Menag Tegaskan Langkah Cepat Atasi Intoleransi, Fokus pada Pencegahan Dini dan Pendidikan Toleransi

Tegal – 1miliarsantri.net : Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, memastikan bahwa Kementerian Agama akan bergerak cepat dalam menangani berbagai kasus intoleransi yang masih terjadi di Indonesia. Penegasan ini ia sampaikan saat berkunjung ke kantor Kompas Gramedia Group di Jakarta, Selasa (12/8/2025). Nasaruddin mengakui bahwa masih ada sejumlah kasus intoleransi yang masuk dalam catatan kementeriannya. Ia mencontohkan peristiwa di Sumatera Barat dan Jawa Barat yang baru-baru ini terjadi. Menurutnya, setiap kasus akan ditangani secara kasuistik agar penanganannya tepat sasaran. “Memang masih ada beberapa kasus yang kami catat, seperti peristiwa yang baru-baru ini terjadi di Sumatera Barat dan Jawa Barat. Kami sudah memiliki daftar kasus tersebut dan menanganinya secara kasuistik,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pihaknya bergerak cepat berkoordinasi dengan pimpinan aparat, termasuk Kapolri, untuk memastikan penanganan berjalan efektif. Dalam waktu dekat, Kemenag juga akan menggelar pertemuan bersama Bintal (Pembinaan Rohani dan Mental) Provos dari berbagai angkatan, Badan Intelijen Negara (BIN), serta pihak terkait lainnya. Bahkan, menurutnya, pembahasan pencegahan dini telah dibicarakan dalam briefing resmi bersama BIN pada pagi hari yang sama. “Minggu ini, kami juga akan bertemu lagi dengan BIN dan pihak-pihak terkait. Saya ingin pertemuan ini menjadi langkah konkret terakhir sebelum eksekusi di lapangan,” tegas Menag. Pencegahan Dini Jadi Fokus Utama Bagi Nasaruddin, kunci mengatasi persoalan intoleransi adalah dengan memperkuat langkah pencegahan dini. Ia menilai bahwa potensi konflik harus dicegah sebelum berkembang menjadi masalah besar. Menurutnya, upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan jaringan aparat hingga tingkat kecamatan, tokoh agama, imam desa, dan tokoh lokal lainnya. Ia menekankan agar setiap informasi sensitif segera dilaporkan ke pusat, tanpa menunggu situasi memburuk. “Sedapat mungkin, informasi yang ada jangan ditahan, laporkan segera ke pusat,” pesannya. Dengan teknologi komunikasi saat ini, seperti telepon, ia meyakini laporan bisa diterima dalam waktu kurang dari 24 jam dan langsung ditindaklanjuti. Menag menargetkan tidak hanya mengeliminasi, tetapi juga meniadakan potensi terjadinya konflik. Menurutnya, mengeliminasi berarti membatasi risiko, sedangkan meniadakan berarti memastikan situasi kondusif sehingga konflik tidak pernah muncul. Perkuat Fondasi Pendidikan Toleransi Selain langkah penanganan langsung, Nasaruddin menilai penyelesaian masalah intoleransi tidak dapat dilakukan hanya di level praksis. Perlu ada pembenahan di tingkat yang lebih mendasar, terutama dalam pendidikan. Untuk itu, ia memperkenalkan program “kurikulum cinta” yang bertujuan agar pendidikan agama tidak mengajarkan kebencian atau menonjolkan perbedaan, melainkan menumbuhkan kesadaran akan persamaan dan titik temu antaragama. “Kurikulum cinta ini akan dipadukan dengan ekoteologi,” jelasnya. Kedua konsep ini, menurutnya, merupakan pendekatan baru untuk memperkuat toleransi beragama dan kemanusiaan. Prinsip dasarnya adalah mencintai sesama manusia tanpa membedakan bangsa, warna kulit, atau agama, serta membangun kerukunan antara manusia dengan alam. Ia optimistis bahwa penerapan ekoteologi, kurikulum cinta, dan kerukunan antarumat beragama dapat menjadikan Indonesia sebagai negara dengan nilai kemanusiaan dan kerukunan yang membanggakan di mata dunia. “Kami yakin, jika trilogi ekoteologi, kurikulum cinta, dan kerukunan antarumat beragama ini berhasil diterapkan, Indonesia akan memiliki nilai kemanusiaan dan kerukunan yang dapat menjadi kebanggaan dunia,” ujarnya. Seruan Membangun Indonesia Sebagai Rumah Besar yang Damai Sehari sebelumnya, Senin (11/8/2025), Nasaruddin juga menyampaikan pesan serupa saat menghadiri Ikrar Bela Negara dan Zikir Kebangsaan di Masjid Istiqlal, Jakarta. Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Jamiyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh Ahlussunnah Wal Jamaah (JATMA ASWAJA). Dalam kesempatan itu, ia mengajak seluruh umat beragama untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah besar yang nyaman, damai, dan rukun bagi semua warganya. “Pluralisme yang kita miliki adalah kekayaan yang harus dibuktikan dengan kehidupan yang damai dan rukun,” ucapnya. Ia menegaskan bahwa toleransi dan persatuan hanya dapat terwujud jika setiap pemeluk agama benar-benar memahami ajaran agamanya. “Jika setiap orang memahami agamanya dengan baik, semakin sulit menemukan alasan untuk saling membedakan, apalagi memecah belah,” tegasnya. Menurutnya, inti dari semua ajaran agama adalah kebaikan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama. Pemahaman yang mendalam akan nilai-nilai ini akan memperkuat daya tahan bangsa terhadap perpecahan. Rumah Ibadah Sebagai Pusat Persaudaraan Menag juga menekankan pentingnya peran rumah ibadah sebagai pusat persaudaraan, solidaritas, dan kepedulian sosial, bukan semata-mata tempat menjalankan ritual keagamaan. Ia berharap rumah ibadah menjadi tempat yang memberi solusi dan harapan bagi umat yang membutuhkan. “Rumah-rumah ibadah mestinya juga menjadi rumah kemanusiaan,” ujarnya. Baginya, rumah ibadah ideal adalah tempat yang terbuka dan siap membantu siapa pun yang membutuhkan pertolongan, tanpa memandang latar belakang agama atau keyakinan. “Jika umat membutuhkan pertolongan, mereka tahu masjid atau rumah ibadah akan menjadi tempat yang memberi solusi dan harapan,” pungkasnya. (**) Sumber berita: kemenag.go.id Kontributor : Satria S Pamungkas Editor: Toto Budiman dan Glancy Verona Foto by AI

Read More