Kasus Santriwati Lesbian Ditemukan di Mataram

Mataram – 1miliarsantri.net : Belum selesai penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum pimpinan pondok pesantren kepada santri nya, kini kasus santriwati lesbian terjadi di sebuah pondok pesantren di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Praktik hubungan sejenis yang dilakukan santri di Mataram ini menjadi sorotan tajam. Peran Kementerian Agama (Kemenag) dalam menekan upaya kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren juga dipertanyakan.

Joko Jumadi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram mengungkapkan, selain kasus kekerasan seksual di pondok, ternyata ada fenomena lain seperti lesbian yang terjadi di Lombok. Maka diharapkan Kemenag dalam berupaya dalam proses pengawasan dan pembinaan harus betul-betul optimal, tidak asal-asalan.

“Kemenag harus proaktif membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. Sekarang belum ada sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pondok,” ujarnya.

Joko menambahkan, dulunya di wilayah NTB tengah menggodok Perda tentang pondok pesantren, namun kabar tersebut sejauh ini belum terdengar kelanjutannya. Dia mengatakan kebijakan pencegahan kekerasan seksual ada dua alternatif. Bisa diturunkan melalui regulasi oleh pemerintah daerah atau Kemenag sendiri.

“Sekarang yang menjadi pertanyaan langkah untuk mendorong itu sejauh mana? Peran Pemda dan Kemenag sejauh mana?” imbuhnya.

Joko menilai Kemenag di NTB masih gagap dalam membangun sistem pencegahan tersebut, serta sistem penanganan saat terjadi kasus kekerasan seksual.

“Membangun sistem dan memformulasi bagaimana sistem untuk pencegahan dan bagaimana penanganan kalau terjadi kasus. Ini kan (Kemenag) tidak siap dan gagap karena belum memiliki sistem yang dibangun,” ujarnya.

Joko tidak memungkiri kasus kekerasan seksual menjadi fenomena di Indonesia saat ini. Dulunya pernah dicanangkan pondok pesantren ramah anak, namun itu belum membumi di Indonesia. Dia juga menyoroti sistem pengawasan akan dibangun oleh Kemenag Lombok Timur, namun hanya melibatkan organisasi pondok pesantren saja. Tidak terbuka dalam mencari solusi bersama.

“Kalau kembali ke situ tetap saja tertutup. Hanya di internal mereka. Kemungkinan saling menutup terjadi,” pungkasnya. (miu)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *