap wisatawan dari berbagai latar belakang mencerminkan semangat toleransi dan keragaman yang diusung oleh masyarakat Maroko. (mas) Baca juga :

Read More