Jakarta Pusat Job Festival 2025: Temukan Peluang, Wujudkan Masa Depan Gemilang

Peluang Kerja Melalui Job Fair Virtual dan Job Festival Offline Jakarta Pusat – 1miliarsantri.net: Dalam rangka mengurangi angka pengangguran sekaligus meningkatkan layanan penempatan tenaga kerja, Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Kota Administrasi Jakarta Pusat akan menggelar Jakarta Pusat Job Festival 2025. Mengusung tema “Temukan Peluang, Wujudkan Masa Depan Gemilang”, acara ini diselenggarakan secara hybrid, sehingga para pencari kerja dapat mengikuti baik secara daring maupun luring. Wali Kota Jakarta Pusat, Arifin dalam video singkat yang tersebar dimedia sosial mengajak para pencari kerja untuk menghadiri Jakarta Pusat Job Festival pada 30 September – 1 Oktober 2025. Arifin mengatakan, “job festival ini dibuka dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore, dengan menghadirkan 36 perusahaan serta ribuan lowongan pekerjaan untuk berbagai kalangan usia, termasuk disabilitas. Semuanya gratis dan terbuka untuk umum.” Rangkaian Kegiatan Jakarta Pusat Job Festival 2025 Job Fair Virtual– 25 September – 8 Oktober 2025– Melalui situs resmi: jobfair.kemnaker.go.id Job Festival Offline– 30 September – 1 Oktober 2025– Gedung Pertemuan PertaminaJl. Cempaka Putih Tengah XX B No.20B, RT.3/RW.6, Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Administrasi Jakarta Pusat. Perusahaan yang terdaftar hingga saat ini ada 10 perusahaan, dengan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 309, jabatan sebanyak 41, sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Tenaga Kerja. Informasi Selengkapnya Untuk update terbaru mengenai Jakarta Pusat Job Festival 2025, masyarakat dapat memantau akun resmi Instagram @sudin_naker_jakpus, Sudin Naker JakPus. Kegiatan ini diharapkan dapat mempertemukan perusahaan dengan pencari kerja secara langsung maupun online, serta membuka peluang kerja seluas-luasnya bagi masyarakat Jakarta Pusat dan sekitarnya. Jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk menemukan karier impian Anda! Ikuti terus informasi lowongan kerja (loker) lainnya melalui rubrik Info Loker 1miliarsantri.net. Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto : Kemenaker.Go.Id

Read More

Rangkaian Peringatan Hari Santri Nasional Resmi Dibuka Menteri Agama, Ini Makna Logo Hari Santri Nasional 2025

Menteri Agama Secara Resmi Membuka Rangkaian Hari Santri 2025 di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Jombang – 1miliarsantri.net: Rangkaian peringatan Hari Santri Nasional 2025 telah secara resmi dibuka oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, 22 September 2025. Dalam kesempatan pembukaan rangkaian peringatan Hari Santri Nasional 2025, Menteri Agama juga mengungkapkan rencana pemerintah terkait penguatan pondok pesantren. Kemenag akan menghadirkan Eselon I untuk menggantikan Eselon II dalam mengurus pondok pesantren. “Selama ini pondok pesantren diurus eselon II. Insya Allah, dalam waktu tidak lama lagi akan keluar ketetapan untuk menjadikannya diurus oleh satu eselon I tersendiri,” ujar Menag Nasaruddin Umar di Jombang, Jawa Timur, Senin (22/9/2025). Kemandirian Pesantren dan Kuatnya Pesantren Menunjukan Kekuatan Bangsa Nasarudin mengatakan, pesantren sejak dulu dikenal mandiri. “Kemandirian ini tidak boleh hilang. Namun, bukan berarti pemerintah lepas tangan. Buktinya, kita punya Undang-Undang Pesantren dan sekarang sedang dalam proses penguatan kelembagaan,” dikutip dari Kemenag.Go.Id Lebih lanjut Menag menambahkan, pemilihan Ponpes Tebuireng sebagai lokasi pembukaan Hari Santri 2025 penuh makna. “Di sinilah dimulai Resolusi Jihad yang kemudian menjadi cikal bakal Hari Santri. Tahun ini kita mengenang satu dasawarsa pengakuan negara terhadap santri,” terang Nasarudin. “Kalau pesantren kuat, bangsa ini juga akan kuat,” tegas Menag. Logo Hari Santri Nasional Mengusung tema besar, “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”, logo ini merepresentasikan tekad santri untuk tetap berada di garda terdepan menjaga bangsa, sekaligus menatap jauh ke cakrawala global. Pitra Cakrawala, Logo Hari Santri Nasional diberi nama “Pita Cakrawala.” Pita, adalah simbol ikatan yang menyatukan keberagaman menjadi satu kesatuan yang indah. Sementara itu, Cakrawala adalah lambang keluasan pandangan dan batas tak bertepi. Santri adalah Pita Cakrawala: Ikatan yang menguatkan bangsa, perjalanan yang tak pernah berhenti, pandangan luas yang menuntun langkah menuju masa depan. Penjelasan lengkap bisa diakses melalui: LOGO HARI SANTRI NASIONAL 2025. Ikuti terus artikel 1miliarsantri.net dalam rangkaian Hari Santri Nasional 2025, dengan tajuk #SantriIndonesiaMenyapaDunia Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto istimewa Kemenag

Read More

Adab First: Cultivating Character Through Language

Bondowoso – 1miliarsantri.net : “Knowledge without adab is like fire without light.” This powerful adage reminds us that knowledge by itself may burn intensely—but without the light of character, it may also consume and blind. How, then, can we pursue a foreign language—especially English—without losing the essence of Islamic etiquette? In today’s interconnected world, English opens doors: access to higher education, broader career opportunities, and platforms for global da‘wah. Yet fluency alone is hollow if it lacks moral grounding. Before we master grammar and vocabulary, we must plant our roots in adab—principles that guide how we speak, listen, and express ourselves. The Case for “Adab First” The Prophet ﷺ declared seeking knowledge as a duty for every Muslim. But scholars emphasize an important caveat: adab must precede and accompany knowledge. The Qur’ān commands: “And say, ‘My Lord, increase me in knowledge.’” (20:114) This invocation reveals more than a desire to learn; it signals humility, reverence, and awareness of our dependence on Allah. In our journey to master English, adab serves as a safeguard—protecting our faith, preserving our identity, and ensuring our manners grow alongside our language skills. In a world that often equates fluency with status, adab ensures our words bear dignity and purpose. Embodying Adab in English Learning To let adab become second nature in your language learning, incorporate the following principles:  Your first lesson must be planted in the heart. You learn not just for scores, jobs, or prestige—but as a means to benefit others, spread knowledge, and serve a higher cause.  When choosing expressions, avoid slang or idioms that clash with Islamic values. Favor words that reflect respect, honor, and dignity in every context.  Whether online or face to face: greet kindly, listen intently, and offer feedback with humility. Our manners shape the tone of learning spaces.  Engage with positive aspects of Western culture—innovation, diversity, creativity—but reject harmful elements gently and thoughtfully.  Let your English be used to motivate, uplift, and encourage. Avoid ridicule, gossip, or mockery. May each sentence become a small act of worship. Practical Steps to Learn English with Adab Transforming these ideals into habit requires strategy: See English as an amanah (trust) from Allah, not a burdensome task. This shifts learning from obligation to privilege. Start your word bank with Islamic terms—mercy, guidance, gratitude—so that new language stays anchored in your beliefs.  Take part in English-language da‘wah groups, write blog posts on Islamic themes, or converse online in uplifting ways. Choose media—books, lectures, podcasts—that reinforce noble character. Block or discard content that degrades values. Overcoming Challenges Learning with adab is not without its trials. Solution: Balance your exposure by following Muslim creators who model adab in English communication. Solution: Use filters, set clear boundaries, and replace harmful input with beneficial material. Solution: Find mentors—Muslim or native speakers—who prioritize eloquence with integrity. Let them guide your articulation. A Call to Reflect and Act Adab is the illuminating force that perfects knowledge. If English is suffused with etiquette, it becomes an instrument for da‘wah, influence, and upliftment—not mere communication. Let us strive not only to speak English—but to grace it with adab in every phrase. May Allah purify our intentions and beautify our speech. “O Allah, beautify our words with adab and use our tongues in what pleases You.” Begin your English journey grounded in respect, humility, and purpose—and may it benefit many souls. Writer: Glancy Verona Editor: Abdullah al-Mustofa Ilustrasi by AI

Read More
Jusuf Hamka

Inspirasi Pengusaha Muslim Sukses dengan Prinsip Gigih, Amanah, dan Sedekah ala Jusuf Hamka (Babah Alun)

Surabaya – 1miliarsantri.net: Pada usia 15 tahun, seorang remaja bernama Alun Josef, atau sekarang yang sudah kita kenal sebagai Jusuf Hamka hanya berani bermimpi menjadi tukang parkir. Anak dari seorang dosen dan guru itu sering kali pulang sekolah sambil mendorong termos berisi es mambo untuk dijajakan. Kadang ia juga membawa kacang goreng atau dagangan asongan lain, sekadar menambah uang jajan. Dari hasil berjualan keliling di sekitar Masjid Istiqlal, ia memperoleh Rp 120 sehari. Tak jarang pembeli memberikan uang kembalian, hal itu menambah semangat kecilnya. Sejak itu, ia terbiasa memupuk mimpi. Buku-buku motivasi tentang cara menjadi orang sukses menjadi bacaan favoritnya. Walau awalnya ia mengira hanya bualan, justru dari sanalah pola pikirnya terbentuk: janji harus ditepati, tanggung jawab dijaga, dan loyalitas ditanamkan. “Mimpi itu perlu. Jangan jadikan mimpi tercecer di jalanan. Bikin mimpi itu jadi kenyataan,” kenangnya suatu ketika. Dari Alun Josef ke Muhammad Jusuf Hamka Perjalanan hidupnya membawa Alun bertemu dengan sosok besar: Buya Hamka. Pada 1981, ia mantap mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan ulama kharismatik itu. Nama “Josef” pun berubah menjadi Muhammad Jusuf. Tiga bulan kemudian Buya menambahkan nama “Hamka” sebagai pengikat spiritual sekaligus amanah dakwah. Sejak itulah, Jusuf tidak hanya meniti karier, tetapi juga meyakini bahwa harta sejati ada pada kebermanfaatan. Ia kerap mengulang nasihat Buya, “Harta yang kamu makan akan jadi kotoran, harta yang kamu simpan akan jadi rebutan, tetapi harta yang kamu sedekahkan akan jadi tabungan kekal di akhirat.” Pahit Manis Perjalanan Bisnis Perjalanan bisnis yang dijalani Jusuf tidak selalu mulus. Saat krisis 1998 melanda, ia mengalami kerugian besar, ratusan juta dolar hilang hanya dalam hitungan jam. Dengan hati yang berat, ia pulang ke rumah, memeluk istrinya, dan memohon maaf. Setelah itu, ia mengambil sajadah dan bersujud.  Dalam doanya, ia pasrah seraya berkata, “Ya Allah, musibah ini aku terima. Harta yang dulu Engkau titipkan kini Engkau ambil kembali. Aku ikhlas. Tapi mohon, beri aku kesehatan, kesempatan, dan kekuatan berpikir. Insya Allah aku akan bangkit kembali.” Air mata istrinya jatuh mendengar doa itu, tetapi justru dialah yang menguatkan sang suami. Dengan lembut ia berkata, “Pa, jangan disesali. Kita bisa mulai lagi.” Dari titik terendah itulah, Jusuf belajar arti keteguhan. Berpegang pada prinsip kerja keras, kejujuran, dan semangat belajar tanpa henti, ia kembali melangkah hingga bangkit lebih kuat. Baca juga: LMI Berikan Dukungan Usaha ke Pedagang Keliling Prinsip Bisnis Babah Alun Tiga prinsip utama yang selalu ia pegang menjelma menjadi etos kerja yang relevan hingga kini: 1. Kerja Keras, Tiada Jalan Pintas Jusuf Hamka pernah mengalami masa sulit hingga harus berjualan di pinggir jalan. Namun, ia tidak pernah menyerah. Baginya, kerja keras adalah kunci. Prinsip ini sejalan dengan ajaran Islam bahwa rezeki diperoleh melalui usaha yang sungguh-sungguh. Allah SWT berfirman: وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ Artinya:  “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39). Ayat ini menegaskan bahwa kesuksesan bukanlah hadiah instan, melainkan buah dari usaha dan kerja keras. 2. Kejujuran: “My Word is My Bond” Salah satu prinsip yang terkenal dari Babah Alun adalah “my word is my bond” (janji adalah ikatan). Dalam bisnis, ia selalu menekankan pentingnya menepati janji dan menjaga kepercayaan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang jujur lagi amanah, akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada.” (HR. Tirmidzi). Kejujuran bukan hanya etika, tetapi juga modal utama dalam membangun bisnis berkelanjutan. Reputasi yang baik lahir dari konsistensi memegang amanah. 3. Selalu Belajar untuk Merangkul Perubahan Meskipun telah menjadi pengusaha besar, Jusuf Hamka tidak pernah berhenti belajar. Ia terbuka dengan ide-ide baru, beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan rendah hati menerima masukan. Sikap ini mencerminkan pesan Buya Hamka, ayah angkatnya yang selalu menekankan pentingnya ilmu sebagai cahaya kehidupan. Imam Syafi’i pernah berkata: “Barang siapa yang tidak mau merasakan pahitnya belajar walau sesaat, ia akan menanggung hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.” Dengan terus belajar, pengusaha dapat bertahan dalam tantangan zaman yang terus berubah. Baca juga: Usaha Syariah ‘Meraih Laba’ Tanpa Kehilangan Berkah Jejak yang Menginspirasi Kini, sosok yang dulunya hanya bermimpi menjadi tukang parkir telah menjelma sebagai pengusaha jalan tol dan dermawan. Ia pernah menjabat di berbagai perusahaan besar: mulai dari Sinar Mas, Indomobil, Indocement, hingga PT Indosiar Visual Mandiri. Namun yang lebih membanggakan, ia konsisten membangun masjid di berbagai tempat sebagai wujud rasa syukurnya. Kisah Prinsip Bisnis Babah Alun (Jusuf Hamka) adalah pengingat bahwa kesuksesan bukanlah warisan, melainkan perjuangan. Dari gerobak es mambo hingga mimbar dakwah, dari krisis hingga kejayaan, ia menunjukkan bahwa kerja keras, kejujuran, dan belajar adalah bekal yang tak lekang oleh zaman. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad). Dan di situlah, keberhasilan sejati seorang Babah Alun berada, bukan hanya pada jalan tol yang ia bangun, tetapi juga pada jalan kebaikan yang ia buka untuk sesama. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: rumah123.com

Read More
digital marketing

Potensi Digital Marketing Syariah, Dapat Untung dengan Prinsip Islami

Surabaya – 1miliarsantri.net: Perkembangan teknologi telah mengubah wajah dunia bisnis secara drastis. Perusahaan besar maupun usaha kecil kini berlomba-lomba memanfaatkan digital marketing sebagai strategi utama untuk bertahan dan berkembang. Penulis  sendiri pernah bekerja di sebuah perusahaan yang sudah 30 tahun berdiri. Perusahaan itu memiliki sejarah panjang dengan sistem konvensional, mengandalkan pemasaran langsung, brosur, hingga jaringan pelanggan lama. Namun, seiring berjalannya waktu, cara lama tidak lagi efektif. Persaingan semakin ketat, konsumen semakin cerdas, dan perilaku belanja bergeser ke dunia digital. Akhirnya, perusahaan memutuskan merekrut talenta digital marketing agar mampu bersaing di era baru. Di titik inilah muncul pertanyaan penting, bagaimana agar digital marketing yang kita jalankan tetap sesuai dengan syariat Islam? Dan melalui artikel ini, sengaja penulis paparkan agar kita bisa belajar bersama. Perbedaan Digital Marketing Modern  dan Digital Marketing Syariah Meski sama-sama menggunakan media digital, ada perbedaan mendasar antara pemasaran modern dan pemasaran syariah. Perbedaan ini tidak hanya soal media, tetapi juga terkait tujuan, aturan, hingga etika yang melandasinya. 1. Tujuan Digital marketing modern biasanya berfokus pada penjualan naik dan keuntungan berlipat. Sementara itu, digital marketing syariah tetap ingin meningkatkan penjualan, tetapi orientasinya lebih luas yaitu  mencari keberkahan, kesejahteraan bersama, dan menerapkan  nilai yang diridhai Allah. 2. Prinsip yang dipegang Dalam sistem modern, selama produk laku dan menguntungkan maka  dianggap sah. Berbeda dengan syariah, produk yang dipasarkan wajib halal, akadnya jelas, dan terbebas dari riba maupun gharar. Inilah pondasi yang membedakan keduanya. 3. Strategi yang dipilih Pemasaran modern sering menghalalkan segala cara, mulai dari iklan menyesatkan hingga promosi berlebihan. Sementara itu, strategi syariah menekankan kejujuran, transparansi, dan etika komunikasi.  Rasulullah  bersabda: “Barang siapa menipu maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim) 4. Media yang digunakan Baik modern maupun syariah sama-sama memanfaatkan platform seperti Instagram, TikTok, atau WhatsApp. Bedanya, pemasaran syariah lebih selektif dalam menyusun konten yang tidak menggunakan visual yang melanggar adab, tidak menyebarkan kebencian, dan tidak mengejar tren yang merusak moral. 5. Output dan Dampak Keberhasilan konvensional diukur dari grafik penjualan semata. Sedangkan dalam syariah, ukuran sukses lebih luas yaitu keuntungan yang halal, konsumen yang puas, serta kebermanfaatan bisnis bagi banyak orang. Dari sini jelas bahwa digital marketing syariah bukan hanya tentang cara menjual, melainkan bagaimana menjaga nilai Islam di tengah derasnya persaingan digital. Baca juga: LMI Berikan Dukungan Usaha ke Pedagang Keliling Prinsip-Prinsip Digital Marketing Syariah Jika kita mengupas lebih dalam, ada empat prinsip utama yang menjadi ruh dalam digital marketing syariah, yakni: 1. Rabbaniyah (Spiritualitas Ilahiah) Setiap aktivitas pemasaran harus bernilai ibadah. Artinya, seorang pebisnis muslim tidak sekadar menarik konsumen, tetapi juga menjaga kejujuran dan keadilan dalam promosinya. Dan selalu menganggap Allah sebagai CCTV yang bisa melihat sekecil apapun perbuatan manusia dan yang paling memberikan balasan seadil-adilnya di akhirat nanti. Jadi dalam mengembangkan digital marketing lebih hati-hati. 2. Akhlaqiyah (Etika dan Moralitas) Dunia digital penuh persaingan tidak sehat. Prinsip syariah menuntut marketer tetap menjunjung etika, jujur dalam testimoni, rendah hati, dan menghargai konsumen. 3. Al-Waqi’iyah (Kesesuaian dengan Hukum Islam) Produk dan strategi pemasaran harus sesuai syariat: halal, bebas riba, dan jelas akadnya. Tidak boleh ada penipuan, manipulasi, atau ketidakjelasan. 4. Al-Insaniyah (Kemanusiaan dan Keadilan Sosial) Pemasaran syariah tidak boleh diskriminatif. Ia harus menjangkau semua kalangan, dengan nilai yang memuliakan manusia tanpa memandang ras atau status sosial. Dengan empat prinsip ini, digital marketing syariah menjadi lebih dari sekadar alat promosi. Ia adalah jalan membangun bisnis yang sehat, berkelanjutan, dan diridhai Allah. Baca juga: Usaha Syariah ‘Meraih Laba’ Tanpa Kehilangan Berkah Mari Belajar Digital Marketing untuk Umat Era digital bukan sekadar tantangan, melainkan peluang besar bagi umat Islam. Dengan mempelajari digital marketing syariah, kita bisa membangun ekosistem bisnis yang kompetitif sekaligus penuh keberkahan. Bayangkan jika para pengusaha Muslim, UMKM, hingga generasi muda menguasai strategi pemasaran digital yang berlandaskan syariah. Keuntungannya tidak hanya di dunia, tetapi juga bernilai ibadah di akhirat. Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad) Maka, mari kita jadikan digital marketing syariah sebagai jalan untuk memperkuat ekonomi umat, memberdayakan pelaku usaha, dan menyebarkan kebaikan di dunia maya. Semoga informasinya bermanfaat! Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More

Di Balik Ilusi Solusi Dua Negara, Rakyat Palestina Masih Bertahan

Palestina – 1miliarsantri.net | Solusi dua negara kerap dijual sebagai jalan keluar konflik, namun bagi rakyat Palestina, ia lebih mirip ilusi yang menambah luka lama. Di balik jargon diplomasi, mereka hidup dalam trauma kolektif, kehilangan arah, dan keputusasaan yang merayap. Meski begitu, di tengah reruntuhan, harapan masih tumbuh: kekuatan rakyat yang menolak menyerah, serta solidaritas dunia yang mulai melihat perjuangan Palestina sebagai isu kemanusiaan sejati. Manusia di Balik Narasi Politik Ketika para pemimpin dunia sibuk berdebat tentang solusi politik, dari meja perundingan hingga ruang sidang internasional, ada hal mendasar yang sering terlupakan: manusia. Bukan sekadar angka korban atau statistik di layar televisi, melainkan kehidupan yang terkoyak, keluarga yang tercerai-berai, dan komunitas yang kehilangan arah. Semua jargon diplomasi kerap menutupi kenyataan pahit di lapangan: penderitaan yang tiada henti. Bencana yang Lebih dari Sekadar Angka Konflik yang berkepanjangan melahirkan luka kemanusiaan yang tak tertandingi. Ia bukan hanya soal rumah yang hancur atau ekonomi yang runtuh. Yang lebih menakutkan adalah jejak psikologis yang melekat—trauma kolektif yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebuah masyarakat dipaksa hidup dengan rasa takut, kehilangan, dan harapan yang dikubur hidup-hidup setiap hari. Trauma ini tak hanya melumpuhkan jiwa, tetapi juga melemahkan kemampuan rakyat untuk berperan dalam menentukan masa depan politik mereka sendiri. Gelombang Putus Asa Dalam kondisi serba tertekan, keputusasaan menjadi wabah yang merayap cepat. Ketika janji politik tak kunjung ditepati, ketika pihak yang seharusnya membela justru dituding ikut melanggengkan sistem kolonial, rakyat merasa terbuang. Mereka hidup tanpa kompas, seolah ditinggalkan untuk mengarungi masa depan sendirian. Frustrasi ini bukan hanya melemahkan semangat perjuangan, tapi juga merusak tatanan sosial yang menjadi penopang kehidupan sehari-hari. Ilusi Politik yang Tak Pernah Usai Di meja diplomasi, istilah “solusi dua negara” kerap disebut sebagai jalan keluar. Namun bagi banyak rakyat, itu lebih mirip ilusi ketimbang solusi. Syarat-syarat yang tidak adil hanya akan melahirkan versi baru dari perjanjian lama yang gagal. Energi, waktu, dan dana terbuang untuk sesuatu yang sudah terbukti rapuh, sementara di lapangan, pembersihan etnis terus berjalan tanpa henti. Harapan rakyat pun semakin terkikis, tergantikan oleh rasa skeptis pada semua bentuk kesepakatan yang lahir dari luar suara mereka. Harapan yang Tumbuh dari Akar Rumput Namun, di tengah reruntuhan harapan, ada cahaya kecil yang terus menyala: kekuatan rakyat. Gerakan rakyat di Palestina, meski penuh keterbatasan, tetap menjadi sumber energi yang tak tergantikan. Lebih dari itu, opini publik global mulai bergeser. Dari jalan-jalan kota di Barat hingga ruang-ruang akademik, muncul gelombang solidaritas yang menyoroti Palestina bukan sekadar isu politik, melainkan perjuangan kemanusiaan melawan kolonialisme. Rakyat Sebagai Penentu Dukungan global tentu penting, tetapi kunci utama tetap ada pada kebangkitan rakyat di tanah mereka sendiri. Perlawanan sipil yang otentik, terhubung dengan energi solidaritas internasional, menjadi jalan paling nyata untuk merebut kembali martabat. Inilah cara rakyat menemukan kembali kompas perjuangannya—bukan dengan mengandalkan koordinasi luar yang melemahkan, tetapi dengan meyakini bahwa keadilan adalah hak yang mereka miliki sepenuhnya. Hidup yang Menolak Menyerah Pada akhirnya, kekuatan sejati tidak lahir dari meja perundingan, melainkan dari rakyat yang menolak menyerah pada keputusasaan. Dari keluarga yang tetap menyalakan lampu di rumah yang setengah runtuh, dari anak-anak yang tetap belajar meski sekolah mereka hancur, dari doa-doa yang terus dipanjatkan di balik deru bom. Mereka adalah benih kehidupan yang membuktikan bahwa meski bekas luka menganga, harapan tak pernah benar-benar padam. (***) Penulis: Abdullah al-Mustofa Editor: Toto Budiman Sumber:  ملتقى فلسطين (Palestine Forum) Foto: ABC News, IRNA

Read More

Pengakuan Dunia, Derita Gaza: Legitimasi di Atas Kertas, Air Mata di Bawah Reruntuhan

Gaza – 1miliarsantri.net | Saat para pemimpin dunia berkumpul, memberikan pengakuan resmi atas status kenegaraan Palestina—sebuah kabar yang disiarkan di seluruh penjuru dunia—timbul sebuah pertanyaan krusial dari balik puing-puing: Apakah pengakuan di atas kertas bisa menghentikan kesengsaraan? Pergerakan diplomatik dari negara-negara Barat seperti Prancis, Inggris, Kanada, dan lainnya yang mengakui negara Palestina memang disambut sebagai penegasan legitimasi. Namun, bagi mereka yang hidup di tengah operasi militer yang masih berlangsung dan kelaparan hebat, pengakuan itu terasa “tidak berharga”. Fokus utama, jauh melampaui peta dan batas negara, adalah kebutuhan paling mendasar: diakui sebagai manusia biasa. Suara di Tengah Fajar yang Kelabu Kenyataan di Gaza saat ini adalah medan perang yang menghancurkan. Seluruh wilayah berada dalam reruntuhan. Hampir semua penduduk Palestina telah mengungsi. Dalam konteks penderitaan ini, Adeeb Abu Khalid, seorang pengungsi dari Kota Gaza, menyampaikan inti dari harapan mereka: “Yang penting bagi kami adalah perang berhenti,”. Ia menambahkan bahwa saat ini, mereka hidup dalam kelaparan, diliputi kesengsaraan. Data Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan betapa parahnya situasi ini, dengan setidaknya 65.000 orang tewas, di mana sekitar setengahnya adalah perempuan dan anak-anak. Di tengah statistik yang mengerikan ini, pengakuan internasional terasa begitu jauh. Huda Masawabi, seorang pengungsi lainnya, mengungkapkan perasaannya secara lugas, menyatakan bahwa yang ia harapkan hanyalah agar Allah membuat orang-orang di luar sana mengakui mereka, atau setidaknya memperlakukan mereka sebagai “manusia biasa semata”. Air Mata dan Drama ‘Serial TV’ Bagi banyak orang, pergerakan diplomatik ini hanyalah sebuah tontonan yang tidak memiliki dampak jangka pendek di lapangan. Di Tepi Barat, wilayah yang diimpikan menjadi jantung negara Palestina masa depan, kenyataan dipertentangkan dengan perluasan permukiman Israel dan peningkatan kekerasan pemukim. Tragedi kemanusiaan terekam dalam momen yang tak terlupakan, seperti tangisan pilu Omar Al-Zaqzouq, yang berusia 7 tahun, yang berduka di atas jenazah adik laki-lakinya, Malek, yang baru berusia 2 tahun, terbunuh dalam serangan militer. Melihat pemandangan ini, Murad Banat, seorang pria Palestina yang mengungsi, merasakan keputusasaan atas janji-janji yang diberikan dunia. Ia menyebut pengakuan terbaru ini “hanya omong kosong”. Ia membandingkan dunia yang menonton mereka dengan teater: “Semua orang menonton kami seperti drama. Seperti serial TV, setiap hari ada serial TV,”. Mohammad Hammad dari Kamp Jenin juga merasakan hal serupa, menegaskan bahwa semua pengakuan ini “tidak ada artinya,” karena mereka masih berada di bawah pendudukan. Secercah Harapan di Tengah Keteguhan Meskipun keraguan menyelimuti, ada juga yang menemukan sedikit penghiburan dari dukungan global ini. Bagi sebagian orang, pengakuan negara ini memperkuat tekad mereka. Saeed Abu Elaish, seorang petugas medis yang kehilangan banyak anggota keluarga, termasuk istri dan dua putrinya, percaya bahwa pengakuan tersebut merupakan seruan untuk menghentikan genosida dan pembantaian di Gaza, serta penghentian perambahan pemukim di Tepi Barat. Naser Asaliya, seorang pengungsi dari Kota Gaza, berharap pengakuan ini akan memberikan dampak positif, apa pun keadaannya. “Kami adalah orang-orang yang terlanda musibah, dan kami mengharapkan apa pun yang membuat kami bahagia, tidak peduli betapa sederhananya, apa pun yang mendukung kami, memperkuat keteguhan kami di tengah blokade yang tidak adil ini,” katanya. Intinya, apa yang diinginkan oleh rakyat Palestina bukanlah sekadar negara nominal, tetapi negara yang berdaulat penuh yang menjaga perbatasannya, idealnya berdasarkan batas 5 Juni 1967. Selama perang belum berhenti dan kesengsaraan masih membayangi, legitimasi sejati yang mereka dambakan bukanlah pengakuan diplomatik, melainkan pengakuan atas hak mereka untuk hidup, dalam damai, sebagai manusia yang utuh dan berdaulat.  (***) Penulis: Abdullah al-Mustofa Editor: Toto Budiman Sumber: The Associated Press Foto: The New Arab, Anadolu Ajansi, The Wall Street Journal Youtube Channel

Read More
Masjid Nabawi

3 Wisata Religi Madinah Selain Masjid Nabawi

Surabaya – 1miliarsantri.net: Dulu kalau mendengar kota  Madinah yang diingat hanya Masjid Nabawi dan Quba. Tapi setelah mengunjungi Madinah di akhir tahun 2024 jadi tahu bahwa ada 3 masjid dekat Masjid Nabawi yang menyimpan jejak bersejarah sahabat nabi. Pertama kali masuk Masjid Nabawi melalui gate 310. Dalam perjalanannya kesana melewati Masjid Al-Ghamamah dan Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selain itu merasa bersyukur karena  lokasi hotel di Madinah “Manazel Al-Falah” berderet dengan Masjid Ali bin Abi Thalib bahkan hanya semenit menuju Masjid Nabawi melalui gate 315. Saat hari terakhir di Madinah, tepatnya setelah subuh memberanikan diri untuk jalan sendiri mengunjungi 3 masjid bersejarah itu. Yang dari awal memandangnya ada sebuah ketertarikan hati untuk mengunjunginya. Mengunjungi masjid-masjid bersejarah ini adalah salah satu cara untuk menghidupkan syiar Islam serta menguatkan iman. Dan tanpa basa basi lagi, yuk langsung lihat daftar 3 masjid berseharah tersebut di bawah ini! 1. Masjid Ali bin Abi Thalib Masjid ini mudah ditemukan ketika keluar dari gate 315 Masjid Nabawi tepatnya di jalan As-Salam. Jarak dari Masjid Nabawi sekitar 290 meter. Masjid ini pertama kali dibangun pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (87–93 H). Lalu pada tahun 1411 H, Raja Fahd memperlebar masjid  hingga 682 meter dan menambahkan menara setinggi 26 meter. Dulunya lokasi masjid ini merupakan teras rumah Ali bin Abi Thalib. Bahkan Nabi Muhammad pernah shalat ied di masjid Ali.  Masjid ini dibangun untuk mengenang pengabdian Ali bin Abi Tablin  yang merupakan sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad. Arsitektur masjidnya bernuansa putih sederhana yang memiliki satu kubah utama dan satu menara pucuk hitam. Masjid Ali bin Abi Thalib mengingatkan kita bahwa keberanian dan keteguhan hati harus diiringi dengan kerendahan hati. Ali bin Abi Thalib bukan hanya menantu Rasulullah, tetapi juga sosok yang setia pada kebenaran, sehingga masjid ini menjadi simbol pengabdian tanpa pamrih. Baca juga: Sejarah Partai Syarikat Islam, Sebelum Terlahirnya Boedi Oetomo dan Sumpah Pemuda 2. Masjid Al-Ghamamah Pertama kali mau shalat Maghrib di Masjid Nabawi, pernah melewati sebuah masjid yang kubahnya penuh dengan burung merpati dan dinaungi awan sore menyejukkan. Melihat masjid itu serasa dibawa ke zaman Nabi, karena bangunan tua yang indah. Ternyata itu adalah Masjid Ghamamah/Al-Mushalla. Masjid ini mudah ditemukan ketika keluar dari gate 310 Masjid Nabawi. Dengan Masjid Nabawi berjarak sekitar 300 meter. Al-Ghamamah berada di sekitar Pasar Tamar. Masjid ini pertama kali dibangun oleh Khalifah Umar bin Khattab tepatnya di posisi tempat shalat rasulullah. Bangunan masjid Ghamamah terkini merupakan renovasi dari Sultan Abdul Majid al-Ustmani. Di era  Raja Fahd pernah diperbaiki kembali pada 1411 H. Arsitektur masjid ini ada tiga kubah besar yang selalu dihinggapi burung merpati dan ada menara puncaknya. Didominasi dengan warna cream. Dan dinding masjidnya dari batu alam berwarna abu-abu.  Sebelumnya area masjid ini merupakan lapangan lapang di kawasan al-Manakha. Pada tahun kedua hijrah, rasulullah pernah shalat Idul Fitri atau Idul Adha. Masjid ini dinamakan “Al-Ghamamah” yang dalam bahasa arab berarti “awan”. Dulu di lokasi masjid ini Nabi Muhammad melaksanakan shalat istisqa dan berdoa agar turun hujan dikala penduduk Madinah diserang kekeringan akut yang membuat masyarakat kesusahan. Setelah istiqomah itu, muncullah awan yang menjadi tanda turun hujan deras. Abu Hurairah ra meriwayatkan: “Setiap kali Rasulullah melewati Al-Mushalla (tempat shalat), beliau menghadap kiblat lalu berdoa.” (HR. Bukhari). Kisah turunnya hujan di Masjid Ghamamah ini memberikan pelajaran bahwa kunci menghadapi masa sulit adalah bersabar. Dan ketika hidup terasa kering tetaplah terus berdoa sepenuh hati maka karunia Allah akan datang. Yang pasti berdoa dan berharap kepada Allah tidak akan pernah mengecewakan. Allah pasti mendengar dan akan mengabulkannya di waktu terbaik. Masjid Al-Mushalla dibuka untuk shalat sunnah seperti Dhuha dan tahiyatul masjid. Tapi cuma bisa diakses untuk jamaah laki-laki. Baca juga: Umar bin Khattab: Pilar Keadilan dan Ketegasan dalam Sejarah Islam 3. Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah mengunjungi Masjid Al-Ghamamah bisa langsung berkunjung ke Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq, soalnya berseberangan hanya berjarak 40 meter. Sedangkan jarak ke Masjid Nabawi hanya 335 meter. Masjid bersejarah ini dulunya rumah Abu Bakar. Dan di lokasi inilah menjadi tempat shalat Idul Fitri dan Idul Adha oleh Rasulullah. Walau nabi sudah tiada, Abu Bakar meneruskan kebiasaan baik untuk shalat di area itu. Hal itu menunjukkan kesetiaan yang tulus. Masjid ini dibangun oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekitar tahun 50 H. Bentuk masjid sekarang itu merupakan hasil renovasi Sultan Mahmud II pada tahun 1255. Dan pada tahun 1411 H direnovasi oleh Raja Fahd tanpa memperbaharui bangunan asli. Yang paling khas dari masjid ini adalah bentuk daun pintu yang disinyalir sebagai pintu asli dari rumah Abu Bakar. Masjid Abu Bakar tidak sebegitu lebar dibandingkan Masjid Ghamamah. Masjid ini ada satu kubah utama yang selalu dihinggapi burung merpati dan ada satu menara besar agak menggelembung. Dan dinding masjid dari batu alam berwarna abu-abu. Shalat di masjid ini menghadirkan refleksi mendalam. Abu Bakar dikenal dengan ketulusan dan kerendah hatiannya. Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorang pun yang lebih utama setelah para Nabi daripada Abu Bakar.” (HR. Thabrani). Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq menyimpan pesan tentang kepemimpinan yang tulus dan rendah hati. Abu Bakar tidak mencari kehormatan, tetapi ia mengabdi sepenuhnya untuk menjaga amanah umat.  Kesetiaannya pada Rasulullah dan Islam menjadi teladan bahwa kekuatan seorang pemimpin bukanlah pada kekuasaan, melainkan pada kejujuran, kesetiaan, dan pengorbanan. Perjalanan singkat menyusuri tiga masjid ini membuat penulis merasa seakan berjalan di lorong sejarah. Dari Masjid Ali, ke Masjid Ghamamah, hingga Masjid Abu Bakar, setiap langkah diwarnai kisah tentang iman, doa, dan kepemimpinan. Jika kamu berkesempatan umroh, sempatkanlah menapaki jejak ini. Insya Allah, wisata religi Madinah ke tiga masjid bersejarah ini akan menambah makna perjalanan spiritual Anda, menghidupkan syiar, dan menguatkan iman di tanah penuh berkah. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More
Sejarah Saqifah Bani Sa’idah

Sejarah Saqifah Bani Sa’idah, Tempat Baiat Abu Bakar Sebagai Pelayan Umat yang Rendah Hati

Surabaya – 1miliarsantri.net: Sehari menjelang meninggalkan Madinah menuju Mekkah, sore itu muthawif  mengajak menelusuri tempat bersejarah di depan pelataran Masjid Nabawi.  Sebuah taman kecil yang terasa sederhana namun penuh makna. Setelah itu di Tengah teriknya matahari muthawif memberikan kajian sejarah tempat ini kepada rombongan umroh. Muthawif menerangkan, “Inilah Saqifah Bani Sa’idah, tempat bersejarah yang menjadi saksi lahirnya kepemimpinan Islam pasca wafatnya Rasulullah.” Saat melihatnya, pikiran terbayang pada peristiwa 14 abad silam, di mana para sahabat berkumpul untuk mencari sosok yang akan menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin umat. Sejarah Saqifah Bani Sa’idah Saqifah Bani Sa’idah dulunya adalah bangunan beratap milik kabilah Bani Sa’idah dari suku Khazraj, salah satu suku besar di Madinah.  Tempat itu digunakan untuk musyawarah dan pertemuan kaum Anshar. Di depannya terdapat halaman luas serta sumur milik Bani Sa’idah, sehingga sering menjadi titik berkumpul masyarakat. Kini, bangunan itu telah menjadi taman berpagar yang hampir selalu terkunci, hanya sesekali dibuka untuk wisatawan religi. Meski sederhana, tempat ini menyimpan peristiwa monumental: musyawarah pemilihan khalifah pertama umat Islam. Baca juga: Sejarah dan Perkembangan Musik Dalam Peradaban Islam Musyawarah Tiga Calon Khalifah Setelah Rasulullah wafat pada tahun 11 Hijriah, kaum Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah untuk memilih pemimpin Madinah. Mereka mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai calon. Namun ketika kaum Muhajirin hadir, mereka berpendapat bahwa bukan hanya Madinah yang butuh pemimpin, tetapi seluruh umat Islam. Tiga tokoh muncul sebagai calon, Sa’ad bin Ubadah dari Anshar, Ali bin Abi Thalib dari keluarga Bani Hasyim, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq dari Muhajirin Quraisy. Diskusi berlangsung hangat, hingga akhirnya Umar bin Khattab menyatakan baiat kepada Abu Bakar. Umat pun sepakat memilihnya sebagai khalifah pertama karena kedekatannya dengan Rasulullah dan kepemimpinannya yang bijak. Pidato Abu Bakar Sebagai Khalifah Setelah dibaiat, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyampaikan pidato bersejarah di hadapan umat Islam. Dengan penuh kerendahan hati, beliau berkata: “Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jika aku benar, bantulah aku; jika aku salah, luruskanlah aku. Orang kuat di antaramu akan aku pandang lemah sampai aku ambil hak darinya. Orang lemah di antaramu akan aku pandang kuat sampai aku kembalikan haknya kepadanya. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban bagimu untuk mentaatiku. Berdirilah kalian untuk shalat, semoga Allah merahmati kalian.” Pidato ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam bukanlah soal kekuasaan, melainkan amanah. Abu Bakar menempatkan dirinya bukan sebagai penguasa mutlak, tetapi sebagai pelayan umat yang lapang dada dikoreksi jika keliru. Baca juga: Gua Hira, Tempat Sejarah Sangat Penting Bagi Umat Islam Hikmah yang Bisa Dipelajari Peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah mengajarkan pentingnya musyawarah dalam menentukan pemimpin. Al-Qur’an menegaskan: وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۚ Artinya:  (juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.(QS. Asy-Syura: 38). Selain itu, pidato Abu Bakar meneguhkan bahwa seorang pemimpin sejati adalah yang rendah hati, berani dikritik, dan menjadikan ketaatan kepada Allah sebagai ukuran utama. Hal ini menjadi teladan bagi siapa pun yang dipercaya memegang amanah, baik sebagai pemimpin umat, pemimpin keluarga, maupun pemimpin diri sendiri. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More

Total Ada 25 Hari! Berikut SKB 3 Menteri tentang Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026

Bekasi – 1miliarsantri.net: Tahun 2025 yang sudah memasuki bulan ke 9 atau Bulan September, menandakan bahwa tidak kurang dari 4 bulan lagi tahun 2025 akan segera berganti menjadi tahun 2026. Pergantian tahun selalu menjadi momen yang Istimewa karena membawa harapan baru akan kehidupan yang lebih baik.   Momen pergantian tahun tentu diikuti dengan berbagai rencana baru. Pada setiap bulannya akan ditemui hari libur Nasional bahkan cuti bersama yang biasanya menjadi hal yang paling ditunggu oleh sebagian besar pekerja. Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama merupakan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga atau orang-orang terdekat serta sejenak melepas penat dari aktivitas pekerjaan yang melelahkan. Mengenai penetapan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2026, pemerintah secara resmi telah menetapkan total sebanyak 25 hari yang terdiri dari 17 hari libur Nasional serta 8 hari cuti Bersama Ketetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Bersama (SKB) Nomor 1497 Tahun 2025, Nomor 2 Tahun 2025, dan Nomor 5 Tahun 2025 mengenai Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2026 yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Baca juga: Peringatan Hari Jantung Sedunia 2025, Sejarah hingga Cara Memperingati Pada surat tersebut disebutkan bahwa penetapan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama dilaksanakan dalam rangka efisiensi dan efektivitas hari kerja serta memberi pedoman bagi instansi pemerintah dan swasta dalam melaksanakan hari libur Nasional dan cuti bersama tahun 2026 Selain itu, untuk diketahui bahwa penetapan cuti bersama tersebut nantinya akan mengurangi hak cuti tahunan pegawai/karyawan/pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku pada setiap unit kerja atau satuan organisasi, lembaga atau perusahaan. Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2026 berdasarkan SKB 3 Menteri Hari Libur Nasional 2026 Cuti Bersama 2026 Baca juga: BI Jaga Momentum, Bunga Acuan Diturunkan Bertahap dari 5 hingga 4,75 Persen Penulis: Gita Rianti D Pratiwi Editor: Glancy Verona Ilustrasi By AI

Read More