Dari Syirik Menuju Tauhid! Revolusi Spiritual Nabi Muhammad SAW dan Lahirnya Peradaban Islam

Dengarkan Artikel Ini

Tegal – 1miliarsantri.net: Sebelum Islam hadir membawa petunjuk, masyarakat Arab berada dalam masa yang disebut sebagai zaman jahiliyah. Istilah ini tidak hanya menggambarkan ketidaktahuan terhadap ilmu pengetahuan, tetapi juga merujuk pada kondisi moral, sosial, dan spiritual yang rusak dan gelap.

Nilai-nilai kemanusiaan dikaburkan oleh kesyirikan, kekerasan, dan ketimpangan sosial. Namun, kondisi ini berubah secara drastis lewat misi agung Nabi Muhammad SAW yang mengembalikan manusia kepada tauhid dan nilai-nilai Ilahi.

Dan mari, di artikel ini sejenak kita refleksi kembali perjalanan transformatif masyarakat Arab dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam, yang tidak hanya mengubah Mekkah dan Madinah, tetapi juga meletakkan dasar peradaban dunia yang adil dan beradab.

Akar Tauhid yang Terlupakan

Masyarakat Arab, khususnya suku Quraisy, sejatinya pernah mengenal ajaran tauhid. Mereka adalah keturunan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS yang telah mewariskan agama Hanifiyah, sebuah ajaran yang murni menekankan keesaan Allah SWT dan keadilan dalam kehidupan sosial.

Ka’bah sendiri adalah simbol tauhid yang dibangun oleh dua nabi tersebut sebagai rumah ibadah kepada Allah SWT. Namun, seiring berjalannya waktu, ajaran ini mulai dilupakan. Interaksi dengan peradaban lain, pengaruh asing, serta lemahnya pemahaman menyebabkan penyimpangan akidah. Tauhid berubah menjadi politeisme dan khurafat.

Amr bin Luay al-Khuzai kemudian tercatat dalam sejarah sebagai tokoh yang pertama kali memperkenalkan berhala ke Mekkah, sehingga membuka jalan bagi tersebarnya praktik syirik di Jazirah Arab. Ia membawa patung bernama Hubal dari Syam dan meletakkannya di dekat Ka’bah. Sejak saat itulah, setiap suku mulai membawa dan menempatkan berhala mereka untuk dijadikan sesembahan. Ka’bah yang dahulu pusat tauhid, berubah menjadi tempat ritual syirik.

Ragam Kepercayaan Jahiliyah

Penyimpangan akidah melahirkan berbagai bentuk kepercayaan yang menyimpang dari nilai tauhid. Di antaranya:

  • Penyembahan Berhala: Masyarakat membuat patung dari batu, kayu, bahkan adonan kurma, lalu menyembahnya dan meminta berkah.
  • Pengultusan Malaikat: Sebagian kaum Quraisy meyakini bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.
  • Kultus Jin dan Roh: Meyakini tempat-tempat tertentu dihuni oleh jin dan memberikan sesajen agar terhindar dari gangguannya.
  • Astrolatri (penyembahan benda langit): Matahari, bulan, dan bintang disembah karena diyakini punya kekuatan gaib yang mengatur kehidupan manusia.

Tak hanya itu, praktik takhayul menyebar luas. Ada kepercayaan bahwa lapar disebabkan oleh ular dalam perut, atau bahwa kekuatan gaib bisa diperoleh dengan memakai cincin besi. Untuk meminta hujan, mereka mengikat rumput kering di ekor hewan ternak sambil menari di gurun.

Semua ini menandai betapa masyarakat Arab kehilangan arah spiritual. Sistem sosial yang terbentuk pun tidak adil: perempuan tidak dihargai, bayi perempuan dikubur hidup-hidup, dan kaum miskin tertindas oleh pemilik kekuasaan dan harta.

Pengaruh Agama Samawi

Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, dua agama Samawi, yakni Yahudi dan Kristen, yang sudah lebih dulu masuk ke wilayah Arab. Kaum Yahudi banyak tinggal di Yatsrib (Madinah), sementara Kristen tersebar di wilayah Syam dan Yaman melalui pengaruh Kekaisaran Romawi Timur dan Kerajaan Habsyi.

Namun, penyebaran dua agama ini bersifat terbatas dan tidak membentuk tatanan sosial yang menyeluruh. Di samping itu, agama-agama tersebut telah mengalami distorsi ajaran. Di tengah kehampaan moral dan spiritual inilah, kebutuhan akan pembaruan menjadi sangat mendesak.

Kelahiran Pembaharu

Pada tahun 570 M, lahirlah seorang anak dari Bani Hasyim, keturunan mulia dari Quraisy, Muhammad bin Abdullah. Beliau tumbuh sebagai pribadi jujur, amanah, dan berintegritas tinggi. Oleh karena itu, beliau pun dikenal di kalangan masyarakat Mekkah dengan sebutan Al-Amin.

Pada usia 40 tahun, beliau menerima wahyu pertama di Gua Hira melalui Malaikat Jibril. Firman pertama itu, Iqra’ (bacalah), bukan hanya instruksi membaca secara literal, tetapi juga ajakan untuk memahami hakikat kehidupan dan mengembalikan manusia kepada tauhid.

Dakwah dalam Tantangan

Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai secara diam-diam, menyasar orang-orang terdekat seperti Khadijah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Setelah tiga tahun, beliau mulai berdakwah secara terbuka.

Langkah ini memicu kemarahan para pemuka Quraisy. Mereka melihat dakwah tauhid sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan ekonomi mereka, yang bergantung pada ritual berhala di Ka’bah. Nabi dan para sahabat mengalami berbagai bentuk intimidasi, seperti dihina, disiksa, diboikot, bahkan diusir.

Namun, Nabi tidak membalas dengan kekerasan. Beliau memilih pendekatan sabar, santun, dan bijak. Kesabaran beliau menarik simpati berbagai kalangan, terutama anak muda, budak, dan kaum fakir yang selama ini tersisih oleh tatanan jahiliyah.

Revolusi Sosial Islam

Islam tidak hanya mengubah akidah, tetapi juga menata ulang struktur sosial masyarakat Arab secara menyeluruh. Berikut sejumlah prinsip revolusioner yang dibawa Islam:

  • Kesetaraan Manusia: Semua manusia setara di hadapan Allah. Suku, warna kulit, dan status sosial tidak lagi menjadi tolok ukur kehormatan.
  • Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak: Islam mengharamkan penguburan bayi perempuan, mewajibkan perlakuan adil terhadap perempuan, dan menjunjung tinggi hak-haknya.
  • Keadilan dalam Hukum: Islam memperkenalkan prinsip keadilan tanpa pandang bulu. Bahkan Nabi SAW pernah bersabda akan memotong tangan Fatimah, anak tercintanya sendiri, jika mencuri.
  • Etika Muamalah: Praktik riba, penipuan, dan eksploitasi ekonomi dilarang. Islam mengajarkan kejujuran, tanggung jawab, dan amanah dalam setiap transaksi.

Revolusi sosial ini bukan hanya teori, tetapi dijalankan langsung dalam kehidupan masyarakat Madinah setelah hijrah. Di sana, Nabi membangun masyarakat yang plural dan adil, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, serta menyusun Piagam Madinah sebagai dasar konstitusi yang modern untuk zamannya.

Cahaya Peradaban Islam

Setelah hijrah ke Madinah, Islam berkembang pesat menjadi kekuatan spiritual, sosial, dan politik yang disegani. Nilai-nilai yang dahulu asing, seperti persaudaraan lintas suku, keadilan hukum, dan hak perempuan, menjadi fondasi masyarakat baru.

Islam kemudian menyebar ke berbagai wilayah Asia dan Afrika, seperti Syam, Mesir, dan Persia. Ajaran Islam tidak hanya menciptakan umat yang beriman, tetapi juga membangun peradaban dengan sumbangsih di bidang ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, dan filsafat.

Pelajaran Bagi Umat Hari Ini

Transformasi masyarakat Arab dari zaman jahiliyah menuju Islam bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan cermin peradaban dan pelajaran bagi umat pada hari ini. Sebab, meskipun bentuk tantangan modern berbeda, esensinya tetap sama: kezaliman, syirik gaya baru, eksploitasi, dan krisis moral.

Solusinya pun tetap sama: kembali kepada nilai-nilai Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tauhid bukan hanya keyakinan, tetapi juga sistem nilai yang memuliakan akal, menegakkan keadilan, dan memanusiakan manusia.

Jika dahulu Nabi mampu mengubah tatanan dunia dari lembah Mekkah yang penuh berhala, maka hari ini pun umat Islam mampu bangkit dari keterpurukan jika kembali kepada ruh dakwah dan keteladanan Rasulullah SAW.“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membenci.” (QS As-Shaff: 9).**

Penulis : Satria S Pamungkas (Tegal, Jawa Tengah)

Sumber: buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Mislahudin S.Pd.I (baSan Publishing, 2011)

Foto ilustrasi

Editor : Ainun Maghfiroh dan Thamrin Humris


Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Berikan Komentar Anda

Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca