Siapakah Messiah dan Dajjal

Jakarta – 1miliarsantri.ner : Kata ‘Messiah’ berasal dari bahasa Ibrani yang berarti ‘yang diurapi’. Kata ini mengacu pada kebiasaan penggembala di masa lalu yang mengurapi atau melumasi kepala domba dengan ramuan minyak untuk mengusir lalat. Domba yang diurapi dimaknai sebagai “telah dijamin keselamatannya”. Praktik pengurapan kemudian diterapkan kepada raja dan imam Yahudi sebagai simbol bahwa mereka telah dijamin keselamatannya sehingga layak untuk diikuti. Kata Messiah diterjemahkan dalam bahasa Yunani dengan kata Kristos, dan dalam bahasa Arab dengan kata Al Masih. Sehingga gelar Yesus Kristus memiliki arti yang sama dengan Isa Al Masih. Sedangkan kata ‘Dajjal’ (الدَّجَّالَ‎) adalah bentuk superlatif dari akar kata ‘Dajl’ (دجل) yang berarti ‘kebohongan’ atau ‘penipuan’. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan bahwa para nabi telah mengingatkan kaumnya akan fitnah Dajjal. مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَنْذَرَ قَوْمَهُ الْأَعْوَرَ الْكَذَّابَ “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan telah mengingatkan kaumnya terhadap si buta sebelah dan si pendusta (Dajjal).” (HR. Bukhari no. 6859 versi aplikasi Lidwa, no. 7408 versi Fathul Bari) Dalam Alkitab Perjanjian Lama, salah satu ciri Messiah adalah ia akan mengumpulkan orang-orang Yahudi yang terserak (diaspora). “Ia akan menaikkan suatu panji-panji bagi bangsa-bangsa, akan mengumpulkan orang-orang Israel yang terbuang, dan akan menghimpunkan orang-orang Yehuda yang terserak dari keempat penjuru bumi.” (Yesaya 11:12) Bagi orang Yahudi, berdirinya negara Israel di Palestina merupakan syarat kedatangan Messiah. Karena negara Israel menjadi sarana untuk mengumpulkan diaspora Yahudi serta membangun kembali Haikal Sulaiman (Baitul Maqdis). Alkitab Perjanjian Lama juga mengabarkan akan adanya nabi palsu (Dajjal) yang mengajak untuk menyembah Tuhan lain (Ulangan 13:1–3). Orang Nasrani juga mengimani Alkitab Perjanjian Lama sehingga mereka mendukung keberadaan negara Israel di Palestina. Perbedaannya, orang Nasrani meyakini bahwa Yesus (Isa) adalah Messiah karena telah disebutkan dalam Alkitab Perjanjian Baru (Markus 14:61–62). Sedangkan orang Yahudi tidak mengimani Alkitab Perjanjian Baru sehingga mereka menganggap Nabi Isa adalah Messiah palsu. Alkitab Perjanjian Baru juga mengabarkan akan adanya nabi palsu (Matius 24:11) dan Messiah palsu. “Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” (Matius 24:5) Orang Nasrani menyebut Messiah palsu (Dajjal) ini dengan nama Antikristus. Dalam hadits riwayat Bukhari (Fathul Bari, no. 3439), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut Dajjal sebagai Al Masih Ad Dajjal (الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ). Hal ini menunjukkan bahwa ketika Dajjal (Antikristus) muncul, ia akan mengaku sebagai Al Masih (Messiah). Orang Yahudi kemudian tertipu sehingga meyakini Dajjal adalah Messiah. يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُودِ أَصْبَهَانَ سَبْعُونَ أَلْفًا “Dajjal diikuti Yahudi Ashbahan sebanyak tujuh puluh ribu orang.” (HR. Muslim no. 5237 versi aplikasi Lidwa, no. 2944 versi Syarh Shahih Muslim) Dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut Dajjal dengan disandingkan kata Rabb. إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ “Ingatlah bahwa Dajjal adalah buta sebelah, sedangkan Rabb kalian tidak buta sebelah.” (HR. Bukhari no. 6859 versi aplikasi Lidwa, no. 7408 versi Fathul Bari) Hal ini menunjukkan bahwa setelah Dajjal (Antikristus) dipercaya sebagai Messiah maka Dajjal kemudian meningkatkan pengakuannya sebagai nabi, anak Tuhan, dan Tuhan itu sendiri. Dajjal pun kemudian dibunuh oleh Nabi Isa ‘alaihis salam. فَيَبْعَثُ اللَّهُ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ فَيَطْلُبُهُ فَيُهْلِكُهُ “Lalu Allah mengutus Isa bin Maryam, ia mencari Dajjal dan membunuhnya.” (HR. Muslim no. 5233 versi aplikasi Lidwa, no. 2940 versi Syarh Shahih Muslim) Nabi Isa kemudian meniadakan salib dan peternakan babi. أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمْ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ “Akan turun Ibnu Maryam (Isa ‘alaihis salam) yang akan menjadi hakim yang adil, menghancurkan salib, membunuh babi, membebaskan jizyah, dan harta benda melimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya.” (HR. Bukhari no. 2070 versi aplikasi Lidwa, no. 2222 versi Fathul Bari) Di masa turunnya Nabi Isa, kepemimpinan (termasuk dalam ibadah) adalah milik umat Islam karena Nabi Isa mengikuti syariat Islam. فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ تَعَالَ صَلِّ لَنَا فَيَقُولُ لَا إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ تَكْرِمَةَ اللَّهِ هَذِهِ الْأُمَّةَ “Maka turunlah Isa putra Maryam, lalu pemimpin muslim berkata, ‘Kemarilah, pimpinlah kami shalat.’ Isa berkata, ‘Tidak, sesungguhnya sebagian kalian atas sebagian yang lain adalah pemimpin, sebagai bentuk pemuliaan Allah terhadap umat ini’.” (HR. Muslim no. 225 versi aplikasi Lidwa, no. 156 versi Syarh Shahih Muslim) Kalangan Ahli Kitab akan mengikuti keimanan Nabi Isa, yaitu mengimani syariat Islam. وَاِنْ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهٖ قَبْلَ مَوْتِهٖ “Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.” (QS. An Nisaa’: 159)

Read More

Dapatkah Budaya Bertentangan Dengan Agama

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Seringkali ketika ada ajaran Islam yang dianggap bertentangan dengan budaya lokal, maka ajaran Islam tersebut yang harus mengalah. Budaya adalah segalanya. Semua yang bertentangan dengan budaya menjadi tak layak untuk diamalkan. Padahal, budaya adalah perkara yang dinamis. Budaya berubah mengikuti trend atau gaya mutakhir dari sedikit orang yang berkarya (Arnold Toynbee menyebutnya minoritas kreatif) yang mampu menawarkan kewajaran baru. Contohnya pakaian orang Jawa kuno. Kewajaran cara berpakaian mereka berbeda dengan kewajaran yang dianut saat ini. Pakaian orang Jawa kuno terungkap dari sastra, relief candi, dan prasasti. Dalam relief Karmawibhangga di Candi Borobudur, kebanyakan perempuan digambarkan tak menutupi payudara. Dalam Kakawin Sumanasāntaka, perempuan bangsawan digambarkan memakai kain yang menutupi sampai batas atas payudara. Namun budaya berubah, interaksi dengan budaya lain membuat perempuan Jawa mengenal kewajaran baru dalam berpakaian. Mereka mulai mengenal pakaian yang menutupi payudara, bahu, dan punggung. Jenis pakaian itu lalu disebut kebaya. Denys Lombard dalam bukunya, Nusa Jawa: Silang Budaya, mengatakan bahwa kebaya berasal dari bahasa Arab. Kata abaya dalam bahasa Arab digunakan untuk menyebut pakaian yang menutupi dada, bahu, dan punggung. Hal ini menunjukkan bahwa kedatangan bangsa Arab turut mengubah budaya berpakaian perempuan Jawa, sehingga mereka menutupi bagian dada, bahu, dan punggungnya. Perubahan budaya pakaian perempuan Jawa tersebut diawali dari jumlah sedikit, di wilayah pesisir, yang kemudian meluas hingga pedalaman. Islam pun mengajarkan bahwa perubahan budaya dapat dilakukan secara bertahap. Seperti ketika Islam mengubah budaya minum khamar di kalangan bangsa Arab. Tahap pertama, anjuran untuk menjauhi khamar karena mudaratnya lebih besar dibanding manfaatnya (QS. Al-Baqarah: 219). Tahap kedua, melarang khamar pada waktu-waktu tertentu (QS. An-Nisaa’: 43). Tahap ketiga, mengharamkan khamar secara keseluruhan (QS. Al-Maidah: 90). Tidak semua budaya ditolak Islam الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ “Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka itu adalah halal. Dan apa saja yang Ia haramkan, maka itu adalah haram. Sedang apa yang Ia diamkan, maka itu dibolehkan.” (HR. Tirmidzi no. 1726, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’) Islam hanya mengharamkan apa yang diharamkan oleh Quran dan hadits. Dan perkara yang diharamkan tersebut sejatinya jauh lebih sedikit dibanding yang dihalalkan atau didiamkan. Demikian pula halnya dalam budaya. Budaya adalah perkara yang luas. Praktik budaya lokal yang bertentangan dengan Islam jauh lebih sedikit dibanding yang dihalalkan atau didiamkan. Sehingga ketika ada ajaran Islam yang dianggap bertentangan dengan budaya lokal, maka angkat pula ajaran Islam yang sejalan dengan budaya lokal. Sembari secara bertahap melakukan gerak perubahan, dimulai dari kelompok kecil yang konsisten beramal dan menghasilkan karya. (har)

Read More

Masjid Al Muharram Brajan Yogyakarta, Pelopor Gerakan Sedekah Sampah

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Banyak tempat yang selalu memberikan kesempatan kepada jamaah nya untuk bersedekah di Masjid atau Musholla, tapi berbeda dengan Masjid Al Muharram yang menjadikan sampah menjadi salah satu upaya untuk bersedekah sekaligus berkontribusi pada pelestarian lingkungan sekitar. Masjid yang berada di Kampung Brajan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, ini telah menginisiasi Gerakan Sedekah Sampah (GSS) sejak 2013 silam. Gerakan ini diinisiasi oleh Ustaz Ananto Isworo, Takmir Masjid Al Muharram tepat pada 1 Ramadhan. Keprihatinannya mengenai sampah sudah dirasakan Ananto sejak pindah ke Brajan pada 2005 silam. Saat itu, Kampung Brajan dikenal sebagai kampung yang kumuh. Banyak anak jalanan yang menghuni kampung tersebut. Ustad Ananto terkejut mengetahui bahwa ia pindah ke lokasi yang tidak ramah. “Kampung tempat saya tinggal ini volume sampah nya cukup besar dan tidak terkelola dengan baik. Sebelumnya kalau buang ke kebun dan tanah, ketika hujan ya jadi banjir, ada angin sampah jadi nggak karuan,” terangnya. Awal mencetuskan program ini tidaklah mudah mengingat kata ‘sedekah’ tidak sebanding dengan ‘sampah’. Warga merasa heran dengan nama program tersebut. Ustad Ananto harus menunjukkan ke orang-orang bahwa semiskin apa pun, mereka tetap bisa bersedekah, yakni dengan memberikan sampah yang bisa didaur ulang ke masjid. Dana hasil pengumpulan sampah dari gerakan tersebut kemudian dikembalikan lagi ke masyarakat. Ada tiga program yang dikelola dengan menggunakan dana gerakan ini. Pertama, santunan beasiswa pendidikan yatim piatu dan dhuafa. Ini merupakan program yang pertama kali digerakkan melalui dana GSS. Awalnya dari tidak percaya dengan gerakan ini, tetapi ketika mereka merasakan SPP anak-anak mereka dibantu, warga pun mulai ikut membesarkan GSS. “Target kami waktu itu membebaskan mereka dari persoalan tidak bisa bayar SPP. Sekarang alhamdulillah rata-rata ekonominya sudah membaik, jadi tidak diutamakan lagi, kami cari yang benar-benar membutuhkan,” ujarnya. Santunan sedekah bagi janda fakir miskin, yaitu Rp 50 ribu-Rp 100 ribu setiap paket selama tiga bulan sekali. Seiring waktu program ini terkadang diselingi dengan bantuan pemerintah maupun swasta. Program santunan kesehatan untuk setiap warga kurang mampu yang opname akan mendapatkan santunan Rp 500 ribu. Melihat manfaat besar dari GSS ini, tidak hanya warga Kampung Brajan maupun remaja masjid yang ikut memilah sampah di masjid. Anak-anak muda dari luar seperti mahasiswa juga kerap ikut serta. Aktivitas yang hanya dilakukan sendiri oleh Ustad Ananto kemudian bertambah dengan lima remaja masjid. Kini, relawan GSS telah mencapai hampir 50 orang dari murid SD hingga lansia. Proses pemilahan sampah dilakukan setiap Ahad pekan pertama dan ketiga setiap bulannya. Tidak hanya melalui sedekah sampah, Ustaz Ananto juga mendorong agar Masjid Al Muharram sebagai eco masjid dengan membuat bangunan ramah lingkungan dengan sinar matahari sebagai penerangan utama, memanen air hujan untuk wudhu, menanam banyak pohon, hingga akan memasang panel surya dalam waktu dekat.. Kini, Kampung Brajan menjadi kampung yang bersih dan ramah lingkungan. Ekonomi warganya pun sudah membaik seiring dengan berbagai bantuan yang diberikan melalui sedekah sampah ini. Kiprah Ustad Ananto dalam membesarkan gerakan ini rupanya membuatnya dilirik oleh sejumlah pihak. Pihak Kedubes Norwegia serta berbagai NGO luar pernah beberapa kali mengunjunginya untuk sharing mengenai gerakan lingkungan yang bermula dari masjid ini. Ustad.Ananto juga pernah ditunjuk menjadi salah satu delegasi Indonesia pada acara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di Paris, Prancis, pada Maret 2020. Prestasinya dalam mengembangkan GSS ini juga telah membuatnya menjadi banyak pembicara seminar serta memberikan pelatihan mengenai sedekah sampah. Tidak hanya itu, ia bahkan menginspirasi masjid-masjid lainnya untuk mengembangkan program serupa. GSS yang dipelopori oleh Masjid Al Muharram kini menginspirasi terbentuknya Gerakan Sedekah Sampah Indonesia Berbasis Masjid (GRADASI) yang beranggotakan beberapa masjid dari seluruh Indonesia. “Saya ingin lebih mengembangkan lagi Al Muharram menjadi eco masjid. Insya Allah sebelum Idul Adha kami akan memasang panel surya disponsori oleh Muhammadiyah,” pungkas Ustad Ananto. (yus)

Read More

Jejak Langkah Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik

Gresik – 1miliarsantri.net : Diantara deretan nama-nama para Waliyyullah (Wali Songo) penyebar agama Islam di Pulau Jawa, Syekh Maulana Malik Ibrahim merupakan wali senior di antara para Wali Songo lainnya. Meski bukan orang Islam pertama yang datang ke Jawa, Syekh Maulana Malik Ibrahim boleh dikata sebagai pelopor penyebar Islam di tanah Jawa. Syekh Maulana Malik Ibrahim yang juga dikenal dengan sebutan Syekh Maghribi tiba di Desa Leran, Gresik, Jawa Timur pada 1404 Masehi. Asal-usul Syekh Maulana Malik Ibrahim ada yang mengatakan berasal dari Arab. Tapi, juga ada yang menyampaikan berasal dari Gujarat, India. Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah melalui perdagangan dan pendidikan pesantren. Pada awalnya, ia berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan agar masyarakat tidak kaget dengan ajaran baru yang dibawanya. Selain itu, Syekh Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini dipandang sebelah mata oleh ajaran Hindu. Karena strategi dakwah inilah, ajaran agama Islam secara berangsur-angsur diterima oleh masyarakat setempat. Pada suatu hari, Syekh Maulana Malik Ibrahim dan muridnya berkeliling kampung untuk melihat dari dekat keadaan penduduk sekitar pesantren. Saat tiba di pinggir lapangan, Syekh Maulana Malik Ibrahim terkejut menyaksikan dua orang pemuda yang saling memukul. Kedua pemuda itu, dengan dikelilingi penduduk setempat terus saja saling memukul, hingga akhirnya pingsan lah keduanya. Setelah kedua pemuda itu disingkirkan dari arena perkelahian, tiba-tiba seorang ketua adat dengan angkuhnya maju di tengah kerumunan penduduk. Tangan kanannya mengacungkan sebilah keris dan mulutnya komat-kamit membaca mantra. Setelah diselidiki, rupanya sang ketua adat itu hendak membunuh seorang gadis remaja sebagai persembahan kepada dewa hujan. “Hentikan …..!” kata Syekh Maulana Malik Ibrahim melerai. Agaknya mereka tidak mendengarkan kata yang diucapkan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Bahkan para penduduk semakin kuat memegangi sang gadis yang hendak mereka korbankan. Gadis itu pun meronta dan menjerit ketakutan. Apa yang kisanak kehendaki dengan mempersembahkan gadis yang tak berdosa ini?” suara Syekh Maulana Malik Ibrahim kembali terdengar. Mereka pun menoleh ke arah Syekh Maulana Malik Ibrahim. “Kami mengharapkan hujan,” serentak mereka menjawab. “Untuk itukah kisanak hendak mengorbankan gadis sebagai persembahan?” kata Syekh Maulana Malik Ibrahim. Merasa dihalangi maksudnya, ketua adat marah dan memerintahkan kedua orang kepercayaannya untuk mengusir Syekh Maulana Malik Ibrahim. Kedua suruhan itu bangkit hendak menendangnya. Tapi yang terjadi, sungguh di luar dugaan. Kedua orang itu berdiri kaku bagaikan patung. Menyaksikan peristiwa itu, mereka mulai memperhatikan ucapan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Mereka memang sangat mengharapkan hujan. Lepaskan dulu gadis itu, dan setelahnya baru kami akan memohon hujan kepada Allah,” pinta Syekh Maulana Malik Ibrahim. Singkat cerita Syekh Maulana Malik Ibrahim dan muridnya melakukan sholat istisqa (sholat minta hujan). Selang beberapa waktu, hujan turun dengan derasnya. Para penduduk yang hadir bersorak kegirangan. Hanya ketua adat dan kedua orang suruhannya yang nampak tercengang. “Sihir….. jangan Anda percaya…..semua ini adalah sihir…..” kata ketua adat kepada para penduduk. Tak ada penduduk yang memperhatikan ucapan ketua adat. Mereka sudah tertarik terhadap Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dan mereka mulai belajar Islam dari Maulana Malik Ibrahim. (jal)

Read More

Mengenal 10 Bahasa Kuno Yang Masih Dipergunakan Sekarang Ini

Jakarta – 1miliarsantri.net : Setiap negara atau mungkin bisa setiap daerah selalu memiliki bahasa tersendiri. Kalimat demi kalimat atau Kata-kata yang diucapkan tersebut tidak bisa lepas meninggalkan jejak fisik di dunia. Jadi jika ingin mencari asal usul bahasa manusia bisa menjadi urusan yang rumit, karena bahasa juga terus berubah, dengan kata-kata dan maknanya berubah dan terus berubah setiap generasi. Karenanya sulit menentukan bahasa apa yang tertua di dunia. Ada banyak bahasa dari zaman purba yang masih dituturkan sampai hari ini, diantaranya : Sekitar tahun 400 M, bahasa Ibrani tidak lagi menjadi bahasa sehari-hari dan hampir menjadi bahasa mati. Namun, kebangkitan Zionisme di era modern memastikan kebangkitan bahasa tersebut dan sekarang digunakan oleh 9 juta orang, terutama di Israel yang menjadi bahasa resmi. Bahasa Ibrani modern berbeda dari versi Alkitab. Sansekerta masih dituturkan hari ini dalam beberapa bentuk, utamanya oleh pendeta Hindu selama upacara keagamaan. Diperkirakan kurang dari 1 persen orang India dapat berbicara Sansekerta, dengan hanya 14.000 orang menggambarkannya sebagai bahasa utama mereka. Bahasa ini juga ditemukan dalam prasasti di candi-candi yang ada di Indonesia. Namun, warisannya tetap hidup. Bahasa Sanskerta milik keluarga besar yang dikenal sebagai bahasa Indo-Eropa, yang berarti memiliki hubungan yang jelas dengan bahasa Inggris, Prancis, Portugis, Spanyol, Rusia, dan banyak bahasa lain yang digunakan secara luas di Eropa. Tamil ini dituturkan sebagian besar oleh orang India di bagian selatan, di negara bagian Tamil Nadu. Selain itu, bahasa Tamil juga digunakan di Sri Lanka. Yang paling menarik, karya sastra bahasa Tamil paling awal, Tolkappiyam, berasal dari tahun 300 SM. Bentuk klasik bahasa ini jauh berbeda dari yang dituturkan hari ini di Yunani, meskipun sebagian besar penutur fasih harus dapat memahami bahasa Hellenistik atau Yunani “Koine” yang diucapkan di masa lalu. Namun, bentuk-bentuk seperti dialek Attic, salah satu bentuk tertua yang diucapkan oleh orang-orang seperti Socrates, kemungkinan akan terlalu jauh untuk dipahami oleh penutur modern. Bahasa ini pertama kali muncul di barat laut Semenanjung Arabia dan anggota keluarga bahasa Semit, bersama bahasa Ibrani dan Aramaik atau Aram. Diperkirakan ada 371 juta penutur bahasa Arab di seluruh dunia hari ini dan menganggap bahasa Arab sebagai bahasa ibu mereka. Lebih banyak lagi yang menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa kedua, karena bahasa Arab merupakan bahasa utama Alquran. Namun, semuanya dapat ditelusuri kembali ke China kuno. Beberapa penggunaan prasasti aksara China paling awal yang diketahui telah ditemukan di cangkang kura-kura yang berasal dari setidaknya 1123 SM, menunjukkan bahwa bahasa tertulis telah ada selama lebih dari 3.000 tahun. Sejak saat itu bahasa Mandarin telah berkembang dan beragam secara signifikan, tetapi pengaruh sistem bahasa kuno ini masih dapat dirasakan oleh penutur zaman modern. Pada abad keenam hingga kesembilan Masehi, bahasa tersebut telah berkembang menjadi bahasa Romawi modern, seperti bahasa Italia, Spanyol, Portugis, dan Prancis. Meskipun bahasa Latin tidak lagi digunakan sebagai bahasa pertama, ia telah berhasil menghindari menjadi bahasa mati berkat minat yang besar pada teks-teks kuno dan pengaruh luas bahasa Latin pada budaya Eropa, termasuk pilihan bahasa Latin Linnaeus untuk nomenklatur binomial, sistem penamaan organisme dalam sains. Sekitar 700.000 orang masih menuturkan bahasa ini di Negara Basque,komunitas otonom yang terletak di pegunungan Pyrenees antara perbatasan Prancis dan Spanyol. Usia bahasa ini masih misteri karena tidak terkait dengan bahasa lain yang ada. Namun, hal ini menjadikannya bahasa yang menarik untuk dipelajari oleh para ahli bahasa karena ini adalah salah satu dari sedikit bahasa Eropa yang bertahan sebelum dibanjiri oleh bahasa Indo-Eropa. (yan)

Read More

Hitungan Masehi, Tanggal 8 Juni 632 Rasulullah SAW Wafat

Jakarta – 1miliarsantri.net : Secara hitungan masehi, tepat hari ini, 1.391 tahun lalu, umat Islam kehilangan sosok pemimpin yang menjadi panutan untuk selama-lamanya. Baginda Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wassalam (SAW) wafat pada Senin, 8 Juni 632 Masehi (12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah). Rasulullah SAW lahir di Makkah dari keluarga yang sangat sederhana. Ia menikah dengan seorang janda kaya pada usia 25 tahun dan hidup 15 tahun berikutnya sebagai pedagang biasa. Rasulullah SAW mendapat wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril di sebuah gua di Gunung Hira di utara Makkah pada 610 M. Wahyu-wahyu yang diterimanya kemudian terkumpul menjadi kitab suci Alquran yang menjadi pedoman hidup umat Islam. Rasulullah SAW merupakan nabi terakhir sekaligus sebagai nabi penyempurna tradisi Yahudi-Kristen. Baginda mengadopsi teologi agama-agama lebih tua sambil memperkenalkan ajaran baru, yaitu Islam. Ajarannya juga membawa persatuan bagi suku Baduy di Arab. Pada musim panas 622 M, Rasulullah SAW hijrah ke Madinah sejauh 200 mil sebelah utara Makkah. Di sana ia diberi kekuatan politik yang cukup besar. Di Madinah, Rasulullah SAW membangun sebuah pemerintahan teokratis dan mengelola kerajaan yang berkembang dengan sangat pesat. Setelah wafat, Rasulullah SAW diakui sebagai pemimpin yang sangat sukses di seluruh Arab selatan hingga aktif di Kekaisaran Timur, Persia, dan Ethiopia. Pada perjalanannya, Islam menjadi kepercayaan terbesar yang pernah ada di dunia, yang terbentang dari India ke Timur Tengah dan Afrika Utara serta sampai ke Semenanjung Iberia di Eropa Barat. Penyebaran Islam berlanjut setelah berakhirnya penaklukan di Arab. Banyak agama di Afrika dan Asia mengadopsi agama tersebut. Saat ini, Islam adalah agama terbesar kedua di dunia. Rasulullah meninggal di usia 63 tahun. Rasul terakhir bagi umat Islam sekaligus sebagai nabi akhir jaman itu mengembuskan napas terakhirnya di pangkuan istrinya, Aisyah. Nabi Muhammad wafat setelah kesehatannya menurun hingga ia jatuh sakit lebih dari dua pekan. Aku menyandarkan Rasulullah ke dadaku atau pangkuanku. Beliau meminta bejana untuk dijadikan tempat beliau membuang air kecil. Setelah itu, beliau wafat,” kata Aisyah diriwayatkan dari Humaid bin Mas’adah Al-Bashri yang dikutip dari buku Mengenal Pribadi Agung Nabi Muhammad SAW oleh Imam At-Tirmizi. Sebelum wafat, Rasulullah SAW jatuh pingsan. Tidak lama kemudian beliau sadar, lalu bertanya, “Apakah waktu sholat telah tiba?” Para sahabat menjawab, “Ya.” Beliau berkata, “Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan dan perintahkan Abu Bakar untuk bertindak sebagai imam sholat!” Beliau jatuh pingsan lagi. Sesaat kemudian, beliau sadar dan kembali bersabda, “Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan dan perintahkan Abu Bakar untuk bertindak sebagai imam!’ Mendengar perintah tersebut Aisyah berkata, “Ayahku orang yang sangat halus perasaannya. Jika menjadi imam, ia akan menangis. Ia bukan orang yang tepat untuk menjadi imam sholat. Alangkah baiknya jika engkau menugaskan orang lain.” Bilal pun mengumandangkan adzan dan Abu Bakar bertindak sebagai imam sholat. Ketika itu, Rasulullah merasakan sakitnya mulai berkurang. Maka beliau berkata, “Carilah orang yang bisa memapahku!” Barirah pun datang bersama seorang laki-laki. Dengan dipapah kedua orang itu, Rasulullah keluar rumah. Ketika Abu Bakar melihat beliau keluar, ia hendak mundur. Tapi Rasulullah memberi isyarat agar Abu Bakar tetap di tempatnya. Abu Bakar pun mengimami sholat hingga selesai. Setelah itu, Baginda Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wassalam wafat. Diceritakan oleh Nashr bin Ali Al-Jahzhami, setelah itu Umar bin Khattab berkata, “Demi Allah, siapa pun yang mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat pasti akan kuhajar ia dengan pedangku ini.” Kemudian, Abu Bakar yang baru tiba berkata, “Wahai para sahabat, biarkan aku lewat. Mereka pun memberinya jalan. Abu Bakar masuk dan memeluk Rasulullah, menunduk dan menyentuh lengan beliau, kemudian berkata, ‘Sungguh, engkau telah wafat dan mereka pun (akan) mati.” Diriwayatkan oleh Ishaq bin Musa Al-Anshari, perawakan Rasulullah tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek, kulitnya tidak putih juga tidak kecoklatan. Rambutnya ikal, tidak terlalu keriting dan tidak pula lurus kaku. Allah mengutusnya sebagai Rasul pada usia 40 tahun. Beliau tinggal di Makkah selama 10 tahun dan di Madinah selama 13 tahun. Allah mewafatkannya pada usia 63 tahu. Pada kepala dan jenggotnya tidak terdapat sampai 20 lembar rambut yang telah berwarna putih. Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-Shidiq diangkat sebagai khalifah pertama Islam. Setelah itu, Umar memegang tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Maka, orang-orang pun ikut membaiatnya dengan baiat yang baik dan indah. (yan)

Read More

Pemikiran Kiai Achmad Shiddiq Untuk Memertahankan Ukhuwah

Surabaya – 1miliarsantri.net : Karakter tawassuth (moderat), tawazun (paralel, keseimbangan), i’tidal (tegak, adil) dan tasamuh (toleran) dalam Ahlussunnah wal Jamaah menjadi sikap yang selalu dibawa Nahdlatul Ulama dalam bermasyarakat. Segala bentuk perpecahan dalam tubuh Islam di Indonesia atau kenegaraan sejatinya menunjukkan kurangnya pemahaman akan sikap dari karakter di atas. Perbedaan para pemimpin sangat bisa dimengerti, namun perpecahan yang timbul darinya adalah bentuk ketiadaan kesadaran akan satunya misi, yakni persatuan umat. Ragam jalan yang ditempuh menuju suatu tujuan haruslah disadari sebagai keniscayaan. Sebagaimana ikhtilaful a’immah rohmatul ummah (perbedaan pandangan di kalangan para pemimpin adalah rahmat bagi ummat). Sikap para pemimpin atau pemuka agama dalam melihat perbedaan kepentingan, ideologi, dan hukum haruslah berdasarkan kebijaksanaan agar umat mendapatkan ketentraman dan tidak kehilangan arah. Belajar dari rentangan sejarah akan ragam segala bentuk konflik, NU selalu hadir di tengah umat sebagai organisasi masyarakat muslim terbesar di Indonesia memanggul tanggung jawab umat yang kompleks. Konflik dalam internal Islam atau antar umat atau antar suku bangsa atau lainnya bukan hal yang terjadi sekali dua kali di Indonesia. Indonesia dalam sejarahnya menyimpan rentetan panjang dan kelam akan hal tersebut. Melihat realitas tersebut terdapat jembatan persaudaraan yang membentang dan menyambungkan lintas entitas. Jembatan tersebut adalah ukhuwah islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa-setanah air), ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Ketiga gagasan cemerlang ini adalah sumbangsih besar KH Achmad Siddiq (Rais Aam 1984-1991) yang tercantum dalam makalahnya yang berjudul Ukhuwwah Islamiyyah dan Kesatuan Nasional: Bagaimana Memahami dan Menerapkannya. Makalah ini diperkenalkan beliau dalam pidatonya pada acara Munas NU di Pondok Pesantren Ihya’ Ulumuddin Kesugihan Cilacap Jawa Tengah pada 1987. KH Abdul Muchit Muzadi menyebut bahwa banyak kritik bernada sinis ketika gagasan tersebut dilayangkan Kiai Achmad Siddiq. Ketika pertama kali al-Maghfurlah KH Achmad Shiddiq mencanangkan hal ini, banyak kritik bernada sinis. Bahkan dengan gagasan beliau ini seakan-akan mereka menganggap bahwa beliau terlalu mengada-ngada, melakukan penambahan yang tidak perlu, bahkan ada juga yang menuduh beliau berlebih-lebihan “mendekati” kaum nonmuslim. Kalangan ini cenderung menyatakan bahwa gagasan tersebut “mengurangi” kadar-kadar ukhuwah islamiyyah atau persaudaraan sesama muslim. Meski demikian, setidaknya KH Achmad Shiddiq telah berhasil membuat para kiai NU untuk menyepakati pernyataan tentang fanatisme agama. Bahkan dalam makalahnya itu ia berhasil meletakkan dasar saling pengertian antara umat Islam dan umat agama lain. (Andre Feillard, NU vis a vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, [Yogyakarta, LKiS: 2013,], cetakan ke-3, halaman 340-347). Gagasan Trilogi Ukhuwah KH. Achmad Siddiq tentu tidak berangkat dari kehampaan, melainkan dengan tujuan menata hubungan manusia dalam perspektif Islam. Ulama yang produktif tersebut telah melihat dengan kesadaran penuh bahwa ada gejolak yang timbul dengan berbagai bentuk. Sumbangsih besar KH. Achmad Siddiq mendapatkan relevansinya dewasa ini. Relevansi ini semakin menegaskan ketidakberesan hubungan antar individu atau antar kelompok atau antar umat. (yat)

Read More

Mengetahui Lebih Dalam Mengenai Hisab dan Rukyat

Jakarta – 1miliarsantri.net : Hisab (hitungan) adalah metode yang terbentuk dari Rukyat (observasi). Hisab telah digunakan sebagai cara penentuan jadwal shalat, arah kiblat, waktu gerhana matahari dan bulan, serta Kalender Hijriah. Namun, dalam penentuan Kalender Hijriah, Hisab masih ditentang saat menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Hari pertama (awal bulan) dalam Kalender Bulan ditandai dengan posisi ijtimak (konjungsi) bulan, yaitu ketika bulan berada di antara matahari dan bumi. Lawan dari konjungsi adalah oposisi bulan, yaitu di tengah bulan (saat bulan purnama) ketika bumi berada di antara matahari dan bulan. Bulan mengelilingi bumi dengan orbit yang sedikit miring, sehingga konjungsi dan oposisi bulan sering terjadi dalam posisi matahari, bulan, dan bumi tidak sejajar sempurna. Jika konjungsi terjadi dalam posisi matahari, bulan, dan bumi sejajar sempurna, maka dapat memunculkan gerhana matahari. Begitu pula halnya dengan oposisi bulan. Jika oposisi terjadi dalam posisi matahari, bumi, dan bulan sejajar sempurna, maka dapat memunculkan gerhana bulan. Konjungsi bulan terjadi di siang hari dan tidak terlihat dengan mata telanjang, kecuali saat siluetnya menghadap matahari ketika terjadi gerhana matahari. Setelah di siang hari itu terjadi konjungsi, akan muncul garis sabit (hilal) tipis samar dan sebentar sebelum matahari terbenam (maghrib), sehingga malam itu menjadi awal (hari pertama) bulan baru. Berdasarkan Hisab, konjungsi awal Syawal 1444 H lalu misalnya, terjadi pada 20 April 2023 (29 Ramadan 1444 H). Konjungsi ini bersamaan dengan gerhana matahari yang dapat dilihat di sebagian wilayah Indonesia. Hisab Urfi adalah metode perhitungan numerik yang menggunakan rata-rata perhitungan terhadap jumlah hari dalam 1 bulan (29 atau 30 hari). Sistem penanggalan Hisab Urfi dikategorikan sebagai aritmathical calendar karena memakai aritmatika dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) terhadap fenomena astronomi. Sistem aritmathical calendar ini pula yang digunakan oleh Kalendar Matahari (seperti Kalender Masehi) yang menggunakan aritmatika dasar terhadap perhitungan gerak semu matahari. Hisab Urfi antara lain digunakan oleh Tarekat Naqsabandiyah dengan metode yang dinamakan Almanak Hisab Munjid. Karena hanya memakai perhitungan aritmatika dasar, Hisab Urfi dapat berbeda 2 hari dari konjungsi bulan. Seperti misalnya Tarekat Naqsabandiyah di Deli Serdang yang memulai puasa Ramadan pada 21 Maret 2023, sementara umat Islam mainstream memulai puasa Ramadan pada 23 Maret 2023. Hisab Urfi inilah yang sebagian ulama di masa lalu menyebut penggunanya sebagai orang yang rusak akal dan agamanya. Sedangkan Hisab Hakiki adalah metode perhitungan astronomis yang menggunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry) terhadap pergerakan real bulan. Sistem penanggalan yang dihasilkan Hisab Hakiki dikategorikan sebagai astronomical calendar karena mengacu pada realitas fenomena astronomi yang terjadi. Metode Hisab Hakiki antara lain digunakan oleh ormas Muhammadiyah dengan kriteria yang dinamakan Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Rukyat Ikhtilaful Mathali’ dan Wihdatul Mathali’ Ikhtilaful Mathali’ adalah perbedaan tempat terbit hilal. Jika satu tempat belum melihat hilal, padahal tempat lain sudah, maka tempat yang belum melihat hilal tidak boleh memulai puasa keesokan harinya. Umumnya kalangan Islam tradisionalis menganut Ikhtilaful Mathali’. Jika di Indonesia belum melihat hilal (walaupun di negara lain sudah) maka menurut mereka, Indonesia tidak bisa memulai puasa. Sedangkan Wihdatul Mathali’ adalah kesatuan tempat terbit hilal, yaitu umat Islam (di seluruh dunia) dapat mulai berpuasa jika hilal terlihat di satu tempat walaupun ada tempat lain yang belum melihatnya. Rukyat Wihdatul Mathali’ antara lain ditetapkan dalam Mu’tamar Tauhid at-Taqwim al-Hijry ad-Dauly di Turki pada 2016. Jika Rukyat dilakukan berdasarkan Wihdatul Mathali’ maka akan sesuai dengan Hisab Hakiki. Karena konjungsi bulan terjadi hanya 1 hari dalam setiap bulan, bukan 2 hari. Saat konjungsi bulan, posisi kesejajaran bulan dengan negara di permukaan bumi akan berbeda setiap bulannya. Sehingga ada negara yang bisa melihat hilal, dan ada yang tidak. Karena melihat hilal adalah sarana, sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui terjadinya ijtimak, maka saat hilal terlihat di suatu tempat, berarti konjungsi sudah terjadi dan awal bulan dapat dimulai. Contohnya awal Ramadan 1444 H, ijtimak terjadi pada 22 Maret 2023. Saat itu, hilal bisa terlihat jelas di benua Amerika serta sebagian Eropa dan Afrika. Namun, di wilayah Pasifik dan sebagian Australia, hilal hanya bisa dilihat dengan alat bantu. Ketika hilal tidak terlihat di sebagian Australia, sejatinya ijtimak sudah terjadi. Sehingga, umat Islam di sebagian wilayah Australia yang tidak melihat hilal tetap dapat mulai berpuasa keesokan harinya. Sedangkan untuk awal Syawal 1444 H, ijtimak terjadi pada 20 April 2023. Saat itu, hilal akan terlihat jelas di sebagian wilayah Pasifik, dan akan terlihat di sebagian benua Amerika jika langit dalam kondisi baik. Namun, hilal akan sulit terlihat di Indonesia. Karena itu, pengguna Rukyat Ikhtilaful Mathali’ akan menggenapkan bulan menjadi 30 hari, sehingga 1 Syawal bukan di 21 April tetapi mundur ke 22 April. Kesimpulan Pertama, penggunaan Hisab sudah diisyaratkan dalam Al Qur’an. اَلشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍۙ “Matahari dan bulan (beredar) sesuai dengan perhitungan.” [QS. Ar Rahman: 5] هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” [QS. Yunus: 5] Kedua, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan Hisab karena saat itu di kalangan umat Islam belum ada yang bisa mempelajari ilmu Hisab Hakiki. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ “Kita ini adalah umat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung. Satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu terkadang dua puluh sembilan, dan terkadang tiga puluh hari.” [HR. Bukhari no. 1780 dalam aplikasi Lidwa; no. 1913 dalam Kitab Fathul Bari] Ketiga, hadits yang menjadi dalil Rukyat Ikhtilaful Mathali’ terjadi ketika komunikasi antar wilayah berlangsung tidak dalam satu hari yang sama. Kuraib di Syam melihat hilal awal Ramadan pada malam Jum’at, dan Ibnu Abbas di Madinah melihatnya pada malam Sabtu, sehingga penduduk Syam dan Madinah memulai Ramadan di hari yang berbeda. [HR. Muslim no. 1819 dalam aplikasi Lidwa; no. 1087 dalam Kitab Syarh Shahih Muslim]. Oleh karena itu, Rukyat Ikhtilaful Mathali’ digunakan jika: Saat ini, 2 kondisi di atas dapat terjadi jika ada sekolompok muslim yang tidak mengetahui ilmu ukur segitiga bola, terdampar di pulau yang tidak memiliki komunikasi dengan dunia luar. Sehingga tidak masalah bagi mereka jika…

Read More

Asal Usul Tradisi Yasinan – Tahlilan

Surabaya – 1miliarsantri.net : Membaca Surah Yasin atau yang dikenal dengan istilah Yasinan setiap Kamis malam atau malam Jumat, sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam di Indonesia. Tradisi Yasinan dan tahlilan ternyata lahir bukan serta merta, melainkan ada proses akulturasi budaya dengan ajaran Islam yang masuk ke Indonesia di era Wali Songo. Islam diterima masyarakat Nusantara, khususnya di tanah Jawa lewat produk budaya, seperti kesenian wayang. Islam masuk ke Indonesia tanpa lewat peperangan melainkan akulturasi budaya dengan ajaran Islam yang dibawa para ulama dari Wali Songo. Saat itu, para wali menjadikan sejumlah tradisi secara perlahan dimodifikasi agar bisa tetap berjalan tanpa melanggar syariat Islam. Tradisi Yasinan dan pembacaan tahlil yang masih diamalkan sebagian umat Islam ketika malam Jumat termasuk modifikasi dari tradisi mendoakan arwah leluhur. Rapalan mantra yang sebelumnya jadi syarat digantikan lantunan bacaan ayat suci Alquran, dan Surah Yasin jadi pilihan. Ada syair legendaris dari Abu Nawas tentang merayu Tuhan yang digubah menjadi bahasa Jawa dan di sejumlah wilayah dilantunkan dari sohibul hajat. Syair ini dilantunkan sembari menunggu sekaligus mempermudah jamaah mengetahui rumah mana yang menggelar acara Yasinan dan tahlil. “Duh Pengeran kula sanes ahli suwarga. Nanging kula mboten kiyat wonten neraka. Mugi Tuhan paring taubat dumateng kula. Estu Tuhan kang ngapura agunge dosa. Dosa kula kados wedhi ing segara. Mugi gusti kersa nampi taubat kula. Saben dinten dosa kula tambah umur suda. Kados pundi anggenipun kula nyangga. Duh Gusti kawula sowan dhateng Paduka Sarana ngakeni dosa kelawan ndunga.” Akhirnya Yasinan menjadi produk kebudayaan bernuansa Islam yang berkembang di masyarakat Islam Jawa. Di awal-awal Islam mulai merangkul masyarakat Jawa di era Kerajaan Demak, Yasinan dipakai untuk mendoakan para leluhur yang sudah meninggal dunia. Tradisi ini dilakukan untuk menggantikan kebiasaan masyarakat di era tersebut yang masih terikat dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, serta ajaran Hindu dan Budha. Biasanya juga tradisi mengirimkan rapalan mantra kental dengan penganut Kejawen. Dalam kepercayaan masyarakat sebelum Islam, arwah seseorang masih berada di sekitar rumah hingga tujuh hari, sebelum akhirnya pergi. Arwah itu akan kembali di hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1.000. Karena itu, masyarakat yang percaya mereka biasanya menyediakan ancak yang berisi makanan dan minuman serta kembang atau kemenyan di ruang tamu untuk arwah keluarganya. Saat ajaran Islam mulai diterima, tradisi tersebut tidak lantas langsung hilang. Rapalan doa digantikan bacaan Surah Yasin dengan harapan doanya sampai kepada arwah keluarga yang sudah meninggal. Selain itu, tradisi memberikan sesaji digantikan dengan tahlilan di hari pertama, ketiga, ketujuh, empat puluh harian, seratus harian, hingga seribu harian. Akulturasi ini menunjukkan masyarakat Jawa terbuka terhadap tradisi-tradisi baru, atau perubahan/modifikasi tradisi lama. Hingga tanpa disadari muncul identitas baru dalam tatanan masyarakat Jawa. Identitas itu dirawat menjadi kearifan lokal sehingga menjadi tanda kultural bagi masyarakat Islam-Jawa. Pakar Ilmu Alquran, KH Ahsin Sakho Muhammad, memberikan pendapatnya tentang tradisi Yasinan di malam Jumat. Menurutnya setiap surah dalam Alquran memiliki daya energi spiritual tersendiri. Misalnya, surah al-Ikhlas, ad-Dukhan, al-Waqi’ah, masing-masing memiliki khasiat tersendiri. “Surah al-Kahfi mempunyai khasiat tersendiri, begitu juga surah Yasin,” terangnya. Surah Yasin berisi ajakan untuk percaya kepada Allah SWT, ajakan percaya kepada Nabi Muhammad SAW, dan ajakan percaya pada hari kiamat. Ini tiga konten yang paling dominan dalam surah Yasin yang diturunkan di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. “Tentu, bagus jika ini dibacakan. (Tetapi dalam hal surah yang diutamakan dibaca pada malam Jumat sebagaimana hadis Rasulullah), iya surah al-Kahfi,” katanya. Kita semua tentu juga sudah mengetahui jika warga Muhammadiyah tidak ikut kegiatan tahlilan ketika ada seorang Muslim yang meninggal dunia. Tahlilan hari pertama, ketiga, ketujuh, seratus, sampai seribu harian. “Di situlah uniknya orang Muhammadiyah, tidak tahlilan tetapi tetap bertahlil. Ada dimensi religiusitas menjadi bagian penting dari gerak organisasi ini. Karena memang Muhammadiyah adalah al-harakah al-Islamiyah dan minal harakatil Islamiyah. Saya sebut minal artinya mim bakdhil harakatil Islamiyah. Termasuk yang lain-lain tadi juga al-harakah al-Islamiyah,” tandasnya. Menurutnya model keberagaman di Muhammadiyah itu unik. Kalau diamati orang Muhammadiyah itu tidak terlalu panjang wiridannya dan tidak terlalu banyak membaca shalawat untuk nabi. Juga tidak banyak melakukan tahlilan, tetapi tetap bertahlil. Karena hallala yuhalilu tahlilan itu artinya benar-benar membaca la illa ha ilallah. “Kenapa demikian orang Muhammadiyah. Karena energinya juga digunakan untuk membangun umat. Tidak sekadar hablum minallah kuat tetapi hablum minannaasnya lemah. Keduanya kita mencoba menyeimbangkan,” kata dia. Wujud konkretnya tentu dalam bentuk sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, panti asuhan dan juga pondok pesantren. “Ini bagian hablum minannaas yang dibangun terus-menerus oleh Muhammadiyah,” kata Saad menjelaskan. (yan)

Read More

UAH : LGBT Semakin Meresahkan

Jakarta – 1miliarsantri.net : Ustad Adi Hidayat (UAH) angkat bicara terkait semakin marak nya isu kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang tiap hari semakin meresahkan masyarakat. Dampaknya di Indonesia pun tidak lepas dari jeratan kaum pecinta sesama jenis tersebut. UAH menyebut LGBT bukan fitrah yang melekat pada manusia. “LGBT itu bukan fitrah yang melekat pada manusia, LGBT adalah dampak dari pengaruh-pengaruh lingkungan, pengaruh-pengaruh sikap, dan sifat dalam interaksi yang menjadikan beberapa kalangan manusia merasa seakan-akan bergeser dari keadaan mula dia diciptakan,” kata UAH dalam satu ceramahnya. Ustadz yang baru saja mendapat gelar kehormatan akademik Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Muhammadiyah Jakarta itu menegaskan jika LGBT bisa disembuhkan dan dikembalikan ke fitrahnya sebagai laki-laki atau perempuan. “Ini bisa kok disembuhkan, ini bisa dibantu, ini bisa segera ditangani, dikembalikan dan jangan pernah difasilitasi atau kemudian ditampilkan pesan seakan-akan ini benar, ini sesuai dengan fitrah, ini legal. Jadi, mana mungkin ada seseorang yang terlahir dari hubungan antar laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Toh misalnya, bila adapun seseorang yang terjangkiti penyakit LGBT ini, tentu sebelumnya ia terlahir dari rahim seorang ibu yang punya hubungan dengan seorang ayah, pun demikian ada laki-laki ada perempuannya,” papar UAH UAH menambahkan, menjadi seorang LGBT bukanlah situasi yang normal dan bukan fitrah. Sebab menurut dia dengan mempertahankan keberadaan LGBT akan menghambat kemajuan generasi yang diharapkan akan muncul di kemudian hari. Bahkan, LGBT berpengaruh kepada aktivitas-aktivitas yang telah kita bangun berdasarkan fitrah dalam berkehidupan. “Karena itu, cara menghormati LGBT adalah dengan mengembalikannya kepada fitrah. Tetap, kita tidak boleh memandang rendah teman-teman, sahabat-sahabat, saudara-saudara kita yang terkontaminasi dengan penyakit yang dimaksudkan,” terang UAH. Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini berkata jika Indonesia tidak ingin generasi ke depan terputus karena hadirnya LGBT, UAH meminta rakyat Indonesia menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada para pelaku LGBT. “Yang dengan penghargaan itu kita membantu mendoakan untuk sembuh, membantu secara medis untuk kembali, membagikan terapi-terapi yang sesuai dengan fitrah-fitrah saat dia diciptakan,” ucap UAH. UAH pun menyarankan agar membantu pelaku LGBT dengan cara mengarahkan, mengembalikan, melakukan terapi, dan membantu memberikan pencerahan-pencerahan. Sehingga kaum LGBT kembali kepada fitrah yang benar, bukan memberikan ruang untuk sebagai pembenaran atau bahkan ruang-ruang untuk tampil. “Sehingga dengan itu merasa bahwa apa yang telah menimpa dan dialami itu sebagai fitrah dalam berkehidupan,” ucap UAH. Sementara itu Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas menegaskan perilaku atau orientasi seksual Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah orientasi menyimpang. Menurutnya, orientasi seksual yang benar menurut agama adalah heteroseksual. Hamim melihat LGBT saat ini diperjuangkan melalui HAM. Ia berpendapat, HAM di sini sebagai ideologi bukan lagi sebuah nilai, maka ada yang menyebutnya sebagai HAMisme. “Sekarang banyak HAMisme yang memandang LBGT sebagai normal, bukan abnormal. Maka kemudian diperjuangkan supaya itu ada pengakuan yang penuh terhadap LGBT,” terangnya. Melihat orientasi seksual LGBT melalui kerangka Ahsani Taqwim dalam QS. At Tin ayat 4, Hamim menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk terbaik. Menurutnya bukan hanya bentuk yang terbaik, tetapi bentuk penegakan wujud yang terbaik. Dalam perspektif filsafat manusia, penciptaan manusia dalam bentuk penegakkan wujud terbaik membuat manusia memiliki kodrat-kodrat yang tergambar dalam penciptaan Nabi Adam, sebagaimana disebutkan dalam Al Baqarah ayat 30-38. Di Al Baqarah tersebut kodrat manusia terbagi menjadi tiga, yaitu kodrat wujud yang meliputi raga, jiwa dan sukma. Selanjutnya kodrat eksistensi yang meliputi makhluk yang dinamis, tidak statis, dan bisa berubah. Dan kodrat terakhir adalah potensi yang meliputi mahluk berpengetahuan, makhluk beragama, makhluk tata aturan, ekonomi dan lain-lain. (ris)

Read More