Gubuk Seng, Menyimpan Duka Tsunami Krakatau

Lampung Selatan — 1miliarsantri.net : Gemuruh ombak yang menghempas batu karang seakan memecah kesunyian di perairan Selat Sunda. Hilir mudik beragam jenis burung menerjang angin laut menambah keelokan yang nyaris sempurna saat memandang panorama Gunung Anak Krakatau (GAK).
Gubuk Seng, begitu penduduk Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung menyebutnya. Sebuah perbukitan yang agak tinggi dari permukaan laut, memaksa mata terbelalak melihat GAK dari dekat sebagai keagungan sekaligus keindahan ciptaan Allah SWT.
Gunung Krakatau (gunung berapi purba) yang meletus pada Agustus 1883, dalam rentang waktu kaldera vulkanisnya telah bermetamorfosis menjadi GAK sampai sekarang. GAK termasuk gunung berapi yang masih aktif vulkanisnya dalam waktu tertentu.
Menurut data magma.esdm.go.id, GAK terakhir erupsi mengeluarkan kolom abu dari puncaknya setinggi 1.000 meter pada 16 Desember 2023. Sebelumnya, erupsi GAK yang memuntahkan lava pijar merah dan kolom abu terus beriringan yang dapat dilihat terang dari Pulau Sebesi, terutama pada malam hari.
Saking dekatnya dengan GAK, terdapat Menara Pos Pemantau GAK. Namun, banyak yang menyayangkan bangunan pemerintah ini terbengkalai. Menara yang tinggi sekira 100 meter ini tidak terpakai lagi, aktivitas pemantauan dipindahkan jauh dari Gubuk Seng ke Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan atau seberang Pulau Sebesi.
“Seharusnya menara ini diaktifkan lagi, karena lebih dekat, agar informasi perkembangan letusan Gunung Anak Krakatau cepat tersampaikan ke masyarakat,” kata Tri, pengunjung asal Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
Sembilan bulan aktivitas vulkasnis GAK senyap, warga sekitar pun tenang. Meski trauma penduduk Pulau Sebesi masih membekas pasca bencana gelombang tsunami GAK pada 22 Desember 2018. Musibah ini menelan nyawa ratusan jiwa, korban luka, rumah hilang dan hancur, juga perahu dan kapal nelayan tersapu ombak.
Gubuk Seng menjadi tempat terparah saat gelombang tsunami yang tingginya melebihi pohon kelapa normal yang ada di bukit tersebut. Memang, Gubuk Seng bukan tempat pemukiman warga. Sehari-hari kawasan ini sepi penduduk, karena hanya tempat berladang atau berkebun.
Ketika mendekati musim panen sebagian warga mendiami gubuk-gubuk di ladangnya. Bahkan, ada sebagian kecil warga yang terpaksa menetap di gubuk-gubuk dalam kebunnya bersama anak-anaknya, agar tidak jauh bolak balik dari Desa Tejang, pusat keramaian Pulau Sebesi yang jarak tempuhnya sekira 20-30 menit naik motor.
Bencana tsunami krakatau enam tahun lalu masih meninggalkan bekas kerusakan dan menyimpan duka mendalam. Masih terdapat beberapa pohon besar yang diperkirakan usia ratusan tahun di tepi bukit tercerabut dari akarnya menjadi saksi. Sebagian warga telah membangun kebali gubuk-gubuk atau pondokan di dalam kebunnya setelah disapu gelombang tsunami.
Sebelum terjadi tsunami krakatau, warga lokal dan pendatang termasuk orang bule (manca negara) menelusuri perairan di sekitar Pulau Sebesi dengan perahu motor. Salah satu tempat terfavorit pengunjung yakni di bawah bukit Gubuk Seng. Tempat ini bukan seperti pantai berpasir, tapi dipenuhi hamparan batu karang.
Ombak menghempas dari perairan laut lepas dekat GAK tertahan di sekumpulan batu karang. Tempat ini banyak dijadikan pengunjung untuk memancing dan juga berekreasi menikmati keindahan alam GAK dari dekat asalkan cuaca cerah atau tidak mendung maupun hujan.
Bagi yang ingin berkunjung lewat jalan darat, dapat menempuh Gubuk Seng menggunakan atau menyewa motor penduduk dari Desa Tejang sekira 20 menit. Perjalanan ke Gubuk Seng meniti jalan setapak dan berliku menanjak dan menukik mengiringi perbukitan dan perkebunan warga.
Pengunjung harus waspada karena saat berdiri di terumbu karang persis menghadap GAK. Terkadang ombak laut tinggi datang tiba-tiba meski cuaca cerah, sehingga dapat menggulung orang yang berdiri di hadapannya.
“Cuaca di sini tidak menentu, kadang tiba-tiba ombak besar dan tinggi, karena angin kencang. Jadi hati-hati kalau berdiri di karang, banyak kejadian,” kata Yusuf, tokoh masyarakat Pulau Sebesi.
Untuk lebih aman, ia menyarankan pengunjung tidak memaksakan diri untuk mendekati laut agar dapat menyaksikan GAK lebih nyaman. Pengunjung dapat menikmati pemandangan gunung di dekat Menara Pemantau GAK yang tak dipakai berada di kawasan Gubuk Seng. (mik)
Baca juga :
- Arab Saudi Tangkap Hampir 16.000 Dan Proses Hukum 25.689 Orang Diawal Musim Haji 2025, Ini Penjelasannya
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan
- Pemerintah Arab Saudi Larang Jamaah Tanpa Visa Haji Masuk Makkah, Simak 4 Aturan Terbaru