Teologi Hijau, Jawaban Umat Islam atas Krisis Iklim
Malang – 1miliarsantri.net : Krisis iklim menjadi salah satu tantangan terbesar umat manusia abad ini. Perubahan iklim yang cepat dan dampak ekologis yang meluas mengancam keberlangsungan hidup di berbagai belahan dunia. Dalam konteks ini, umat Islam tidak hanya menjadi penonton, tetapi harus menemukan pijakan teologis yang kuat untuk merespons krisis iklim secara spiritual dan praktis. Teologi hijau hadir sebagai jawaban yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan kesadaran lingkungan. Konsep ini menegaskan tanggung jawab umat dalam menjaga bumi sebagai amanah, sekaligus meneguhkan peran keimanan dalam menghadapi krisis iklim. Hal ini telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi…” Ayat tersebut mengandung makna bahwa manusia memiliki amanah untuk mengurus bumi dan menjaga kelestariannya. Baca juga: Kisah Sukses Donatur yang Mengubah Hidup dengan Sedekah dan Wakaf Krisis Iklim dan Urgensi Teologi Hijau dalam Islam Krisis iklim telah mengakibatkan bencana alam yang lebih sering terjadi, seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas yang ekstrem. Dampak ini tidak hanya menyangkut aspek fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi. Dalam Islam, alam adalah ciptaan Allah yang harus dipelihara dengan penuh tanggung jawab. Teologi hijau merupakan wujud konkret dari ajaran Islam yang mengedepankan harmoni manusia dengan lingkungan. Melalui pendekatan teologi hijau, umat Islam diajak memahami bahwa krisis iklim bukan semata persoalan teknis, melainkan juga masalah moral dan spiritual yang membutuhkan solusi berbasis nilai agama. Dalam konteks pesantren dan komunitas Muslim, teologi hijau menjadi bagian dari tradisi pembelajaran dan praktik keagamaan yang menanamkan nilai cinta lingkungan dan kesederhanaan. Dengan demikian, krisis iklim dapat dihadapi bukan hanya dengan teknologi, tetapi juga dengan perubahan sikap dan gaya hidup yang berakar pada ajaran Islam. Implementasi Teologi Hijau dalam Komunitas Muslim Teologi hijau menempatkan manusia sebagai khalifah di bumi yang harus menjaga keseimbangan alam. Dalam ajaran Islam, ini tercermin dalam konsep mizan (keseimbangan) dan larangan melakukan fasad (kerusakan) di bumi. Krisis iklim menunjukkan bagaimana manusia telah melampaui batas-batas alamiah dan mengabaikan amanah tersebut. Banyak komunitas Muslim di Indonesia telah mengadopsi teologi hijau sebagai bagian dari aktivitas dakwah dan pendidikan. Pesantren-pesantren menjadi pusat penting dalam menyebarkan kesadaran akan krisis iklim melalui pendidikan berbasis agama. Mereka mengintegrasikan pengajaran tentang lingkungan ke dalam kurikulum dan menggerakkan praktik ramah lingkungan di lingkungannya. Seperti pengelolaan sampah organik, penggunaan energi terbarukan, dan penghijauan lingkungan pesantren menunjukkan bagaimana teologi hijau diaktualisasikan. Baca juga: Selama Ramadhan BSI Rutin Adakan Edukasi Keuangan Syariah di Masjid Langkah ini tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga membentuk karakter santri yang bertanggung jawab dan peduli terhadap krisis iklim yang melanda dunia. Selain itu, lembaga-lembaga keagamaan menginisiasi kampanye sadar lingkungan yang mengajak umat Islam berperan aktif mengatasi krisis iklim melalui perubahan perilaku konsumtif dan gaya hidup. Krisis iklim bukan hanya soal ilmiah atau politik, tetapi juga persoalan moral dan spiritual yang mendalam. Teologi hijau menawarkan kerangka berpikir Islam yang mengedepankan tanggung jawab menjaga alam sebagai bagian dari keimanan. Melalui prinsip-prinsip teologi hijau, umat Islam dapat berkontribusi nyata dalam mengatasi krisis iklim dengan cara yang selaras dengan nilai-nilai agama. Penguatan pendidikan dan dakwah berbasis teologi hijau, khususnya di pesantren dan komunitas Muslim, menjadi kunci agar kesadaran ekologis tidak hanya menjadi retorika, tetapi terwujud dalam tindakan nyata. Krisis iklim dapat menjadi momentum kebangkitan spiritual yang mengajak umat Islam untuk kembali menjaga bumi dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, teologi hijau tidak sekadar jawaban atas krisis iklim, tetapi juga penguat identitas dan kontribusi umat Islam dalam menjaga keberlanjutan kehidupan di planet ini. Penulis : Ramadani Wahyu Foto Ilustrasi Editor : Toto Budiman dan Iffah Faridatul Hasanah