Saksi Bisu Kebengisan serta Teror Kependudukan VOC di Pulau Banda

Maluku — 1miliarsantri.net : Parigirante merupakan sebuah monumen yang terletak di Banda Neira, Kepulauan Banda, Maluku. Berwujudkan sumur yang dikelilingi oleh rantai-rantai dan diapit 2 meriam kuno milik VOC disisi kanan dan kirinya. Sumur ini menyimpan sejarah kelam pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Piertzoon Coen pada tahun 1621. Merangkul tidak kurang dari 1600 tentara, 300 tawanan Jepang dan 100 orang samurai bayaran dari Jepang. Diiringi 13 kapal angkut dengan beribu penumpang yang disertai kapal pengintai, Coen dengan armadanya datang ke Banda Neira untuk menguasai perdagangan pala (mrystica fragrans) dan menjalankan aksi balas dendam atas terbunuhnya Laksamana Pieterszoon Verhoeven oleh Orang kaya Banda melalui sebuah sengketa. Orangkaya merupakan sebuah sebutan bagi orang-orang berpengaruh di Banda Neira tempo lalu. Diketahui Coen merupakan juru tulis dan saksi atas terbunuhnya Laksamana Pieterszoon Verhoeven serta para pasukannya akibat sengketa yang dilakukan oleh para Orangkaya Banda. Konflik dimulai saat diutusnya Verhoeven oleh VOC ke pulau-pulau penghasil pala untuk menguasai perdagangan di pulau tersebut, walaupun harus menggunakan kekerasan. Setelah sampai, ternyata Inggris telah lebih dulu menjalin kerjasama dagang dengan rakyat Banda. Karena tidak senang, Verhoeven akhirnya datang ke Banda Neira untuk membangun Benteng Nassau di bekas tanah peninggalan Portugis. Di dalam monumen Parigirante terdapat prasasti yang berisi nama-nama Orangkaya yang dieksekusi dan jumlah warga yang tewas akibat genosida yang diperintahkan oleh si bengis Coen The Butcher of Banda. Memanfaatkan dukungan yang ada, ia membuat Banda Neira dituruni hujan darah. Akibat genosida yang dilakukan, tercatat kurang lebih 6.600 rakyat gugur, dan dari total 14.000 rakyat banda hanya tersisa 480 orang saja. Coen berhasil mendapatkan happy ending-nya, misinya sukses dengan sempurna. Ia berhasil menguasai perdagangan pala di Pulau Banda dan membalaskan dendam atas terbunuhnya Laksmana Pieterszoon Verhoeven. Melihat pembangunan tersebut, Orangkaya Banda mengajak Verhoeven untuk berunding dengan syarat adanya jaminan sandera dari pihak VOC. Verhoeven pun menunjuk Jan de Molre dan Nicolaas de Vischer sebagai sandera. Sesampainya di tempat perundingan, mereka tidak dapat menemukan para Orangkaya. Utusan Verhoeven menemukan Para Orangkaya di sebuah hutan kecil lengkap dengan persenjataan. Mereka menuntut Verhoeven untuk datang dengan beberapa orang saja. Disini Verhoeven dan 26 orang lainnya dijebak dan dibunuh oleh para Orangkaya Banda. Coen menjadi saksi penghianatan yang dilakukan para Orangkaya Banda kepada VOC. Ia pun memutuskan untuk mundur dan melarikan diri ke pangkalan VOC yang berada di Sunda Kalapa. Pada 8 Mei 1621, Coen berhasil melakukan aksi balas dendam pada Orangkaya Banda. Para Orangkaya dieksekusi dan dimutilasi oleh samurai bayaran yang disewa VOC. Sebanyak 44 potongan kepala dipajang diatas tiang pancang layaknya sebuah hiasan dan dipertontonkan kepada seluruh warga Banda Neira. Sisa potongan tubuh yang lain ditanam di sumur samping Benteng Nassau. Keluarga korban baru bisa mengevakuasi potongan tubuh korban setelah 3 bulan lamanya. Potongan tubuh tersebut akhirnya dibersihkan di sumur Parigirante. (jeha) Baca juga :

Read More

Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim antara Kultur Tradisional dan Moderen

Gresik — 1miliarsantri.net : Makam Sunan Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, adalah salah satu situs penting dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sunan Malik Ibrahim adalah salah satu wali songo yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di daerah tersebut. Dalam konteks modernisasi, pengelolaan makam Sunan Malik Ibrahim kini telah mengalami beberapa perubahan, baik dalam aspek infrastruktur, pengelolaan sosial, maupun ritual keagamaan yang dilaksanakan di sana. Pengelolaan makam Sunan Malik Ibrahim telah memasuki era modernisasi dengan berbagai perubahan yang melibatkan teknologi dan sistem manajerial yang lebih efisien. Salah satunya adalah penggunaan sistem informasi untuk manajemen data pengunjung, serta upaya menjaga kebersihan dan kenyamanan makam dengan fasilitas yang lebih baik. Di sisi lain, perkembangan infrastruktur seperti pembangunan jalan, tempat parkir, dan area publik lainnya mempermudah akses bagi peziarah. Namun, selain modernisasi fisik, pendekatan terhadap pelestarian budaya dan agama juga mengalami transformasi. Meskipun makam ini tetap menjadi tempat yang suci bagi umat Islam, pengelolaan makam juga harus mengakomodasi kepentingan pariwisata. Oleh karena itu, ada upaya untuk menyeimbangkan antara nilai-nilai spiritual dan komersialisasi dalam pengelolaan objek wisata religi ini. Modernisasi tidak hanya memengaruhi pengelolaan makam, tetapi juga memengaruhi praktik keagamaan yang berlangsung di sekitar makam. Dalam beberapa kasus, beberapa tradisi atau ritual yang dulunya dilaksanakan secara sederhana dan berbasis pada adat lokal mulai disesuaikan dengan praktik yang lebih terstruktur dan modern. Misalnya, dalam hal penyelenggaraan acara keagamaan, seperti haul atau peringatan wafatnya Sunan Malik Ibrahim, kita melihat adanya pengaruh penggunaan media digital untuk menyebarkan informasi dan memperluas jangkauan acara tersebut. Namun, modernisasi ini juga menimbulkan tantangan, yaitu bagaimana menjaga kesakralan dan keaslian tradisi agama agar tetap terjaga di tengah perubahan zaman. Sebagian masyarakat menganggap bahwa beberapa bentuk modernisasi mungkin mengurangi kedalaman spiritual dari tradisi tersebut, karena semakin banyak intervensi dari unsur-unsur komersial. Selain aspek keagamaan, modernisasi juga membawa dampak pada budaya lokal yang berkembang di sekitar makam. Tradisi lokal yang berkaitan dengan ritual keagamaan, seni, dan pertunjukan budaya yang digelar di sekitar makam mulai berkembang dengan ciri-ciri yang lebih global. Hal ini tercermin dalam penggunaan teknologi dalam seni pertunjukan, seperti pemutaran video dokumenter sejarah Wali Songo atau pertunjukan seni yang menggabungkan unsur lokal dan modern. Di sisi lain, ada juga kekhawatiran bahwa dengan masuknya budaya luar melalui proses modernisasi, budaya lokal yang telah ada berisiko tergerus. Oleh karena itu, ada upaya dari masyarakat lokal untuk tetap menjaga identitas budaya mereka sambil menyambut kemajuan teknologi dan peradaban. (kur) Baca juga :

Read More

Negara-negara Eropa Mulai Mengakui Kemerdekaan Palestina

Jakarta — 1miliarsantri.net : Gelombang perubahan signifikan tengah terjadi di Eropa terkait pengakuan terhadap Palestina. Tahun 2024 menjadi momen bersejarah ketika beberapa negara Eropa secara resmi mengambil sikap mendukung kemerdekaan Palestina, menandai pergeseran penting dalam dinamika politik internasional. Norwegia, Irlandia, dan Spanyol menjadi sorotan utama ketika pada 22 Mei 2024 secara berturut-turut mengumumkan pengakuan mereka terhadap Palestina. Ketiga negara ini dengan tegas menyatakan dukungannya berdasarkan perbatasan pra-1967 dan mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina. Tidak berselang lama, tepatnya pada 4 Juni, Slovenia bergabung dalam barisan negara Eropa yang mengakui kedaulatan Palestina. Langkah progresif ini kemudian diikuti dengan diskusi serius di Malta dan Belgia mengenai rencana serupa untuk mengakui status negara Palestina. Sebelumnya, Swedia telah menjadi pionir di kawasan Eropa Barat ketika pada tahun 2014 memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina. Keputusan bersejarah ini membuka jalan bagi negara-negara Eropa lainnya untuk mengambil langkah serupa. Merespons gelombang pengakuan ini, Israel mengambil langkah keras dengan menarik duta besarnya dari ketiga negara Eropa tersebut. Sebagai bentuk protes tambahan, Israel juga mengancam akan memperluas pembangunan pemukiman di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Saat ini, total 146 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Pengakuan juga datang dari Tahta Suci, yang mewakili Gereja Katolik dan Vatikan dengan status pengamat di PBB. Meski demikian, negara-negara G7 yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat masih belum memberikan pengakuan terhadap Palestina. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan politik antara kekuatan ekonomi global dengan tren pengakuan yang berkembang. Momentum pengakuan ini semakin kuat seiring dengan peringatan Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina setiap 29 November. Hari yang ditetapkan PBB sejak 1977 ini menjadi pengingat akan pentingnya dukungan global terhadap hak-hak Palestina, termasuk penentuan nasib sendiri dan penyelesaian adil bagi pengungsi Palestina. Sejarah panjang perjuangan Palestina dimulai pada 15 November 1988, ketika Yasser Arafat, ketua PLO, memproklamirkan kemerdekaan Palestina. Sejak saat itu, dukungan internasional terus mengalir, terutama dari negara-negara Global Selatan di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan dunia Arab. Pencapaian penting lainnya terjadi pada 2012, ketika Majelis Umum PBB memberikan suara mayoritas (138 setuju, 9 menolak, 41 abstain) untuk meningkatkan status Palestina menjadi “negara pengamat non-anggota”, yang semakin memperkuat posisi Palestina di kancah internasional. (jeha) Baca juga :

Read More

Peranan Ibu dalam Karier Imam Syafii

Jakarta — 1mikiarsantri.net : Jumuah Saad dalam bukunya yang berjudul Ibunda Tokoh-Tokoh Teladan menceritakan peran ibu dalam karier Imam Syafii. Idris, ayahanda Imam Syafi’i, meninggal dunia saat Syafi’i masih kecil. Oleh karena itu, Syafi’i dibesarkan ibunya yang merupakan perempuan salehah yang berasal dari Suku Azd, Yaman. Sementara ayahnya dari Gaza, Palestina. Ibunya bekerja keras untuk membesarkan Syafi’i sendirian. Dia berusaha mengajarkan putranya tersebut dengan penuh kebaikan, hingga akhirnya lahirlah seorang pemuda yang mencintai ilmu seperti Syafi’i. Tidaklah kedua matanya melihat ilmu kecuali dia menghafalnya dengan sempurna. Imam Syafi’i pun menjadi panutan dalam hafalan. Tidak ada warna hitam di atas putih kecuali Syafi’i menghafalkannya. Artinya, tidak ada ilmu kecuali yang sudah dihafalkan oleh Imam Syafi’i secara sempurna. Itulah mengapa Imam Syafi’i kini menjadi salah satu imam mazhab yang empat dan menjadi salah satu pembesar para ulama Islam di sepanjang zaman. Betapa mulianya hati seorang ibu yang telah membesarkan anak saleh seperti Imam Syafi’i. Dia membesarkan putranya sendirian dan menjadikannya anak saleh dan teladan bagi para umat Muslim. Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu mencela orang Quraisy, karena orang alimnya akan memenuhi bumi dengan ilmu. Ya Allah, Engkau telah menimpakan siksa dan bencana pada orang awalanya, maka berikanlah karunia pada orang terakhirnya.” Tidak ada seorang ulama pun kecuali ia mengatakan, “Orang yang dimaksud hadis ini ialah Imam Syafi’i. Karena dia merupakan keturunan Quraisy dan keluarga Hasyim.” Semoga, Allah meridhai Imam Syafi’I dan ibunya yang salehah itu. Dikisahkan pada suatu hari di masa kecilnya, Imam Syafi’i hendak pergi ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik. Imam Syafii pun meminta nasihat dari ibunya sebelum berangkat. Mendengar permintaan anaknya, sang ibu pun berkata, “Wahai Anakku, berjanjilah kepadaku untuk tidak berdusta.” Imam Syafi’i pun menyanggupi permintaan ibunya. Dia berkata, “Aku berjanji kepada Allah, lalu kepadamu untuk tidak berdusta.” Menaiki tunggangan dan pergi bersama rombongan, Imam Syafi’i dibekali uang 400 dirham. Uang itu disimpannya dalam sebuah kantong, yang ia buat di sela-sela baju yang dikenakan. Dalam perjalanan, rombongan dicegat rampok yang mengambil harta dari tiap orang. Ketika bertemu Imam Syafi’i, dia pun ditanya apakah memiliki uang. Mengejutkan, Imam Syafi’i mengakuinya. Tentu saja, perampok bertanya jumlah yang dibawa sang imam. Dan lagi-lagi, Syafi’i mengakui bahwa ia membawa 400 dirham. “Pergilah sana,” ujar perampok, “Apakah mungkin orang sepertimu membawa uang sebanyak 400 dirham?” Maka, duduklah Imam Syafi’i dengan tenang, sedang para perampok terus menjarah harta orang-orang. Hampir selesai, pemimpin rampok bertanya apakah seluruh harta rombongan telah diambil seluruhnya. Para rampok mengiyakan. “Apakah kalian tidak meninggalkan seorang pun?” tanya sang pemimpin lagi. “Tidak,” kata anak buahnya, “kecuali seorang anak kecil yang mengaku telah membawa uang sebanyak 400 dirham. Namun anak tersebut gila atau hanya ingin mengolok-olok kita, sehingga kami pun menyuruhnya pergi.” Pemimpin rampok berkata, “Bawa anak itu kemari.” Imam Syafi’i dibawa ke hadapan pemimpin rampok. Maka, sekali lagi ia ditanya soal uang yang dibawanya. Dan, tentu saja, Imam Syafi’i lagi-lagi mengakuinya. Pun ketika ditanya jumlahnya, beliau tak sungkan menyebut kembali 400 dirham yang diberikan ibunya. “Di mana uang itu?” tanya pemimpin rampok, penasaran. Imam Syafi’i mengeluarkan uang tersebut dari balik pakaiannya. Lalu, diserahkan begitu saja. Tertegun dengan perilaku anak kecil di hadapannya, pemimpin rampok menuang-nuang uang di pangkuannya seraya memandangi Imam Syafi’i. Dia sungguh tak mengerti. “Kenapa kamu jujur kepadaku ketika aku tadi bertanya kepadamu, dan kamu tidak berdusta kepadaku, padahal kamu tahu bahwa uangmu akan hilang?” Syafi’i pun menjawab, “Aku berkata jujur kepadamu karena aku telah berjanji kepada ibuku untuk tidak berdusta kepada siapa pun.” Sang pemimpin rampok berhenti memainkan uang di tangannya. Terdiam seketika. Ada sesuatu menyelusup di hatinya. Sesuatu yang selama ini belum hadir dan kini menggerakkannya. “Ambillah uangmu,” ujar pemimpin rampok, “kamu takut untuk mengkhianati janjimu kepada ibumu, sedangkan aku tidak takut berkhianat kepada janji Allah Swt.? Pergilah, wahai Anak Kecil, dalam keadaan aman dan tenang, karena aku telah bertaubat kepada Zat yang Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang melalui kedua tanganmu. Dengan taubat ini dan aku tidak akan pernah mendurhakai-Nya lagi selamanya.” (jeha) Baca juga :

Read More

Menteri Kebudayaan Upayakan Pemulangan Manuskrip Keraton Yogyakarta dari Inggris

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Menteri Kebudayaan Fadli Zon berjanji mengupayakan pemulangan manuskrip atau naskah kuno milik Keraton Yogyakarta yang hingga kini masih tersimpan di Inggris. “Kita akan coba juga pengembalian manuskrip-manuskrip yang ada di Inggris yang mungkin dibawa pada zaman Raffles,” terang Fadli di Yogyakarta, Ahad (30/11/2024) malam. Menurut Fadli, manuskrip-manuskrip milik Keraton Yogyakarta dirampas oleh Thomas Stamford Raffles yang merupakan Letnan Gubernur di Jawa kala peristiwa penyerbuan Keraton oleh pasukan Inggris atau dikenal Geger Sepehi (Geger Sepoy) pada 1812. “Kita akan usahakan, meskipun menurut Sultan HB X ada sekitar 170 naskah digitalnya sudah diberikan (oleh Inggris). Tapi memang jumlahnya (manuskrip asli) lebih banyak dari itu,” papar Fadli Zon. Fadli menuturkan upaya pemulangan itu bakal ditempuh lewat jalur formal dengan menemui Pemerintah Inggris. Menurut dia, sejauh ini belum ada upaya untuk membicarakan terkait pemulangan manuskrip itu secara formal. “Kita lihatlah nanti, kalau nanti ada kesempatan bertemu dengan Pemerintah Inggris kita akan sampaikan agar artefak-artefak termasuk manuskrip yang dibawa ketika itu dari Keraton Yogyakarta bisa dikembalikan ke Indonesia,” lanjutnya. Bagi Fadli, upaya pemulangan perlu dilakukan karena manuskrip tersebut merupakan hak milik bangsa Indonesia yang dibawa semasa penjajahan. Saat ini, menurut dia, mulai banyak negara di dunia yang berusaha mengambil kembali artefak-artefak yang tersimpan di Inggris. Dia mencontohkan, Mesir berusaha mengambil mumi-mumi mereka yang ada di berbagai tempat, begitu pula Yunani dengan partisi-partisi dari Parthenon yang ada di British Museum. “Nanti kita lihat apa saja yang ada di British Museum dan juga di British Library. Sejauh ini yang kita tahu memang belum ada dari pihak Inggris itu mau mengembalikan. Tapi kita sendiri kan belum mencoba secara resmi, secara formal untuk bicara juga secara langsung,” sambungnya. Adapun dengan Pemerintah Belanda, Fadli menyebut pengembalian artefak atau objek budaya lain milik Indonesia sudah berlangsung meski bertahap. “Sudah berlangsung, sudah dari sejak puluhan tahun yang lalu sebenarnya. Tapi artefaknya masih sedikit-sedikit. Semoga ke depan semakin banyak,” pungkas Menteri Kebudayaan. (jeha) Baca juga :

Read More

Imam Malik menolak Tiga Permintaan Khalifah Harun Ar Rasyid

Baghdad — 1miliarsantri.net : Imam Malik adalah salah seorang ulama besar terkemuka dalam dunia Islam. Dia merupakan peletak dasar ajaran Mazhab Maliki. Imam Malik pernah hidup sezaman dengan Khalifah Harun Ar-Rasyid, khalifah kelima dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Imam Malik tinggal di Kota Madinah (Arab Saudi saat ini) sementara Harun Ar-Rasyid tinggal di pusat pemerintahan di Baghdad (Irak saat ini). Suatu ketika, Harun Ar-Rasyid mengunjungi Kota Madinah. Syekh Abdul Aziz Asy-Syinawi, penulis buku Biografi Empat Imam Mazhab terbitan Beirut Publishing, menuliskan kisah pertemuan Imam Malik dan Harun Ar-Rasyid tersebut. Dalam sebuah pertemuan itu, Harun Ar-Rasyid mengajukan tiga keinginannya kepada Imam Malik. Berikut tulisannya: Imam Malik berkata, “Amirul Mukminin Harun Ar-Rasyid bermusyawarah denganku dalam tiga perkara; Beliau ingin menggantungkan kitab Al-Muwattha (kitab karangan Imam Malik) di Ka’bah dan menganjurkan manusia untuk mengamalkan isi kitab tersebtu, membongkar mimbar Nabi Muhammad SAW lalu membangunnya dari permata, emas, dan perak. Kemudian, beliau mengajukan Nafi’ bin Abi Nu’aim sebagai Imam di Masjid Nabawi.” Lantas, aku katakan kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid, “Wahai Amirul Mukminin, adapun menggantungkan kitab Al-Muwattha, maka sesunguhnya para sahabat telah ber-ikhtilaf (berbeda pendapat) dalam masalah furu’ dan mereka telah menyebar (di berbagai negeri) dan masing-masing mereka telah benar menurut ijtihad mereka. Adapun membongkar Masjid Rasulullah (Masjid Nabawi di Madinah) lalu membangunnnya kembali dari permata, emas, dan perak maka saya berpandangan agar anda tidak menghalangi manusia dari peninggalan Rasulullah SAW. Sedangkan keinginan anda mengajukan Nafi’ sebagai imam Masjid Nabawi, maka sesungguhnya Nafi’ adalah imam di dalam qira’ah, dikhawatirkan muncul darinya sesuatu yang di luar kebiasaan maka hendaklah engkau mengantisipasinya.” (nov) Baca juga :

Read More

Banyak Warman Jadi Raja di Indonesia Dulu

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Beberapa toh jaman kerajaan dahulu terdapat nama Warman dan menjadi raja di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Hanya Warman di Sriwijaya yang tidak terkenal. Di Melayupura ada Adityawarman yang terkenal. Namanya sempat diusulkan oleh Muh Yamin sebagai nama universitas di Padang, tetapi kalah dengan nama Andalas. Di Kutai ada Mulawarman yang sangat terkenal, namanya diabadikan menjadi Universitas Mulawarman di Samarinda. Di Tarumanegara ada Purnawarman yang terkenal, tetapi namanya hanya diabadikan sebagai nama jalan di Bandung. Justru Adityawarman yang pernah dipakai sebagai nama institute, yaitu Institit Teknologi Adityawarman, sekarang menjadi Universitas Kebangsaan. DI Sriwijaya, raya yang terkenal adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa sebagai pendiri Sriwijaya, Samaratungga (abad ke-8), dan Balaputradewa (abad ke-9). Sosok Warman ada menjadi raja Sriwijaya kedua pada awal abad ke-8) yaitu Indrawarman, tetapi tidak masyhur. Setelah Balaputradewa ada lagi raja bernama Warman, yaitu Sri Udayadityawarman (abad ke-10). Kemudian Sri Marawijayatunggawarman (awal abad ke-11), dan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman (abad ke-11). Marawijayatunggawarman dikenal hanya melanjutkan kebesaran yang dicapai sebelum-sebelumnya. Sedangkan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman dikenal karena pada masanyalah Sriwijaya mengalami kemunduran. Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur memiliki 20 raja. Tetapi hanya 12 raja yang bernama Warman. Pendiri Kutai namanya Kudungga, disebut oleh Paul Michel Munoz di buku Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia bukan berasal dari Hindustan. Oleh anaknya, Aswawarman, Kudungga diberi nama Warman juga. Sehingga ada 13 Warman yang menjadi raja Kutai. Kudungga sebagai pendiri Kutai, yang kemudian diberi nama Dewawarman, digantikan oleh Aswawarman. Mulawarman yang menggantikan Aswawarman menjadi raja Kutai yang paling terkenal, karena di masa Mulawarmanlah Kutai mencapai masa kejayaan. Setelah Mulawarman, berturut-turut ada Marawijayawarman, Gajayanawarman, Tunggawarman, Jayanagawarman, Nalasingawarman, Gadinggawarman Dewa, Indrawarman Dewa, Sanggawarman Dewa, dan Candrawarman. Raja ke-13 dan ke-14 bukan Warman. Raja ke-15 bernama warman lagi, yaitu Wijayawarman. Raja ke-16 hingga ke-20 bukan Warman lagi. Di Tarumanegara ada 12 raja, semua bernama Warman. Raja pertama bernama Jayasingawarman, lalu diganti oleh Dharmayawarman, dan kemudian Purnawarman, raja ketiga yang paling terkenal. Setelah Purnawarman ada Wisnuwarman, Indrawarman, Candrawarman, Suryawarman, Kertawarman, Sudhawarman, Hariwangsawarman, Nagajayawarman, dan terakhir: Linggawarman. Di antara mereka ada yang memiliki nama yang sama dengan raja Kutai. Pada masa Purnawarman, Tarumanegara berhasil memiliki ibu kota pemerintahan yang disebut Sundapura. Purnawarman adalah raja ketiga Tarumanegara yang bernama Warman. Pada masa Purnawarman pula digali sungai sepanjang 12 kilometer untuk melancarkan perdagangan dengan kerajan-kerajaan lain. Prasastr-prasasti peninggalan Tarumanegara menjadi catatan sejarah tentang Indonesia zaman dulu. Di Melayupura, Adityawarman menjadi raja yang terkenal. Dua raja sebelum dia tidak menggunakan nama Warman. Tetapi raja ketiga yang kemudian digantikan oleh Adityawarman bernama Akarendrawarman. Anak Adityawarman, Ananggawarman mengagntikannya, lalu memindahkan ibu kota Kerajaan Melayupura ke Pagaruyung. Ia digantikan oleh Wijayawarman. Setelah Wijayawarman, kerajaan sepenuhnya menganut tradisi Islam, dan raja menggunakan gelar sultan. Menurut Paul Michel Munoz, warman atau varman berasal dari bahasa Sanskerta. Artinya pelindung. Asal mula kata menunjukkan bahwa mereka berasal dari India. Bermigrasi ke Nusantara lalu menjadi raja. Migrasi orang India ke Nusantara dilakukan oleh kaum Saka, yang namanya diabadikan sebagai nama tahun Saka. Mereka datang baik sebagai biarawan maupun sebagai pedagang. Ada pula bangsawan. (jeha) Baca juga :

Read More

Napak Tilas Sejarah ke Masjid Agung Bogor

Bogor –1miliarsantri.net : Masjid Agung Bogor adalah salah satu ikon sejarah dan budaya Kota Bogor yang sarat akan nilai religius dan arsitektur. Terletak di jantung kota, masjid ini menjadi tempat ibadah, pendidikan, dan pusat kegiatan umat Islam. Ziarah ke Masjid Agung Bogor bukan hanya sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga perjalanan sejarah yang memperkaya pengetahuan dan mempererat hubungan dengan tradisi Islam di Indonesia. Sejarah Masjid Agung Bogor Masjid Agung Bogor didirikan pada tahun 1970-an, menggantikan bangunan masjid lama yang telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Bangunan masjid yang kita kenal saat ini dibangun dengan arsitektur modern yang memadukan elemen tradisional dan kontemporer. Sebelumnya, lokasi ini dikenal sebagai pusat kegiatan umat Muslim yang menjadi saksi perkembangan Islam di Bogor. Masjid ini juga menjadi simbol toleransi dan kebersamaan masyarakat Bogor yang multikultural. Perjalanan panjang sejarahnya mencerminkan bagaimana umat Islam di Bogor mempertahankan identitas agama sekaligus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Masjid Agung Bogor memiliki desain arsitektur yang megah dengan perpaduan gaya Timur Tengah dan lokal. Kubah besar berwarna hijau menjadi ciri khas yang langsung menarik perhatian. Masjid ini dilengkapi dengan menara tinggi yang menawarkan pemandangan indah Kota Bogor. Di dalam masjid, terdapat ruang shalat yang luas dan nyaman, dihiasi ornamen kaligrafi Al-Qur’an yang indah. Selain itu, tersedia fasilitas pendukung seperti aula serbaguna, perpustakaan Islam, dan ruang belajar yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan keagamaan. Bagi para peziarah, Masjid Agung Bogor menyediakan pengalaman spiritual yang mendalam. Selain menunaikan ibadah shalat, pengunjung sering mengikuti kajian keislaman, tadarus Al-Qur’an, dan kegiatan sosial yang rutin diadakan. Setiap Jumat, masjid ini dipadati oleh jamaah dari berbagai daerah, menjadikannya pusat dakwah yang hidup. Selain itu, masjid ini juga sering menjadi tempat peringatan hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi dan Isra Miraj, yang dihadiri oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Ziarah ke Masjid Agung Bogor tak lengkap tanpa menjelajahi sejarah Islam di kawasan sekitarnya. Kota Bogor memiliki banyak situs sejarah Islam, seperti Makam Raden Saleh dan pesantren-pesantren yang berkontribusi pada penyebaran dakwah Islam. Tips Berziarah Waktu yang Tepat: Kunjungi masjid di luar jam-jam sibuk agar dapat menikmati suasana yang lebih tenang dan khidmat.Pakaian Sopan: Gunakan pakaian yang sesuai dengan adab berziarah di tempat ibadah.Eksplorasi Sekitar: Selain berziarah, sempatkan untuk menjelajahi alun-alun Bogor dan mencicipi kuliner khas Bogor di sekitar masjid. (wan) Baca juga :

Read More

Hizbul Wathan Membentuk Karakter Jenderal Sudirman

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Dalam biografi resmi yang dirilis Pusat Sejarah TNI, ada pelbagai cerita mengenai besarnya pengaruh Hizbul Wathan (HW) dalam membentuk pribadi Jenderal Besar Sudirman. Tokoh militer Indonesia itu pada masa remajanya bergabung dengan kepanduan dalam lingkup Muhammadiyah tersebut. “Melalui kegiatan Hizbul Wathan, bakat bakat kepemimpinan Sudirman terlihat. Ia menjadi pandu yang disiplin, dan bertanggung jawab, cinta terhadap alam,” demikian petikan narasi dalam buku tersebut. Secara umum, ada tiga kegiatan yang diikuti Sudirman muda sebagai seorang pandu HW, yakni pendidikan rohani, pelatihan jasmani, dan karya bakti. Untuk yang terakhir itu, lelaki kelahiran Purbalingga (Jawa Tengah) itu diharuskan aktif dalam Majelis Penolong Kesengsaraan Oemat (kini PKU) Muhammadiyah. Bersama rekan-rekannya, ia ikut mengumpulkan zakat, mempersiapkan penyelenggaraan shalat id, menyembelih hewan kurban dan membagikan daging kepada warga, serta pelbagai kegiatan positif lain-lainnya. Ada pula satu kisah perkemahan pandu HW di Lereng Batur, daerah Dieng Wonosobo. Dlaam kegiatan itu, tampak karakteristik Sudirman remaja saat menghadapi situasi dan kondisi yang ekstrem. Menjelang malam, turun hujan deras. Udara menjadi sangat dingin. Rekan-rekan Sudirman yang tak kuat dingin meminta izin untuk pindah tenda atau turun ke rumah penduduk. Sementara, Sudirman tetap dalam tendanya. Seorang kawannya yang bertugas jaga malam sempat mendengar lantunan bacaan ayat Kursi–Alquran surah al-Baqarah ayat ke-255–dari dalam tenda Sudirman. Setelah itu, ia terlihat mengenakan baju hangat dan menunaikan shalat malam. Hizbul Wathan menjadi jalan awal bagi Sudirman muda untuk terjun ke lapangan dakwah sebagai seorang kader Muhammadiyah. Keaktifannya pun tercatat dalam Pemuda Muhammadiyah. Pada 1937, ia menjadi wakil Pemuda Muhammadiyah wilayah Banyumas. Di Pemuda Muhammadiyah pula, kecakapan Sudirman dalam berdakwah kian terasah. Seorang kawan aktivis di organisasi, Hardjomartono, memberikan kesaksian, sebagaimana direkam Sardiman dalam bukunya. Menurut dia, Pak Dirman biasa berdakwah di pelbagai daerah sekitar Banyumas, termasuk Rawalo. Di sana, pernah Hardjomartono dan kawan-kawan berbincang dengan Sudirman. “Wahai para pemuda Muhammadiyah! Ada dua pilihan penting dalam kehidupan yang kita jalani saat ini. Pertama, iskhariman, yakni hidup yang mulia. Yang kedua, musyahidan, yakni mati syahid. Kalian memilih yang mana?” kata Hardjomartono menirukan perkataan Sudirman waktu itu. “Kalau memilih iskhariman, bagaimana syaratnya?” kata seorang kawan. “Kamu harus selalu beribadah dan berjuang untuk agama Islam,” jawab Sudirman. “Bagaimana kalau musyahidan?” timpal Hardjomartono. “Kamu harus berjuang melawan setiap bentuk kebatilan dan berjuang untuk memajukan Islam.” “Jadi, semua harus berjuang?” sambung yang lain. “Kedua pilihan itu seimbang,” jelas Sudirman, “maka kita akan mendapatkan semua kalau mau. Salah satu musuh penghalang saat ini adalah penjajahan. Agar pemuda mendapatkan kemuliaan, maka harus bersiap untuk berjuang, siap syahid untuk mendapatkan kemerdekaan. Para pemuda harus berani untuk jihad fisabillilah.” (jeha) Baca juga :

Read More

Setia di Jalan Takwa

Jakarta — 1miliarsantri.net : Alkisah, ada dua sahabat Rasulullah Muhammad SAW yang sangat setia kepada istri masing-masing. Dua sahabat itu adalah Umar bin al-Khattab dan Anas bin Malik RA. Keduanya selalu membangunkan istrinya, kemudian anaknya, agar dapat melaksanakan shalat Tahajud dan makan sahur bersama. Kedua sahabat ini merasa sangat terkesan saat mendengar hadis qudsi, “Wahai Muhammad, ketahuilah bahwa kemuliaan orang Mukmin itu terletak pada qiyamul lail.” (HR Muslim). Sedemikian mendalamnya kesan itu, sehingga Umar bin al-Khattab menyampaikan pesan kepada rakyatnya, “Manisnya kehidupan dunia itu terletak pada tiga hal: qiyamul lail, bertemu dengan sahabat seperjuangan, dan shalat berjamaah.” Diriwayatkan Aisyah RA, Rasulullah SAW pernah melakukan shalat Tahajud dalam waktu sangat lama. Beliau meminta Aisyah, untuk membiarkannya berberibadah kepada Allah dengan khusyuk. Aisyah RA mendekati Rasulullah dan berkata, “Demi Allah, aku ingin selalu dekat denganmu dan melakukan sesuatu yang dapat membahagiakanmu!” Rasul pun bergeming terhadap “ajakan” Aisyah. Rasul lalu mengambil air wudhu dan melanjutkan shalat malamnya saat itu. Aisyah kemudian mengisahkan bahwa Rasul meneruskan shalat malamnya sambil menitikkan air mata. Air mata itu mula-mula hanya membasahi pipi, lalu jenggot, sampai akhirnya membasahi tempat sujud beliau. Rasulullah tidak henti-hentinya menangis dalam shalat Tahajud itu hingga Bilal RA mengumandangkan azan Subuh. Aisyah bertanya, “Mengapa engkau menangis seperti itu? Tidakkah Allah telah mengampuni dosa masa lalu dan mendatang engkau?” Rasul menjawab, “Sungguh aku beribadah seperti itu karena aku ingin menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur!” Bersyukur merupakan jalan takwa kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Setia di jalan takwa dapat mengalahkan kecintaan hamba terhadap dunia, harta, takhta, bahkan wanita. Oleh karena itu, Rasulullah SAW meneladankan kesetiaan di jalan takwa dengan selalu berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu untuk selalu merasa takut kepada-Mu, di saat sendiri maupun ramai. Aku memohon kepada-Mu kelezatan untuk memandang wajah-Mu, dan merindukan pertemuan mesra nan indah dengan-Mu dalam situasi tanpa penderitaan yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan.” (HR an-Nasai no 1304). Setia di jalan takwa adalah solusi kehidupan, pembuka pintu rezeki, dan pelancar segala urusan (QS ath- Thalaq [65]: 2-4). (yan) Baca juga :

Read More