Israel Klaim Menguasai 40% Kota Gaza

Gaza – 1miliarsantri.net: Militer Israel menyatakan telah menguasai 40% wilayah Kota Gaza dan berencana memperluas operasi, meski krisis kemanusiaan semakin parah. Juru bicara militer, Brigadir Jenderal Effie Defrin, menyebut kawasan Zeitoun, Sheikh Radwan, dan Tal al-Hawa kini berada di bawah kendali Israel. Menurutnya, operasi akan terus diperkuat hingga tujuan strategis seperti pembebasan sandera dan penghancuran infrastruktur Hamas tercapai. Klaim ini dipandang sebagai tonggak penting operasi militer Israel yang telah berlangsung berbulan-bulan. Namun, keterbatasan akses jurnalis internasional membuat klaim tersebut sulit diverifikasi. Foto satelit dan laporan lembaga kemanusiaan menunjukkan kerusakan parah pada jalan, fasilitas umum, serta pemukiman akibat serangan udara intensif. Eskalasi Operasi dan Krisis Kemanusiaan Operasi intens Israel menimbulkan konsekuensi kemanusiaan besar. Menurut PBB (OCHA), ratusan ribu warga Gaza mengungsi ke Khan Younis dan Rafah. Namun, tempat penampungan darurat penuh, kekurangan sanitasi, air bersih, dan makanan. WHO melaporkan hanya sebagian kecil rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi dengan kapasitas terbatas karena minim listrik dan bahan bakar. Rumah sakit al-Shifa dan al-Quds mengalami kerusakan serius, memaksa ribuan pasien dipindahkan dalam kondisi darurat. Warga sipil menggambarkan situasi tidak terkendali. Blokade membuat banyak keluarga terjebak di zona pertempuran tanpa kepastian keselamatan. Baca Juga: Mulai September 2025, Wisatawan Asing Wajib Gunakan Aplikasi All Indonesia Respons Dunia Internasional Sekjen PBB António Guterres mendesak penghentian eskalasi untuk menyelamatkan warga sipil dan membuka akses bantuan. Uni Eropa melalui Josep Borrell menyerukan gencatan senjata segera serta penegakan hukum humaniter internasional. Amerika Serikat menyatakan tetap mendukung “hak Israel membela diri,” tetapi menekankan agar operasi meminimalkan korban sipil. Washington juga berjanji menyalurkan bantuan tambahan melalui badan-badan PBB. Sebaliknya, Qatar, Mesir, dan Turki mengecam keras serangan Israel yang disebut melanggar hukum internasional. Mereka mendesak Dewan Keamanan PBB mengambil langkah tegas untuk menghentikan operasi di kawasan padat penduduk tersebut. Dilema Perang Urban Penguasaan 40% Kota Gaza menyoroti dilema perang perkotaan. Israel menuduh Hamas menggunakan lingkungan padat sebagai basis pertahanan dan fasilitas bawah tanah. Namun, organisasi HAM menilai operasi besar-besaran di permukiman justru memperbesar risiko korban sipil. Human Rights Watch dan Amnesty International menegaskan meski ada peringatan evakuasi, kondisi lapangan membuat perpindahan massal tidak aman. Jalan rusak, transportasi terbatas, dan tidak ada zona aman yang benar-benar terlindung. Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas strategi militer Israel sekaligus mempertegas kebutuhan solusi diplomatik. Namun, upaya gencatan senjata belum menghasilkan hasil konkret. Israel bertekad melanjutkan operasi hingga seluruh jaringan Hamas dihancurkan. Baca Juga: Ukraina Dijanjikan Perisai Baru: 26 Negara Siap Pasang Badan, Mampukah Redam Ancaman Rusia? Kesimpulan Klaim Israel menguasai 40% Kota Gaza menandai fase baru konflik yang sudah menewaskan ribuan jiwa. Meski dianggap kemenangan strategis oleh Israel, verifikasi independen sulit dilakukan. Di sisi lain, krisis kemanusiaan semakin akut dengan jutaan warga terancam kekurangan pangan, air, dan layanan kesehatan. Dengan rencana perluasan operasi, dunia internasional menghadapi dilema besar: bagaimana menekan pihak bertikai untuk menghentikan eskalasi, sambil tetap memastikan perlindungan bagi warga sipil yang menjadi korban utama konflik ini. Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona dan Toto Budiman

Read More
Israel

Biadab! Israel Bayar Google Rp740 Miliar untuk Tutupi Berita Kelaparan Gaza

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Sebuah laporan investigasi terbaru kembali mengguncang opini publik internasional. Israel dilaporkan membayar Google sebesar Rp740 miliar untuk mengendalikan pemberitaan terkait krisis kemanusiaan di Gaza. Langkah ini disebut sebagai upaya menutupi laporan tentang kelaparan yang semakin parah melanda penduduk sipil di wilayah konflik tersebut. Fakta mencengangkan ini membuat dunia kembali menyoroti strategi informasi Israel yang dinilai sarat manipulasi. Fakta Investigasi Drop Site News Menurut hasil investigasi Drop Site News, pemerintah Israel dikabarkan menggelontorkan dana sekitar USD 45 juta atau setara Rp740 miliar untuk kampanye iklan di Google selama enam bulan. Tujuan dari langkah ini disebut untuk melemahkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyoroti kondisi kelaparan di Gaza. Dengan dana sebesar itu, kampanye daring dirancang agar opini publik global lebih condong pada narasi Israel, sekaligus mengaburkan penderitaan warga Gaza yang kian hari kian memburuk. Baca juga: PNS Kini Punya Lebih Banyak Kesempatan Naik Pangkat, Ini Jadwal Terbarunya Strategi Opini Publik yang Kontroversial Upaya Israel membayar Google dengan nilai fantastis ini menimbulkan kontroversi. Banyak pihak menilai, langkah tersebut bukan sekadar strategi komunikasi, melainkan bentuk manipulasi informasi. Di tengah kritik internasional, Israel kembali menggunakan media digital untuk mempertahankan citra politik dan militernya. Namun, apakah benar informasi bisa dibungkam hanya dengan uang? Faktanya, kondisi di Gaza masih bisa terlihat jelas dari laporan langsung para jurnalis independen dan lembaga kemanusiaan di lapangan. Baca juga: Pertahanan Nasional Penting Di Tengah Ancaman Global, Ini Pesan Presiden Prabowo Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Parah Di sisi lain, laporan PBB menyebutkan bahwa ribuan warga Gaza, termasuk anak-anak, mengalami kelaparan akut akibat blokade dan serangan berulang yang menghancurkan infrastruktur penting. Kondisi ini semakin menambah tekanan terhadap Israel yang dianggap tidak hanya melakukan serangan militer, tetapi juga mencoba mengontrol persepsi dunia. Israel bayar Google Rp740 miliar untuk menutupi tragedi ini pun dianggap sebagai bukti nyata bahwa isu kemanusiaan kerap dikalahkan oleh kepentingan politik. Namun meski Israel bayar Google Rp740 miliar demi membentuk narasi tertentu, kenyataan di lapangan tetap berbicara sebaliknya. Warga Gaza masih terjebak dalam penderitaan, kelaparan, dan krisis kemanusiaan yang mendalam. Dunia kini ditantang untuk lebih kritis terhadap informasi, tidak hanya mengandalkan arus berita digital, tetapi juga mendengar suara korban yang sesungguhnya.  Pada akhirnya, uang mungkin bisa membeli iklan, tetapi tidak bisa menghapus kenyataan pahit bahwa Gaza sedang menghadapi salah satu krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Thamrin Humris Sumber foto: riau1.com Sumber berita: Inilah.com

Read More

Dunia Bergerak untuk Gaza, Trump Hingga Negara Arab Turun Tangan

Indramayu – 1miliarsantri.net : Krisis kemanusiaan yang berlangsung di Gaza sejak akhir 2023 terus memburuk dan memicu perhatian serta reaksi global. Blokade ketat yang diberlakukan Israel, ditambah minimnya akses bantuan, membuat kelaparan dan penderitaan warga sipil mencapai titik kritis. Sejumlah negara Arab dan Barat mulai mengambil langkah konkret, termasuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump, juga menyuarakan ‘keprihatinan’ mereka terhadap situasi ini. Sikap politik luar negeri Amerika Serikat terhadap konflik Gaza umumnya berpihak pada kepentingan keamanan Israel sambil secara resmi menyerukan perlindungan warga sipil dan solusi dua negara. Trump Ikut Bersuara dan Menyalahkan Israel atas Krisis Gaza Dilansir dari kanal YouTube Islam Populer, Donald Trump secara terbuka membantah pernyataan resmi pemerintah Israel yang menyatakan tidak ada kelaparan di Gaza. Dalam sebuah pertemuan penting dengan Perdana Menteri Inggris Kir Starmer di Skotlandia, Trump menyatakan bahwa kondisi di Gaza “sangat mengerikan” dan menyerukan kepada Israel untuk segera mengubah pendekatannya dalam menangani konflik. Pernyataan tersebut mengejutkan banyak pihak karena selama ini Trump dikenal sebagai pendukung kuat Israel. Ucapan itu juga dinilai dapat memperburuk hubungannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Hal ini dipandang banyak pihak sebagai politik luar negeri AS yang menerapkan double standar terhadap konflik di berbagai belahan dunia. Posisi AS secara konsisten menganggap Israel sebagai sekutu strategis utama di Timur Tengah. Hal ini ditunjukkan dengan memberikan bantuan militer dan finansial yang signifikan, termasuk persenjataan pertahanan. Serta menyatakan dan membenarkan tindakan genosida yang terjadi, sebagai hak Israel untuk membela diri dari serangan kelompok seperti Hamas. Krisis pangan di Gaza memburuk sejak Israel memberlakukan blokade total pada Maret 2025. Meski ada pelonggaran terbatas pada Mei, bantuan kemanusiaan yang berhasil masuk masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar dua juta warga Gaza. Menurut laporan PBB, sepertiga populasi Gaza mengalami kelaparan ekstrem dan tidak makan selama beberapa hari berturut-turut. Bahkan, tenaga medis yang bekerja di rumah sakit dilaporkan mengalami malnutrisi parah. Hingga akhir Juli 2025, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sedikitnya 154 orang meninggal dunia akibat kelaparan, termasuk 89 anak-anak. Organisasi HAM independen memperkirakan angka tersebut kemungkinan besar lebih tinggi. Pemerintahan Donald Trump juga kerap melakukan pendekatan diplomatik terbatas yang tidak konsisten. Diantaranya mendukung solusi dua negara secara prinsip, tetapi jarang mengambil langkah konkret yang menekan Israel untuk menghentikan ekspansi pemukiman atau blokade Gaza. Hal yang paling nampak dalam percaturan politik global adalah penggunaan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir resolusi yang dianggap merugikan Israel. Sekalipun banyak negara yang tergabung di keanggotaan PBB berulangkali bersidang untuk menghentikan tindakan genosida yang dialami rakyat palestina di Gaza. Kalah diplomasi di forum PBB dengan sang polisi dunia. Negara Arab dan Barat Kirim Bantuan Udara, Tekanan Dunia Meningkat Untuk pertama kalinya, pesawat militer dari Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), dan Yordania menjatuhkan bantuan udara ke Gaza. Masing-masing penerbangan membawa sekitar satu ton makanan, air bersih, dan perlengkapan darurat lainnya. Bantuan udara ini menandai dukungan nyata negara-negara Arab terhadap warga Palestina yang terjebak dalam krisis. Gerakan solidaritas ini segera diikuti oleh negara-negara Barat. Prancis mengirimkan 40 metrik ton bantuan melalui udara, sementara Inggris mengerahkan misi militernya yang pertama. Jerman juga menurunkan dua pesawat angkut berisi logistik, dan Spanyol menyatakan akan mengirim 12 ton bantuan makanan dalam waktu dekat. Seluruh bantuan ini dikoordinasikan melalui wilayah Yordania guna menghindari pembatasan ketat Israel di darat. Akses udara dianggap sebagai solusi paling memungkinkan untuk menjangkau wilayah Gaza yang terdampak parah akibat perang. Pada 21 Juli 2025, sebanyak 28 negara bersama Komisioner Uni Eropa mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam keras pembatasan bantuan serta meningkatnya korban sipil, terutama warga yang tewas saat mencoba mengakses makanan. Mereka menuntut gencatan senjata segera, pembukaan jalur bantuan kemanusiaan, dan penegakan hukum internasional terhadap Israel. Wakil Sekretaris Jenderal PBB, Tom Fletcher, menyambut baik jeda militer terbatas yang diberikan untuk distribusi bantuan. Namun, ia menyebut jumlah bantuan yang masuk sebagai “setetes air di lautan” mengingat skala penderitaan yang terjadi di Gaza. Sementara itu, tekanan internasional juga datang dari berbagai kalangan masyarakat sipil. Aktivis kemanusiaan, jurnalis independen, serta tokoh selebritas dunia menyerukan tindakan lebih nyata dan cepat untuk menyelamatkan jutaan nyawa yang terancam. Warga Gaza sendiri menyambut baik bantuan internasional ini, namun mereka menegaskan bahwa solusi sesungguhnya bukan hanya makanan, melainkan penghentian blokade dan kekerasan militer yang telah menghancurkan kehidupan mereka. Mereka menuntut komunitas internasional untuk tidak sekadar mengirim bantuan, tetapi juga mengambil langkah diplomatik dan politik yang berani demi terciptanya gencatan senjata permanen dan rekonstruksi Gaza secara menyeluruh. (***) Penulis: Rodatul Hikmah Editor: Toto Budiman dan Glancy Verona Foto by AI Sumber Artikel: Video YouTube Islam Populer, diakses 5 Agustus 2025: https://youtu.be/f2pRjd2dvno?si=4ndNHksX2NJzpERu

Read More