KTT Arab-Islam tekankan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Palestina

Riyadh — 1miliarsantri.net : Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang digelar di Riyadh, Arab Saudi menyepakati resolusi gencatan senjata dan kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Mereka juga menegaskan, gangguan terhadap Masjid al-Aqsa akan jadi garis merah soal bagaimana menyikapi Israel. “Kami menegaskan kembali kedaulatan penuh Negara Palestina atas Yerusalem Timur yang diduduki, ibu kota abadi Palestina,” bunyi salah satu poin resolusi yang disepakati, seperti dilansir Aljazirah Arabia, semalam. Pernyataan itu menambahkan bahwa Masjid al-Aqsa adalah “garis merah” yang tak boleh diterobos Israel. KTT tersebut mengutuk “tindakan agresif Israel yang menargetkan tempat-tempat suci Islam dan Kristen di kota Yerusalem dan mengubah identitasnya”. Mereka juga menyerukan masyarakat internasional untuk menekan Israel agar menghentikan tindakan tersebut. Israel saat ini mengeklaim Yerusalem sepenuhnya sebagai ibu kota mereka. Sementara Palestina sejak lama mendambakan Yerusalem Timur, lokasi Masjid al-Aqsa bertempat sebagai ibu kota mereka. Sejak pemerintahan sayap kanan Israel yang dipimpin perdana menteri Benjamin Netanyahu terbentuk pada 2022 lalu, wacana pencaplokan bahkan penghancuran Masjid al-Aqsa menguat. Ancaman terhadap Masjid al-Aqsa itu juga salah satu alasan para pejuang Palestina di Gaza menggelar Operasi Topan al-Aqsa pada 7 Oktober 2023 yang kemudian dibalas secara brutal oleh Israel. KTT Arab-Islam dalam resolusinya juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mengikat untuk gencatan senjata di Gaza, dan juga menyerukan larangan ekspor atau transfer senjata ke Israel. Meskipun menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, KTT tersebut menekankan bahwa tidak akan ada perdamaian sebelum Israel menarik diri dari garis perbatasan pada 4 Juni 1967. Hal ini disampaikan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh KTT Arab dan Islam yang diminta dan dipimpin oleh Arab Saudi untuk membahas perkembangan di Jalur Gaza dan Lebanon. KTT tersebut meminta Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengikat untuk gencatan senjata dan segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza. Para pemimpin mengecam “kejahatan yang mengerikan dan mengejutkan” yang dilakukan oleh tentara Israel di Gaza “dalam konteks kejahatan genosida” terhadap warga Palestina, merujuk pada “kuburan massal, kejahatan penyiksaan, eksekusi di lapangan, penghilangan paksa, penjarahan dan pembunuhan massal.” pembersihan etnis” khususnya di bagian utara Jalur Gaza. KTT tersebut memuji upaya Mesir dan Qatar, bekerja sama dengan Amerika Serikat, untuk mencapai gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza, dan meminta pertanggungjawaban Israel atas penarikan diri dari perjanjian tersebut. Para pemimpin yang berpartisipasi dalam KTT tersebut juga meminta semua negara untuk “melarang ekspor atau transfer senjata dan amunisi” ke Israel. Para pemimpin negara-negara Arab dan Islam menekankan bahwa tidak akan ada perdamaian dengan Israel sebelum penarikannya dari seluruh wilayah Arab yang diduduki “hingga tanggal 4 Juni 1967.” Pernyataan terakhir menyatakan, “Perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan yang menjamin keamanan dan stabilitas bagi seluruh negaranya tidak dapat dicapai tanpa mengakhiri pendudukan Israel atas seluruh wilayah Arab yang diduduki hingga garis 4 Juni 1967,” sesuai dengan relevansinya. Sebelumnya, Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002, yang menetapkan penarikan diri dari seluruh wilayah Arab yang diduduki dan pembentukan negara Palestina dengan imbalan normalisasi hubungan. KTT juga menyerukan “penyediaan segala bentuk dukungan politik dan diplomatik serta perlindungan internasional kepada rakyat Palestina dan Negara Palestina, mencapai persatuan nasional Palestina, dan secara efektif memikul tanggung jawab atas seluruh wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Jalur Gaza, dan menyatukannya dengan Tepi Barat, termasuk kota Yerusalem.” Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan mengatakan – dalam pernyataan terakhir – bahwa komite tripartit yang dibentuk oleh Liga Arab, Organisasi Kerjasama Islam dan Uni Afrika akan bergerak secara diplomatis dalam upaya menghentikan perang di Gaza dan Lebanon. Bin Farhan berharap upaya komite ini akan berpengaruh dan penting. Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melakukan genosida di Gaza, dengan dukungan penuh Amerika, menyebabkan lebih dari 146.000 orang Palestina menjadi syuhada dan terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 10.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menewaskan puluhan orang. anak-anak dan orang lanjut usia, dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Setelah bentrokan dengan faksi-faksi di Lebanon, terutama Hizbullah, yang dimulai sehari setelah Israel melancarkan perang pemusnahan di Gaza, Israel memperluas cakupan pemusnahan sejak 23 September hingga mencakup sebagian besar wilayah Lebanon, termasuk ibu kota Beirut, melalui serangan udara, dan juga memulai invasi darat di wilayah selatan. Agresi Israel di Lebanon mengakibatkan total 3.243 kematian dan 14.134 luka-luka, termasuk sejumlah besar anak-anak dan perempuan, selain sekitar 1.400.000 orang yang mengungsi. Sementara, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta menyerukan agar Dunia Islam memperkuat solidaritas dengan perjuangan rakyat Palestina dan bertindak secara konkret dalam membela kemerdekaan bangsa Palestina. “Perjuangan Palestina merebut kemerdekaan adalah dasar pembentukan OKI (Organisasi Kerja Sama Islam). Itulah sebabnya, kita semua adalah Palestina dan harus membantu perjuangan Palestina,” ucap Wamenlu RI di hadapan Pertemuan Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI-Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi, pada Ahad (10/11/2024). Dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Anis menegaskan pentingnya perbuatan nyata negara-negara anggota OKI dan Liga Arab demi menghentikan penindasan Israel atas rakyat Palestina yang tak kunjung berakhir. “Kata-kata harus segera diwujudkan dalam aksi nyata, termasuk dalam memastikan bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan bagi Palestina,” ungkapnya. Wamenlu RI Anis Matta memimpin delegasi Indonesia pada Pertemuan Persiapan KTT Luar Biasa OKI-Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi. KTT Luar Biasa tersebut digelar pada Senin waktu setempat untuk membahas kembali upaya kedua badan tersebut menghentikan kekejian Israel di Palestina dan Lebanon. Melalui media sosial X pada Jumat (8/11), Anis mengatakan bahwa KTT tersebut “dilaksanakan dalam situasi yang krusial di tengah dinamika geopolitik saat ini”. Ia juga berkata, kehadirannya dalam KTT mewakili Presiden Prabowo Subianto. Pertemuan Persiapan KTT dipimpin Arab Saudi dan dihadiri perwakilan negara anggota OKI dan Liga Arab seperti Aljazair, Iran, Lebanon, Mesir, Palestina dan Turki. Kehadiran Indonesia pada KTT Luar Biasa sejalan dengan amanat UUD 1945 untuk senantiasa menolak penjajahan dan mengupayakan perdamaian dunia, serta komitmen Presiden Prabowo Subianto mewujudkan kemerdekaan Palestina, demikian pernyataan Kemlu RI. (dul) Baca juga :

Read More

Rasulullah Mendatangi Bilal Melalui Mimpi

Jakarta — 1miliarsantri.net : Rasulullah Muhammad SAW berpulang ke rahmatullah pada Senin bulan Rabiul Awal, tahun ke-11 Hijriyah. Meski harinya tidak diperdebatkan, tanggal pastinya masih dipenuhi perdebatan di kalangan sejarawan. Ada yang menyatakan tanggal 2 Rabiul Awal. Ada pula yang menyebut tanggalnya adalah 12 Rabiul Awal. Yang pasti, jasad mulia Nabi SAW dikubur sehari setelah wafatnya. Berbagai riwayat menyebutkan, Bilal bin Rabah semenjak wafatnya Rasulullah SAW hanya melakukan azan tiga hari. Sebab, setiap sampai pada lafaz, “aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah” (asyhadu anna Muhammad Rasulullah), ia selalu jatuh tersungkur dan menangis. Siapapun Muslimin yang mendengarkannya juga akan turut terbawa suasana. Terkenang lagi bagaimana saat-saat Rasulullah SAW masih ada di tengah mereka. Begitu sedihnya Bilal akan kehilangan Rasulullah SAW. Sampai-sampai, dia meminta izin kepada khalifah agar boleh pergi dari Madinah. Sebab, kenangan-kenangan tentang Nabi SAW akan tetap menghantuinya. Sampailah hari ketika Rasulullah SAW mendatangi Bilal bin Rabah melalui mimpi. Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya, “Wahai Bilal, mengapa engkau tidak pernah menjengukku lagi?” Bilal terhenyak. Begitu terbangun, ia langsung bergegas menyiapkan kudanya. Segera menuju ke Madinah. Kedatangan Bilal bin Rabah di Madinah diterima dua cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husain. Keduanya lantas meminta agar sang sahabat Nabi mengumandangkan azan begitu waktu shalat tiba. Inilah saat-saat yang teramat dirindukan segenap warga Madinah. Kota itu seakan-akan diliputi kebisuan. Hanya suara azan Bilal yang menggema ke segala penjuru. Betapa terkesimanya mereka karena merasa seolah-olah zaman kembali berputar. Ini seperti ketika kaum Muslimin masih bersama Rasulullah SAW. Seluruh orang Madinah keluar dari rumah masing-masing. Tangis pun pecah mengiringi usainya azan dari lisan Bilal bin Rabah. Bagaimanapun, perasaan Bilal masih belum kuasa untuk tetap tinggal di Kota Nabi. Hanya beberapa hari di sana, ia pun pergi ke Damaskus. Suatu saat, Umar bin Khattab melintasi wilayah Syam. Di Damaskus, sang khalifah bertemu dengan Bilal bin Rabah. Ia bersyukur karena ditakdirkan Allah menjumpai sosok yang lama meninggalkan Madinah itu. Satu permintaan dari sang amirul mukminin, yakni agar Bilal mengumandangkan azan. Ia sungguh-sungguh merindukan suara azan, yang seperti pada zaman Rasulullah SAW. Tidak kuasa, Umar bin Khattab menangis lantaran mengingat kenangan-kenangan bersama Nabi SAW begitu mendengarkan lantunan azan dari lisan Bilal. Sampai ajal menjemputnya, Bilal bin Rabah menetap di Damaskus. Ia wafat pada tahun 20 Hijriyah. (jeha) Baca juga :

Read More

Sumba Ternyata Habitat Asli Komodo

Sumba — 1miliarsantri.net : Tim ilmuwan internasional mengungkap temuan spektakuler di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal bergengsi ‘Proceedings of the Royal Society B’ mengungkap bahwa Sumba menyimpan rahasia besar sebagai habitat purba beragam spesies langka yang kini telah punah. Ekspedisi yang dilakukan Zoological Society of London (ZSL) selama tiga tahun dari 2011 hingga 2014 berhasil mengumpulkan bukti fosil mengejutkan. Penemuan ini membuka tabir misteri keberadaan berbagai spesies unik seperti gajah mini, spesies tikus endemik, hingga kadal raksasa yang pernah mendiami pulau tersebut sekitar 12.000 tahun silam. Yang lebih mencengangkan, tim peneliti menemukan fosil komodo di Sumba. Temuan ini memunculkan hipotesis baru bahwa komodo, yang saat ini hanya dapat ditemukan di Pulau Komodo dan Flores, kemungkinan besar berasal dari Sumba. Sumba merupakan bagian dari kawasan Wallacea, sebuah wilayah kepulauan yang dinamai mengikuti jejak peneliti ternama Alfred Russel Wallace. Wilayah ini mencakup beberapa pulau besar seperti Sulawesi, Lombok, Flores, Halmahera, Buru, dan Seram. “Kami menemukan bukti kuat bahwa Sumba adalah rumah bagi berbagai spesies unik yang telah punah. Ini membuka perspektif baru tentang sejarah evolusi fauna di kawasan ini,” ungkap Samuel Turvey, Peneliti Senior ZSL, dikutip Selasa (12/11/2024). Meski menyimpan potensi besar, penelitian di Sumba masih sangat terbatas. Minimnya eksplorasi ilmiah di pulau ini disebabkan oleh berbagai faktor. “Tantangan utama penelitian di Indonesia adalah luasnya wilayah kepulauan yang harus dieksplorasi. Masih sedikit peneliti biologi dan paleontologi yang fokus mempelajari keragaman hayati di wilayah ini,” terang Samuel. Para ilmuwan optimis bahwa penelitian lanjutan di Sumba akan mengungkap lebih banyak misteri evolusi spesies di kawasan Wallacea. Temuan ini semakin menarik mengingat pada 2004 lalu, arkeolog menemukan fosil Homo Floresiensis atau ‘hobbit’ di Flores, pulau yang letaknya tidak jauh dari Sumba. (ami) Baca juga :

Read More

Pulau Maratua Akan Dikembangkan Jadi Wisata Premium

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pulau Maratua memiliki pantai dan pemandangan bawah laut indah sudah sejak lama menjadi destinasi wisata unggulan Kabupaten Berau dan Provinsi Kalimantan Timur. Penjabat Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik mengemukakan rencana pemerintah untuk mengembangkan Pulau Maratua menjadi destinasi wisata premium. Dia menilai potensi wisata Pulau Maratua masih bisa dikembangkan agar nilainya menjadi lebih tinggi. “Kita ingin mengembangkan pariwisata yang tidak murah dan tidak murahan. Kita ingin ada klasifikasi wisata yang bisa didatangi secara masif dan ada yang tertentu,” terang Akmal seperti dikutip dalam keterangan pers di Jakarta pada Senin (11/11’2024). Pemerintah daerah terus berupaya untuk mengembangkan usaha pariwisata di wilayah Kalimantan Timur. Daerah wisata seperti Pulau Maratua dan Kakaban di Kalimantan Timur, menurut dia, cocok dikembangkan menjadi destinasi premium. Inisiatif-inisiatif sudah dijalankan untuk mempromosikan daerah wisata Kalimantan Timur seperti Maratua, Sangalaki, Kakaban, dan Derawan kepada wisatawan domestik dan mancanegara. Salah satunya penyelenggaraan Maratua Jazz Festival. (jeha) Baca juga :

Read More

Sumatera menjadi titik kumpul kapal dari Athena, Mesir, dan berbagai kawasan

Tapanuli Tengah — 1miliarsantri.net : Barus adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Terletak di pantai barat Sumatra, 60 kilometer di barat daya Sibolga dan sekitar 70 kilometer di timur laut kota Singkil. Barus adalah sebuah kota kecamatan yang sunyi dan terpencil sekarang ini. Siapa sangka, Barus pada masa-masa kejayaannya sebelum abad ke-17, kota ini masyhur sebagai pelabuhan yang ramai disinggahi kapal-kapal dagang asing terutama dari Cina, India, Arab, Persia, Turki dan Portugis selama berabad-abad. Berita atau catatan tertua mengenai Barus kita dengar dari catatan Ptolomeus, ahli geografi Yunani pada abad ke-2 M, demikian dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia. Menurut Ptolomeus, kapal-kapal dari Athena telah singgah Barus sepanjang abad ke-4 dan ke-3 Sebelum Masehi (SM). Begitu pula kapal-kapal dari era Firaun di Mesir untuk membeli kapur barus atau kamfer, bahan yang diperlukan untuk membuat mumi. Sebagai pelabuhan dagang, kota Barus baru mencapai kemakmuran pada abad ke-7 tidak lama setelah berdirinya kerajaan Sriwijaya. Sumber Cina menyebut Sriwijaya dan Barus sebagai kerajaan kembar. Bahkan I Ching, musafir Cina yang berkunjung ke Sumatra pada abad ke-7 mengatakan bahwa kota Barus merupakan pusat penyebaran aliran Mulasarvastivada, sebuah madzab dalam Buddha Mahayana yang banyak diikuti penduduk Sriwijaya. Tetapi pada abad ke-9 M pedagang-pedagang Arab dan Persia, kemudan Turki, mulai ramai berdatangan ke Barus untuk memperoleh emas, lada, kapur barus, dan lain-lain. Kapur dan lada yang dihasilkan di daerah ini terkenal tinggi mutunya dan merupakan bahan perniagaan penting pada masa itu. Sudah pasti mereka tinggal agak lama di wilayah Barus, karena pelayaran ke negeri asal mereka sangat jauh dan harus menunggu musim yang baik untuk berlayar. Mereka lantas kawin mawin dengan wanita setempat atau wanita pribumi Barus. Sehingga terbentuklah komunitas Muslim yang signifikan di situ. Sebelum nama Barus dikenal, kota ini diberi nama Fansur (Panchur) oleh orang-orang Mandailing dan Batak yang tinggal di sekitarnya. Sebelum suku-suku yang tinggal di sini memeluk agama Islam, dan kemudian Kristen, mereka itu dikenal karena kepandaiannya dalam ilmu sihir. Dalam bahasa Mandailing atau Batak, perkataan Pancur berarti ‘mata air’ dan berdasarkan nama ini orang Arab menyebutnya Fansur. Nama Barus diberikan kemudian oleh orang-orang Melayu yang berduyun-duyun pindah ke tempat ini dan kemudian bercampur baur dengan penduduk asal. Sehingga terbentuklah suku Mandailing yang beragama Islam. Nama Barus itu diberikan mengikuti nama sungai yang biasa dilalui oleh orang-orang Melayu untuk mencapai tempat ini. Bukti-bukti arkeologis belakangan juga telah ditemukan bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang awal di Sumatra seperti Peurlak dan Samudra Pasai, yaitu sekitar abad ke-9 dan ke-10 M, di Barus telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang besar, terdiri dari saudagar-saudagar asing dan keturunan mereka dari perkawinan mereka dengan wanita-wanita pribumi. Prapanca, pujangga Majapahit abad ke-14, dalam buku Nagara Kertagama mengatakan bahwa Barus merupakan negeri Melayu yang penting di Sumatra, yang berhasil dijadikan taklukan Majapahit. Melalui keterangan Prapanca itu, tampak bahwa kota ini telah mempunyai hubungan politik dan dagang dengan kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa pada abad-abad sebelumnya. Seperti kota-kota pelabuhan Melayu lain, Barus ketika itu merupakan pusat perdagangan, transit dan pertukaran barang-barang niaga yang dibawa dari negeri Arab, Persia, India dan Cina. Braginsky (1993) menemukan keterangan tentang Barus dalam Kitab Seribu Satu Malam (abad ke- 11 M), yaitu pada bagian kisah mengenai Sinbad Si Pelaut. Sinbad yang mendarat di Barus menceritakan tentang tempat ini sebagai berikut: “Maka mereka (saudagar-saudagar; VB) bermalam di sebuah tempat yang indah-indah dan selamat, dan aku pun bermalam bersama mereka, dan hatiku terlalu senang sebab aku terbebas dari lembah ular lalu sampai di negeri (yang dihuni) manusia. Waktu hari sudah siang kami bangun dan berjalan di gunung yang besar itu, dan melihat ular yang banyak.” “Kami berjalan sehingga sampai di sebuah taman di pulau yang besar dan indah, maka di taman itu tumbuh pohon-pohon kapur barus, dan setiap satu daripadanya dapat memberi tempat berteduh kepada seratus orang. Maka jika ada orang yang mau mendapat kapur barus, ia pun mengorek lubang di pucuk sebatang pohon dengan sebuah alat yang panjang, lalu mengumpulkan apa (butir-butir kristal; AH) yang menetes dari lubang itu, lantas melelehlah air kapur barus dan mengental bagaikan perekat, beginilah air pohon kapur, dan kemudian pohon itu kering saja dan dipakai sebagai kayu bakar.” Seorang penulis Arab terkenal Sulayman al-Muhri juga mengunjungi Barus pada awal abad ke-16 dan menulis dalam bukunya Al-Umdat al Muhriya fi Dabt al- Ulum al-Najamiyah (1511) bahwa Barus merupakan tujuan utama pelayaran orang-orang Arab, Persia dan India. Barus merupakan sebuah pelabuhan yang terkemuka di pantai barat Sumatra. Pada pertengahan abad ke-16 seorang ahli sejarah Turki bernama Sidi Ali Syalabi juga berkunjung ke Barus dan melaporkan bahwa kota ini merupakan pelabuhan utama di Sumatra. Seorang musafir Portugis, Tome Pires juga telah melawat Barus dan dalam catatan perjalanannya Suma Oriental dia menyatakan: “Sekarang tiba masanya berbicara tentang kerajaan Barus yang kaya dan makmur, yang juga disebut Pancur atau Pansur. Orang-orang dari Gujarat menyebutnya Panchur, dan begitu pula halnya orang Persia, Arab, Keling, Bengali, dan lain-lain. Orang-orang Sumatra (Melayu) menyebutnya Baros atau Barus. Ia merupakan sebuah kerajaan, bukan dua. Berbatasan dengan Tiku di satu pihak dan batas lain adalah wilayah kerajaan Singkil; pedalaman daerah itu berhubungan dengan daerah Minangkabau dan di hadapannya di tengah laut terletak pulau Nias.” “Kerajaan Barus merupakan pusat perniagaan di pulau Sumatra, oleh sebab ia pelabuhan tempat emas dijual dan dibawa, dan juga sutra, benzoin, barus dalam jumlah besar, madu dan barang-barang niaga lain yang amat banyak terdapat di situ melebihi di tempat lain, dan semua pedagang berkumpul di negeri ini.” (man) Baca juga :

Read More

Kisah KH Miftachul Akhyar Jadi Ulama Besar

Jakarta — 1miliarsantri.net : KH Miftachul Akhyar adalah pimpinan tertinggi di jamiyah Nahdlatul Ulama (NU). Kiai asal Surabaya ini menjabat sebagai Rais Aam PBNU 2022-2027. Pengasuh Pesantren Miftachussunnah Surabaya ini merupakan putra kedelapan dari tiga belas bersaudara dari KH Abdul Ghoni. Bagaimana kisah perjalanan Kiai Miftah saat masih menjadi santri hingga saat ini sebagai pimpinan paling tinggi di NU? Menuntut ilmu di pondok pesantren atau nyantri menjadi pengalaman berharga bagi banyak orang. Termasuk bagi tokoh yang saat ini memimpin organisasi Nahdlatul Ulama, KH Miftachul Akhyar. Kiai Miftah pernah menceritakan pengalamannya sebagai santri. Menurutnya, pendidikannya semasa kecil ada di lingkungan rumah, pernah sekolah di Sekolah Rakjat atau SR (kini SD) namun hanya sampai kelas 5 saja. “Sejak kecil saya pendidikannya ya di rumah, dulu ada sekolah SR, ikut pendidikan itu sampai kelas 5. Jadi kemungkinan usia-usia yang masih 8 tahun, lalu mondok,” tutur Kiai Miftach. Kiai Miftach menyampaikan bahwa ia pernah nyantri di Tambak Beras Jombang. Namun durasinya tidak begitu lama. “Mondoknya ini pernah ke Tambak Beras, tapi sejak kecil. Kira-kira tiga tahun di Tambak Beras, ya belum selesai, lalu pindah pada tahun 1967-1969 saya di Sidogiri, saya sampai kelas satu tsanawiyah. Jadi sempat ikut ujian MI-nya, ibtidaiyahnya, kan sana diakui ya,” ucap kiai yang pernah menjadi Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur masa khidmah 2007-2015 ini. Kiai Miftach melanjutkan ceritanya, ia pernah berhenti sejenak mondok selama satu tahun pada 1970-an. Kiai Miftah sampai kena marah abahnya. “Setelah itu kira-kira tahun 1970-an, saya di rumah, istilahnya tidak mondok lah. Setelah satu tahun di pondok, abah marah terus karena saya sudah mutung, tidak mau mondok sampai-sampai saya tidak disapa selama satu tahun, tidak diperhatikan. Baru saya sedikit ada kesadaran, kalau begini terus saya bagaimana? Pergaulan hampir terpengaruh dengan anak-anak di Surabaya. Alhamdulillah akhirnya timbul kesadaran, saya mau mondok lagi, tapi saya meminta pondok yang tidak ada sekolahnya,” jabar Kiai Miftach. Lanjut nyantri di Lasem Setelah timbul kesadaran dan memberikan persyaratan jika mondok kembali, akhirnya Kiai Miftach melanjutkan kembali perjalanannya nyantri dan Pesantren Al-Ishlah Lasem asuhan Syekh Masduqi. “Akhirnya di Lasem itu, tahun 1971 saya mondok di lasem. Alhamdulillah sampai 3 tahun, tahun 1974 saya pulang,” ungkapnya. Rencananya, jelas Kiai Miftah, saat pulang itu dirinya hendak melanjutkan belajar di Makkah di tempat Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, namun karena sakit rencana tersebut terpaksa kandas. “Waktu pulang itu saya maunya ke Makkah, karena waktu itu Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki mau menerima pelajar atau santri dari Indonesia, tapi saya sakit selama satu tahun. Akhirnya tidak jadi ke Makkah. Di pertengahan sakit itu, keluarga dari Lasem datang ke Surabaya untuk menikahkan saya. Jadi saya nikah usia muda, kira-kira 21-22 tahun, tahun 1975 menikah, kira-kira sampai tahun 77 saya di Lasem, setelahnya saya bawa ke Surabaya,” sambungnya. Menurut Kiai Miftach, alasan dirinya mondok di Lasem adalah karena petunjuk dari kakak iparnya. “Saya di Lasem di Kiai Masduqi, di Al-Ishlah, karena kebetulan kakak ipar saya sekurun dengan Kiai Mustofa Lekok, Kiai Dahlan Al-Hafidz Peneleh itu, mondoknya bersama jadi satu, ini yang memberi petunjuk saya untuk ke Lasem. Bahkan saya diantar ke Lasem, jadi ke sana tidak diantar oleh abah karena masih marah, baru sekitar dua bulan abah baru nyambangi karena saya mau mondok lagi. Ya seperti itulah pengalaman, jadi tidak banyak,” imbuh Kiai Miftach. Nyantri dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Sekitar tahun 1977-1978, keinginan Kiai Miftach untuk mengaji dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki terwujud. Namun sedikit berbeda daripada keinginan awalnya, kali ini Kiai Miftach di Malang pada saat Sayyid Muhammad sedang ada di sana. “Kira-kira tahun 1977-1978 itu kan Sayyid Muhammad ke Indonesia, beliau tinggal di Malang, saya dipanggil. Ada 15 pemuda dipanggil untuk ikut daurah, tiap Sabtu-Rabu, saya di Malang, nanti pulang, itu berjalan sampai 6-8 bulan. Itu daurah ula, tapi setelah itu tidak ada daurah lagi,” jelas Kiai Mitach. “Jadi pada saat itu ada Kiai Masbuchin, Kiai Muchith, Kiai Midkhal, dari Langitan ada, ada 15 dari luar Jawa. Dari Sarang ada Gus Najih tapi masih kecil dan datangnya menyusul,” pungkasnya. (jeha) Baca juga :

Read More

Mengenang Para Pahlawan Muslimah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Hari Pahlawan diperingati setiap 10 November. Peringatan ini untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan Indonesia. Dari sekian banyak pahlawan negeri, sebagian adalah pahlawan muslimah. Siapa saja mereka? Sultanah Safiatuddin tercatat sebagai pemimpin wanita pertama di Kesultanan Aceh Darussalam. Beliau diangkat sebagai pemimpin setelah suaminya Sultan Iskandar Tsani wafat pada 1641 M. Dalam masa kepemimpinannya, terdapat pro dan kontra yang timbul tentang hukum seorang perempuan memimpin Aceh. Namun hal tersebut tidak melemahkan semangat Sultanah Safiatuddin untuk menjaga masyarakat. Terbukti selama Sultanah Safiatuddin memimpin, beliau membuat ragam bentuk strategi pemerintahan, seperti mengembangkan ilmu pengetahuan, menjaga stabilitas politik di tengah kolonialisme bangsa barat, membuat sistem pemerintahan yang efektif, mengatur komunikasi politik, ataupun memberikan zakat kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, dalam hal menjaga martabat perempuan di Aceh, Sultanah Safiatuddin juga merancang beberapa strategi, diantaranya menyusun undang-undang khusus tentang wanita, serta strategi mengangkat kedudukan wanita. Pahlawan wanita Indonesia ini juga datang dari Aceh. Dia berjuang dalam perlawanan melawan penjajah secara langsung. Tercatat dalan sejarah, bergabungnya Cut Nyak Dien berhasil meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh dalam melawah penjajah Belanda. Sehingga atas perjuangan yang dilakukan sampai akhir hayatnya itu, pada 2 Mei 1962 Presiden Soekarno melalui SK Presiden RI Nomor 106 tahun 1964, menetapkan Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional. Lahir di Jepara, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat merupakan sosok pahlawan yang dikenal memperjuangkan emanispasi wanita Indonesia. Dapat diketahui, salah satu landasan perjuangan RA Kartini yaitu didasari pada adanya ketimpangan sosial yang dirasakan antara perempuan dan laki-laki di tanah Jawa. Kartini berjuang membela perempuan agar bisa mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki, salah satu diantaranya ialah kebebasan mengenyam pendidikan. Karya-karya pemikiran dan perjuangannya yang lain juga diabadikan dalam buku. Pahlawan perempuan ini bernama Famajjah atau dikenal sebagai Opu Daeng Risaju. Lahir di Palopo Sulawesi Selatan pada 1880 M. Semasa kecilnya, dia belajar ilmu agama seperti mengkaji Al-Qur’an dan mempelajari ilmu fiqih yang ditulis oleh tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan, Khatib Sulaweman Datung Patimang. Dalam sejarahnya, dia dikenal sebagai pahlawan nasional atas jasanya menentang penjajahan Belanda, serta membangkitkan dan memobilisasi para pemuda untuk melakukan perlawanan terhadap tentara NICA. Sebagai seorang yang tidak mengenyam pendidikan formal, Opu Daeng Risaju mengenal dan mempelajari bidang politik saat tergabung aktif sebagai anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pahlawan selanjutnya yang perlu diketahui adalah Rasuna Said atau dikenal sebagai Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Beliau merupakan pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak wanita, dan pentingnya kaum wanita dalam proses meraih kemerdekaan. Rasuna Said lahir pada September 1910 di Maninjau, Sumatera Barat. Untuk terus mengenang perjuangannya, pemerintah Indonesia menetapkan beliau sebagai pahlawan nasional sejak 1974. Keumalahayati atau akrab disebut Laksamana Malahayati, memiliki perjalanan perjuangannya sendiri. Dalam masa perjuangan melawan Belanda, beliau diangkat sebagai laksamana oleh Sultan Aceh dan diamanahkan untuk memimpin pasukan Inong Balee. Dalam sejarahnya, Laksamana Malahayati dikenal sebagai tokoh perempuan yang ahli di medan perang, dan mahir mewakili Sultan Aceh untuk melakukan perundingan damai dengan pihak Belanda. Atas jasanya tersebut, akhirnya pemerintahan Indonesia memberi gelar pahlawan kepada Laksamana Malahayati mendapat pada 10 November 2017. Siti Walidah atau akrab disebut Nyai Ahmad Dahlan merupakan pahlawan yang berperan aktif dalam berkiprah di ranah pendidikan, khususnya bagi perempuan. Dalam perjuangannya, Siti Walidah bersama dengan suaminya, KH Ahmad Dahlan, membangun sekolah-sekolah yang dirikan untuk masyarakat, yang selanjutnya digunakan sebagai tempat untuk mencerdaskan masyarakat dalam hal pendidikan agama ataupun umum. Pada September 1971, berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor 042/TK/1971, Siti Walidah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah merupakan sosok reformator pendidikan yang pantang menyerah mempertahankan Sekolah Diniyah Putri di Padang Panjang. Meski namanya jarang terdengar di masyarakat umum, namun perjuangan beliau patut dikagumi dan dijadikan inspirasi. Karena semasa hidupnya, Syekhah Rahmah sangat teguh mendirikan sekolah diniyah bagi anak perempuan dan terus mempertahankannya. (jeha) Baca juga :

Read More

Ini Sebab Komunis Mendapat Tempat di Grobogan

Grobogan — 1miliarsantri.net : Grobogan adalah kabupaten dengan wilayah berkapur. Gersang, miskin, memudahkan komunis mendapatkan tempat di hati masyarakat Grobogan. Bagaimana komunis bisa masuk ke Grobogan? Penduduk hanya menanam padi saat musim hujan, sebab tak ada sistem pengairan yang bisa membuat mereka menanam padi di musim kemarau. Wilayah dekat aliran Sungai Serang dan Sungai Lusi menjadi pilihan untuk membangun tempat tinggal, tetapi mereka bisa gagal panen jika curah hujan tinggi, air sungai meluap ke sawah-sawah. Tercatat pada tahun 1902, air Sungai Serang dan Lusi meluap. Petani gagal panen, terjadi paceklik, Penyakit kolera dan memam menyerang, membuat penduduk dari 257 ribu jiwa berkurang menjadi 240 ribu jiwa. Berkurangnya penduduk akibat banyak yang meninggal pertama kali terjadi di Grobogan pada 1849. Saat itu terjadi juga paceklik, penduduk yang semula berjumlah 98.500 jiwa berkurang drastic menjadi 9.000 jiwa. Pada 1880-an terulang kembali. Pada 1880 jumlah penduduk Grobogan ada 276 ribu jiwa. Akibat paceklik dan penyakit, pada 1885 penduduknya tinggal 177 ribu jiwa. Pada 1911, Sarekat Islam sudah masuk Grobogan. Ketika pecah menjadi Sarekat Islam dan Sarekat Merah pada 1912, menurut catatan De Indische Courant pada 1937, rupanya Sarekat Islam Merah mendapat tempat di Grobogan. Sarekat Islam Merah didirikan oleh mereka yang berhaluan komunis dan sebelumnya bergabung di Sarekat Islam. Saraket Islam Merah kemudian berubah nama menjadi Sarekat Rakyat. Komunis menanamkan ketidakpuasan penduduk yang diarahkan kepada penguasa kolonial. Wajar jika kemudian komunisme mendapat dukungan di Grobogan. Sebab, bertahun-tahun penduduk Grobogan menuntut dibuatkan irigasi, tak juga segera dipenuhi oleh pemerintah kolonial. Koran-koran Belanda pun mendorong dibangunnya irigasi di Grobogan untuk mengatasi paceklik di Grobogan, sehingga kasus kelaparan pada 1849 tudak akan terulang lagi. Menurut catatan De Locomotief, pada 1877 sudah direncanakan pembangunan irigasi di Grobogan, namun proyek berhenti karena pejabat berganti. Pada 1893 proyek irigasi di Grobogan akan dimulai lagi, tetapi lagi-lagi terhenti. Alasannya, Grobogan belum memerlukan irigasi, karena sudah tidak ada lagi paceklik di Grobogan. Anggaran irigasi sebesar tiga juta gulden yang sudah disetujui Gubernur Jenderal Hindia Belanda dianggap terlalu besar untuk mengatasi kekeringan di Grobogan. Sebagai gantinya, penduduk Grobogan diberi bibit singkong. Pemerintah kolonial berharap para petani menanam singkong pada musim kemarau, sehingga Grobogan tak akan mengalami kesulitan pangan. Komunis mendapatkan sasaran propaganda di rakyat miskin Grobogan. Ketika terjadi pemberontakan komunis di Semarang pada 1926-1927, ada 43 orang Grobogan yang ditangkap pemerintah kolonial. Komunis yang masuk Grobogan lewat Sarekat Islam rupanya telah memiliki kader militan. Mereka yang ditangkap itu kemudian dibuang ke Boven Digoel. Orang-orang yang dibuang ke Boven Digoel itu dicatat sebagai propagandais dan anggota Sarekat Rakyat. (jeha) Baca juga :

Read More

Dampak Kelaparan di Gaza Bikin Trauma Mendalam bagi Warga Palestina

Jakarta — 1miliarsantri.net : Krisis kelaparan di Gaza kini memberikan dampak mengejutkan bagi warga Palestina di berbagai wilayah. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, pada 9 Oktober 2023 mengumumkan kebijakan keras: “Tidak akan ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada bahan bakar” yang diizinkan masuk ke Gaza. Alasan di balik kebijakan ini adalah klaim bahwa Israel “sedang melawan manusia-manusia binatang”. Dua minggu kemudian, situasi semakin mencekam ketika anggota parlemen Israel, Tally Gotliv, membuat pernyataan mengejutkan. Dia menegaskan bahwa tanpa membuat penduduk Gaza kelaparan dan kehausan, mereka tidak akan bisa mendapatkan informasi intelijen dengan iming-iming makanan, minuman, dan obat-obatan. Selama beberapa bulan berikutnya, Israel melancarkan aksi yang lebih dari sekadar memblokir bantuan kemanusiaan. Mereka secara sistematis menghancurkan infrastruktur pangan Gaza, mulai dari lahan pertanian, toko roti, penggilingan, hingga gudang penyimpanan makanan. Strategi ini tidak hanya bertujuan menundukkan semangat rakyat Palestina, tapi telah memakan banyak korban di Gaza, terutama bayi dan anak-anak. Yang lebih mengejutkan, dampaknya kini meluas hingga ke wilayah Palestina lainnya. Sebagai profesional kesehatan mental, saya menyaksikan langsung bagaimana hukuman kolektif ini berdampak pada psikologis dan fisik warga di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki. Banyak pemuda Palestina mengalami gangguan pola makan, masalah dengan tubuh mereka, dan krisis identitas sosial serta nasional akibat kengerian yang mereka saksikan setiap hari. Proses penyembuhan membutuhkan pendekatan yang jauh lebih kompleks, tidak hanya menangani trauma individual tapi juga trauma politik dan historis yang telah mengakar di masyarakat. Untuk memahami efek kelaparan sebagai senjata, kita perlu melihat konteks sosial dan psikologis yang lebih luas. Ignacio Martín-Baró, tokoh terkemuka dalam psikologi pembebasan, menyatakan bahwa trauma diproduksi secara sosial. Artinya, trauma bukan hanya pengalaman individu, tapi tertanam dan diperparah oleh kondisi dan struktur sosial di sekitar individu tersebut. Di Gaza, struktur yang menciptakan trauma meliputi pengepungan berkelanjutan, agresi yang mengarah pada genosida, dan perampasan sumber daya penting seperti makanan, air, dan obat-obatan. Trauma ini diperparah oleh ingatan kolektif penderitaan selama Nakba (pembersihan etnis massal warga Palestina tahun 1947-8) dan pengusiran serta penindasan sistematis yang terus berlanjut. Dalam lingkungan seperti ini, trauma bukan sekadar pengalaman pribadi tapi realitas kolektif yang mengakar secara sosial dan politik. Meskipun warga Palestina di luar Gaza tidak mengalami langsung kekerasan yang terjadi di sana, mereka terpapar gambar dan cerita mengerikan tentangnya setiap hari. Kelaparan sistematis yang dialami penduduk Gaza menjadi pengalaman traumatis tersendiri untuk disaksikan. Dalam hitungan minggu setelah pernyataan Gallant, kelangkaan pangan mulai terasa di Gaza. Pada Januari, harga bahan makanan melonjak drastis, terutama di Gaza Utara, di mana seorang rekan memberi tahu saya dia harus membayar $200 (sekitar Rp 3,2 juta) untuk sebuah labu. Sekitar waktu ini, mulai muncul laporan warga Palestina terpaksa mencampur pakan ternak dengan tepung untuk membuat roti. Pada Februari, gambar-gambar bayi dan anak-anak Palestina yang meninggal karena kekurangan gizi mulai membanjiri media sosial. Pada Maret, UNICEF melaporkan fakta mengejutkan: 1 dari 3 anak di bawah usia 2 tahun di Gaza Utara mengalami malnutrisi akut. Situasi semakin memburuk pada April, ketika Oxfam memperkirakan asupan makanan rata-rata warga Gaza Utara hanya 245 kalori per hari atau sekitar 12 persen dari kebutuhan harian normal. Sekitar waktu yang sama, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan 32 warga Palestina, termasuk 28 anak-anak, telah meninggal karena kelaparan, meski angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi. Beredar juga cerita-cerita mencekam tentang warga Palestina yang tertembak saat menunggu distribusi bantuan makanan, atau tenggelam di laut saat mengejar bantuan makanan yang dijatuhkan dari udara oleh negara-negara yang mendukung perang Israel di Gaza. Dalam sebuah surat yang dipublikasikan di jurnal medis The Lancet pada 22 April, Dr. Abdullah al-Jamal, satu-satunya psikiater yang tersisa di Gaza Utara, mengungkapkan bahwa layanan kesehatan mental telah hancur total. Dia menambahkan: “Masalah terbesar saat ini di Gaza, terutama di utara, adalah kelaparan dan tidak adanya keamanan. Polisi tidak bisa beroperasi karena langsung menjadi target drone mata-mata dan pesawat saat mencoba membangun ketertiban. Kelompok bersenjata yang bekerja sama dengan pasukan Israel mengendalikan distribusi dan harga makanan serta obat-obatan yang masuk ke Gaza sebagai bantuan, termasuk yang dijatuhkan dengan parasut. Beberapa bahan makanan, seperti tepung, harganya melonjak berkali-kali lipat, memperparah krisis yang dialami penduduk di sini.” Dampak kelaparan di Gaza telah menciptakan gelombang trauma psikologis dan fisik di seluruh komunitas Palestina. Dalam praktik klinis saya di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki, saya menemukan beberapa kasus yang menggambarkan bagaimana trauma kelaparan di Gaza tercermin dalam kehidupan anak-anak Palestina jauh dari zona konflik. Ali, remaja 17 tahun dari Tepi Barat, mengalami perubahan perilaku makan dan kehilangan berat badan 8 kg dalam dua bulan setelah temannya ditahan pasukan Israel. Meski mengalami penurunan berat badan signifikan, dia menolak mengakui kesedihannya, bersikeras bahwa “penjara membuat laki-laki.” Namun, dia bisa lebih terbuka mengungkapkan kemarahannya tentang kondisi di Gaza, dan gangguan pola tidurnya menunjukkan dampak psikologis yang dalam. “Saya tidak bisa berhenti menonton pemboman dan kelaparan di Gaza, saya merasa sangat tidak berdaya.” Hilangnya nafsu makan Ali adalah manifestasi dari kemarahan dan kesedihan yang dia pendam, mencerminkan trauma sosial yang lebih luas. Salma, gadis berusia 11 tahun, ketahuan menyimpan kaleng makanan, botol air, dan kacang-kacangan kering di kamarnya. Dia mengatakan sedang “mempersiapkan diri untuk genosida” di Tepi Barat. Ayah Salma melaporkan bahwa putrinya menjadi “histeris” ketika dia membawa pulang makanan mahal seperti daging atau buah. Penurunan asupan makanan dan penolakannya untuk makan, yang memburuk selama bulan Ramadan, menunjukkan kecemasan dan rasa bersalah yang mendalam tentang kelaparan anak-anak di Gaza. Layla, gadis 13 tahun, mengalami gejala misterius berupa ketidakmampuan makan. Dia menggambarkan sensasi bahwa “ada sesuatu di tenggorokanku yang mencegahku makan; ada duri yang menghalangi kerongkonganku.” Meski sudah menjalani pemeriksaan medis menyeluruh, tidak ditemukan penyebab fisik. Diskusi lebih lanjut mengungkapkan bahwa ayah Layla ditangkap pasukan Israel dan dia tidak mendengar kabar apapun sejak saat itu. Ketidakmampuan Layla untuk makan adalah respons psikosomatis terhadap trauma penahanan ayahnya dan kesadarannya akan kelaparan, penyiksaan, dan kekerasan yang dialami tahanan politik Palestina. Riham, gadis 15 tahun, mengalami muntah berulang tanpa disengaja dan rasa jijik mendalam terhadap makanan, terutama daging. Keluarganya memiliki riwayat obesitas dan operasi lambung, tapi dia membantah ada masalah dengan citra tubuhnya. Dia mengatakan muntahnya dipicu oleh gambar-gambar darah dan tubuh yang terpotong-potong yang…

Read More

Berapa Sebenarnya Jumlah Nabi?

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dalam khazanah Islam, Nabi dan Rasul memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran ketuhanan. Hal ini disampaikan Anggota Divisi Tafsir Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Asep Setiawan dalam Pengajian Tarjih yang membahas tentang tafsir QS. Al-Baqarah ayat 253. Asep menerangkan bahwa Nabi adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah, namun tidak diwajibkan untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada masyarakat luas. Sementara itu, Rasul adalah mereka yang diamanahkan untuk menerima wahyu, juga untuk menyampaikannya sebagai risalah kepada umat. Perbedaan ini menekankan bahwa para rasul memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengomunikasikan ajaran Allah kepada umat manusia. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 253, Allah berfirman, “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain.” Sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad juga menjelaskan jumlah Nabi dan Rasul. “Nabi ada 124.000 orang dan di antara mereka ada para Rasul sebanyak 315 orang, mereka sangat banyak.” Hadis ini mempertegas bahwa jumlah Nabi jauh lebih banyak dibandingkan Rasul, meskipun sebagian besar dari mereka tidak disebutkan dalam Al-Quran. “Hadis tentang jumlah nabi dan rasul ini oleh beberapa ahli hadis dinilai lemah, dhaif. Tapi karena jalur periwayatannya yang banyak, jadi kualitasnya naik,” ucap dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini. Menurut Asep, Al-Quran sendiri mengakui bahwa tidak semua rasul dikisahkan kepada manusia. QS. An-Nisa ayat 164 menyebutkan, “Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul yang tidak Kami kisahkan mereka kepadamu.” Pernyataan serupa terdapat dalam QS. Al-Mukmin ayat 78: “Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” Dari sini, dipahami bahwa kisah sebagian besar Nabi dan Rasul tersembunyi dan tidak semua tercantum dalam wahyu tertulis. Dari jumlah total 124.000 Nabi, ucap Asep, terdapat 25 yang wajib diimani dan nama-namanya tercatat dalam Al-Quran. Sebanyak 18 nama disebutkan dalam QS. Al-An’am ayat 83-86, termasuk Ibrahim, Ishak, Yakub, Nuh, Dawud, Sulaiman, hingga Luth. Kemudian tiga Nabi lainnya yakni Hud, Shaleh, dan Syu’aib terdapat dalam QS. Hud ayat 50, 61, dan 84. Adam dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 33, sementara Idris dan Zulkifli terdapat dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 85. Nabi Muhammad Saw disebut dalam QS. Al-Fath ayat 29 sebagai penutup para Nabi dan sekaligus menjadi teladan terbaik, sebagaimana disinggung dalam QS. Al-Ahzab ayat 21. Keistimewaan utama para Nabi dan Rasul adalah pilihan Allah yang bijak atas manusia-manusia terbaik untuk menerima dan menyampaikan wahyu-Nya, seperti yang disampaikan dalam QS. Fathir ayat 24 dan Al-Kahfi ayat 110. Mereka adalah individu luar biasa yang menjalankan peran ilahi dengan sepenuh hati, melangkah sebagai pembimbing umat dan teladan yang tak lekang dimakan zaman. (jeha) Baca juga :

Read More