
Signal Perang Dunia di Ujung Konfrontasi Nuklir, Trump Kirim Dua Kapal Selam Nuklir AS ke Rusia.
Indramayu – 1miliarsantri.net : Signal Dunia kembali dihadapkan pada eskalasi geopolitik berbahaya setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam bersenjata nuklir ke perairan dekat Rusia pada 1 Agustus 2025. Langkah ini langsung memicu reaksi global karena dianggap sebagai sinyal kesiapan militer AS untuk menghadapi potensi konfrontasi nuklir dengan Rusia dan sekutunya. Dilansir dari kanal YouTube Islam Populer, keputusan ini merupakan respons terhadap pernyataan provokatif Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia. Medvedev secara terbuka menyinggung keberadaan sistem nuklir otomatis legendaris Rusia yang dikenal dengan nama “Dead Hand” atau “Tangan Mati.” Ancaman Sistem Dead Hand dan Pengerahan Kapal Selam Nuklir AS Sistem Dead Hand adalah peninggalan era Perang Dingin yang dirancang untuk meluncurkan seluruh arsenal nuklir Rusia secara otomatis apabila pusat komando militer mereka dihancurkan dalam serangan awal. Target sistem ini mencakup kota-kota besar dan instalasi militer di negara-negara Barat seperti Washington DC, London, Paris, Berlin, hingga markas NATO di Brussels. Medvedev menyebut bahwa sistem tersebut masih aktif, yang langsung memicu kekhawatiran internasional. Pernyataan ini dianggap bukan sekadar retorika, tetapi sinyal serius bahwa Rusia siap menanggapi setiap bentuk agresi militer dengan kekuatan destruktif besar-besaran. Menanggapi ancaman tersebut, Presiden Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam bersenjata nuklir yang diyakini berasal dari kelas Ohio atau Virginia. Kapal selam ini memiliki kemampuan membawa rudal balistik Trident II yang dapat menjangkau lebih dari 12.000 km dan membawa hulu ledak nuklir berkekuatan tinggi. Kapal selam ini berfungsi sebagai bagian penting dari strategi pertahanan nuklir Amerika Serikat karena kemampuannya melakukan serangan balasan (second strike) dari lokasi tersembunyi di bawah laut. Langkah ini tidak hanya menjadi simbol kekuatan, tetapi juga peringatan bahwa AS tidak akan tinggal diam dalam menghadapi ancaman nuklir dari Rusia. Poros Timur Bergerak dan Reaksi Global Ketegangan semakin meningkat ketika laporan menyebut bahwa Angkatan Laut Tiongkok mengirim dua kapal perusak dan satu kapal amfibi ke wilayah perairan dekat Rusia. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk dukungan strategis terhadap Moskow dan memperkuat aliansi tidak resmi yang dikenal sebagai Poros Timur, melibatkan Rusia, Tiongkok, dan Iran. Sementara itu, NATO segera menggelar pertemuan darurat di Brussels untuk merespons perkembangan ini. Inggris meningkatkan kesiapan di pangkalan udara RAF, Jerman dan Prancis menyuarakan keprihatinan mendalam, dan Jepang serta Korea Selatan memperkuat sistem pertahanan rudal mereka. India, yang selama ini bersikap netral, turut menyerukan pengendalian senjata nuklir global dan mendorong dimulainya kembali dialog diplomatik internasional. Situasi ini mengingatkan banyak pihak pada Krisis Rudal Kuba tahun 1962. Namun, para analis menilai krisis kali ini jauh lebih kompleks karena melibatkan aktor geopolitik multipolar dan rendahnya rasa saling percaya antara Donald Trump dan Vladimir Putin. Dampak dari ketegangan ini tidak hanya dirasakan di panggung militer dan politik, tetapi juga menghantam perekonomian global. Harga minyak mentah melonjak tajam akibat kekhawatiran akan gangguan pasokan energi global. Pasar saham di Eropa dan Asia mengalami fluktuasi besar, sementara para investor global berbondong-bondong mengalihkan aset ke instrumen yang dianggap aman seperti emas, obligasi pemerintah AS, dan dolar. Perusahaan multinasional mulai mengeluarkan peringatan tentang potensi gangguan rantai pasokan dan menyerukan penyelesaian damai melalui diplomasi. Mereka khawatir krisis ini akan berdampak pada stabilitas ekonomi global secara jangka panjang. Trump memberikan tenggat waktu hingga 15 Agustus 2025 kepada Rusia untuk menunjukkan tanda-tanda penurunan eskalasi. Jika tidak, seluruh aset militer AS di Eropa Timur akan ditingkatkan ke status siaga penuh. Para pengamat menilai bahwa momen ini bisa menjadi titik balik antara deeskalasi melalui diplomasi atau justru konfrontasi terbuka yang melibatkan senjata nuklir. Dengan situasi yang terus memanas, dunia kini hanya bisa menunggu dan berharap agar retorika provokatif tidak berubah menjadi tindakan mematikan yang mengancam seluruh peradaban manusia. (***) Penulis: Rodatul Hikmah Editor: Glancy Verona Foto by AI