China Luncurkan Al Qur’an Versi Mereka Dengan Menggabungkan Islam dan Konghucu

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pemerintah China baru-baru ini berencana membuat Al-Quran versi mereka dengan menggabungkan ajaran Islam dan Konghucu. Seperti diberitakan Radio Free Air, dikutip Minggu (24/09/2023), Al-Quran versi China tersebut merupakan bagian dari upaya “sinisasi” terhadap Islam.

Sinisasi sendiri diartikan sebagai proses modifikasi sesuatu sesuai dengan budaya China. Upaya sinisasi Islam ini sudah desain sejak 2018.

Pada 2018, Institut Pusat Sosialisme China, bagi dari Kelompok Kerja Front Persatuan Partai Komunis, menyusun 32 poin sinisasi tiga agama monoteistik utama di China, yaitu Protestan, Katolik, dan Islam, yang akan diterapkan selama lima tahun ke depan.

Namun, pada akhir Juli lalu, sejumlah pejabat pemerintah dan akademisi China bertemu di Urumqi untuk membahas penerapan sinisasi Islam di Xinjiang.

Dalam pertemuan tersebut, seperti dilaporkan kantor berita Xinhua, rencana sinisasi Islam belum berjalan signifikan.

“Islam membutuhkan lebih banyak rekayasa,” kata mereka.

Terkait itu, China merasa perlu berbuat lebih untuk menyatukan Islam dengan Konfusianisme.

Demi mencapai tujuan tersebut, pemerintah China merasa perlu untuk merilis Al-Qur’an dan Hadist berbahasa Mandarin yang diterjemahkan dan diberi anotasi selaras dengan “semangat zaman.”

“Mensinisasi Islam di Xinjiang harus mencerminkan aturan sejarah tentang bagaimana masyarakat berkembang, melalui konsolidasi kekuatan politik, pengamanan masyarakat, dan konstruksi budaya,” kata Wang Zhen, profesor di Institut Sosialisme Pusat Tiongkok.

Pemimpin Partai Komunis China (PKC) sekaligus Presiden China, Xin Jinping sempat menyinggung sinifikasi agama di tahun 2015.

Dia menyebutkan Sinicizing Islam secara khusus pada tahun 2017.

PKC sudah lama memandang agama Islam sebagai ancaman. Selama beberapa dekade, PKC kerap menganiaya umat Muslim, seperti etnis Uyghur dan Hui.

Namun kini, setelah kampanye yang oleh AS disebut sebagai genosida, partai tersebut praktis menghapus praktik publik Islam di Xinjiang yang tidak diawasi secara langsung oleh AS.

“Tujuan akhir dari Sinicisasi adalah untuk memungkinkan adanya pengawasan yang lebih besar,” kata David Stroup, dosen Studi Tiongkok di Universitas Manchester. “Mereka ingin mengendalikan segalanya.”

Kini mereka mencoba mengatasi kekusutan dalam versi baru Islam yang diharapkan dapat mengikat Muslim Tiongkok, termasuk Muslim Uyghur, kepada negara.

Rencana 32 Poin

Rencana 32 poin Islam menyoroti “masalah-masalah di beberapa bidang yang tidak dapat diabaikan,” menurut terjemahan bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh China Law Translate.

Rencana tersebut menyoroti “masalah di beberapa daerah yang tidak bisa diabaikan”. Menurut rencana tersebut, beberapa tempat di China telah “dipenuhi dengan ideologi ekstremis.”

Masjid-masjid meniru arsitektur asing, umat Muslim mengenakan pakaian asing, dan label halal pada makanan diterapkan secara berlebihan.

“Beberapa meniadakan ideologi tradisional Islam China,” tulis rencana tersebut seperti dikutip RFA.

PKC akan memperkuat personel keagamaan untuk “menjelaskan dengan benar” Al-Quran dan Hadist versi terjemahan baru. Terjemahan ini akan “Menggunakan Konfusianisme untuk menafsirkan kitab suci”.

Penafsiran itu merujuk pada kumpulan terjemahan dan tulisan Islam dalam bahasa Cina Dinasti Qing, yang dikenal di kalangan sarjana Barat sebagai Kitab Han, yang menggunakan konsep Konfusianisme untuk menguraikan teologi Islam.

Teks-teks tersebut diproduksi di Tiongkok bagian timur, tidak pernah diedarkan di wilayah Uyghur, dan tidak diakui dalam tradisi Islam Uyghur.

“PKT mengidentifikasi ini sebagai satu-satunya praktik keagamaan yang benar di Tiongkok,” kata Stroup.

“Menggunakan pembingkaian seperti ini, untuk menyelaraskan Islam dengan Konfusianisme, menyelaraskan Islam dengan tradisi Tiongkok, adalah pembacaan sejarah yang sangat selektif.”

Selain terjemahan bahasa Mandarin, partai tersebut sedang mempertimbangkan terjemahan Al-Qur’an Uyghur yang baru dan berbahasa Sinicized.

Banyak Muslim Uyghur menyukai terjemahan bahasa Arab-Uyghur tahun 1980-an yang ditulis oleh ulama Muhammad Salih.

Namun toko buku berhenti menyediakannya sekitar tahun 2010. Mereka menggantinya dengan terjemahan kelompok yang banyak dikritik, yang dijual seharga 1.000 yuan.

Salih meninggal dalam tahanan polisi pada 2018 dalam usia 82 tahun.

“Waktu selalu berubah, masyarakat selalu membaik, sehingga pemahaman kita terhadap kitab-kitab klasik seperti Al-Qur’an juga harus berubah,” kata Profesor Universitas Peking, Xue Qingguo, menurut laporan Xinhua pada konferensi Urumqi. (wink/AP)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *