Keutamaan Orang Membaca Al Qur’an

Jakarta – 1miliarsantri.net : Membaca Al Qur’an bagi Umat Islam tentunya bisa mendapatkan keutamaan berupa diangkat derajatnya oleh Allah. Tetapi, di antara orang yang membaca Alquran, ada juga yang direndahkan oleh Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan: عَن عُمَرَ بنِ الخَطٌاَبِ رَضَي اللٌهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولٌ اللٌهُ عَلَيهِ وَسَلٌمَ اِنَ اللٌهَ يَرفَعُ بِهذَ االكتَاِبِ اَقَوامًا وَيَضَعُ بِه اخَرِينَ (رواه مسلم) Dari Umar RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah mengangakat derajat beberapa kaum melalui kitab ini (Alquran) dan Dia merendahkan beberapa kaum lainnya melalui kitab ini pula.” (HR Muslim) Menurut Maulana Zakariyya al-Khandahlawi dalam kitabnya yang berjudul Fadhilah Amal, barang siapa yang beriman dan beramal dengan Alquran, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya dan memuliakannya di dunia dan di akhirat. Siapa saja yang tidak beramal dengan Alquran, Allah pasti menghinakannya. Allah SWT menyatakan dalam Alquran: …يُضل به كثيراً ويهدي به كتيراً…. “… dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah dan (dengan perumpamaan itu pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk…” (QS al-Baqarah [2]:26) Firman lainya: وننزل من القران ما هو شفا ء ور حمة للمو منين ولا يز يد الظلمين الا خسا را…………….؟ “Dan Kami turunkan dari Alquran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Alquran itu tidak menambah bagi orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS al-Isra [17]:82) Menurut Maulana Zakariyya, jika seseorang mulai membaca suatu surah dalam Alquran, malaikat mulai memohonkan rahmat untuknya dan mereka akan terus dalam keadaan berdoa untuknya sampai ia selesai membacanya. Namun, ada pula seseorang yang mulai membaca suatu surah dalam Alquran, tetapi malaikat mulai melaknatnya sampai ia selesai membacanya. Menurut sebagian ulama, terkadang ada seseorang membaca Alquran tetapi tanpa disadari ia telah memohon laknat untuk dirinya sendiri terus-menerus. Misalnya, ia membaca ayat Alquran yang berbunyi: ألا لعنةُ الله علىَ الظَّالمينَ “Ingatlah laknat Allah (ditimpakan) ke atas orang-orang yang zalim.” (QS Hud [11]:18). Sementara itu, ia sendiri berbuat zalim maka laknat Allah pun menimpanya. Atau ayat lain yang berbunyi: { لعنة الله علي ا لكاذبين }….. “Laknat Allah (ditimpakan) ke atas orang-orang yang berdusta.” (QS Ali Imran [3]:61). Sementara itu, ia sendiri suka berdusta maka ia pun terkena laknat itu. Dalam sebuah kisah disebutkan, Amir bin Watsilah RA menceritakan bahwa Umar RA telah mengangkat Nafi’ bin Abdul Haris sebagai wali kota Makkah Mukharamah. Suatu ketika Umar bertanya kepada Nafi’, “Siapakah yang dijadikan pengurus kawasan-kawasan hutan?” “Ibnu Abza RA,“ jawab Nafi’. Umar RA bertanya lagi, “Siapakah Ibnu Abza itu?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang hamba sahaya.” Umar RA bertanya, “Mengapa engkau mengangkat seorang hamba sahaya sebagai pengurus?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah hamba sahaya yang senang membaca Alquran.” Mendengar jawaban itu, Umar RA langsung menyebutkan sabda Rasulullah SAW, “Melalui Alquran, Allah menghinakan banyak orang dan mengangkat derajat banyak orang.” (fil)

Read More

Musibah Besar Jika Ada Orang Tidak Berilmu Memberikan Fatwa

Jakarta – 1miliarsantri.net : Salah satu kekeliruan beragama yang paling besar adalah bila persoalan agama ditanyakan kepada orang yang tidak tepat, termasuk apabila bertanya kepada orang alim seputar hal-hal yang tidak diketahuinya, namun nekad memberikan jawaban. Habib Ali al-Jufri sekaligus Penulis buku Al-Insaniyah Qabla at-Tadayun (Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan) menyoroti bahwa seorang mufti semestinya mendalami realita dari persoalan yang ditanyakan kepadanya. Ia mengatakan bahwa seorang mufti tidak diperbolehkan menurut syariat, menetapkan hukum atas realita yang berubah-ubah sebelum betul-betul memahaminya. “Apabila dia mengeluarkan fatwa atas suatu realita namun dia sendiri tidak mengetahui detail-detailnya, maka dia berdosa,” terang nya kepada 1miliarsantri.net, Jumat (2/06/2023). Dalam pernyataan yang dimuat Sada al-Balad, pemilik nama lengkap Sayyid Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri ini menerangkan bahwa seorang mufti harus memiliki dan menguasai instrumen metodologi yang dapat ia gunakan untuk melakukan pembaharuan fatwa bilamana terdapat faktor kebutuhan untuk harus memperbarui fatwa. “Karakter fatwa itu terpengaruh oleh tempat, waktu dan keadaan, di samping ada perkara-perkara tsawabit (paten dan absolut) yang tidak dapat diijtihadi,” jelas murid Habib Umar bin Hafiz ini. Pendiri sekaligus pemimpin Tabah Foundation ini mengajak kaum muslimin agar meminta fatwa dari para spesialis dan pakar di bidang mereka masing-masing. Meminta fatwa kepada orang yang tidak kapabel di bidangnya justru akan memunculkan fatwa-fatwa yang kontradiktif dan mengarah kepada bencana dan petaka. “Fatwa-fatwa terkait dunia medis dan kedokteran, harus merujuk kepada para dokter spesialis,” tandas beliau. Pendakwah kelahiran Jeddah Arab Saudi ini mengingatkan bahwa Allah SWT. memerintahkan kita untuk melakukan ikthiar dan usaha, dan melarang siapa saja mengeluarkan fatwa tentang masalah terkait kesehatan, lingkungan atau lainnya kecuali sesudah merujuk kepada para pakar yang menguasai bidang tersebut. “Barang siapa berfatwa dalam hal itu tanpa merujuk kepada pakar dan spesialis di bidang terkait, telah menyalahi perintah Allah,” ujar beliau. Menurut Habib Ali al-Jufri, kaum muslimin sekarang hidup di tengah dua bahaya ekstremisme. Muncul pandangan ekstrem yang memanfaatkan fatwa sebagai alat untuk menguasai dan mengarahkan manusia untuk menebarkan kebencian, permusuhan dan kejahatan. Sebaliknya, ada bentuk ekstremisme lain yang berasal dari ceruk yang sama. Ada kampanye yang mengajak untuk mencerabut fatwa dari akarnya, menganggap fatwa sebagai bentuk dominasi absolut, dan menyatakan bahwa setiap orang secara bebas berhak mengambil apa yang dia sukai. Kenyataan di atas, dalam pandangan Habib yang lebih suka berdakwah di kampus dan forum ilmiah ini, dapat dilihat dalam fatwa-fatwa keagamaan terkait pandemi Covid-19. Ada fenomena ekstremisme yang menolak segala bentuk protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus dan membantah perintah Allah untuk berikhtiar melakukan pencegahan. Pada saat bersamaan, ada bentuk ekstremisme lain yang mengesankan untuk tidak berlebihan dalam urusan ibadah seperti shalat dan jamaah di masjid sementara terjadi banyak kerumunan dengan pelbagai macam bentuknya. “Padahal agama Islam menyuruh bersikap adil dalam bersikap,” terang beliau. (dul)

Read More

Kisah Perjalanan Haji Masa Lampau

Jakarta – 1miliarsantri.net : Berangkat menunaikan ibadah haji ke Baitullah merupakan keinginan setia Muslim seluruh penjuru dunia, termasuk umat Islam di Indonesia. Sejak berabad-abad silam hingga kini, jamaah asal Indonesia selalu menempati porsi terbesar di setiap penyelenggaraan haji dan Umrah nya. Tentu saja, menunaikan rukun Islam kelima pada masa kini berbeda dengan masa terdahulu. Saat ini, orang-orang memiliki opsi transportasi yang lebih efisien yakni menggunakan moda angkutan pesawat terbang. Berpuluh-puluh tahun sebelumnya, jalur laut merupakan satu-satunya pilihan yang ada. Seperti hal nya yang pernah dialami KH Abdussamad, seorang jamaah asal Kalimantan Selatan yang menunaikan ibadah haji pada tahun 1948. Dia menuturkan jamaah haji Indoneasia yang lebih dikenal dengan Nusantara pada zaman dahulu menghadapi pelbagai aral rintangan yang ditemui, baik menjelang keberangkatan maupun dalam perjalanan menuju Tanah Suci. Bahkan, kebanyakan dari jamaah masih saja menjumpai kendala-kendala begitu berada di Tanah Suci. Pelayaran dari Nusantara ke Jazirah Arab sejak abad ke-19 hingga paruh pertama abad ke-20 Masehi tidak bisa dikatakan aman seluruhnya—atau tidak sebaik masa kini. Durasi perjalanan via laut itu mencapai kira-kira enam bulan. Selama menumpangi kapal laut, jamaah haji mesti menghadapi kenyataan yang tidak semua menyenangkan. “Sering kali kapal berkondisi buruk. Terlebih lagi, masih banyak jamaah haji pada masa itu yang memilih kapal barang (kargo), alih-alih kapal yang memang khusus untuk penumpang. Dalam kapal kargo, jamaah diberi tempat dalam ruang gudang (palka), masing-masing seluas satu hingga satu setengah meter persegi,” ungkapnya. Kiai Abdussamad menambahkan, banyak jamaah hanya mendapatkan ruang seluas 60 x 100 cm persegi. Itu pun masih ada sekira 150 orang jamaah yang tidak dapat tempat di atas kapal. Bayangkan, selama enam bulan pelayaran mereka mesti bertahan di ruangan sesempit itu—atau bahkan tak kebagian tempat sama sekali. Belum lagi urusan tidur, mandi, buang air, dan memasak makanan. Kondisi demikian masih menjadi pemandangan umum hingga era 1950-an. Bukan hanya soal fasilitas, perjalanan pun dirundung bahaya dari luar. Jamaah masih menghadapi potensi kapal karam atau diserang kawanan perompak. Suatu kasus terjadi pada 1893, yakni kapal Samoa yang dikontrak firma Herkloys dan membawa sebanyak 3.600 jamaah haji. Muatan itu jauh melebihi kapasitas kapal. Ketika badai menerjang, porak-porandalah segala barang di atas kapal itu. Korban jiwa mencapai 100 orang. Terdapat naskah yang disimpan keluarga Muhammad Said dari Mindanao, Filipina, memuat teks bertajuk “Alkisah tatkala Tuan Muhammad Said Berlayar dari Negeri Hudaidah.” Di dalamnya, tercatat kesaksian bahwa pada 1803 kapal yang ditumpangi Tuan Muhammad Said dan rombongan asal Mindanao karam ketika sampai di titik antara Hudaidah dan Makkah. Bagaimanapun, jamaah tersebut akhirnya sampai ke Tanah Suci sekira satu bulan berikutnya. Persebaran penyakit menular juga mengkhawatirkan jamaah haji. Wabah yang sering terjadi dan menelan ribuan korban, antara lain, adalah kolera. Pada 1865, sebanyak 15 ribu orang meninggal dunia akibat terjangkit kolera di Hijaz. Epidemi itu lalu dengan cepat menyebar hingga ke negeri-negeri tetangga Arab. Di Mesir, tercatat 60 ribu orang wafat akibat sakit tersebut. Van Dijk (1997) mengutip disertasi dr Abdoel Patah yang bertajuk “Aspek Kesehatan Perjalanan Haji ke Makkah.” Dalam karya ilmiah yang terbit pada 1935 itu, terungkap bahwa selama era 1920-an, ada sekitar 10 persen jamaah haji meninggal di Tanah Suci atau dalam perjalanan. Suaka karantina dibangun pertama kalinya pada 1831 di Pulau Abu Sa’ad, dekat Terusan Suez. Sekitar 50 tahun kemudian, sarana itu ditutup. Penggantinya didirikan di Pulau Kamaran, sebelah selatan Jeddah. Mulai tahun 1903, karantina dikelola bersama oleh Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan tiga negara Eropa Barat, yakni Britania Raya, Prancis, dan Belanda. Kerja sama ini mewujud dalam Internationale Gezondheidsraad yang bermarkas di Iskandariah, Mesir. Usai pelayaran yang melelahkan, jamaah tetap mesti bersabar. Menjejakkan kaki di Jazirah Arab pada masa itu berarti menghadapi beberapa tantangan lainnya. Di antaranya adalah potensi penjarahan dan pemerasan. Pada abad ke-19 hingga paruh pertama abad ke-20 M, orang-orang Arab Badui umumnya menguasai kawasan gurun pasir antara Jeddah, Makkah dan Madinah. Bahkan, pemerintahan yang sah—baik sultan Turki Utsmaniyah maupun syarif Makkah—setidaknya hingga 1920-an tidak mampu mengamankan area tersebut. Maka, tidak jarang jamaah haji dirintangi kelompok Badui. Karena merasa sebagai pemilik wilayah, para Badui itu meminta semacam pajak atau “uang lewat” kepada jamaah haji yang melintas. Malahan, tidak jarang pula mereka menjarah kafilah-kafilah yang lewat. Jamaah asal Indonesia menjadi incaran favorit karena hampir pasti membawa bekal uang yang lebih banyak daripada yang lain. Pada 1924, RAA Wiranatakusumah mencatat, rombongan hajinya urung ke Madinah karena merasa, perjalanan dari Makkah ke sana terlalu berbahaya. Adapun pemerasan telah menjadi soal yang memusingkan jamaah haji bahkan sejak ratusan tahun sebelum era modern. Pada abad ke-12 M, Ibnu Jubayr mencatat dengan geram bahwa orang Hijaz “menganggap layak” mengeksploitasi semua orang asing, termasuk mereka yang sedang melaksanakan perjalanan haji. “Karena mereka menganggap jamaah sebagai salah satu sumber nafkah utama buat mereka, maka mereka merampas segala hartanya, dan senantiasa mempunyai alasan untuk mengambil segala miliknya (jamaah),” tulis Ibnu Jubayr. Kesaksian mengenai pemerasan diungkapkan baik oleh orang Indonesia sendiri maupun pengamat Belanda. Pelaku tindakan buruk itu adalah orang-orang Arab, baik yang berperan (resmi) sebagai mutaqif maupun pedagang—lebih-lebih Arab Badui. Mereka menganggap rendah jamaah dari negeri-negeri yang jauh, termasuk Indonesia. Jamaah haji dari Nusantara dinamakan, secara maknawi netral, sebagai Jawi, yakni merujuk pulau tempat kebanyakan mereka berasal. Namun, orang-orang Jawi disebut penduduk Arab dengan julukan yang peyoratif pula. Misalnya, farukha (jamak kata farkh, ‘ayam itik’) dan baqar, ‘hewan ternak.’ Demikian dicatat Snouck Hurgronje (1931). Buya Hamka mencatat kesannya: “Setiap jamaah itu (asal Indonesia –Red) tak ubahnya dengan kambing-kambing (di mata penduduk).” Pemerasan yang menimpa mereka menjadikan orang-orang Melayu dan Jawa “di mata orang Arab … adalah ‘sapi perah’”, demikian tulis Abdul Majid. Hurgronje (1931) juga mencatat bagaimana modus orang-orang Arab memeras jamaah haji Indonesia kala itu. Mereka memanfaatkan keluguan atau ketidaktahuan jamaah. Orang-orang yang hendak menunaikan ziarah ke Baitullah itu disuruhnya melakukan macam-macam kunjungan ke tempat-tempat tertentu. “Perjalanan ini mahal dan melelahkan karena di luar agenda haji sesungguhnya. Orang-orang itu ikut saja arahan karena tidak mengetahui rukun-rukun dan sunah-sunah ibadah haji,” tutup Kiai Abdussamad. (fq)

Read More

Buya Yahya Soroti Perihal Hadiah Berupa Voucher Haji atau Umrah

Jakarta – 1miliarsantri.net : Ramai nya kabar adanya pemberian hadiah dalam bentuk voucher haji atau umrah yang menjadi perhatian banyak orang, karena masih diragukan bagaimana hukum serta pandangan dalam Islam. Pengasuh Pondok Pesantren Al Bahja, Prof Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya) ikut angkat bicara. Menurut nya Hukum mengenai pemberian hadiah dalam bentuk voucher haji dan umrah tergantung pada keadaan dan kondisi yang melingkupinya. Buya Yahya menegaskan, jika seseorang membeli suatu produk atau layanan yang kemudian mendapatkan hadiah berupa voucher haji atau umrah, maka hukumnya adalah mubah, atau diperbolehkan. “Hukumnya dari sesuatu yang mubah, kita beli sesuatu dapat hadiah beli voucher, dapat hadiah Haji ada umroh, karena hadiah, hajinya sah,” terang Buya Yahya kepada 1miliarsantri.net, Rabu (31/5/2023). Buya Yahya menekankan, hadiah haji atau umrah tersebut hanya sah apabila penerima hadiah tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam agama Islam. Misalnya, seseorang harus sudah merdeka dan telah memenuhi kewajiban haji sebelumnya. Dalam hal ini, voucher tersebut dapat digunakan untuk menggugurkan kewajiban haji. “Dia sudah memenuhi syarat, bahwasanya dia merdeka dan akan menggugurkan kewajiban haji,” ungkap Buya Yahya. Namun, Buya Yahya menyoroti permasalahan yang muncul terkait penerimaan hadiah tersebut. Tidak semua hadiah harus diterima secara langsung, terutama jika hadiah tersebut diberikan dengan maksud merendahkan atau menyakitkan hati penerima. “Hadiah yang bertujuan memuliakan seseorang seharusnya diterima dengan senang hati. Namun, jika hadiah tersebut disertai dengan penghinaan terhadap haji atau umrah, maka penerima tidak wajib menerimanya,” terang nya. Lebih lanjut, Buya Yahya mengingatkan, meskipun hadiah tersebut dapat menggugurkan kewajiban haji, namun tetap harus diperhatikan sumber dana yang digunakan. Hadiah tersebut harus berasal dari sumber yang halal dan tidak melanggar prinsip-prinsip agama. “Misalnya, menggunakan uang hasil perjudian atau minuman keras adalah haram dan tidak boleh digunakan sebagai sumber dana untuk hadiah haji atau umrah,” tutup Buya Yahya.(wink)

Read More

The Utsmani Leadership School Bekasi, Sekolah Idaman Orang Tua

Bekasi – 1miliarsantri.net : Memberikan pendidikan kepada buah hati merupakan kewajiban bagi orang tua, dan sudah tentu orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak nya, terlebih di era perkembangan teknologi saat ini, orang tua dituntut harus pandai memilih dan menempatkan putra putri nya ke lembaga pendidikan yang benar-benar bisa membawa pengaruh positif kepada sang buah hati. Perkembangan jaman, perkembangan arus teknologi harus di imbangi dengan tatanan keimanan yang kuat terutama kepada anak-anak kita, karena jika tidak, maka buah hati akan tergelincir mengikuti arus dan pengaruh negatif dengan marak nya media sosial yang bisa merubah kepribadian seseorang. Di kawasan Cibitung, tepat nya Perumahan Pesona Alam Wanajaya Blok P15 – No.19, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, terdapat sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa-siswi nya untuk belajar menjadi Pemimpin. Menjadi lebih dari sekedar siswa, Menjadi Satu Keluarga Hingga ke Surga merupakan semboyan atau jargon yang dipergunakan the Utsmani leadership School. Dengan mengedepankan konsep Lembaga Pendidikan Islami Unggul, membentuk generasi Qur’ani, Cerdas dan berprestasi, sekolah yang setiap hari nya mewajibkan murid nya untuk hafalan Al Qur’an 1 juz per hari nya ini ingin memberikan nuansa yang berbeda. Dedi Kuswanda S, SE, S.Fe selaku Ketua Yayasan The Utsmani Leadership School Bekasi menyampaikan, bahwa lembaga pendidikan yang di pimpin nya bukan hanya sekedar menjadi sekolah lanjutan, tapi sistem pendidikan dan pengajaran nya hampir sama dengan Pesantren. “Setiap hari nya kami mengajak dan mengajarkan Murojaah Minimal 1 Juz per hari, melaksanakan sholat Dhuha, Sholat tepat waktu, setoran hafalan harian dan yang lebih penting mengajarkan adab atau berbuat baik serta berbakti kepada kedua orang tua” jelas Ustad Dedi kepada 1miliarsantri.net. Ustad Dedi menambahkan, The Utsmani Leadership School ini juga memberikan bimbingan dan keterampilan seperti Public Speaking, bertanam, beternak ikan, memberikan keterampilan lain dan sering juga mengajak anak didik nya untuk menyatu dengan alam lewat kegiatan outdoor berupa kemping, jelajah rimba serta kunjungan ke berbagai tempat lain nya. “Kami memang ingin menciptakan dan memberikan bekal kemandirian siswa, keberanian dalam bersosialisasi, mengajarkan cara bersosialisasi, menghormati orang yang lebih tua usia nya, diberikan juga pembelajaran pengurusan jenazah dan banyak kegiatan yang sering kami lakukan, bisa satu bulan sekali,” imbuh Ustad Dedi. Pria yang selalu berupaya keras menjadikan anak didik nya bisa membawa dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat ini selalu membuat banyak inovasi, salah satu nya menciptakan sabun cuci organik dan saat ini diadakan program Gold Enterpreneur, dimana mengajak siswa-siswi nya untuk nabung logam emas. “Emas itu kedepan nya akan menjadi harga mahal dan bisa jadi akan menggantikan nilai mata uang yang berlaku saat ini,” pungkas Ustad Dedi. (fq)

Read More

UAH : Ajarkan 3 Amalan ini Agar Anak Tumbuh Pintar dan Cerdas

Jakarta – 1miliarsantri.net : Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anak nya tumbuh menjadi manusia yang pintar dan cerdas. Para orang tua pun berlomba-lomba memberikan pendidikan yang terbaik untuk buah hatinya. Selain memberikan pendidikan formal, ada beberapa amalan yang dianjurkan Islam untuk ditanamkan kepada anak. Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengatakan, amalan-amalan tersebut bila ditanamkan kepada anak sejak dini, maka akan meningkatkan kecerdasan dan kemampuan otak mereka. Kecerdasan bagi anak penting, namun kecerdasan itu harus bisa mendekatkan diri kepada Allah dan membawa keberkahan. UAH berharap kepada seluruh orang tua agar lebih mengajarkan adab terlebih dahulu dalam menuntut ilmu kepada anak-anaknya. Jika anak sudah mempelajari adab, maka ilmu akan mudah didapat. “Belajar adab terlebih dahulu, maka Allah SWT akan buka semua peluang ilmu dengan lebih mudah,” terang UAH kepada 1miliarsantri.net, Senin (29/5/2023). Setelah adab, maka tiga amalan untuk mempermudah dalam menuntut ilmu bisa diamalkan. Bila amalan itu rutin diajarkan kepada anak, maka akan menjadi anak shaleh dan kecerdasannya akan meningkat hingga 100 kali lipat. “Jika amalan ini rutin dilakukan, maka anak akan menjadi shaleh dan pintar serta kecerdasannya akan meningkat hingga 100 kali lipat,” ujar UAH. Berikut tiga amalan yang bisa meningkatkan kecerdasan anak: “Kalau anak diberi kemudahan pengetahuannya oleh Allah, maka ajarilah ia sholat sejak kecil, jaga disiplin sholatnya bila perlu tambah tahajud,” ujar UAH. “Anak yang hafal dan dekat dengan Al Qur’an akan meningkat kecerdasan otaknya, terlebih lagi dia hafal dengan benar maka kecerdasannya meningkat 3 kali lipat,” ujar UAH. “Anak yang hafal dan dekat dengan Al Qur’an akan meningkat kecerdasan otaknya, terlebih lagi dia hafal dengan benar maka kecerdasannya meningkat 3 kali lipat,” ungkap UAH.

Read More

Beberapa Sahabat Yang Menolak Ketika Diberi Jabatan

Solo – 1miliarsantri.net : Siapa sih yang tidak mau diberi jabatan yang menjanjikan. Dimana-mana jabatan selalu menjadi daya tarik bagi banyak orang. Tak heran jika banyak yang berebut menduduki jabatan tertentu. Namun lain halnya dengan beberapa sahabat Rasulullah SAW dan ulama terdahulu. Dalam sejarah Islam, terdapat beberapa sahabat Rasulullah SAW dan ulama terdahulu pernah menolak jabatan yang diberikan kepada mereka. Padahal banyak yang tertarik untuk menduduki jabatan tersebut. Pada masa Kekhalifahan Islam, hakim menjadi jabatan bergengsi. Begitu penting peran yang dimainkannya dalam menyelesaikan perselisihan dan menangani urusan umat Islam. Bahkan, orang yang menjabat sebagai hakim, akan mendapat kekebalan dan kebebasan dari otoritas politik saat itu. Mengapa demikian? Karena penguasa yang menunjuk seseorang untuk menjadi hakim tentu menginginkan suatu pilihan yang baik untuk dirinya. Kondisi ini menjadikan hakim memiliki otoritas yang berparalel dengan otoritas politik. Saat itu muncul istilah, “Tidak ada kehormatan di dunia setelah kekhalifahan kecuali peradilan.” Berikut ini sahabat Rasulullah SAW dan ulama yang menolak jabatan beserta alasannya yang patut menjadi renungan bersama. Sahabat yang lahir pada tahun 40 sebelum hijrah itu pernah diutus Khalifah Umar untuk berangkat ke Ablah, Persia, dengan tujuan membebaskan kota tersebut. Saat itu Utbah memimpin pasukan dalam jumlah yang cukup besar. Setelah perang berkecamuk, Kota Ablah akhirnya berhasil dibebaskan kemudian nama kota tersebut diubah menjadi Kota Bashrah. Utbah pun mendirikan sebuah masjid di sana. Utbah selain membebaskan Ablah, juga membebaskan kota Maisan dan Abdzaqubadz. Karena keberhasilannya itu, Utbah diangkat menjadi Gubernur Bashrah oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sungguh ini jabatan yang sama sekali tak terpikirkan dan tak diinginkan oleh Utbah. Di sana Utbah hidup dalam kezuhudan. Bahkan banyak orang yang menawarkan kehidupan yang mewah dan glamor kepada dirinya, tetapi semua itu dia tolak. Saat ditawari berbagai kemewahan, dia berkata: “Aku berlindung kepada Allah SWT menjadi orang besar dalam kehidupan duniawi kalian, dan menjadi orang kerdil di hadapan Allah.” Suatu hari, Utbah hendak mengundurkan diri dari jabatan gubernur kepada Khalifah Umar RA.. Setelah melaksanakan ibadah haji, Utbah menemui Khalifah Umar di Madinah dan menyampaikan pengunduran dirinya. Namun permintaan ini ditolak Umar. Utbah tetap diminta untuk berada di Bashrah, supaya dirinya mengajarkan Islam kepada penduduk setempat. Utbah berdoa agar ia tidak dikembalikan ke Bashrah dan tidak pula menjadikannya sebagai gubernur untuk selama-lamanya. Allah mengabulkan doanya tersebut. Sahabat yang meriwayatkan 4 hadits dari Rasulullah SAW itu wafat saat melakukan perjalanan sebelum sampai ke wilayah Bashrah, pada tahun 17 Hijriyah. Lalu dijawab Abu Hanifah, “Farukh, hakim itu ada tiga. Pertama, orang yang bisa berenang dengan baik maka akan berada di laut dalam waktu yang lama. Lambat-laun ia akan kelelehan dan tenggelam. Kedua, orang yang hanya bisa berenang maka setahun kemudian dia akan tenggelam. Ketiga, orang yang tidak bisa berenang, menceburkan dirinya ke dalam air, lalu ia pun segera tenggelam.” Ketika dipaksa pemimpin negeri, dia pun meminta waktu selama tiga hari untuk mempertimbangkannya sekaligus meminta petunjuk kepada Allah SWT. Dalam rentang waktu 3 hari inilah, Abdul Aziz al-Fihri wafat. Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Tidak ada orang yang lebih dekat dengan Allah SWT pada Hari Kebangkitan kelak setelah raja terpilih dan nabi, kecuali pemimpin yang adil.” Untuk menjadi seorang hakim, dibutuhkan ilmu dan ketakwaan, sebagaimana perkataan Malik bin Anas. Para ahli fiqih, yang termasuk orang-orang beriman dan berilmu, sering menolak jabatan hakim peradilan. Mereka khawatir apa yang diputuskannya tidak mampu memperbaiki berbagai urusan sesuai ketentuan syariat. Selain itu, mereka menolak demi menghindari risiko jatuh ke dalam kesalahan saat mengeluarkan putusan. (dul)

Read More

Buya Yahya : Mukena Tipis Boleh Dipakai Sholat, Tapi Ada Syarat nya

Jakarta – 1miliarsantri.net : Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Ustad Yahya Zainul Ma’arif atau yang akrab disapa Buya Yahya, ikut menyoroti perihal memakai mukena tipis ketika melaksanakan sholat. Menurut Buya Yahya, mukena tipis tetap sah dipakai sholat. Buya Yahya menyampaikan ulasannya lewat saluran Youtube Al-Bahjah TV, menjawab pertanyaan dari seorang santri. Akan tetapi, pria 49 tahun kelahiran Blitar tersebut menjelaskan lebih lanjut mengenai sahnya sholat saat memakai mukena yang tipis. “Tipis tidak masalah, asalkan auratnya tidak terlihat, karena ada kain tipis yang transparan, yang tembus pandang, itu tidak sah. Jadi, aurat harus tertutup,” terang pendakwah yang menulis buku Fiqih Praktis Sholat tersebut. Buya Yahya menyoroti pula bahwa terkadang ada kain tipis sehingga membuatnya ketat dan menempel ke badan. Apabila seorang perempuan sholat saat tidak ada laki-laki (yang bukan muhrim), maka sifatnya makruh. Akan tetapi, jika ada laki-laki, memakai kain yang ketat itu menjadi haram. “Tidak harus tebal. Pakai kain tipis yang lembut supaya nyaman. Warnanya tidak harus putih, boleh warna apa saja. Hindari (mukena dengan) gambar-gambar yang mengganggu orang lain, dengan tulisan-tulisan, hindari,” ujar Buya Yahya. Buya menjelaskan menutup aurat dengan pakaian yang suci termasuk salah satu syarat sah sholat. Bagi Muslimah, busana yang kerap dipakai untuk sholat adalah mukena. Sementara itu, terdapat berbagai mukena yang tersedia, dengan beragam bahan kain, warna, juga motif. “Memakai kain yang tipis dengan niat supaya sejuk dan nyaman beribadah tidak masalah, asalkan menutup aurat dan tak tembus pandang. Menurut Buya Yahya, ada kain tipis tapi sangat menutup, tidak ada rongga, serta tidak transparan,” ungkapnya. (han)

Read More

Walikota Tangerang Resmikan Masjid Jami An Najat

Tangerang – 1miliarsantri.net : Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah, meresmikan Masjid Jami An-Najat yang berlokasi di Kelurahan Jurumudi Baru, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Banten. Arief berharap masjid yang dulunya mushalla ini nantinya dapat semakin meningkatkan semangat dan keistiqamahan masyarakat dalam menjalankan ibadahnya. “Alhamdulillah, di kesempatan yang berbahagia ini kita ikhtiar untuk menjadikan yang dulunya mushala Insya Allah sekarang menjadi Masjid Jami An’ Najat, terlebih seiring dengan meningkatnya kapasitas jemaah nantinya semoga semangat serta keimanan masyarakat dalam menjalankan ibadah shalat juga semakin meningkat,” terang nya kepada media, saat menghadiri peresmian Masjid Jami An-Najat yang berlokasi di Kelurahan Jurumudi Baru, Kecamatan Benda, Ahad (28/5/2023). Sebab, masjid merupakan pusat peradaban dan kemakmuran. Makanya harus terus dimakmurkan dan diramaikan, kalau bisa setiap salat fardhu lima waktu, jangan cuma pas jum’atan atau tarawih saja. Jangan sampai masjid udah bagus tapi jemaahnya sedikit,” ulasnya. Arief menambahkan, selain sebagai pusat peribadatan, masjid tersebut juga harus bisa menjadi pusat pemberdayaan umat sekaligus pusat kegiatan masyarakat baik kegiatan keagamaan maupun kegiatan sosial dan kemasyarakatan. “Makanya saya minta jadikan masjid ini nantinya sebagai pusat kegiatan masyarakat, sebagai pusat peradaban umat. Isi dan buat kegiatan-kegiatan maupun pelatihan-pelatihan yang melibatkan masyarakat sekitar,” tegasya. Selain tentunya sebagai pusat untuk berbagi kebaikan dan saling membantu untuk kesejahteraan sosial, ia meminta masjid harus bisa menjadi sarana untuk memperkuat silaturahmi dan kepedulian antar masyarakat, saling gotong royong. Sehingga dapat memperkuat tidak hanya ukhuwah islamiyah tetapi juga ukhuwah watoniyah. Untuk itu Arief berpesan kepada masyarakat agar senantiasa merawat dan menjaga kebersihan masjid yang nantinya akan menjadi pusat peribadatan sekaligus pusat peradaban agar masyarakat dapat merasa aman dan nyaman dalam beribadah dan berkegiatan di masjid tersebut. “Jaga kebersihan, ketertiban dan keberaturan . Sama seperti ketika kita menjalankan syarat sahnya salat kan harus bersih, wudhu dahulu, shafnya rapat dan rapi, teratur,” katanya. Apalagi, dia melanjutkan, nanti akan ditingkatkan menjadi dua lantai, diringgikan. Ia berharap lantai masjid yang ditinggikan juga derajat masyarakat di sini terutama yang rajin memakmurkan dan merawat masjid yang kita cintai sama-sama ini. (kim)

Read More

Kecantikan dan Kepintaran Ummu Salamah

Jakarta – 1miliarsantri.net : Salah satu istri Rasulullah SAW yang memiliki kecerdasan hampir menyerupai Aisyah adalah Ummu Salamah. Beliau memiliki nama asli Hindun binti Abu Umayyah bin Mughirah. Ayahnya Abu Umayyah, seorang pemuka Quraisy dan ibunya Atikah bintu Amir bin Rabi’ah. Ummu Salamah sebelum dipersunting Rasulullah, merupakan istri dari Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Makhzum al-Qurasyi atau lebih dikenal Abu Salamah. Dari pernikahannya, Ummu Salamah memiliki empat orang anak. Dikutip dari buku Ummahatul Mukminin para Istri Nabi karya Ahmad Sarwat, pada tahun 4 H, kesedihan melanda keluarga Ummu Salamah. Abu Salamah, suami tercinta meninggal dunia akibat luka yang pernah dideritanya usai Perang Uhud. Namun, dia tidak hanyut dalam kesedihannya. Dia teringat pesan Nabi SAW kepada suaminya, yang kemudian juga turut dihafalkan oleh Ummu Salamah satu doa ketika tertimpa musibah. إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ اللهم أجرني في مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Ya Allah, berikanlah pahala atas musibah yang menimpaku dan gantikanlah aku dengan yang lebih baik.” Karena siapa yang membaca doa ini akan Allah gantikan yang lebih baik. Ketika hendak berdoa, Ummu Salamah bergumam. “Saya diberi ganti yang lebih baik dari pada Abu Salamah? Akupun tetap membacanya, kemudian Allah gantikan suami untukku (dengan) Muhammad SAW dan Allah berikan pahala untuk musibahku.” “Kemudian Rasulullah SAW menjadi pengganti Abu Salamah untuknya.” (HR. Muslim 918). Ummu Salamah terkenal sebagai wanita cerdas, memberi saran suaminya dan mendukung dakwah suaminya. Lebih dari itu, beliau dikenal wanita yang menawan. Aisyah mengungkapkan isi hatinya terkait Ummu Salamah. “Ketika Rasulullah SAW menikahi Ummu Salamah, aku sangat sedih sekali. Karena banyak orang menyebut kecantikan Ummu Salamah. Akupun mendekatinya untuk bisa melihatnya. Setelah aku melihatnya, demi Allah, dia jauh-jauh lebih cantik dan lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Akupun menceritakannya kepada Hafshah, mereka sepakat, kata Hafshah, “Tidak perlu cemas, demi Allah, itu hanya karena bawaan cemburu.” (Thabaqat Al-Kubro Ibn Sa’d, no. 9895) Ummu Salamah sama seperti halnya Aisyah, seorang wanita yang cerdas. Ummu Salamah meriwayatkan sekitar 13 hadits yang terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ummu Salamah wafat tahun 59 H, ada yang mengatakan 62 H di usia 84 tahun. Ummu Salamah adalah istri Rasulullah SAW yang paling terakhir meninggal. Jenazah beliau dimakamkan di makam Baqi. (zen)

Read More