Jurang Dalam Ketimpangan Sosial Nepal: Dari Flexing Anak Nepo hingga Amarah di Jalanan

Tegal – 1miliarsantri.net : Di tengah kondisi ekonomi yang masih serba sulit, generasi muda Nepal kini semakin geram dengan gaya hidup mewah keluarga pejabat dan politisi. Fenomena flexing alias pamer harta yang dilakukan anak-anak elite politik menjadi salah satu pemicu gelombang protes besar di negara pegunungan Himalaya itu. Di media sosial, istilah “anak-anak nepo”  Nepal plesetan dari nepotisme  mendadak viral beberapa pekan sebelum demonstrasi Senin lalu (08/09). Istilah ini ditujukan pada anak-anak pejabat tinggi dan menteri yang hobi pamer barang mewah di TikTok maupun Instagram. Para politisi Nepal sebenarnya sudah lama dituding korupsi, tidak transparan dalam penggunaan dana publik, dan menikmati gaya hidup yang jauh dari wajar jika dibandingkan dengan gaji resmi mereka. Kecurigaan itu semakin kuat ketika muncul berbagai video yang memperlihatkan kerabat pejabat bepergian dengan mobil mahal, nongkrong di restoran kelas atas, atau berpose dengan merek fesyen desainer internasional. “Kini memamerkan gaya hidup mewah layaknya tokoh mapan,” ujarnya kepada Al Jazeera, dikutip dari international.sindonews.com, Kamis (11/9/2025). Tak heran bila para demonstran menuntut dibentuknya komisi investigasi khusus untuk menelusuri harta kekayaan para politisi. Bagi publik, hal ini bukan sekadar soal pamer harta, tetapi simbol dari masalah yang lebih besar: korupsi dan kesenjangan ekonomi. Baca Juga : demo buruh di depan istana negara RI Warisan Feodalisme dan Ketimpangan Lama Menurut Dipesh Karki, asisten profesor di Universitas Kathmandu, fenomena ini tak bisa dilepaskan dari sejarah Nepal sebagai masyarakat feodal yang baru dua dekade lalu meninggalkan sistem monarki. “Sepanjang sejarah, mereka yang berkuasa memegang kendali atas sumber daya dan kekayaan bangsa, yang mengakibatkan apa yang bisa kita sebut sebagai perebutan kekuasaan oleh elit,” ujarnya. Video yang beredar di TikTok makin menambah bara kemarahan publik. Salah satunya menampilkan Sayuj Parajuli, putra mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal Gopal Parajuli, sedang berpose dengan mobil dan jam tangan mewah. Video lain memperlihatkan Saugat Thapa, anak Menteri Hukum dan Urusan Parlemen Bindu Kumar Thapa, sedang asyik di restoran mahal. Menurut Karki, tak mengherankan jika kesenjangan makin terasa. Sebab kekayaan, bisnis perkotaan, hingga kesempatan pendidikan sebagian besar terkonsentrasi di kalangan keluarga elit Nepal, terutama mereka yang memiliki koneksi politik. Baca Juga : PBB Desak Indonesia, Terkait Dugaan Pelanggaran HAM Saat Demo Realitas Ekonomi: Hidup Susah di Negeri Sendiri Kontras dengan kemewahan elite, kondisi rakyat justru sebaliknya. Pendapatan per kapita Nepal hanya sekitar USD 1.400 per tahun, salah satu yang terendah di Asia Selatan. Tingkat kemiskinan masih di atas 20 persen, sementara pengangguran pemuda mencapai 32,6 persen pada 2024, jauh lebih tinggi dibandingkan India yang hanya 23,5 persen Tak heran banyak warga Nepal memilih mencari nafkah ke luar negeri. Pada 2021, sekitar 7,5 persen populasi tinggal di luar negeri, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan India (1 persen) dan Pakistan (3,2 persen). Perekonomian Nepal bahkan sangat bergantung pada remitansi: pada 2024, uang kiriman pekerja migran mencapai 33,1 persen dari PDB, salah satu yang tertinggi di dunia. “Kenyataan pahitnya adalah sebagian besar penduduk miskin berada di luar Nepal, mengirimkan remitansi ke Nepal,” jelas Karki. Sementara itu, kepemilikan tanah tetap timpang. Menurut Karki, 10 persen rumah tangga teratas memiliki lebih dari 40 persen tanah. Di sisi lain, sebagian besar penduduk miskin perdesaan Nepal justru tidak memiliki tanah sama sekali. (***) Penulis: Satria S Pamungkas Editor: Toto Budiman & Glancy Verona Ilustrasi by AI

Read More

Kasidah Nusantara Makin Bergaung, Ini 6 Grup Terbaik Pilihan Kemenag 2025

Tegal – 1miliarsantri.net : Kementerian Agama (Kemenag) kembali menghadirkan kabar gembira bagi pecinta musik kasidah. Dari 32 provinsi yang ikut serta dalam ajang Festival Seni Budaya Islam 2025, kini telah terpilih enam grup terbaik tingkat nasional. Mereka akan tampil di panggung bergengsi Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) Nasional XXVIII yang berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 13–16 Oktober 2025. Adapun keenam grup tersebut adalah: Bismillah (Bali), El-Lazka (Jawa Barat), Hidayatul Insan (Kalimantan Tengah), Kabupaten Tangerang (Banten), MAN Satoe Voice (Jawa Timur), dan Syaf An-Nur (Sumatra Utara). Seleksi dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat provinsi hingga nasional, pada 4–8 September 2025 lalu. Kasidah Sebagai Wajah Islam yang Sejuk Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, menegaskan bahwa festival kasidah tidak semata-mata ajang kompetisi. Menurutnya, kasidah adalah bagian dari pelestarian seni budaya Islam Nusantara yang sarat dengan nilai dakwah. “Kami ingin menghadirkan kasidah sebagai garda terdepan syiar Islam yang menyejukkan serta membangun harmoni,” ujarnya di Jakarta, Rabu (10/9/2025). Dalam proses seleksi, para juri menilai berbagai aspek, mulai dari kualitas vokal, kreativitas aransemen musik, penguasaan panggung, hingga adab peserta. Zayadi menegaskan, objektivitas penilaian dijaga melalui koordinasi intensif antarjuri. Ia juga melihat festival ini sebagai ruang apresiasi seni sekaligus sarana edukasi. “Setiap penampilan adalah kontribusi penting dalam memperkaya khazanah seni budaya Islam di Indonesia,” tambahnya. Baca juga : kurikulum cinta Kemenag Kekayaan Warna Kasidah dari Berbagai Daerah Zayadi menyoroti betapa uniknya setiap provinsi dalam menampilkan kasidah. Ada nuansa berbeda yang muncul dari latar budaya masing-masing daerah, menjadikan festival semakin berwarna. Menurutnya, keberagaman ini bukan hanya hiburan, tetapi juga bahan pembelajaran lintas daerah. “Peserta seleksi ini berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari lembaga pendidikan, komunitas seni, hingga instansi pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa kasidah bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana pendidikan dan dakwah,” jelasnya. Tidak Sekadar Seni, Tapi Juga Pesan Moral Kepala Subdit Seni, Budaya, dan Siaran Keagamaan Islam, Wida Sukmawati, menambahkan bahwa peran peserta dari 26 provinsi lain juga tak bisa diabaikan. Menurutnya, mereka telah memperkaya festival dengan karya kasidah yang penuh nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan. “Kami berharap setiap penampilan tidak hanya memukau dari segi seni, tetapi juga mampu menginspirasi masyarakat dalam menebarkan kebaikan dan nilai-nilai Islami,” ujarnya. Wida menekankan pentingnya sinergi lintas generasi. Grup kasidah yang digawangi anak muda bekerja sama dengan para seniman berpengalaman demi menjaga kualitas sekaligus keberlanjutan tradisi. Menurutnya, aspek adab dan etika penampilan mendapat perhatian serius dari juri, sebab hal itu sama pentingnya dengan suara maupun aransemen musik. “Hal ini bertujuan agar pesan yang disampaikan lebih menyentuh dan membangun karakter audiens,” tambahnya. Lebih jauh, Wida menyampaikan harapannya agar gema kasidah bisa melampaui batas nasional. “Melalui kasidah, nilai-nilai moral dan spiritual dapat tersampaikan dengan cara yang indah dan menyentuh hati masyarakat, sebagai simbol Islam yang damai, sejuk, dan harmonis,” katanya. Baca Juga : Bantuan operasional Kemenag 2025 Panggung Besar di Kendari Puncak Festival Seni Budaya Islam 2025 di Kendari nanti akan mengusung tema “Kasidah Kolaborasi.” Konsep ini memadukan harmoni musik, kreativitas, dan semangat kebersamaan dalam satu panggung. Kemenag sengaja merancangnya agar mampu menarik perhatian generasi muda, terutama milenial dan Gen Z, yang kini lebih akrab dengan musik modern. Melalui kasidah, generasi muda diharapkan tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bagian dari perjalanan budaya Islam Nusantara. Perpaduan tradisi dengan sentuhan kekinian menjadi cara efektif untuk menjaga agar seni kasidah tetap hidup dan relevan di tengah arus globalisasi. Festival ini pun bukan hanya perayaan seni, melainkan juga ruang silaturahmi nasional. Dari Bali hingga Sumatra Utara, dari Banten hingga Kalimantan, semua bertemu dalam satu panggung kasidah yang penuh syiar kebaikan. Pertanyaannya, dari enam nama yang sudah terpilih, mana yang jadi favoritmu? Kasidah Nusantara yang kian bergaung melalui ajang pemilihan enam grup terbaik pilihan Kemenag 2025 menjadi bukti bahwa seni bernuansa religius ini tetap relevan dan dicintai masyarakat. Lebih dari sekadar hiburan, kasidah adalah medium dakwah, pengikat silaturahmi, sekaligus cerminan identitas budaya bangsa. (**) Penulis: Satria S Pamungkas Editor: Toto Budiman & Glancy Verona Ilustrasi by AI

Read More
Paspor

Lagi Jalan-jalan? Awas! Jangan Sampai Paspor Ada di Koper Kabin, Ini Alasannya!

Bandung 1Miliarsantri.net – Paspor adalah dokumen paling penting saat bepergian ke luar negeri. Tanpa paspor, seorang traveler bisa kesulitan melewati imigrasi, bahkan terancam ditolak masuk ke negara tujuan. Karena itu, menyimpan paspor dengan aman adalah hal yang wajib diperhatikan setiap Muslim yang melakukan safar. Banyak orang beranggapan aman-aman saja menyimpan paspor di koper kabin. Padahal, pakar perjalanan menegaskan bahwa itu kesalahan besar. Apalagi bila koper kabin harus dititipkan di bagasi mendadak (gate-check) karena aturan maskapai. Lalu, apa bahayanya dan bagaimana sebaiknya Muslim traveler menyikapinya? Yuk, kita cari tahu bersama melalui penjelasan di bawah ini! 1. Risiko Tertahan di Imigrasi Proses imigrasi biasanya dilakukan sebelum penumpang bertemu kembali dengan bagasi. Jika paspor berada di koper kabin yang dititipkan, Anda bisa ditolak masuk, dikenai denda, atau kehilangan penerbangan lanjutan. Dalam Islam, safar bukan sekadar perjalanan, tapi juga amanah. Menjaga dokumen penting seperti paspor berarti menjaga amanah agar perjalanan tetap lancar dan bernilai ibadah. Baca juga: Meningkatnya Perceraian, Benarkah Menikah Itu Menakutkan atau Jalan Terbaik Untuk Ibadah? 2. Ancaman Kehilangan & Pencurian Meski jarang disadari, pencurian di dalam pesawat memang terjadi. Jika koper kabin disimpan jauh dari pandangan, risiko kehilangan meningkat. Bahkan yang lebih sering terjadi adalah lupa mengambil barang di kabin karena terburu-buru. Paspor adalah tanggungan pribadi kita yang wajib dijaga. 3. Menghindari Masalah Biaya & Waktu Kehilangan paspor bukan hanya memakan biaya besar untuk mengganti, tapi juga memerlukan waktu panjang untuk mengurus dokumen baru. Dalam perjalanan, hal ini bisa merusak tujuan safar, baik itu untuk ibadah, bisnis, maupun wisata. Menaruh paspor di tempat aman adalah bentuk ikhtiar untuk menghindari mudarat. Baca juga: Memasak jadi Ibadah? Yuk Terapin Halal Home Cooking dari Sekarang! 4. Simpan Paspor Dekat dengan Diri Solusi paling aman adalah menyimpan paspor di tas kecil yang selalu melekat di tubuh, misalnya sling bag, belt bag, atau tas selempang dengan resleting. Jangan letakkan di saku terbuka. Dengan begitu, paspor mudah dijangkau saat melewati pemeriksaan, naik pesawat, atau di pos imigrasi. Ini sesuai dengan ajaran Islam tentang ihtiyath (kehati-hatian), agar sesuatu yang penting tidak hilang atau merugikan. Perjalanan seorang Muslim seharusnya tidak hanya aman secara fisik, tapi juga memberi ketenangan batin. Dengan menjaga paspor di tempat yang benar, kita bukan hanya menghindari masalah teknis, tetapi juga menjaga nilai safar sebagai ibadah yang diridhai Allah SWT. Semoga bermanfaat! Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber : https://www.travelandleisure.com/why-you-should-never-put-your-passport-in-your-carry-on-11752877

Read More

Ulama Nusantara yang Berpengaruh, Tapi Jarang Dibahas di Sekolah

Bogor – 1miliarsantri.net : Saat berbicara tentang ulama besar dalam sejarah Islam, banyak dari kita langsung teringat pada nama-nama dari Timur Tengah seperti Imam Syafi’i, Imam Bukhari, atau Ibnu Sina. Padahal, di Nusantara sendiri ada banyak ulama besar yang pengaruhnya sangat kuat, baik dalam bidang dakwah, pendidikan, politik, hingga budaya. Namun jarang dibahas secara mendalam dalam kurikulum sekolah formal. Mereka adalah para ulama yang tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga berjuang melawan penjajahan, membangun masyarakat, hingga merumuskan gagasan pendidikan dan kebudayaan. Dengan mengulas kembali kiprah mereka, masyarakat akan memahami bahwa sejarah bangsa tidak hanya dipenuhi dengan tokoh politik dan pahlawan perang, tetapi juga dengan ulama-ulama visioner yang kontribusinya sangat besar bagi lahirnya Indonesia yang berdaulat, religius, dan berbudaya. Mengenal kembali sosok-sosok ini penting. Selain memperluas wawasan sejarah, juga membangkitkan rasa bangga sebagai bagian dari bangsa yang memiliki jejak keilmuan Islam yang sangat kaya. Mengapa Ulama Lokal Kurang Diangkat dalam Pembelajaran? Salah satu alasan mengapa banyak ulama Nusantara “terlupakan” adalah karena narasi sejarah yang cenderung sentralistik dan kurang memberi ruang pada tokoh lokal. Selain itu, keterbatasan referensi dan kurangnya minat baca sejarah juga membuat nama-nama mereka tidak sepopuler tokoh-tokoh luar negeri. Padahal, kontribusi mereka luar biasa dalam menyebarkan Islam yang ramah, membaur dengan budaya lokal, dan relevan dengan konteks masyarakat saat itu bahkan hingga kini. Beberapa Ulama Nusantara yang Layak Dikenal 1. Syekh Yusuf Al-Makassari (Makassar, Sulawesi Selatan) Beliau adalah tokoh ulama dan pejuang anti-kolonial yang dihormati tidak hanya di Indonesia, tapi juga Afrika Selatan. Ia dikenal sebagai ulama sufi yang juga menulis banyak karya spiritual dan sosial-politik. 2. Syekh Nawawi Al-Bantani (Banten) Dikenal sebagai “Imam Masjidil Haram” asal Nusantara karena pernah menjadi pengajar tetap di Makkah. Karyanya dalam bidang tafsir, fikih, dan tasawuf menjadi rujukan ulama dunia Islam hingga saat ini. 3. Tuanku Imam Bonjol (Sumatera Barat) Selain sebagai pemimpin perang Padri, beliau juga dikenal sebagai ulama reformis yang ingin memurnikan ajaran Islam dari praktik menyimpang. Ia memperjuangkan pembaruan agama berbasis pemahaman yang mendalam. 4. KH Ahmad Dahlan & KH Hasyim Asy’ari Dua nama besar ini dikenal sebagai pendiri organisasi besar: Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kontribusi mereka sangat besar dalam pendidikan dan pemikiran Islam di Indonesia, namun kadang dibahas hanya sebatas “nama besar” tanpa menggali ajaran dan perjuangannya. Baca Juga : Kisah KH Miftachul Akhyar Jadi Ulama Besar Ulama dan Pendidikan: Warisan Nyata Salah satu warisan terbesar para ulama Nusantara adalah sistem pendidikan pesantren. Di sinilah lahir ribuan santri, kader ulama, bahkan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Sistem ini membuktikan bahwa ulama bukan hanya tokoh agama, tapi juga pendidik, pemikir, dan pemimpin sosial. Namun, sejarah besar ini sering kali luput dalam pelajaran sekolah. Kurikulum jarang menggambarkan kontribusi ulama sebagai bagian dari pembangunan bangsa secara utuh. Baca Juga : perjuangan santri dan ulama Pentingnya Reinterpretasi Sejarah Mengingat kembali ulama Nusantara bukan sekadar nostalgia. Ini adalah bagian dari jihad intelektual, membangun kesadaran sejarah yang utuh dan adil. Generasi muda perlu tahu bahwa Islam di Indonesia berkembang melalui pendekatan damai, adaptif, dan penuh kebijaksanaan, bukan dengan kekerasan atau pemaksaan. Membicarakan ulama Nusantara adalah membicarakan akar kita sendiri. Mereka adalah pilar penting dalam perkembangan Islam di Indonesia. Dengan mengenal mereka lebih dekat, kita bukan hanya belajar sejarah, tapi juga belajar tentang keteladanan, keilmuan, dan semangat perjuangan yang tak lekang oleh waktu. Sudah saatnya sekolah-sekolah, media, dan komunitas Muslim lebih banyak mengangkat sosok-sosok ini. Karena menghormati ulama adalah bagian dari mencintai ilmu dan merawat jati diri bangsa. Ulama Nusantara yang jarang dibahas di sekolah sejatinya menyimpan lautan ilmu, perjuangan, dan keteladanan yang bisa menjadi cermin bagi generasi muda. Mereka bukan hanya penjaga agama, tetapi juga pejuang peradaban yang mengajarkan kemandirian, toleransi, dan cinta tanah air. Mengangkat kembali kisah-kisah mereka berarti menghidupkan warisan luhur yang selama ini terpendam, agar cahaya perjuangan mereka terus menerangi langkah bangsa. Semoga generasi sekarang mampu meneladani semangat itu, menjadikannya bekal untuk membangun Indonesia yang bermartabat, berilmu, dan berakhlak mulia. (***) Penulis: Salwa Widfa Utami Editor : Iffah Faridatul Hasanah Foto Ilustrasi AI

Read More
liburan

Jangan Lupkan Hal Ini Ketika Liburan! Dijamin Perjalanan Lebih Menyenangkan!

Bandung – 1Miliarsantri.net – Bagi seorang Muslim, perjalanan (safar) untuk liburan bukan sekadar berpindah tempat, tapi juga bagian dari ibadah. Rasulullah SAW bahkan memberi banyak adab safar, mulai dari doa keluar rumah hingga menjaga akhlak dan kebersihan selama perjalanan. Namun, salah satu hal yang sering terlupakan ketika akan bepergian adalah di mana kita menaruh koper saat menginap di hotel. Meski terlihat sepele, ternyata hal ini berhubungan erat dengan kebersihan, kesehatan, bahkan keberkahan safar kita. Dan selain itu, agar perjalanan lebih menyenangkan dan tetap dapat pahala, maka ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan, seperti: 1. Kebersihan Sebagian dari Iman Islam menekankan pentingnya menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, maupun tempat. Rasulullah SAW bersabda: “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim). Meletakkan koper di lantai hotel yang penuh jejak sepatu, kotoran, atau bekas tumpahan, bisa membuat pakaian kita ikut tercemar. Padahal, pakaian yang kita kenakan bukan hanya untuk jalan-jalan, tapi juga untuk shalat. Menjaga kebersihan koper berarti menjaga pakaian tetap suci agar ibadah tidak terganggu. Baca juga: Wujud Cinta kepada Allah! Self Love dalam Islam Sangat Dianjurkan! 2. Hindari Najis dan Hal yang Mengganggu Shalat Lantai hotel, terutama yang berkarpet, bisa menyimpan banyak hal najis atau kotoran yang tak kasat mata. Jika koper kita terkena itu lalu pakaian di dalamnya terkontaminasi, bisa jadi tanpa sadar kita shalat dengan pakaian yang kotor. Dalam fiqih, kebersihan pakaian termasuk syarat sah shalat. Dengan menghindari lantai, kita sudah menjaga agar ibadah tetap sah dan terjaga dari hal-hal yang merusak. 3. Waspada “Penumpang Gelap” yang Merugikan Kutu kasur (bed bugs) atau serangga kecil sering bersembunyi di lantai dan bisa masuk ke koper. Jika terbawa pulang, bukan hanya merepotkan, tapi juga bisa mengganggu ketenangan rumah. Islam mengajarkan agar rumah menjadi tempat yang bersih, nyaman, dan menenangkan hati untuk beribadah. Membawa pulang hama tentu berlawanan dengan itu. Baca juga: Keutaman Syukur Bagi Umat Islam! Jangan Sampai Lalai, Ya! 4. Menjaga Barang Aman dan Tertib Rasulullah SAW mencontohkan kerapian dalam segala hal. Menaruh koper di tempat yang semestinya, seperti rak, lemari, atau bahkan bathtub jika darurat, yang merupakan bentuk tanzhim (pengaturan) agar barang lebih aman, terjaga, dan tidak tercecer. Barang yang tertata rapi juga memudahkan kita saat bersiap shalat, tidak membuat waktu habis mencari perlengkapan ibadah yang tercampur dengan pakaian lain. Sampai di sini, maka kita wajib sadar bahwa perjalanan seorang Muslim bukan hanya perjalanan biasa, tapi juga harus membawa manfaat, pengalaman baru, sekaligus menjaga hubungan dengan Allah SWT. Dengan langkah kecil seperti tidak meletakkan koper di lantai hotel, kita bukan hanya melindungi barang, tapi juga menjalankan nilai-nilai Islami: kebersihan, ketertiban, dan kehati-hatian. Semua itu membuat safar terasa lebih berkah dan menenangkan. Semoga informasinya bermanfaat! Penulis : Zeta Zahid Yassa Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi sumber : https://www.travelandleisure.com/why-you-shouldn-t-leave-luggage-on-hotel-floors-11794220

Read More

Infak di Kalangan Gen Z: Tren Baru atau Sekadar Formalitas?

Bogor – 1miliarsantri.net : Generasi Z dikenal sebagai generasi yang aktif, kreatif, dan sangat akrab dengan dunia digital. Dalam banyak hal, mereka terlihat lebih peduli dengan isu-isu sosial, lingkungan, dan kemanusiaan. Salah satu bentuk kepedulian yang mulai terlihat menonjol adalah kebiasaan berinfak meskipun dalam bentuk dan pendekatan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Infak bukan hal baru dalam Islam. Ia adalah bentuk sedekah yang dianjurkan dan bisa diberikan kapan saja, kepada siapa saja yang membutuhkan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 7 yang berbunyi: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengifakkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” Kini, infak hadir dalam bentuk digital seperti lewat QR code masjid, platform donasi daring, hingga kampanye infak melalui influencer di TikTok. Pertanyaannya, apakah ini murni bentuk kepedulian? Atau sekadar formalitas yang mengikuti tren agar terlihat “peduli”? Fenomena Infak Digital di Kalangan Gen Z Platform seperti Kitabisa, BAZNAS, dan Dompet Dhuafa kini jadi tempat favorit untuk menyalurkan infak. Mereka menyediakan kampanye yang dikemas dengan visual menarik, cerita menyentuh, dan kemudahan pembayaran hanya dengan satu klik. Infak juga mulai disisipkan dalam kegiatan sehari-hari. Contohnya, infak digital saat checkout belanja online, pembayaran sedekah Jumat lewat e-wallet, atau patungan online untuk kegiatan sosial sekolah. Bagi Gen Z, bentuk-bentuk ini terasa lebih praktis dan relevan dengan gaya hidup mereka. Mereka tak harus membawa uang tunai atau mencari kotak infak secara fisik. Baca Juga : Kemenag Integrasikan Data Mustahik dan Memastikan Distribusi Zakat, Infak, Sedekah Tepat Sasaran Nilai Positif: Potensi Kebaikan yang Besar Kebiasaan berinfak di usia muda adalah hal yang patut diapresiasi. Selain menumbuhkan empati, infak juga mendidik untuk tidak terikat pada materi. Banyak Gen Z yang dengan sadar menyisihkan uang jajan, bonus freelance, atau hasil jualan online untuk berbagi. Beberapa bahkan aktif membuat konten donasi, mengajak followers berdonasi, atau memulai gerakan infak rutin melalui komunitas. Ini menunjukkan bahwa semangat berbagi tidak hilang, hanya berubah medium. Baca Juga : Keistimewaan dan Cara Melakukan Sedekah Subuh Risiko: Jangan Sampai Jadi Ajang Gengsi Namun, di balik tren ini, ada juga risiko yang perlu disadari. Kadang, infak menjadi ajang konten: siapa yang lebih sering berbagi, siapa yang lebih besar nominalnya, siapa yang lebih viral. Ada pula yang ikut berdonasi hanya karena takut FOMO (Fear of Missing Out), bukan karena niat tulus. Dalam Islam, niat adalah hal yang sangat penting. Infak yang dilakukan karena pamer, pencitraan, atau ikut-ikutan bisa mengurangi nilai pahalanya. Maka, penting bagi Gen Z untuk terus mengingatkan diri: tujuan utama infak adalah membantu dan mencari ridha Allah, bukan validasi sosial. Solusi: Edukasi dan Internalisasi Nilai Agar tren infak ini tidak menjadi formalitas, perlu ada upaya edukasi yang berkelanjutan. Sekolah, komunitas, hingga media digital bisa berperan memberi pemahaman soal pentingnya infak, cara menyalurkannya dengan benar, dan niat yang harus diluruskan. Generasi muda perlu diajak berpikir: bagaimana infak mereka bisa berdampak nyata? Siapa yang terbantu? Bagaimana mereka bisa konsisten tanpa harus menunggu momen viral? Infak di kalangan Gen Z bisa menjadi kekuatan luar biasa bagi umat, jika disertai pemahaman dan niat yang lurus. Perubahan cara bukan masalah, selama nilai dasarnya tetap dijaga. Sebagai generasi yang serba cepat, Gen Z punya peluang besar untuk menjadikan infak sebagai gaya hidup, bukan sekadar tren sesaat. Dengan cara yang kreatif, digital, dan tetap bermakna, infak bisa menjadi jalan kebaikan yang terus mengalir, baik di dunia nyata maupun dunia maya.(***) Penulis: Salwa Widfa Utami Editor : Toto Budiman & Iffah Faridatul Hasanah Foto Ilustrasi AI

Read More

Zakat Digital: Cara Baru Berbagi yang Transparan dan Tepat Sasaran

Bogor – 1miliarsantri.net : Zakat adalah salah satu rukun Islam yang menjadi kewajiban setiap Muslim yang mampu. Dengan perkembangan di era digital, zakat digital menjadi salah satu opsi pembayaran. Ia bukan hanya bentuk ibadah finansial, tetapi juga instrumen sosial yang bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi dan membantu mereka yang membutuhkan. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103 yang artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar, Maha mengetahui.” Di tengah perkembangan teknologi, cara menunaikan zakat pun ikut berubah. Dulu zakat diserahkan langsung kepada amil zakat atau mustahik secara fisik. Kini, zakat digital bisa ditunaikan secara digital melalui aplikasi, e-wallet, bahkan lewat transfer bank dengan sistem yang jauh lebih transparan dan terdata. Fenomena zakat digital ini bukan hanya memudahkan, tapi juga membuka jalan baru bagi generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi untuk terlibat aktif dalam berzakat. Apa Saja Keunggulan Zakat Digital?    1. Praktis dan Cepat           Bayangkan kamu bisa membayar zakat maal cukup dengan klik beberapa tombol di aplikasi seperti Zakat Kita, Kitabisa, atau Dompet Dhuafa. Tidak perlu antri, tidak perlu keluar rumah. 2. Transparansi dan AkuntabilitasPlatform digital biasanya menyediakan laporan penyaluran dana, dokumentasi kegiatan, bahkan update jumlah penerima manfaat secara real-time. Hal ini membangun kepercayaan dan semangat berbagi yang lebih besar. 3. Akses Lebih Luas           Melalui sistem digital, zakat bisa menjangkau wilayah yang lebih jauh dan merata. Mustahik di pelosok bisa menerima bantuan dari muzakki di kota besar bahkan luar negeri. Baca Juga : Kapan Waktu yang Tepat untuk Mengeluarkan Zakat? Zakat Digital untuk Generasi Muda      Generasi Z dan milenial tumbuh di era cashless. Mereka lebih suka transaksi instan dan paperless. Maka, zakat digital menjadi solusi ideal untuk mengajak mereka tetap berzakat tanpa merasa “ribet” atau “jadul”. Kampanye zakat di media sosial, penggunaan influencer, dan pendekatan storytelling juga membuat zakat terasa lebih dekat dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Namun, tetap ada tantangan yang perlu diperhatikan. Edukasi menjadi kunci. Tidak semua orang paham tentang jenis-jenis zakat, ketentuan nisab, atau siapa yang berhak menerima. Maka, platform digital perlu disertai dengan fitur edukatif agar pengguna juga belajar, bukan sekadar membayar. Baca Juga : Pengelolaan Zakat di Indonesia Jadi Referensi Sejumlah Negara Etika dan Niat dalam Zakat Digital       Meskipun ditunaikan lewat aplikasi, zakat tetap harus didasari oleh niat yang benar dan dilakukan dengan ikhlas. Jangan sampai zakat digital hanya menjadi tren, tanpa pemahaman akan nilai spiritual dan sosialnya. Selain itu, penting juga untuk memastikan bahwa lembaga pengelola zakat yang digunakan memang kredibel dan sesuai dengan syariat. Jangan asal transfer hanya karena tampilannya meyakinkan. Zakat digital adalah contoh nyata bagaimana teknologi bisa digunakan untuk memperkuat nilai-nilai Islam dan solidaritas sosial. Dengan pendekatan yang tepat, zakat bisa menjangkau lebih banyak orang, dengan cara yang lebih efisien dan transparan. Bagi Muslim muda, inilah saatnya untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tapi juga pelaku kebaikan di dalamnya. Menunaikan zakat secara digital bukan hanya tentang mengikuti zaman, tapi juga tentang menjadi bagian dari solusi umat.(***) Penulis: Salwa Widfa Utami Editor : Toto Budiman & Iffah Faridatul Hasanah Foto Ilustrasi AI

Read More

Gebrakan Program MLB, Terpilih 1.000 Madrasah di Indonesia Mendapat Rp.25 Juta dari BAZNAS

Tegal – 1miliasantri.net : Awal Agustus 2025 menjadi salah satu momen yang cukup penting bagi dunia pendidikan madrasah di Indonesia. Pasalnya, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI bersama Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA., meluncurkan program Madrasah Layak Belajar (MLB) sebagai wujud nyata komitmen menghadirkan pendidikan yang lebih merata dan berkualitas. Program ini langsung menyita perhatian publik karena menyasar 1.000 madrasah penerima manfaat yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap madrasah terpilih memperoleh bantuan Rp25 juta untuk perbaikan ruang kelas maupun pengembangan fasilitas perpustakaan. Tentu saja, kabar ini membuat banyak pengelola dan warga madrasah penasaran: apakah madrasah mereka termasuk dalam daftar penerima? Peluncuran di Jakarta Program MLB resmi dilaunching di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta, Selasa (5/8/2025). Acara ini dihadiri oleh Ketua BAZNAS RI Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA., jajaran pimpinan BAZNAS, perwakilan ormas Islam di bidang pendidikan, Kepala Kanwil Kemenag dari seluruh Indonesia, serta Pimpinan BAZNAS provinsi, kabupaten/kota. Tidak ketinggalan, para Kepala Madrasah Ibtidaiyah dari berbagai daerah ikut menyaksikan jalannya acara, baik secara langsung maupun melalui platform daring. Kehadiran mereka menandakan bahwa program ini memang ditunggu-tunggu banyak kalangan. Apresiasi dari Menteri Agama Menteri Agama, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, dalam pidatonya menegaskan pentingnya program ini sebagai langkah strategis memperkuat madrasah. “Saya merasa momentum ini sangat penting, karena yang akan langsung menerima manfaat dari kegiatan ini adalah madrasah. Karena itu, saya mewakili seluruh madrasah penerima manfaat menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada BAZNAS,” kata Nasaruddin. Dirinya juga menyoroti fakta bahwa para santri madrasah sebenarnya paling layak disebut sebagai penerima zakat atau asnaf. Bahkan, hampir seluruh kategori penerima zakat bisa dilihat pada kehidupan sehari-hari murid madrasah. Lebih jauh, Menag mengungkapkan adanya ketimpangan antara sekolah umum dan madrasah. Banyak madrasah berdiri dengan fasilitas terbatas, sementara sekolah formal mendapat sokongan penuh dari negara. “Untung ada BAZNAS yang mengintip persoalan ini. Sekali lagi, terima kasih kepada BAZNAS yang telah peduli kepada kelompok mustadh’afin,” ujarnya. Baca Juga : BAZNAS RI Dukung Program Kesehatan Nasional Komitmen BAZNAS RI Sementara itu, Ketua BAZNAS RI Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA., menjelaskan bahwa program MLB adalah bentuk keseriusan lembaganya mendukung pemerataan akses pendidikan, khususnya bagi madrasah swasta yang selama ini kurang tersentuh bantuan pemerintah. “Insya Allah tahun ini kami kembali menyalurkan bantuan untuk 1.000 madrasah. Masing-masing mendapatkan Rp25 juta. Tahun lalu jumlahnya juga 1.000 dengan nilai bantuan yang sama juga. Bahkan tadi ada usulan tambahan, satu madrasah yang baru saja terbakar, kami minta langsung dimasukkan, biar jadi seribu satu,” kata Kiai Noor. Pernyataan ini menegaskan bahwa BAZNAS tidak sekadar menyalurkan zakat, tetapi juga memastikan zakat benar-benar berdampak bagi dunia pendidikan. Baca Juga : Kemenag Ajak Baznas Turut Serta Menangani Kerusakan Lingkungan Madrasah Mana Saja yang Terpilih? Nah, pertanyaan yang paling banyak muncul tentu saja: madrasah mana saja yang beruntung menerima bantuan ini? BAZNAS RI telah merilis daftar resmi 1.000 madrasah penerima bantuan MLB 2025 melalui Surat Keputusan Ketua BAZNAS RI No. B/7572/DPPD-DPDS/KETUA/KD.02.18/IX/2025. Bagi yang ingin mengecek langsung apakah madrasah mereka masuk daftar, SK lengkap bisa diakses melalui tautan berikut: https://bazn.as/SKMLB2025. Harapan Menuju Indonesia Emas 2045 Melalui laman resminya, BAZNAS juga menyampaikan apresiasi kepada semua madrasah yang berpartisipasi dalam program ini. “Terima kasih kepada seluruh Madrasah dari berbagai wilayah yang telah ikut berpartisipasi dalam program ini. Semoga semakin menguatkan motivasi berdaya bagi Agama dan Bangsa menuju Indonesia Emas 2045,” tulis BAZNAS, Jumat (5/9/2025). Ucapan ini menegaskan bahwa program MLB bukan hanya soal bantuan uang, tetapi juga sebuah gerakan bersama untuk menyiapkan generasi emas Indonesia. Dengan terpilihnya 1.000 madrasah penerima bantuan Rp.25 juta dari BAZNAS melalui program MLB, harapan besar tumbuh bahwa pendidikan Islam di Indonesia akan semakin kuat, mandiri, dan berdaya saing. Penulis: Satria S Pamungkas Editor: Toto Budiman & Glancy Verona Ilustrasi by AI

Read More

Kapolri Bentuk Tim Reformasi Polri, 52 Anggota Ditetapkan Lewat Sprin Resmi

Jakarta – 1miliarsantri.net: Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo resmi membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri. Tim ini terdiri dari 52 anggota sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah (Sprin) Kapolri Nomor Sprin/2749/IX/2025 yang diterbitkan pada 17 September 2025. Dalam surat perintah tersebut, Kalemdiklat Polri Komjen Pol. Chryshnanda Dwilaksana ditunjuk sebagai ketua tim. Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan adanya Sprin tersebut. Tujuan Pembentukan Tim Reformasi Polri Menurut Brigjen Pol. Trunoyudo, pembentukan tim ini merupakan tindak lanjut Polri dalam memperkuat kerja sama dengan pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya. Pendekatan yang dilakukan bersifat sistematis dan menyeluruh, dengan fokus pada pengelolaan transformasi institusi. Tim tersebut dibentuk untuk memastikan Polri mampu melakukan akselerasi reformasi sesuai harapan masyarakat, baik dalam aspek pelayanan publik, transparansi, maupun profesionalisme aparat. “Proses dan tujuan mendasar serta luas melibatkan seluruh satuan kerja dan wilayah, yang mengacu pada visi strategis Grand Strategy Polri 2025–2045,” jelasnya. Reformasi Polri Menuju 2045 Pembentukan tim reformasi ini selaras dengan komitmen Polri dalam melaksanakan Grand Strategy Polri 2025–2045, yakni peta jalan jangka panjang menuju institusi kepolisian yang modern, humanis, dan berintegritas. Transformasi tersebut tidak hanya berorientasi pada peningkatan kinerja internal, tetapi juga diharapkan mampu membangun kembali kepercayaan publik terhadap Polri. Dengan adanya tim reformasi, Polri menegaskan komitmennya untuk menjawab tantangan keamanan, hukum, dan sosial di tengah perkembangan masyarakat serta dinamika global. Profil Ketua Tim Reformasi Polri: Komjen Pol. Chryshnanda Dwilaksana Komjen Pol. Chryshnanda Dwilaksana saat ini menjabat sebagai Kalemdiklat Polri. Ia dikenal sebagai perwira tinggi yang konsisten mendorong pembaruan di tubuh kepolisian, khususnya dalam bidang pendidikan, teknologi, dan pelayanan publik. Kariernya di Polri telah melewati berbagai posisi penting, di antaranya di bidang lalu lintas, pendidikan, dan kelembagaan. Chryshnanda juga dikenal produktif menulis dan menyampaikan gagasan tentang polisi humanis, modern, dan berbasis teknologi. Dengan latar belakang tersebut, penunjukannya sebagai ketua tim reformasi Polri dinilai tepat untuk mengawal agenda besar transformasi kepolisian menuju 2045.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto : Facebook Listyo Sigit Prabowo, FRN, Wikipedia

Read More

Manfaat, Etika, dan Tantangan AI dalam Kehidupan Sehari-hari Bagi Remaja Muslim

Bogor – 1miliarsantri.net : Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini bukan lagi teknologi masa depan. Ia hadir di sekitar kita: dari saran video di TikTok, fitur otomatis AI di Google Translate, hingga chatbot seperti ChatGPT yang bisa menjawab pertanyaan apa pun. Sebagai generasi yang tumbuh dalam dunia serba digital, remaja muslim hari ini hidup berdampingan dengan AI hampir setiap hari. Tapi, apakah kita hanya jadi pengguna pasif? Ataukah kita bisa menggunakan teknologi ini dengan bijak, kreatif, dan tetap dalam koridor nilai Islam? Bagi remaja Muslim, perkembangan ini menghadirkan peluang besar sekaligus tantangan yang tidak bisa diabaikan. AI dapat membantu mempermudah aktivitas sehari-hari dan membuka wawasan baru, namun penggunaannya tetap perlu dilandasi dengan etika serta nilai-nilai Islam agar tidak menjerumuskan pada hal yang merugikan. Manfaat AI dalam Kehidupan Sehari-hari       AI membantu banyak aspek dalam kehidupan kita, bahkan sering tanpa kita sadari. 1. Belajar Lebih Cepat: ChatGPT bisa menjelaskan ulang materi pelajaran, merangkum artikel, atau membantu menyusun ide tugas.  2. Efisiensi Aktivitas Harian: Aplikasi transportasi seperti Gojek, Google Maps, atau Shopee pakai AI untuk mempermudah pencarian, rute tercepat, atau promo personal.3. Dakwah dan Konten Islami: Ada AI yang bisa membantu membuat transkrip ceramah, subtitle video dakwah, bahkan menyusun konten Islami berbasis data. Santri atau pelajar Muslim bisa memanfaatkan AI sebagai “asisten belajar” yang hemat biaya dan siap 24 jam. Bahkan, beberapa aplikasi sudah mulai menggabungkan AI dengan fitur menghafal Al-Qur’an, kuis Islami, hingga voice-recognition untuk tajwid. Etika dan Batasan Menurut Nilai Islam           Teknologi itu netral. Yang membuatnya baik atau buruk adalah cara manusia menggunakannya. Maka, sebagai Muslim, kita harus menyikapi AI dengan adab dan tanggung jawab. 1. Tabayyun Digital:         AI bisa menciptakan teks, gambar, bahkan video yang sangat realistis. Tapi apakah itu selalu benar? Kita harus tetap melakukan tabayyun mencari kebenaran sebelum percaya atau membagikan informasi. 2. Hindari Plagiarisme:    Meskipun AI bisa menulis, bukan berarti semua langsung kita salin tanpa paham isinya. Gunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti akal dan usaha kita sendiri. 3. Jangan Gantungkan Segalanya ke Teknologi:    AI itu cerdas, tapi tidak punya nurani. Ia tidak bisa menggantikan akhlak, hikmah, dan niat baik manusia. Sebagai Muslim, kita harus tetap menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber utama dalam mengambil keputusan, bukan mesin algoritma. Baca juga : Pemanfaatan Teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam Dunia Konseling Tantangan: Ketika AI Bisa Menyimpang        AI tidak sempurna. Ia bisa salah, bias, atau bahkan membahayakan kalau disalahgunakan. Contohnya:  1. AI bikin konten hoaks atau provokatif 2. Algoritma menyebarkan konten berbahaya karena dianggap “trending” 3. Ketergantungan berlebihan yang membuat orang malas berpikir kritis Sebagai Remaja Muslim, tantangan kita bukan cuma soal bagaimana menguasai teknologi, tapi bagaimana menjaga hati dan akhlak di tengah derasnya kemudahan digital.        Kita bisa menjadi generasi yang keren dan berwawasan tanpa harus kehilangan nilai. Menggunakan AI secara produktif untuk belajar, berdakwah, atau berkarya adalah bagian dari jihad zaman sekarang. Contohnya:– Gunakan ChatGPT untuk membantu struktur tulisan dakwah         – Manfaatkan AI editing buat konten Islami di TikTok   – Gunakan AI voice-over buat narasi kisah sahabat Nabi Baca juga : Penggunaan Robot AI Diharapkan Bisa Membantu Sisi Berdakwah Tapi, pengguna AI tetap harus memastikan bahwa tujuannya benar, memiliki sumbernya jelas. Serta tetap memperhatikan etika sosial yang harus tetap dijaga. Intinya AI hadir untuk mempermudah hidup, bukan menggantikan akal dan akhlak manusia. Bagi remaja Muslim, ini adalah peluang besar dalam meningkatkan produktifitas, asal bisa disikapi dengan bijak. Teknologi seperti AI bisa jadi alat yang luar biasa dalam menuntut ilmu, berdakwah, dan berkarya. Tapi kita tetap harus ingat: iman adalah filter utama dalam setiap langkah digital kita. Dengan memegang teguh etika Islam, remaja dapat menghadapi tantangan teknologi modern tanpa kehilangan jati diri, bahkan menjadikannya sebagai jalan untuk memberi manfaat bagi sesama. (***) Penulis: Salwa Widfa Utami Editor : Toto Budiman & Iffah Faridatul Hasanah Foto Ilustrasi AI

Read More