Donald Trump

Donald Trump Beri Kesempatan! Hamas Akan Dibasmi Jika Langgar Gencatan Senjata dengan Israel

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menarik perhatian dunia setelah memberikan ultimatum keras kepada kelompok Hamas terkait gencatan senjata Gaza. Trump menegaskan bahwa Hamas diberi kesempatan untuk mematuhi kesepakatan damai yang telah dibuat, namun jika mereka melanggar, AS siap bertindak tegas. “Kami telah mencapai kesepakatan dengan Hamas agar mereka menjaga perilaku mereka. Jika mereka gagal, kami tidak akan ragu untuk membasmi mereka,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Putih saat menjamu Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pada Senin waktu Washington. Pernyataan itu muncul setelah dua utusan AS bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di tengah meningkatnya ketegangan yang mengancam keberlangsungan gencatan senjata Gaza yang baru berjalan dua minggu. Amerika Tak Akan Terlibat Langsung, Israel Siaga Penuh Trump menegaskan bahwa pasukan Amerika tidak akan terlibat langsung dalam konflik di Gaza. Ia menyebutkan bahwa puluhan negara telah sepakat untuk bergabung dalam pasukan stabilisasi internasional yang akan membantu menjaga keamanan wilayah tersebut. “Jika saya meminta Israel untuk turun tangan, mereka akan masuk dalam dua menit,” ujar Trump dengan nada percaya diri. Namun, ia menambahkan bahwa pihaknya akan memberi waktu bagi Hamas untuk membuktikan komitmen mereka terhadap perdamaian. Menurut Trump, posisi Hamas kini semakin lemah. Dukungan Iran yang sebelumnya menjadi kekuatan utama mereka, diyakini tidak akan ikut campur setelah serangan besar yang dilakukan AS dan Israel pada awal tahun ini. Baca juga: Biadab! Israel Bayar Google Rp740 Miliar untuk Tutupi Berita Kelaparan Gaza Netanyahu Akui Pelanggaran Gencatan Senjata Gaza Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, justru secara terbuka mengakui bahwa negaranya telah melanggar gencatan senjata Gaza. Bahkan, ia menyatakan kebanggaannya karena pasukan Zionis menjatuhkan 153 ton bom ke wilayah tersebut. Kantor media Gaza melaporkan bahwa sejak kesepakatan gencatan diberlakukan pada 10 Oktober, Israel telah melakukan lebih dari 80 pelanggaran. Akibatnya, sedikitnya 97 warga Palestina tewas dan lebih dari 230 lainnya luka-luka. Meskipun begitu, Israel menyatakan masih berkomitmen pada perjanjian tersebut dan menuduh Hamas sebagai pihak yang lebih dulu menyerang. Namun, Hamas membantah tuduhan itu dan menegaskan tetap menghormati kesepakatan damai yang diinisiasi oleh Trump. Krisis di Timur Tengah kembali memanas setelah munculnya ancaman dan pelanggaran dalam gencatan senjata Gaza. Sementara Trump menekankan pentingnya komitmen damai dari Hamas, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perdamaian sejati masih jauh dari harapan. Dunia kini menunggu apakah kesepakatan yang digagas oleh Trump mampu bertahan di tengah tekanan politik dan militer yang terus meningkat. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Thamrin Humris Sumber foto: al24news.dz Sumber artikel: https://international.sindonews.com/read/1634945/42/trump-hamas-akan-dibasmi-jika-langgar-gencatan-senjata-dengan-israel-1761019835

Read More
Media Israel

Reaksi Media Israel Usai Indonesia Batalkan Visa Atletnya di Kejuaraan Dunia Senam Artistik

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Keputusan pemerintah Indonesia membatalkan visa atlet Israel di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 menjadi sorotan internasional, termasuk oleh media The Times of Israel. Kejuaraan bergengsi ini dijadwalkan berlangsung di Indonesia Arena, Jakarta, pada 19–25 Oktober 2025 dan diikuti oleh 86 negara. Namun, tim Israel yang salah satunya berisi peraih medali emas Olimpiade 2020, Artem Dolgopyat, kini dipastikan tidak akan hadir. Alasan di Balik Pembatalan Visa Atlet Israel Menurut laporan The Times of Israel, keputusan pembatalan ini muncul karena penolakan kuat dari berbagai pihak di Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia telah lama mendukung perjuangan rakyat Palestina. Pemerintah menilai kehadiran atlet Israel di ajang internasional ini bisa menimbulkan gejolak sosial dan politik yang tidak diinginkan. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) menegaskan bahwa seluruh visa delegasi Israel telah dibatalkan atas permintaan resmi Federasi Gimnastik Indonesia (FGI). Menteri Imipas Agus Andrianto menyebut langkah ini diambil demi menjaga stabilitas nasional dan menghormati prinsip politik luar negeri Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Baca juga: Israel Ancam Lanjutkan Serangan ke Gaza Setelah Pemulangan Sandera: Dunia Khawatir Genosida Baru Implikasi dari Keputusan Ini Keputusan pembatalan visa atlet Israel di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 memang bisa dianggap kontroversial di mata dunia olahraga. Namun, dari sisi politik dan moral, langkah ini mencerminkan konsistensi Indonesia terhadap nilai kemanusiaan dan solidaritas global. Kamu mungkin melihat keputusan ini sebagai bentuk keberanian Indonesia untuk tetap teguh pada prinsip, meski berpotensi menuai kritik internasional. Olahraga idealnya memang menjunjung netralitas, tetapi dalam kasus ini, politik dan kemanusiaan tampak sulit dipisahkan. Dengan demikian, keputusan pemerintah ini menjadi refleksi bahwa Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah ajang dunia, tetapi juga tuan rumah bagi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Thamrin Humris Sumber foto: radartv.com Sumber berita: https://www.kompas.tv/internasional/622249/media-israel-bereaksi-usai-indonesia-batalkan-visa-atletnya-di-kejuaraan-dunia-senam-artistik?utm_source=newsshowcase&utm_medium=gnews&utm_campaign=CDAqEAgAKgcICjDel_8KMM6V-AIwsd3NBA&utm_content=rundown

Read More
Gaza

Langkah Damai atau Strategi Politik? Israel Tarik Pasukan IDF dari Gaza Setelah Gencatan Senjata

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Israel resmi menarik sebagian pasukan militernya (IDF) dari Jalur Gaza setelah Kabinet Perang yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyetujui gencatan senjata permanen dengan Hamas, Jumat (10/10). Langkah ini menjadi bagian penting dari kesepakatan perdamaian yang diharapkan bisa menghentikan konflik berkepanjangan di kawasan tersebut. Menurut laporan dari CNN, penarikan pasukan IDF dimulai sejak pukul 12.00 waktu setempat. Namun, penarikan pasukan IDF dari Gaza tidak dilakukan secara menyeluruh. Hanya beberapa area yang kini dikosongkan, sementara wilayah lainnya tetap dijaga untuk mengantisipasi potensi ancaman baru. Baca juga: Rangkaian Peringatan Hari Santri Nasional Resmi Dibuka Menteri Agama, Ini Makna Logo Hari Santri Nasional 2025 IDF Tetap Siaga di Beberapa Wilayah Gaza Dalam pernyataan resminya, IDF menjelaskan bahwa pasukan kini memposisikan diri di sepanjang garis penempatan baru sebagai bagian dari persiapan gencatan senjata Israel-Hamas dan proses pemulangan sandera. Meski begitu, Juru Bicara IDF, Avichay Adraee, menegaskan bahwa warga dilarang mendekati area yang masih menjadi zona operasi militer karena dianggap berbahaya. Beberapa lokasi yang disebut masih berisiko tinggi antara lain Beit Hanoun, Beit Lahiya, Shejaiya, hingga wilayah Khan Younis dan Rafah di bagian selatan. Adraee memperingatkan bahwa pasukan masih aktif di area tersebut untuk menyingkirkan ancaman yang dianggap mengganggu stabilitas keamanan. Baca juga: Hari Santri Nasional Apakah Libur? Cek Daftar Libur Nasional 2025 Berikut Ini! Gencatan Senjata Israel-Hamas, Awal Damai atau Sekadar Strategi? Sebagai masyarakat, pastinya kita bertanya-tanya apakah penarikan pasukan IDF dari Gaza ini benar-benar menjadi awal perdamaian atau hanya manuver politik Israel? Gencatan senjata memang memberikan harapan, tetapi selama masih ada pasukan yang berjaga dan wilayah yang dianggap berbahaya, perdamaian sejati tampak belum sepenuhnya tercapai. Langkah ini bisa menjadi momentum penting menuju rekonsiliasi, namun semuanya bergantung pada komitmen kedua pihak untuk menghentikan kekerasan dan membuka jalan bagi solusi yang adil bagi rakyat Palestina. Kalau menurut pembaca yang budiman, bagaimana pendapatnya? Tulis dikolom komentar, ya! Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Thamrin Humris Sumber foto: Priangan Timur News Sumber berita: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20251010181112-120-1283286/gencatan-senjata-israel-mulai-tarik-mundur-pasukan-idf-dari-gaza

Read More

Kesaksian Mengerikan Aktivis Global Sumud Flotilla (GSF): Disiksa, Dipaksa Berlutut, hingga Diperlakukan Seperti Binatang di Tahanan Israel

Tegal – 1miliarsantri.net : Kisah memilukan datang dari para aktivis Global Sumud Flotilla (GSF) yang ditangkap setelah kapal pembawa bantuan kemanusiaan ke Gaza dibajak oleh militer Israel. Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk penyiksaan selama berada di balik jeruji tahanan Zionis, mulai dari kekerasan fisik, perlakuan tidak manusiawi, hingga pelarangan akses terhadap obat-obatan penting. Organisasi hukum Adalah, yang menjadi kuasa hukum para aktivis, mengungkap sejumlah pelanggaran serius yang dilakukan otoritas Israel. Dalam pertemuan dengan lebih dari 80 peserta GSF di Penjara Ktziot, Israel selatan, Adalah menyebut banyak di antara mereka diperlakukan dengan cara-cara kejam. “Beberapa aktivis dipaksa berlutut dengan tangan terikat kabel selama setidaknya lima jam,” ungkap Adalah, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (5/10/2025). Lebih jauh, Adalah mengungkap bahwa para tahanan tidak diperbolehkan mengakses obat-obatan penting, termasuk obat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan kanker. “Para peserta ditahan di sel yang penuh sesak, dan beberapa peserta dipaksa tidur di lantai dalam kondisi yang keras dan tidak sehat,” lanjut pernyataan itu. Tidak berhenti di situ, kekerasan fisik juga menjadi bagian dari penderitaan mereka. Salah satu aktivis mengalami luka pada tangannya akibat penganiayaan. Ada pula yang ditutup matanya dan diborgol dalam waktu lama. “Beberapa peserta melaporkan bahwa mereka diinterogasi oleh petugas tak dikenal, dan yang lainnya melaporkan penganiayaan serta penyiksaan oleh sipir penjara,” imbuh Adalah. Baca juga: Titik Balik Iklim: Terumbu Karang Dunia Hadapi Kemunduran Besar Bantahan Israel dan Versi yang Bertolak Belakang Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel membantah tuduhan penyiksaan tersebut. Mereka menyebut kesaksian para aktivis sebagai “kebohongan” dan mengklaim telah memenuhi seluruh hak hukum para tahanan. “Semua hak hukum para tahanan sepenuhnya ditegakkan,” tulis Kemlu Israel melalui platform X. Dalam pernyataan kepada CNN, pihaknya juga menegaskan bahwa makanan, air, dan obat-obatan telah diberikan. “Tentu saja mereka menerima makanan, air, dan obat-obatan, dan mereka tidak dianiaya,” ujar perwakilan Israel. Namun, pernyataan itu jelas bertolak belakang dengan kesaksian para aktivis yang telah dibebaskan maupun dideportasi. Greta Thunberg Jadi Korban Penyiksaan Di antara para korban perlakuan brutal itu adalah aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg. Ia termasuk dalam rombongan GSF yang ditangkap saat kapal mereka dicegat ketika hampir mencapai Gaza. Kesaksian dari sesama aktivis menyebut Greta mengalami penyiksaan dari pasukan Israel. Jurnalis Turki Ersin Celik mengatakan bahwa ia melihat langsung bagaimana tentara Israel menyiksa Greta Thunberg. Menurutnya, Greta bahkan diseret di tanah dan dipaksa mencium bendera Israel. Kesaksian senada datang dari aktivis Malaysia Hazwani Helmi dan peserta asal Amerika Serikat Windfield Beaver, yang menceritakan bagaimana Greta diperlakukan secara kasar dan dipamerkan sambil diselimuti bendera Israel. “Itu bencana. Mereka memperlakukan kami seperti binatang,” ujar Helmi, menambahkan bahwa para tahanan tidak diberi makanan, air bersih, atau obat-obatan. Beaver juga mengaku Greta diperlakukan sangat buruk dan dijadikan alat propaganda, bahkan pernah dipaksa masuk ke sebuah ruangan ketika Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, datang. Jurnalis Italia Lorenzo Agostino menyebut Greta sebagai perempuan pemberani berusia 22 tahun yang dihina, dililit dengan bendera Israel, dan dipertontonkan layaknya sebuah trofi. Baca juga: Santri Asal DKI Jakarta Tembus Final MQK Internasional 2025 Penyiksaan Sistematis dan Kondisi Tidak Manusiawi Kesaksian lain yang tak kalah mengerikan datang dari presenter televisi Turki Ikbal Gurpinar, yang menyamakan perlakuan pasukan Israel terhadap mereka seperti memperlakukan anjing. Menurut Gurpinar, para aktivis dibiarkan kelaparan selama tiga hari dan tidak diberi air hingga terpaksa minum dari toilet. “Hari itu sangat panas, dan kami semua hampir terbakar,” ujarnya kepada Al Jazeera, seraya mengatakan pengalaman itu memberinya pemahaman lebih dalam tentang penderitaan rakyat Gaza. Sementara itu, aktivis Turki Aycin Kantoglu menuturkan bagaimana tembok penjara berlumuran darah dan dipenuhi tulisan pesan dari tahanan sebelumnya. “Kami melihat para ibu menuliskan nama anak-anak mereka di dinding. Kami benar-benar merasakan sedikit dari apa yang dialami warga Palestina,” katanya. Tragedi ini menjadi potret lain dari kekejaman pendudukan Israel yang terus berlangsung. Sejak serangan besar-besaran dimulai, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sedikitnya 67.139 warga Palestina tewas, mayoritas di antaranya adalah warga sipil — perempuan dan anak-anak. Penulis: Satria S Pamungkas Editor: Glancy Verona Gambar: Israel Deports Greta Thunberg and Other Activists on Gaza Aid Boat – The New York Times

Read More

Titik Balik Iklim: Terumbu Karang Dunia Hadapi Kemunduran Besar

Surabaya – 1miliarsantri.net : Sebuah laporan internasional terbaru yaitu Global Tipping Points Report 2025, menyimpulkan bahwa ekosistem terumbu karang air hangat global telah melewati tipping point termal yang tak lagi memungkinkan pemulihan normal. Laporan ini disusun oleh sekitar 160 ilmuwan dari 23 negara bekerja sama dengan institusi seperti University of Exeter dan Stockholm Resilience Centre. Menurut publikasi pendukung, ambang tipping point terumbu karang diperkirakan di kisaran 1,0-1,5 Celsius pemanasan global dibanding era pra-industri, dengan nilai pusat sekitar 1,2 Celsius. Dengan kondisi pemanasan global saat ini yang telah mencapai kurang lebih 1,4 Celsius, sistem karang berada dalam fase overshoot, yaitu kondisi di mana tekanan lingkungan telah melewati batas toleransi mereka. Laporan menyatakan bahwa peluang untuk mempertahankan terumbu karang yang sehat dalam skala besar setelah melebihi 1,5 Celsius adalah sangat rendah (kemungkinan > 99% telah melewati batas aman). Meningginya Angka Kematian Karang secara Massal Sejak Januari 2023, lebih dari 80% terumbu karang di berbagai negara mengalami peristiwa bleaching hebat akibat lonjakan suhu laut. Dalam kondisi semacam ini, alga simbion (zooxanthellae) yang hidup di dalam jaringan karang keluar, menyebabkan karang kehilangan warna (memutih) dan dalam banyak kasus, mati jika stres suhu berlanjut. Fenomena ini telah menjadi peristiwa pemutihan global terburuk dalam catatan modern, dan banyak karang tidak memiliki waktu untuk pulih sebelum gelombang panas laut berikutnya. Akibatnya, struktur ekosistem mulai rusak seperti karang mati digantikan oleh alga atau substrat kosong, mengurangi keanekaragaman dan produktivitas biologis. Baca juga: Santri Asal DKI Jakarta Tembus Final MQK Internasional 2025 Dampak pada Masyarakat Pesisir Terumbu karang merupakan pondasi ekosistem pesisir yang menyediakan habitat bagi ikan, pelindung pantai dari gelombang, dan tulang punggung pariwisata laut. Hingga 1 miliar orang bergantung secara langsung atau tidak langsung pada kondisi karang sehat untuk mata pencaharian. Jika kerusakan terus meluas, sektor perikanan lokal bisa mengalami penurunan tangkapan, wisata pantai menurun, dan pantai menjadi lebih rentan terhadap erosi atau bencana laut. Situasi ini menempatkan masyarakat pesisir pada risiko sosial-ekonomi tinggi. Sebagai indikasi lokal, Great Barrier Reef Australia melaporkan penurunan karang terbesar dalam 39 tahun terakhir. Validasi dan Tantangan Metodologi Para ilmuwan laporan menyadari bahwa menentukan tipping point untuk terumbu karang bukan hal mudah, karena banyak faktor stres bersamaan, termasuk pengasaman laut (ocean acidification), polusi, penangkapan ikan berlebih, dan penyakit. Dalam artikel Considerations for Determining Warm-Water Coral Reef Tipping Points, para penulis mendukung ambang ~1,2 Celsius sebagai batas pusat, tetapi menyatakan bahwa jika stres tambahan diperhitungkan, ambang efektif dapat lebih rendah untuk banyak sistem lokal. Artinya, meskipun laporan menyebut bahwa dunia telah melewati tipping point, batas pasti per wilayah tetap menjadi pertimbangan aktif dalam penelitian kelautan. Di sisi lain, Zoological Society of London (ZSL) menyebut laporan ini sebagai “peringatan keras” agar dunia segera bertindak. Profesor Tim Lenton, salah satu penulis utama laporan, menyatakan: “Kita tidak lagi dapat membicarakan titik kritis sebagai risiko di masa depan … proses awal dari kematian massal terumbu karang air hangat yang meluas sudah mulai terjadi” (diterjemahkan oleh penulis). Ia juga menegaskan bahwa dampak kerusakan karang telah mempengaruhi ratusan juta orang yang bergantung pada ekosistem tersebut. Laporan Global Tipping Points 2025 memberikan alarm nyata: ekosistem terumbu karang air hangat global telah melewati tipping point termal. Kematian karang massal kini tidak sekadar prediksi, tapi sedang terjadi. Ancaman ini bukan hanya ekologis, tetapi juga sangat manusiawi, yang mana jutaan orang di kawasan pesisir berada di ujung kerentanan. Meski masih ada ketidakpastian ilmiah, tren dan data yang saling mendukung mempertegas bahwa kita berada di titik kritis, dan pilihan kita ke depan menentukan apakah kita dapat menghindari keruntuhan sistem laut yang lebih luas atau melewati era baru yang drastic. Baca juga: Rocky Gerung Wanti-Wanti Presiden Prabowo Soal Ancaman Civil Disobedience Jika Demokrasi Diabaikan Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona Ilustrasi by AI

Read More

PBB Sebut 562 Pekerja Bantuan Tewas di Gaza Sejak 2023, Termasuk 376 dari Staf PBB

Tegal – 1miliarsantri.net: Konflik yang tak kunjung usai di Jalur Gaza terus menelan korban, bukan hanya dari kalangan warga sipil, tetapi juga para pekerja kemanusiaan yang berada di garis depan memberikan bantuan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa sedikitnya 562 pekerja bantuan tewas sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023. Angka itu kembali bertambah setelah seorang staf kemanusiaan meninggal akibat serangan Israel pada Kamis (2/10/2025). Dalam pernyataan resmi pada Jumat (3/10/2025), Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyampaikan bahwa korban terbaru adalah anggota tim Medecins Sans Frontieres (MSF) yang tewas dalam serangan di Deir al-Balah. Insiden tersebut juga menyebabkan empat orang lainnya mengalami luka serius ketika tim sedang menunggu bus untuk menuju rumah sakit MSF. “Ini adalah staf ke-14 dari Medecins Sans Frontieres yang tewas di Gaza sejak dimulainya konflik ini pada 7 Oktober 2023,” kata Dujarric, dikutip dari Anadolu. Korban diidentifikasi sebagai Omar Hayek (42), seorang terapis okupasi yang telah bekerja dengan MSF sejak 2018. Organisasi kemanusiaan internasional itu menyatakan duka mendalam atas kematian Hayek. “Semua staf mengenakan rompi MSF, yang dengan jelas mengidentifikasi mereka sebagai pekerja kemanusiaan medis,” lanjut Dujarric. MSF pun mengecam keras serangan tersebut dan menyebut pembunuhan terhadap stafnya sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Baca juga: Hari Santri Nasional Apakah Libur? Cek Daftar Libur Nasional 2025 Berikut Ini! Situasi Kian Memburuk PBB menegaskan bahwa pembunuhan terhadap para pekerja bantuan adalah indikasi nyata bahwa situasi di Gaza semakin memburuk dari hari ke hari. Menurut data yang dihimpun oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dari total 562 pekerja yang tewas, setidaknya 376 di antaranya merupakan staf PBB. “Di lapangan, rekan-rekan kemanusiaan kami memperingatkan bahwa situasi di Gaza utara terus memburuk dengan cepat. Operasi militer dan serangan besar-besaran yang menghantam permukiman dan bangunan telah meningkatkan jumlah korban tewas dan terus menimbulkan kerusakan di wilayah tersebut,” tutur Dujarric. Serangan yang tidak berhenti hingga kini telah menyebabkan lebih dari 66.000 warga Palestina tewas, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Pengeboman yang berlangsung tanpa henti membuat kawasan Gaza nyaris tidak layak huni. Warga yang selamat kini menghadapi ancaman kelaparan, penyakit menular, dan kekurangan layanan kesehatan. Tuntutan Hukum Internasional Tindakan militer Israel yang menimbulkan korban massal juga mendapat sorotan tajam dari komunitas internasional. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November tahun lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakan militernya yang dinilai melanggar hukum internasional. Meski tekanan internasional terus meningkat, serangan demi serangan masih menghantam wilayah Gaza. Sementara itu, lembaga-lembaga kemanusiaan di lapangan terus berjuang menyelamatkan nyawa warga sipil yang terjebak dalam konflik – sering kali dengan mempertaruhkan nyawa mereka sendiri. Tragedi yang menimpa ratusan pekerja bantuan ini menjadi pengingat pahit bahwa perang tak hanya merenggut korban dari pihak yang bertikai, tetapi juga dari mereka yang seharusnya dilindungi: para pekerja kemanusiaan yang hadir untuk menyembuhkan, bukan bertempur. Baca juga: 25 Pesantren di Pekalongan Siap Wujudkan Pesantren Hijau Sambut Hari Santri 2025 Penulis: Satria S Pamungkas Editor: Glancy Verona Sumber Gambar: حي القابون الدمشقي نموذج للتسوية بالأرض | أخبار | الجزيرة نت

Read More

Israel Ancam Lanjutkan Serangan ke Gaza Setelah Pemulangan Sandera: Dunia Khawatir Genosida Baru

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa serangan militer ke Gaza akan dilanjutkan setelah semua sandera dipulangkan. Pernyataan ini memicu kekhawatiran dunia terhadap potensi genosida baru di Jalur Gaza Tel Aviv – 1miliarsantri.net: Dunia internasional kembali dikejutkan oleh pernyataan keras Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, yang menegaskan bahwa pasukan pendudukan Israel (IDF) akan melanjutkan operasi militernya di Jalur Gaza setelah semua sandera yang tersisa dipulangkan. Pernyataan tersebut disampaikan Katz melalui akun resminya di platform X (Twitter) pada Rabu malam. Ia secara terbuka menentang kesepakatan gencatan senjata terbaru yang baru saja dicapai antara Israel dan kelompok perlawanan Hamas. Menurutnya, tantangan terbesar Israel setelah pemulangan para sandera adalah penghancuran seluruh jaringan terowongan bawah tanah yang disebut sebagai “terowongan teror Hamas”. Katz menegaskan bahwa langkah ini akan dilakukan baik oleh militer Israel (IDF) maupun melalui mekanisme internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat. “Saya telah menginstruksikan IDF untuk bersiap melaksanakan misi tersebut. Inilah makna utama penerapan prinsip demiliterisasi Gaza dan pelucutan senjata Hamas,” lanjutnya. Kecaman dan Kekhawatiran Dunia Internasional Pernyataan Katz langsung memicu kecaman luas dari berbagai organisasi kemanusiaan dan pengamat politik internasional. Banyak pihak menilai bahwa pernyataan tersebut merupakan indikasi nyata ancaman genosida lanjutan terhadap warga sipil Palestina di Gaza, yang hingga kini masih berjuang bertahan di tengah blokade dan kehancuran. Lembaga pemantau HAM di Timur Tengah, Middle East Monitor, menyebut bahwa sikap Israel tersebut berpotensi menggagalkan proses perdamaian yang baru saja disepakati melalui perjanjian gencatan senjata sementara. Selain itu, para pengamat menilai bahwa dukungan Amerika Serikat dalam mekanisme penghancuran Hamas dapat semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, mengingat ribuan warga sipil telah menjadi korban sejak awal agresi militer Israel. Konteks Politik dan Militer di Gaza Sejak awal 2024, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza dengan dalih menghancurkan Hamas. Namun, laporan dari berbagai lembaga internasional menunjukkan bahwa mayoritas korban justru adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. PBB dan sejumlah negara Arab telah menyerukan penghentian serangan, namun hingga kini, pemerintah Israel tetap bersikeras melanjutkan operasi militernya dengan alasan keamanan nasional dan penegakan prinsip demiliterisasi. Jika ancaman terbaru Israel benar-benar dilaksanakan, maka krisis kemanusiaan di Gaza akan kembali meningkat tajam, memperburuk kondisi rumah sakit, infrastruktur, dan pasokan logistik yang sudah lumpuh akibat blokade berkepanjangan. Arah Kebijakan Militer Israel Tidak Mengarah Pada Perdamaian Pernyataan Israel Katz memperlihatkan bahwa arah kebijakan militer Israel belum mengarah pada perdamaian yang berkelanjutan, melainkan pada eskalasi kekerasan baru. Dunia kini menanti langkah-langkah diplomatik dari komunitas internasional untuk mencegah genosida baru di Gaza dan memastikan agar proses perdamaian tidak kembali kandas.*** Sumber : Middle East Monitor dan Channel WhatsApp Free Palestine Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto : commons.wikimedia.org

Read More

Gaza Update-Jubir Pejuang Palestina: Kesepakatan Pertukaran Tawanan Menandai Jalan untuk Mengakhiri Perang Genosida

Fase pertama pertukaran tawanan Palestina dan Israel merupakan titik balik mengakhiri perang genosida Gaza – 1miliarsantri.net: Juru bicara gerakan perlawanan Palestina, Hazem Qassem, menyebut kesepakatan tahap pertama pertukaran tawanan sebagai momen bersejarah yang menandai arah baru menuju berakhirnya perang genosida di Jalur Gaza. Dalam pernyataannya setelah proses pertukaran yang dimediasi oleh Mesir dan Turki, serta melibatkan Qatar dan Amerika Serikat, Qassem menegaskan bahwa kesepakatan ini bukan sekadar langkah kemanusiaan, melainkan juga pencapaian politik dan simbol persatuan nasional Palestina. Momen Persatuan dan Ketahanan Nasional Qassem menggambarkan tahap pertama pertukaran tawanan ini sebagai momen persatuan dan ketahanan nasional. Ia menekankan bahwa seluruh proses dijalankan dengan presisi, profesionalisme, dan koordinasi mendalam di antara berbagai faksi Palestina. Menurutnya, kesepakatan ini menunjukkan bahwa keteguhan dan solidaritas rakyat Palestina mampu meraih kemenangan, di saat agresi militer gagal mencapai tujuannya. Kesepakatan Dijalankan Secara Transparan dan Bertanggung Jawab Pertukaran ini mencakup tahanan dengan hukuman seumur hidup, serta mereka yang ditahan selama agresi terbaru di Gaza. Lebih dari 1.700 tahanan dari Jalur Gaza dan sekitar 250 dari Tepi Barat dan Yerusalem dijadwalkan mendapatkan kembali kebebasan mereka. Visi Nasional di Atas Kepentingan Politik Gerakan perlawanan menegaskan bahwa negosiasi ini tidak dilandasi oleh kepentingan politik, melainkan oleh visi nasional bersama. Semua tahanan diperlakukan sebagai bagian dari satu tubuh rakyat Palestina yang tengah memperjuangkan martabat dan kebebasan. Qassem menambahkan bahwa kesepakatan ini adalah titik balik penting — bukan hanya dalam dinamika politik, tetapi juga dalam kesadaran kolektif rakyat Palestina, yang semakin menyadari kekuatan persatuan di tengah penderitaan panjang akibat blokade dan agresi. Rakyat Palestina Menyambutnya Sebagai Kemenangan Kemanusiaan Ketika perayaan kegembiraan yang tenang menyebar ke seluruh kota dan kamp Palestina, perjanjian itu dipuji sebagai kemenangan kemanusiaan dan penegasan kembali ketahanan. Keadaan ini mencerminkan momen yang rapuh namun vital, sekilas keadilan di tengah kehancuran, dan pengingat bahwa persatuan tetap menjadi kekuatan Gaza yang paling abadi.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Sumber : SAFA AGENCY

Read More

Update Perang Gaza Hari Ini: AS Habiskan Rp540 Triliun, Israel Klaim Tarik Pasukan Tahap Pertama

Laporan terbaru dari Gaza: Serangan drone Israel menewaskan warga sipil, AS telah keluarkan $34 miliar untuk mendukung Israel sejak 2023, sementara 200 ribu warga Palestina mulai kembali ke Gaza Utara pasca gencatan senjata. Gaza – 1miliarsantri.net: Situasi di Jalur Gaza kembali menjadi sorotan dunia setelah serangkaian perkembangan penting terjadi dalam 24 jam terakhir. Konflik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini menunjukkan dinamika baru, baik di tingkat diplomatik maupun militer. Trump: Gaza Harus Punya Pemerintahan Tanpa Militer Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dilaporkan menginginkan agar Gaza memiliki pemerintahan sendiri, namun tanpa kekuatan militer. Pernyataan ini dikutip dari laporan Haaretz yang mengungkap pandangan pejabat senior AS mengenai masa depan Gaza pasca-konflik. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi AS untuk membentuk stabilitas politik di wilayah tersebut, meski banyak pihak menilai bahwa tanpa kekuatan pertahanan, Gaza akan tetap berada di bawah bayang-bayang dominasi Israel. Serangan Drone Israel Kembali Tewaskan Warga Sipil Menurut laporan Pertahanan Sipil Palestina, sebuah serangan pesawat nirawak (drone) Israel menghantam wilayah Khan Younis di Gaza selatan pada Jumat (10/10) pukul 18.00 waktu setempat. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai beberapa lainnya.Serangan ini kembali menyoroti rentannya keamanan warga sipil di tengah proses gencatan senjata yang baru berjalan. AS Sudah Habiskan $34 Miliar untuk Dukung Israel Sebuah studi dari Brown University membeberkan bahwa Amerika Serikat telah menghabiskan hampir $34 miliar (sekitar Rp540 triliun) untuk mendukung operasi militer Israel sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023. Laporan ini menimbulkan kritik tajam dari publik AS sendiri, yang menilai dana pajak mereka seharusnya digunakan untuk kepentingan domestik, bukan pembiayaan konflik berkepanjangan di Timur Tengah. Netanyahu: Pasukan Akan Tetap di Gaza Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa pasukan Israel akan tetap berada di Gaza hingga kelompok Ha-as sepenuhnya melucuti senjatanya. Pernyataan ini disampaikan melalui Reuters, dan dinilai sebagai sinyal bahwa Israel belum siap menarik diri sepenuhnya dari wilayah tersebut. Penarikan Pasukan Tahap Pertama Selesai Meski demikian, militer AS mengonfirmasi bahwa Israel telah menyelesaikan tahap pertama penarikan pasukannya dari Gaza, sesuai perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Langkah ini dianggap sebagai titik awal menuju stabilitas, meskipun situasi di lapangan masih penuh ketegangan. 200 Ribu Warga Kembali ke Gaza Utara Badan Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa sekitar 200.000 warga Palestina telah kembali ke wilayah utara setelah gencatan senjata mulai berlaku. Mereka kembali ke rumah-rumah yang sebagian besar hancur akibat serangan udara sebelumnya, dengan kondisi infrastruktur yang sangat terbatas. Korban Tewas Masih Bertambah Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan bahwa pasukan Israel masih melakukan operasi militer terbatas, menewaskan sedikitnya 17 warga Palestina dan melukai 71 lainnya hanya dalam 24 jam terakhir. Data ini menunjukkan bahwa meski status gencatan senjata diumumkan, pelanggaran di lapangan masih terus terjadi. Rapuhnya Keamanan dan Penderitaan Rakyat Palestina Perkembangan terbaru di Gaza mencerminkan betapa rapuhnya situasi keamanan dan diplomasi di wilayah tersebut. Sementara dunia menyerukan perdamaian, realitas di lapangan menunjukkan penderitaan rakyat Palestina belum berakhir. Dunia kini menunggu apakah langkah-langkah politik dan gencatan senjata ini benar-benar menjadi awal dari akhir konflik yang telah menelan begitu banyak korban jiwa.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto : Channel Whatsapp FREE PALESTINE Sumber : Free Palestine, Middle East Eye, Haaretz, Reuters, Brown University

Read More

Khalil al-Hayya: Kami Telah Menerima Jaminan dari Para Mediator dan Amerika bahwa Perang di Gaza Telah Berakhir Sepenuhnya

Gaza – 1miliarsantri.net | PEMIMPIN Gerakan Hamas di Jalur Gaza sekaligus ketua delegasi perundingannya, Khalil al-Hayya, pada hari Kamis (09/10/2025) mengungkapkan bahwa Hamas telah menerima jaminan dari para mediator dan dari pemerintah Amerika Serikat bahwa perang Israel terhadap Jalur Gaza “telah berakhir sepenuhnya”, sambil mengumumkan tercapainya kesepakatan untuk mengakhiri perang, memulai penerapan gencatan senjata permanen, serta melakukan pertukaran tahanan antara warga Palestina dan tawanan Israel. Al-Hayya dalam pernyataan bergambar mengatakan:“Hari ini kami umumkan bahwa telah tercapai kesepakatan untuk mengakhiri perang dan agresi terhadap rakyat kami, serta memulai penerapan gencatan senjata permanen, penarikan pasukan pendudukan, masuknya bantuan, pembukaan perlintasan Rafah dua arah, dan pertukaran tahanan.” Ia juga mengungkapkan bahwa sebanyak 250 tahanan seumur hidup dan 1.700 tahanan dari penduduk Jalur Gaza yang ditangkap setelah 7 Oktober 2023 akan dibebaskan, selain juga pembebasan semua anak-anak dan perempuan. Al-Hayya menambahkan:“Kami telah menerima jaminan dari saudara-saudara mediator dan dari pemerintah Amerika Serikat, yang semuanya menegaskan bahwa perang telah berakhir sepenuhnya. Kami akan melanjutkan kerja sama dengan kekuatan nasional dan Islam untuk menyelesaikan langkah-langkah berikutnya, bekerja demi kepentingan rakyat Palestina, menentukan nasibnya sendiri, dan menegakkan hak-haknya hingga terwujud negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.” Ia juga berkata:“Kami telah menangani rencana Presiden Amerika (Donald Trump) dengan penuh tanggung jawab, dan kami memberikan tanggapan yang menjamin kepentingan rakyat kami, hak-hak kami, serta menghentikan pertumpahan darah, dan yang mencakup visi kami untuk menghentikan perang.” Al-Hayya melanjutkan:“Delegasi kami datang ke Republik Arab Mesir dengan penuh tanggung jawab dan sikap positif, yang memungkinkan kami bersama kekuatan perlawanan untuk mencapai kesepakatan yang kami persembahkan kepada rakyat kami yang mulia.” Kepada warga Gaza, al-Hayya berkata:“Dunia berdiri takjub menyaksikan apa yang telah kalian berikan berupa pengorbanan, keteguhan, kesabaran, dan keikhlasan. Kalian telah menjalani perang yang belum pernah disaksikan dunia sebelumnya. Kalian menghadapi tirani musuh, kekejaman tentaranya, pembantaian, dan kebiadabannya.” Pemimpin Hamas itu mengatakan bahwa setelah lebih dari dua tahun perang di Gaza,“Kami berdiri di hadapan kepahlawanan para pejuang perlawanan yang berjuang dari titik nol. Mereka seperti gunung yang kokoh di hadapan tank, kendaraan, dan pasukan pendudukan. Mereka menggagalkan satu per satu rencana musuh — mulai dari rencana pengusiran, kelaparan, hingga penciptaan kekacauan, dan lainnya.” Ia menyampaikan penghormatan kepada rakyat Palestina di seluruh tempat keberadaannya, kepada para mediator di Mesir, Qatar, dan Turki, serta kepada mereka yang turut serta dalam pertempuran melawan pendudukan di Yaman, Lebanon, dan tempat lainnya. Ia juga menyampaikan salam kepada seluruh pihak yang bersolidaritas di seluruh dunia dengan perjuangan Palestina, dan kepada para peserta konvoi dukungan dan kebebasan di darat maupun laut. Ia menutup dengan mengatakan:“Salam untuk Gaza, salam untuk para lelaki Gaza, salam untuk para perempuan Gaza, salam untuk anak-anak Gaza, salam untuk para orang tua Gaza, untuk para syuhada Gaza, untuk para korban luka Gaza, untuk para tahanan Gaza, salam untuk para pemimpin syahid yang agung.” Sebelumnya pada hari yang sama, para mediator dalam perundingan di Sharm el-Sheikh, Mesir, mengenai perang genosida di Jalur Gaza yang terkepung mengumumkan tercapainya kesepakatan untuk gencatan senjata. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Kamis juga mengonfirmasi tercapainya kesepakatan antara pendudukan Israel dan Gerakan Hamas. Ia menulis di akun platform “Truth Social”:“Saya dengan senang hati mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menandatangani tahap pertama dari rencana perdamaian kami,” seraya menambahkan bahwa kesepakatan itu berarti semua sandera akan segera dibebaskan dan Israel akan menarik pasukannya ke garis yang telah disepakati, yang keduanya merupakan langkah awal menuju perdamaian yang kuat dan langgeng. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majid al-Ansari, juga mengumumkan bahwa telah tercapai kesepakatan atas semua butir dan mekanisme pelaksanaan tahap pertama dari gencatan senjata di Gaza, yang akan mengarah pada penghentian perang, pembebasan tawanan Israel dan tahanan Palestina, serta masuknya bantuan kemanusiaan. Sementara itu, Gerakan Hamas menyatakan bahwa kesepakatan tersebut mencakup penarikan pasukan pendudukan dari Jalur Gaza, masuknya bantuan, dan pertukaran tahanan. Hamas juga menyeru Trump, negara-negara penjamin, serta berbagai pihak Arab, Islam, dan internasional lainnya agar memastikan pemerintah pendudukan melaksanakan seluruh kewajiban dalam kesepakatan itu, serta tidak dibiarkan mengingkari atau menunda-nunda pelaksanaannya. (***) Penulis: Abdullah al-Mustofa Editor: Toto Budiman Sumber berita dan foto: Al-Araby al-Jadid

Read More